KEPANITERAAN KLINIK STASE IKAKOM I PUSKESMAS KECAMATAN KELAPA GADING
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2014
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas karuniaNya sehingga Laporan Tutorial yang berjudul TFC Pasien Gizi Buruk di Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading dapat diselesaikan. Laporan Tutorial ini disusun untuk meningkatkan pengetahuan dan memenuhi tugas pada kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Komunitas I (IKAKOM I) di Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading Jakarta Utara. Terima kasih penyusun ucapkan kepada : 1. dr. Lidia Cristina sebagai pembimbing, yang telah membimbing kami selama menyusun laporan ini. 2. Ibu Helmi Kepala Gizi Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading, yang telah membimbing kami dalam menyusun laporan ini 3. Ibu Eni, Poli Gizi Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading 4. Pasein TFC yang telah koperatif selama pengambilan data dalam tutorial ini. Dalam pelaksanaannya, penyusunan Laporan Tutorial ini tidak semua dapat di kerjakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini mungkin dapat menjadi pembelajaran buat penulis ke depannya. Semoga informasi yang dimuat dalam Laporan Tutorial ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan pengabdian kepada masyarakat. Kami menyadari Laporan Tutorial ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami memerlukan saran maupun kritik yang membangun guna penyempurnaannya.
Jakarta, 5 April 2014 Penulis,
Dokter Muda
ii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR............................................................................................... i DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1 A. Latar Belakang ................................................................................. 1 B. Tujuan .............................................................................................. 2
BAB II RIWAYAT PASIEN THERAPEUTIC FEEDING CENTER/ TFC 3 A. Identitas Pasien ................................................................................. 3 B. Riwayat Penyakit dan Pemeriksaan Fisik ........................................ 3 C. Pengkajian Keperawatan .................................................................. 4 D. Gizi/ Nutrisi ...................................................................................... 7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 17 A. Gizi Buruk ...................................................................................... 17 B. Pneumonia ....................................................................................... 28 C. Tuberkulosis Paru .......................................................................... 29 D. Hernia Inguinalis ............................................................................ 29
BAB III KESIMPULAN ............................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 32
LAMPIRAN
i
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Gizi buruk merupakan kondisi kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein (KEP) dalam makanan sehari-hari. (Admin, 2008). Di Indonesia masalah gizi khususnya pada balita, menjadi masalah besar karena berkaitan erat dengan indikator kesehatan umum seperti tingginya angka kesakitan serta angka kematian bayi dan balita lebih jauh lagi, kerawanan gizi dapat mengancam kualitas sumber daya manusia di masa mendatang (Ypha, 2007). Sekarang ini masalah gizi mengalami perkembangan yang sangat pesat, Malnutrisi masih saja melatarbelakangi penyakit dan kematian anak, meskipun sering luput dari perhatian. Sebagian besar anak di dunia 80% yang menderita malnutrisi bermukim di wilayah yang juga miskin akan bahan pangan kaya zat gizi, terlebih zat gizi mikro (Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC ). Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi yaitu kualitas hidangan yang mengandung semua kebutuhan tubuh. Akibat dari kesehatan gizi yang tidak baik, maka timbul penyakit gizi, umumnya pada anak balita diderita penyakit gizi buruk (Santoso, Soegeng, Ranti, Anne Lies. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : RinekaCipta). Dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ. Penurunan perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi akademi di sekolah (Yetty, 2005). Menurut data Dinas Kesehatan RI pada tahun 2007 di Indonesia terdapat 8% balita mengalami gizi buruk, di Jawa Timur 2.6% balita mengalami gizi buruk,di kabupaten Kediri 0,8 % balita mengalami gizi buruk, menurut data dari Puskesmas dari 2767 balita di wilayahnya terdapat 19 balita mengalami gizi buruk atau sekitar 0,7%.
2
B. Tujuan Tutorial 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui dan mempelajari perkembangan status gizi pasien gizi kurang. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui penyebab gizi buruk b. Mengetahui pengaruh tingkat ekonomi terhadap kemampuan daya beli yang mempengaruhi asupan makanan. c. Mengetahui pengaruh tingkat kesehatan keluarga dengan besarnya angka kejadian gizi buruk. d. Mengetahui faktor resiko terjadinya gizi buruk. e. Mengikuti perkembangan status gizi pasien gizi buruk dengan adanya intervrensi gizi. f. Mempelajari tanda-tanda vital dan keluhan penyakit penyerta pada pasien gizi buruk.
