Bagus REP | 29 April 2014 | 17:22 Dibaca: 58 Komentar: 0 0 Pemilihan Legislatif pada 9 April 2014 telah usai dilaksanakan namun Pemilihan Legislatif kali ini dinilai masih memiliki banyak pelanggaran. Salah satu yang mencolok ialah tentang praktek Money politic dan penggelembungan suara yang masih terdapat di berbagai daerah pemilihan. Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) dinilai gagal dalam melakukan sistem pengawasan Pemilu. Menghadapi kenyataan pelanggaran Pemilu tak satupun terdengar tindakan Bawaslu untuk mengatasi persoalan terjadi. Padahal dana untuk Bawaslu sangat besar untuk melakukan pengawasan selama Pileg 2014 ini. Sebagaimana diberitakan oleh Media-Media bahwa untuk Pemilu 2014, Pemerintah menguncurkan dana Rp 2,5 Trilyun untuk tugas Bawaslu. Dana yang sangguh besar ini dilakukan untuk tugas Pengawasan dalam Pemilu. Dalam sepak terjangnya Bawaslu bahkan bukan bekerja secara mandiri, malahan Bawaslu melakukan kerja sama dengan KPU (Komisi Pemilihan Umum). Padahal tugas KPU bukan melakukan Pengawasan Pemilu. Bila Bawaslu ingin agar tugas pengawasan Pemilu bisa sukses, Bawaslu harus bekerja mandiri dan bebas. Beberapa tindakan yang telah dilakukan Bawaslu dan disiarkan oleh Media salah satu contohnya ialah pada 11 April 2014 Bawaslu menemukan terjadinya pengelembungan suara di Jawa Barat. Seturut meknismenya pelanggaran Pemilu dikaji oleh Bawaslu daerah kemudian hasil kajian Bawaslu di tingkat Daerah kemudian dilaporkan atas pengatahuan KPUD ke Kepolsiian khususnya pada bagian Sentra (Unit) Pelayanan Tindak Pidana Pemilu untuk ditindak lanjuti. Pengamanan memang dilakukan oleh PPK hingga di tingkat TPS, berupa Hansip,dll namun bila terjadi pelanggaran dalam Pemilu, petugas keamanan itu tidak bisa melaporkan persoalan langsung ke Polisi dalam hal ini (Unit) Sentra Pelayanan Tindak Pidana. Hanya Bawaslulah yang berhak meneliti, mengkaji lalu atas pengetahuan KPUD, Bawaslu melaporkan kasus pelanggaran Pemilu ke Polisi. Dalam hal ini Polisi hanya menerima laporan pelanggaran itu dari komisioner Bawaslu sebagai lembaga yang berhak untuk melaporkan pelanggaran Pemilu dari tingkat TPS. Dugaan kuat permainan antara para Caleg dengan Pemilih tidak bisa dibendung. Bawaslu selalu terlambat mengantisipasi bahkan melakukan tindakan pengawasan. Selain itu kuat dugaan bahwa ada persekongkolan jahat antara penyelenggara Pemilu dengan para Caleg. Menurut mekanismenya 7 hari setelah pelaporan, Bawaslu Daerah melaporkan Sentrat Tindak Pidana Polisi. Sentra Tindak Pidana Polisi ialah komisi yang dibentuk khusus oleh Polisi untuk menidak lanjuti laporan Bawaslu yakni hal-hal yang menyangkut Tindak Pidana Pelanggaran Pemilu Akan tetap hingga selesainya Pileg 2014, belum ada laporan significant yang menggambarkan pelanggaran Pemilu padahal jelas-jelas Media sudah mengungkapkan adanya berbagai permainan jahat antara pemilih, Caleg dan Penyelenggraan Pemilu. Salah satu yang menyebabkan adanya kegagalan dalam pengawasan itu ialah masih timpang tindihnya tugas-tugas dalam TPS. Tugas keamanan dilakukan oleh Hansip dibantu oleh Polisi sedangkan tugas KPU yang diberikan melalui ketua KPPS ialah melakukan Penyelenggraan Pemilu, tugas ketua KPPS dan staff ialah menyelenggarakan Pemilu. Tumpang tindih tugas dalam TPS menyebabkan ada berbagai cela yang memungkinkan terjadinya permainan jahat antara Caleg, pemilih dan Penyelenggara Pemilu. Dana yang dikuncurkan pemerintah kepada Badan pengawasan Pemilu (Bawaslu) memang besar namun sayngnya Bawaslu belum bekerja secara maksimal hingga di tingkat TPS. Pelanggran-pelanggran di tingkat TPS masih belum disalurkan atau diakomodasi dengan baik, dengan itu dikuatirkan pelanggran-pelanggran atau konspirasi jahat masih terus saja terjadi dalam Pemilihan Umum. Semoga Bawaslu makin bekerja secara efektif demi menghidupkan Pemilu yang jujur, adil dan bermartabat.