3
BAB II RIWAYAT PASIEN THERAPEUTIC FEEDING CENTER/ TFC
A. FOLLOW UP PASIEN 1. Identitas Pasien a. Nama pasien : An. L K b. Jenis Kelamin : Perempuan c. Usia : 31 bulan d. Nama Ayah/ Ibu : Tn. B I/ Ny.A e. Pekerjaan Ayah : Pedagang f. Pekerjaan Ibu : Ibu rumah tangga g. Alamat : Kodamar h. Agama : Islam i. Suku Bangsa : Jawa j. Pendidikan Ayah : SD k. Pendidikan Ibu : SLTA
2. Riwayat Penyakit Dan Pemeriksaan Fisik Anamnesis Dilakukan Alloanamnesis kepada ibu pasien pada tanggal 4 April 2014, a. Keluhan Utama : Susah makan, berat badan tidak naik dalam 4 bulan terakhir. b. Perjalanan Penyakit : Sebelum masuk puskesmas os dibawa ke posyiandu dikarenakan demam, batuk, pilek, dan tidak masuk makan. Ketika ditimbang berat os adalah 8 kg, kemudian dirujuk ke puskesmas di Kec. Kelapa Gading. Saat di puskesmas ibu dari os, mengeluh anaknya batuk selama 2 hari, disertai sesak, serta tidak terdapat peningkatan berat badan sejak 4 bulan, lalu dari pihak medis diberi obat namun tidak membaik. Ibu OS melakukan kunjungan ulangan seminggu setelah kunjungan pertama, ibu OS juga mengeluhkan OS tampak sakit ketika melakukan BAK pada usia 24 bulan, pada selang satu bulan teraba benjolan pada pangkal paha kiri. BAB OS keras, pada saat mengedan, benjolan tersebut tampak lebih jelas. Selanjutnya puskesmas melakukan tindakan nebulizer dan memberi
4
obat kembali, dan dilakukan rawat inap di TFC Pusesmas Kecamatan Kelapa Gading. Pasien adalah anak ke tiga dari tiga bersaudara. Diketahui kakak pertama dari OS memiliki berat badan yang rendah dan diketahui ada flek pada paru dan pernah dilakukan tes mantoux ketika usia 6 bulan, hasil tes mantoux tidak diketahui oleh ibu OS, kemudian dilakukan pengobatan selama 6 bulan. Ayah OS pernah mendapatkan pengobatan selama 6 bulan, dan seorang perokok aktif. Dalam sehari ayah OS sehari menghabiskan satu bungkus rokok. OS lahir pada usia kehamilan 32 minggu, dengan berat badal lahir sebesar 2200 gram. OS minum ASI hingga sekarang. Sebelum pindah ke Jakarta OSdiketahui memiliki berat badan sebesar 7 kg, dan ketika di Jakarta diketahu ada kenaikan berat badan menjadi 8 kg. Perekonomian keluarga OS termasuk dalam kategori penghasilan rendah, ayah OS adalah pedagang dan ibu OS adalah seorang ibu rumah tangga. OS diketahui baru tinggal di Jakarta selama 10 bulan, menghuni rumah kontrakan dengan keadaan yang tidak memenuhi beberapa kriteria rumah sehat. c. Penyakit lain/ alergi : Tidak terdapat alergi d. Riwayat Penyakit Keluarga : Bapak ada riwayat batuk dengan pengobatan selama 6 bulan dan dikatan sembuh. Anak pertama pernah tes mantuk dan dilakukan pengobatan selama 6 bulan. Anak pertama pernah mengalami berat badan rendah dan mempunyai flax pada paru.
5
e. Riwayat Imunisasi : Sesuai PPI (Program Pelaksanaan Imunisasi), dan tepat waktu. No Umur Bayi Umur Bayi 1 < 7 hari Hepatitis B (HB) 0 2 1 bulan BCG Polio 1 3 2 bulan DPT-HB-Hib1 Polio 2 4 3 bulan DPT-HB-Hib 2 Polio 3 5 4 bulan DPT-HB-Hin 3 Polio 4 6 9 bulan Campak
f. Riwayat Kebutuhan Sehari-hari a. Nutrisi (Makan/ Minum) : Makanan yang disukai : Nugget, bubur ayam, sayur sop Makanan yang tidak disukai : Makanan lunak Kebiasaan saat makan : Saat makan, diajak jalan-jalan Keluhan ketika sakit : Nafsu makan kurang b. Eliminasi (BAB/ BAK) : BAK : Terlihat terasa nyeri dan terdapat benjolan didaerah suprapubis BAB : BAB keras, dan terlihat tonjolan pada saat mengedan pada suprapubis c. Pola Istirahat/Tidur : Tidak ada permasalahan d. Pola Aktifitas/ Bermain : Tidak ada permasalahan e. Ling. rumah (safety issues) : Pengontrak Ukuran Rumah 9x2 m 2
Pertukaran udara/ Ventilasi kurang Sinar matahari kurang g. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran : Lahir pada 8 bulan (premature)
6
Berat Badan Lahir 2.200 gram (BBLR)
Pemeriksaan Umum 4 April 2014 a. Keadaan umum pasien : Compos mentis, sakit ringan b. Nadi : 134 x/ menit c. Pernapasan : 58 x/ menit d. BB : 8,0 Kg e. TB : 80 cm f. Suhu : 36,2 o C
Pemeriksaan Fisik a. Kepala : Ubun-ubun tertutup, tidak tampak adanya trauma, rambut kering, tipis, dan kemerahan b. Mata : 1) Conjungtiva anemis : Ananemis dextra-sinistra 2) Sklera ikterus : Anikterik dextra-sinistra 3) Mata Cekung : Kedua mata cekung c. Telinga : Inspeksi tampak sedikit serumen d. Hidung : Septum nasal : tidak deviasi, tidak perforasi Mukosa nasal : tidak adanya pembengkakan dan kemerahan. Palpasi sinus : frontalis dan maxilaris tidak ada nyeri tekan. e. Tenggorokan : tidak terlihat adanya kemerahan dan vaskularisasi pada uvula. f. Gigi-mulut : Bibir : pucat, tidak sianosis, mukosa lembab. Mukosa oral : stomatitis Gigi : incisifus (8), caninus (4), premolar (4) Lidah : tidak hiperemis, papilla lidah normal. g. Leher : Terdapat pembesaran KGB pada daerah preauricular, benjolan teraba lunak sebesar kacang hijau, mobile, permukaan halus.
7
h. Paru-paru : Inspeksi : tidak terlihat retraksi dada, kedua dada simetris Palpasi : vocal premitus kedua lapang paru sama. Perkusi : sonor kedua lapang paru Auskultasi : terdengar ronkhi dan wheezing kedua lapang paru i. Jantung : Inpeksi : Iktuskordis tidak tampak Auskultasi : Tidak ada bising tambahan (murmur, gallop) Perkusi : OS kurang koperatif j. Abdomen : Timpani seluruh kuadran perut, Peristaltik usus 14 kali/ menit, bising usus normal k. Extremenitas : Atrofi otot l. Genitalia : Terdapat benjolan pada suprapubis senistra, sebesar kacang tanah, mobile, lunak, licin, terdengar bising usus pada benjolan. h. Diagnosa Banding Gizi Buruk dengan Bronkopnemonia Gizi Buruk dengan TB Paru i. Pengobatan Bisolvon 5 ml/ 3 kali/ hari Cotrimoxazole 3sdt (240mg/5ml) Vit B Complex Vit C Preparat Fe Puyer (Paracetamol, GG, CTM) j. Diet Makanan lunak k. Pemeriksaan Penunjang a. Gula darah : 105 mmol/L b. Hemoglobin : 10,6 g/I c. Ro Thorax : Kesan Bronkopnemonia
8
3. GIZI/ NUTRISI 1. Catatan Pola Makan ( Recall pola makan harian pasien) CATATAN POLA MAKAN No Bahan Makanan Tidak Pernah Setiap Hari Seminggu Sekali Sebulan Sekali Jarang 1 Nasi v 2 Jagung v 3 Mie v 3 6 . 6
3 6 . 6 3 6 . 7
3 6 . 7
3 6 . 7
3 6 . 6
3 6 . 6
3 6 . 5 3 6 . 6
3 6 . 6
3 6 . 6
3 6 . 6
3 6 . 6
3 6 . 5 3 6 . 6
3 6 . 5 3 6 . 6 3 6 . 7
3 6 . 6 3 6 . 7
3 6 . 6
3 6 . 5
3 6 . 5
3 6 . 5
PENGUKURAN SUHU PAGI SIANG MALAM 7.7 7.8 7.9 8 8.1 8.2 8.3 8.4 8.5 8.6 8.7 KARTU MONITORING BERAT BADAN Series 1
9
4 Roti v 5 Biskuit/Roti v 6 Kentang v 7 Singkong/ubi v 8 Tempe/tahu v 9 Oncom v 10 Kacang Kering v 11 Ayam v 12 Daging Sapi v 13 Daging Awet v 14 Bakso v 15 Ikan Basah v 16 Ikan Asin v 17 Udang Segar v 18 Telur Ayam v 19 Sayuran Hijau v 20 Sayur Kacangan v 21 Sayur Tomat v 22 Sayur Lain v 23 Pisang v 24 Pepya v 25 Jeruk v 26 Buah Segar Lain v 27 Buah Awet v 28 Susu Segar v 29 Susu Kental v 30 Tepung Susu v 31 Tepung Susu v 32 Es Krim v 33 Keju v 34 Minyak Goreng v 35 Kelapa/Santan v 36 Margarine v 37 The Manis/Gula v 38 Kua Basah v 39 Sirop v 40 Minuman Botol v
2. Pemberian Cairan/ Makanan pasien selama di TFC PEMBERAN CAIRAN/ MAKANAN No Tanggal Jam Makanan Jumlah
10
1 29/03/2014 6:30 Bubur Nasi 0,5 porsi 7:30 Susu F75 55 ml 9:30 Susu F75 65 ml 7:12 Susu F75 35 ml 12:00 Nasi Tim 0,5 porsi 13:00 Susu F75 65 ml 15:30 Susu F75 65 ml 16:00 Nasi Lunak 0,5 porsi 17:30 Susu F75 65 ml 19:30 Susu F75 40 ml 21:30 Susu F75 55 ml 23:30 Susu F75 Tidak mau minum 2 30/03/2014 1:30 Susu F75 40 ml 3:30 Susu F75 40 ml 5:30 Susu F75 35 ml 6:30 Bubur ayam 1 porsi 7:30 Susu F75 35 ml 11:00 Susu F75 80 ml 11:45 Nasi Lunak 0,5 porsi 14:00 Susu F75 90 ml 17:00 Susu F75 80 ml 17:30 Nasi Lunak 5 sdm 20:00 Susu F75 40 ml 23:00 Susu F75 Tidak mau minum 3 31/03/2014 2:00 Susu F75 Tidak mau minum 5:00 Susu F75 80 ml 7:00 Nasi Lunak 1 porsi 8:00 Susu F75 80 ml 8:30 Susu F75 110 ml 10:00 Jus Strawberry 100 ml 11:00 Susu F75 70 ml 12:00 Nasi lunak 0,5 porsi 17:00 Nasi lunak 0,5 porsi 18:00 Susu F75 60 ml 4 01/04/2014 23:00 Susu F75 80 ml 13:00 Susu F75 120 ml 14:30 Susu F75 120 ml 16:00 Susu F75 90 ml 24:00. Susu F75 Tidak mau minum 5 02/04/2014 4:00 Susu F75 Tidak mau minum 6:00 Susu F100 100 ml 6:30 Bubur Ayam 3/4 porsi
11
9:00 Jus Alpukat 50 ml 10:00 Susu F100 70 ml 13:00 Nasi lunak 3 sdm 13:00 Tahu 0,5 potong 13:30 Susu F100 70 ml 17:30 Nasi Lunak 70 ml 18:00 Susu F100 0,5 porsi 20:30 Susu F100 80 ml 6 03/04/2014 6:15 Susu F100 70 ml 6:35 Nasi Lunak 0,5 porsi 8:30 Susu F100 100 ml 13:00 Nasi Lunak 3 sdm 13:00 Sup Jagung Manis Kuah saja 13:20 Susu F100 100 ml 19:00 Susu F100 90 ml 20:00 Susu F100 30 ml 7 04/04/2014 6:00 Susu F100 100 ml 6:30 Bubur Ayam 1 porsi
4. Hasil Pemeriksaan dan Tindakan pada Anak Gizi Buruk a. Tanda Bahaya dan Tanda Penting Tanggal 28 Maret 2014 TANDA BAHAYA & TANDA PENTING KONDISI I II III IV V Rejatan (ada) Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Letargis (tidak sadar) Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
12
Muntah/Diare/ Dehidrasi Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
b. Perawatan Lanjutan pada Fase Stabilisasi 1) Tanggal 29 Maret 2014 Anamnesis Lanjutan Pemeriksaan Fisik Demam (-) BB 8 kg Batuk (-) TB 80 cm Pilek (-) Suhu 36,4 C Nafsu makan membaik Nadi 104 kali/menit Rambut tipis dan kering RR 38 kali/menit
Dada Simetris, Mengi (+), Ronki kasar (+)
Perut Bising usus normal
Otot Atrofi
Jaringan Lunak -
Pemeriksaan Mata TAK
Pemeriksaan Kulit TAK
Pemeriksaan THT TAK
Tindakan Vitamin A Tidak diberi Asam Folat Tidak diberi Multivitamin tanpa Fe Biolisin (5 ml/ 1 kali) Pengobatan Penyakit Penyulit Tidak diberi Stimulasi Tidak diberi
2) Tanggal 30 Maret 2014 Anamnesis Lanjutan Pemeriksaan Fisik Demam (-) BB 8 kg Batuk (-) TB 80 cm Pilek (-) Suhu 36,0 C Nafsu makan membaik Nadi 90 kali/menit Rambut tipis dan kering RR 28 kali/menit
Dada Simetris, Mengi (+), Ronki kasar (+)
Perut Bising usus normal
Otot Atrofi
Jaringan Lunak -
Pemeriksaan Mata TAK
Pemeriksaan Kulit TAK
Pemeriksaan THT TAK
13
Tindakan Vitamin A Tidak diberi Asam Folat Tidak diberi Multivitamin tanpa Fe Biolisin (5 ml/ 1 kali) Pengobatan Penyakit Penyulit Tidak diberi Stimulasi Tidak diberi
3) Tanggal 31 Maret 2014 Anamnesis Lanjutan Pemeriksaan Fisik Demam (-) BB 8 kg Batuk (-) TB 80 cm Pilek (-) Suhu 36,3 C Nafsu makan membaik Nadi 80 kali/menit Rambut tipis dan kering RR 20 kali/menit
Dada Simetris, Mengi (+), Ronki kasar (+)
Perut Bising usus normal
Otot Atrofi
Jaringan Lunak -
Pemeriksaan Mata TAK
Pemeriksaan Kulit TAK
Pemeriksaan THT TAK
Tindakan Vitamin A Tidak diberi Asam Folat Tidak diberi Multivitamin tanpa Fe Biolisin (5 ml/ 1 kali) Pengobatan Penyakit Penyulit Tidak diberi Stimulasi Tidak diberi
c. Perawatan Lanjutan pada Fase Transisi 1) Tanggal 4 April 2014 Pemeriksaan
BB 8.3 kg
TB 80 cm
Nadi 88 kali/menit
RR 36 kali/menit
Suhu 36.2 C
TB/U < -3 SD Sangat Pendek BB/U < -3 SD Sangat Kurus
14
Tindakan Makanan Tumbuh Kejar : Tidak diberi Multivitamin tanpa Fe : Biolisin Stimulasi : Tidak diberi Pengobatan penyakit penyulit : Tidak diberi
Makanan Tumbuh Kejar 6:00 9:00 Makanan Bubur 1 porsi Bubur 1/2 porsi
TB/U < -3 SD Sangat Pendek BB/U < -3 SD Sangat Kurus BB/TB Minus 3 SD - < -2 SD Kurus (Gizi Kurang)
Tindakan Makanan Tumbuh Kejar : Tidak diberi Multivitamin tanpa Fe : Biolisin Stimulasi : Tidak diberi Pengobatan penyakit penyulit : Cotrimoxazole 3sdt (240mg/5ml) Vit B Complex Vit C Fe Puyer (Paracetamol, GG, CTM)
BB/TB Minus 3 SD - < -2 SD Kurus (Gizi Kurang)
15
Makanan Tumbuh Kejar Makanan 7:30 12:00 Nasi Lunak 1/2 porsi Nasi Lunak 1/4 porsi Telur Dadar 1/2 porsi Bola Daging 1 butir
d. Planing 1) Melanjutkan pemberian Susu F100. 2) Memonitoring penyakit pemberat gizi buruk. 3) Mengatur pola diet dengan tepat agar asupan sesuai kebutuhan kalori tumbuh kejar per hari terpenuhi. 5. Nilai Tukar Asupan Diet Tgl/ Waktu Asupan Yang diberikan Jumlah yang dikonsumsi Kal Karb (gr) Prot (gr) Lemak (gr) 29/4/2014
6,30 Bubur 1/2 Porsi 87,5 20 2
7,30 F-75 55 ml 55
9,30 F-75 65 ml 65
Total 207,5 20 2
30/4/2014 6,30 Bubur 3/4 Porsi 132 30 3
Telur Dadar 1/4 Porsi 18,7
1,75 1,25 7,30 F-75 100 ml 100
11,00 F-75 80 ml 80
12,00 Nasi Lunak 1/2 Porsi 87,5 20 2
Lele Masak Kering 1/2 potong 50
7 2 14,00 F-75 90 ml 90
16,00 Jus Jambu 1/2 gelas 25 6
17,00 F-75 80 ml 80
17,30 Nasi Lunak 1/2 Porsi 87,5 20 2
F-75 40 ml 40
19,00 Nasi Lunak 1 Porsi 175 40 4
20,00 F-75 80 ml 80
Total 1046 116 19,75 3,25
16
31/3/2014 06,00 Bubur 3/4 Porsi 132 30 3
Telur Dadar 3/4 Porsi 18,7
1,75 1,25 12,00 Nasi Lunak 1/2 Porsi 87,5 20 2
Bola Daging 2 butir 150
14 10
Sop telur puyuh 2 butir 37,5
3,5 2,5
Jus Jambu 1/2 gelas 25 6
16,00 Nasi Lunak 1/2 Porsi 87,5 20 2
Bola Daging 2 butir 150
14 10
Sop telur puyuh 2 butir 37,5
3,5 2,5 Jus Jambu 1/2 gelas 25 6
Total 750,7 82 43,75 26,25
04/04/2014 06,00 F-100 120 ml 110
Bubur 1 Porsi 175 40 4
09,00 F-100 80 ml 80
Bubur 1/2 Porsi 87,5 20 2
15,30 F-100 110 ml 110
18,00 F-100 150 ml 150
Total 712,5 60 6
04/08/2014 06,00 F-100 110 ml 110
07,30 Nasi Lunak 1/2 Porsi 87,5 20 2
Telur Dadar 1/2 Porsi 37,5
3,5 5 09,00 F-100 90 ml 90
10,30 F-100 100 ml 100
12,00 Nasi Lunak 1/4 Porsi 44 10 1
Bola Daging 1 butir 75
7 5 13,30 F-100 20 ml 20
Total 564 30 13,5 10
17
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
A. Gizi Buruk Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua- duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut. 1. Klasifikasi Gizi Buruk Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus- kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda. a. Marasmus Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar.
18
Berikut adalah gejala pada marasmus adalah: 1) Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit 2) Wajah seperti orang tua 3) Iga gambang dan perut cekung 4) Otot paha mengendor (baggy pant) 5) Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar b. Kwashiorkor Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh 1) Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis 2) Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam. 3) Wajah membulat dan sembab 4) Pandangan mata anak sayu 5) Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam. 6) Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas c. Marasmik-Kwashiorkor Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.
19
2. Patofisiologi gizi buruk Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin. Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar. Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik.
20
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut : a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer. b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis kongenital. c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab maramus yang lain disingkirkan h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis akan
21
menyebabkan anak jatuh dalam marasmus. 3. Dampak Gizi Buruk Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi. Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat catch up dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya. Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat kondisi stunting (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak. Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak. 4. Faktor Penyebab Gizi Buruk Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :
22
a. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi. b. Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga, perilaku, pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik maupun gizinya. Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan zat-zat gizi ensensial, yang bisa disebabkan oleh: asupan yang kurang karena makanan yang jelek atau penyerapan yang buruk dari usus (malabsorbsi), penggunaan berlebihan dari zat-zat gizi oleh tubuh, dan kehilangan zat-zat gizi yang abnormal melalui diare, pendarahan, gagal ginjal atau keringat yang berlebihan 5. Tata Laksana Utama Balita Gizi Buruk di Rumah Sakit Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor. a. Tahap Penyesuaian Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein
23
(TETP). Tahap penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI. Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari. 2) Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari. 3) Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan 4) Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3 jam. Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan lewat pipa (per-sonde). b. Tahap Penyembuhan Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari. c. Tahap Lanjutan Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya. Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :
24
1) Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia. 2) KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia. 3) Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat hipomagnesimia. 4) Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI. 5) Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai KKP berat. 6. Komplikasi Penyakit Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa organ tubuh yang sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan tulang, hati, pancreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal. Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang disebabkan karena kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala yang bisa terjadi adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya. Pengaruh sistem hormonal yang terjadi adalah gangguan hormon kortisol, insulin, Growht hormon (hormon pertumbuhan) Thyroid Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi tiroid menurun. Hormon-hormon tersebut berperanan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan tersering mengakibatkan kematian. Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP, khususnya pada KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko kematian cukup besar, adalah sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi karena pada KEP sering mengalami gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Sehingga
25
mudah terjadi infeksi atau bila terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang lebih berat hingga mengancam jiwa. 7. Perubahan Berat Badan Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur. Berat badan merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lainnya. Berat badan dipakai sebagai indikator terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran objektif dan dapat diulangi, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak memerlukan banyak waktu. Indikator berat badan dimanfaatkan dalam klinik untuk: a. Bahan informasi untuk menilai keadaan gizi baik yang akut, maupun kronis, tumbuh kembang dan kesehatan b. Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit c. Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan. 8. Penilaian status gizi secara Antropometri Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat penilaian adalah antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung terbagi atas tiga adalah survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. a. Penilaian secara langsung 1) Antropometri Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U) Merupakan pengukuran antropometri yang sering
26
digunakan sebagai indikator dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi sekarang. Berat badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status) b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status ekonomi. c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. 2) Penilaian Secara Tidak Langsung a. survei konsumsi makanan, b. statistik vital dan c. faktor ekologi 9. Terapi Penyakit Dalam proses pengobatan anak balita gizi buruk terdapat tiga fase yaitu fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi. Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit ada 10 langkah penting yaitu: a. Atasi/cegah hipoglikemi b. Atasi/cegah hiportemia c. Atasi/cegah dehidrasi d. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit e. Obati/cegah infeksi f. Mulai pemberian makanan g. Fasilitas tumbuh-kejar (catch up growth)
27
h. Koreksi defisiensi nutrient mikro i. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental j. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh Prinsip-prinsip yang harus ditekankan dalam pemberian makanan terapi gizi adalah : 1) Makanan untuk pemulihan gizi adalah makanan padat energy yang diperkaya dengan vitamin dan mineral. 2) Makanan untuk pemulihan Gizi diberikan kepadana anak gizi buruk selama masa pemulihan. 3) Makanan untuk pemulihan gizi dapat berupa: F100, makanan/gizi siap saji dan maanan local. (Makanan local dengan bentuk mulai dari makanan bentuk cair, lumat, lembik, padat.) 4) Bahan dasar utama Makanan untuk Pemulihan Gizi dalam formula F100 dan makanan gizi siap saji adalah minyak, susu, tepung, gula, kacang- kacangan dan sumber hewani. Kandungan lemak sebagai sumber energy sebesar 30-60% dari toal kalori. 5) Makanan local dengan kalori 200 kkal/lg B per hari, yang diperoleh dari lemak 30-60% dari total energy, protein 4-6g/kg BB per hari. 6) Apabila akan menggunakan makanan lokal tidak dilakukan secara tunggal (makanan lokal saja) tetapi harus dikombinasikan dengan mkanan formula. Kemudian pemberianya pun harus bertahap yaitu : 1. Anak gizi buruk dengan tanda klinis diberikan secara bertahap : Fase Rehabilitasi 150 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali pemberian/hari. Diberikan selama satu minggu dalama bentuk makanan cair (Formula 100). Fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari yang diberikan 5-7 kali pemberian/hari (Formula 100). 2. Anak gizi buruk tanpa tanda klinis langsung diberikan fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari yang diberikan 5-7 kali pemberian/hari (Formula 100).
28
B. Pneumonia Pneumonia adalah radang paru-paru yang dapat disebabkan oleh bermacam- macam seperti kuman (bakteri, virus, jamur) dan benda asing 1. Tanda dan Gejala a. Mendadak panas tinggi (demam) b. Nyeri kepala atau dada c. Batuk d. Sesak napas e. Napas cuping hidung f. Bibir dan kuku kebiruan g. Perut kembung h. Penurunan nafsu makan i. Jika terdapat gejala-gejala tersebut segera periksa ke dokter (puskesmas/rumah sakit)
2. Penularan a. Doplet infection (infeksi tetes) melalui percikan mucus atau saliva. b. Makanan dan minuman yang terkontaminasi c. Peralatan pernapasan yang terkontaminasi d. Penggunaan alat bantu pernapasan secara bersama-sama
3. Pencegahan Pneumonia a. Menghindari dari paparan asap rokok, polusi udara, dan tempat keramain yang berpotensi penularan b. Hati-hati dan waspada apabila kontak dengan penderita ISPA c. Membiasakan memenuhi kebutuhan nutrisi dengan kalori yang cukup d. Segera berobat jika anda mendapati atau mengalami panas, batuk, pilek terlebih jika disertai suara serak, sesak napas e. Periksakan kembali jika dalam 2 hari belum menampakan perbaikan dan segera kerumah sakit/puskemas jika kondisi memburuk
29
C. Tuberkulosis Paru 1. Mycobacterium tuberculosis a. Batang (p: 1-4/um, t: 0,3-0,6/um) b. Dinding : as.lemak (lipid), peptidolikan, arabinomannan c. Dormant d. Hidup sitoplasma makrofag e. Aerob O2 2. Gejala dan Tanda a. Demam b. Batuk/batuk berdarah c. Sesak napas d. Nyeri dada e. Malaise : keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, badan kurus atau berat badan menurun. f. Rongki basah kasar / nyaring g. Apex paru perkusi redup h. Kavitas perkusi hipersonor i. Efusi pleura ada bagian dada yang tertinggal 3. Cara Penularan M. Tuberculosis lingkungan sangat padat (inhalasi basil) droplet nuclei : - menetap di udara bebas 1-2 jam tergantung ada nya sinar UV - ventilasi buruk & kelembapan, gelap bertahan berhari-hari atau berbulan- bulan M. Bovis susu yang kurang disterilkan dengan baik, terkontaminasi
D. Hernia Inguinalis 1. Berdasarkan terjadinya hernia dibagi atas: a. Hernia kongenital : terjadi sejak lahir karena kelainan bawaan b. Hernia yang didapat : karena dipicu berbagai factor Keadaan ini timbul biasanya pada golongan menengah kebawah dimana gizi yang buruk dapat mempengaruhi perkembangan otot perut, insiden hernia inguinalis pada bayi dan anak antara 1 dan 2%.
30
2. Diagnosis a. Benjolan timbul didaerah inguinal pada wakti pasien mengedan. Benjolan menghilang setelah pasien tidak mengedan lagi b. Pada pemeriksaan : pada bayi terlihat benjolan dilipat paha, sampai skrotum pada waktu menangis c. Untuk diagnosis hernia tidak diperlukan pemeriksaan diameter anulus inguinlais d. Isi hernia yang dapat masuk kembali ke rongga peritoneal disebut sebagai hernia inguinalis reponibilis
31
BAB IV KESIMPULAN
Banyak penyebab timbulnya gizi buruk pada anak, dengan mengetahui faktor penyebab gizi buruk tersebut, dapat dieliminasi faktor penyebabnya dengan penatalaksanaan yang baik. Pada pasien TFC telah mengalami peningkatan berat badan secara bertahap, pada tanggal 7 April 2014 terdapat peningkatan suhu tubuh pasien, dan hasil penimbangan berat badan pasien mengalami penurunan berat badan. Sehingga sangat lah penting untuk menjaga kesehatan dari pasien, agar tujuan dari perbaikan gizi pasien tercapai. Monitoring yang lebih rutin dilakukan dalam mengevaluasi asupan dan pemberian obat yang diberikan sangatlah penting. Membuat jadwal harian pasien dapat dilakukan untuk ketepatan dalam pemberian asupan, pemberian obat dan waktu istirahat yang cukup.
32
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. 2007. Gizi Buruk, Ancaman Generasi yang Hilang. Diakses tanggal 6 April 2014
Aritonang, Evawany. 2000. Kurang Energi Protein (Protein Energy Malnutrition). http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkmgizi-evewany.pdf
Depkes RI. 2011. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku II. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Nelson, WE.2007. Malnutrition.In Nelson WE.(ed) Mitchel Nelson Text Book of Pediactrics 5thed. WB Saunders Co. Philadelphia & London.
Supariasa, dkk 2002. Penilaian Status Gizi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V Jakarta: Interna Publishing; 2010. h. 2230-8.
DEPKES. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk, Buku I. Jakarta: 2006
33
LAMPIRAN
Keadaan Rumah Pasien
34
35
Rawat Inap di RS/Pusk
PMT Pemulihan Jalan
satu lebih : kurus pada / kaki <-3SD cm anak usia 6-59 bulan
baik medis
satu atau :
kurus atau BB/TB < - 3SD cm usia 6-59
baik medis
ALUR PEMERIKSAAN ANAK GIZI BURUK
Pemeriksaan Klinis, BB/PB, LiLA di Poskesdes/Pustu/Polindes/Puskesmas
Anak dengan satu atau lebih tanda berikut :
Terlihat Sangat Kurus
Edema pada seluruh tubuh
BB/PB atau BB/TB < -3 SD
LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan) dan salah satu atau lebih dari tanda- tanda komplikasi medis berikut :
anoreksia
pneumonia berat
anemia berat
dehidrasi berat
demam sangat tinggi penurunan kesadaran
Bila LILA > 11,5 cm < 12,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan) (BB/TB < -2 SD s.d -3 SD)
tidak ada edema dan
nafsu makan baik
klinis baik
Gizi buruk Dengan Komplikasi Gizi buruk Tanpa Komplikasi Gizi kurang
1
Penentuan status gizi secara Klinis dan Antropometri (BB/TB-PB)
*) Tabel BB/TB-PB dapat dilihat pada halaman 26 - 29 **) Mungkin BB/TB-PB > -3 SD bila terdapat edema berat (seluruh tubuh)
KLINIS ANTROPOMETRI (BB/TB-PB) *)
Gizi Buruk
Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh
< -3 SD **) Gizi Kurang Tampak kurus - 3 SD < - 2 SD Gizi Baik Tampak sehat - 2 SD 2 SD Gizi Lebih Tampak gemuk > 2 SD