Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN

TUBERKULOSIS PARU
I. KONSEP TUBERKULOSIS
A. PENGERTIAN
Tuberkulosis pulmoner adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium tuberculosis. (Smeltzer
& Bare,2001)
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, yang dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.(Price
& Wilson,1994)
B. ETIOLOGI
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 4 m dan tebal 0,3 0,6 m dan
digolongkan dalam basil tahan asam (BTA). (Suyono, et al 2001)
C. PATOFISIOLOGI & PATHWAYS
1. PATOFISIOLOGI
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan terinfeksi. Bakteri
dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli untuk memperbanyak diri, basil juga
dipindahkan melalui system limfe dan pembuluh darah ke area paru lain dan
bagian tubuh lainnya.
System imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit
menelan banyak bakteri, limfosit specific tuberculosis melisis basil dan jaringan
normal, sehingga mengakibatkan penumpukkan eksudat dalam alveoli dan
menyebabkan bronkopnemonia.
Massa jaringan paru/granuloma (gumpalan basil yang masih hidup dan yang
sudah mati) dikelilingi makrofag membentuk dinding protektif. Granuloma diubah
menjadi massa jaringan fibrosa, yang bagian sentralnya disebut komplek Ghon.
Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju.
Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, memebentuk skar kolagenosa. Bakteri
menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Individu dapat mengalami
penyakit aktif karena gangguan atau respon inadekuat system imun, maupun
karena infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini tuberkel ghon
memecah, melepaskan bahan seperti keju ke bronki. Bakteri kemudian menyebar
di udara, mengakibatkan penyebaran lebih lanjut. Paru yang terinfeksi menjadi
lebih membengkak mengakibatkan bronkopnemonia lebih lanjut. (Smeltzer &
Bare,2001)
2. PATHWAYS

D. KLASIFIKASI
Klasifikasi tuberculosis di Indonesia yang banyak dipakai berdasarkan kelainan
klinis, radiologist dan mikrobiologis :
1. Tuberkulosis paru
2. Bekas tuberculosis paru
3. Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam :
a. TB paru tersangka yang diobati (sputum BTA negatif, tapi tanda-tanda lain
positif)
b. TB paru tersangka yang tidak diobati (sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain
meragukan)
(Suyono, et al 2001)


E. MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinis tuberculosis mungkin belum muncul pada infeksi awal dan
mungkin tidak akan pernah timbul bila tidak terjadi infeksi aktif.bila timbul infeksi
aktif klien biasanya memperlihatkan gejala :batuk purulen produktif disertai nyeri
dada, demam (biasanya pagi hari), malaise, keringat malam, gejala flu, batuk darah,
kelelahan, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan. (Corwin,2001)
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Darah : lekosit sedikit meninggi, LED meningkat
2. Sputum : BTA dilakukan untuk memperkuat diagnosa TB aktif dan memperkirakan
tingkat infeksinya, ini dilakukan selama dalam 3 hari berturut-turut. Pada BTA
positif ditemukan sekurang-kurangnya 3 batang kuman dalam satu sediaan,
dengan kata lain 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.
3. Tes tuberculin : tes ini dikatakan positif jika indurasi lebih dari 10 15 mm.
4. Rontgent : Foto thorak PA tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan
batas tidak jelas; pada kavitas berupa cincin; pada kalsifikasi tampak bercak padat
dengan densitas tinggi.
5. Broncografi : pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkus dan paru.
6. Pemeriksaan serologi : ELISA, Mycodot, untuk mendeteksi antibody IgG specific
terhadap basil TB.
7. Pemeriksaan PA : pemeriksaan biopsy pada kelenjar getah bening superficial leher,
yang biasanya didapatkan hasil limfadenitis pada klien TB.
G. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan
Tujuan terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis adalah eradikasi cepat
M. tuberculosis, mencegah resistensi, dan mencegah terjadinya komplikasi.
Jenis dan dosis OAT :
a. Isoniazid (H)
Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap kuman
dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Efek
samping yang mungkin timbul berupa neuritis perifer, hepatitis rash, demam
Bila terjadi ikterus, pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau dihentikan
sampai ikterus membaik. Efek samping ringan dapat berupa kesemutan, nyeri
otot, gatal-gatal. Pada keadaan ini pemberian INH dapat diteruskan sesuai
dosis.
b. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten). Efek
samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam, trombositopenia.
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah atau jingga pada air seni dan
keringat, dan itu harus diberitahukan pada keluarga atau penderita agar tidak
menjadi cemas. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat
dan tidak berbahaya.
c. Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah hiperurikemia, hepatitis,
atralgia.
d. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik dan
kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran.
e. Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan
berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna merah dan hijau,
maupun optic neuritis.
2. Pembedahan
Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat jaringan paru
yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi
untuk mengangkat polip granulomatosa tuberkulosis atau untuk reseksi bagian
paru yang rusak.
3. Pencegahan
Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis,
mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat, minum susu
yang telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri
hingga dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan
daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen.
4. Prioritas keperawatan TB
Mempertahankan oksigenasi adekuat, mencegah penyebaran infeksi, mendukung
perilaku mempertahankan kesehatan, meningkatkan strategi koping efektif,


memberi informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.
II. ASUHAN KEPERAWATAN TUBERKULOSIS
A. PENGKAJIAN
1. Aktifitas/istirahat
Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek, sulit tidur atau demam pada
malam hari, menggigil, berkeringat.
Takikardia, takipnea/dispnea, kelelahan otot, nyeri, sesak(tahap lanjut).
2. Integritas ego
Stress lama, perasaan tidak berdaya/ tidak ada harapan.
Menyangkal (pada tahap dini), ansietas, ketakutan.
3. Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat badan.
Turgor kulit buruk, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
4. Nyeri/kenyamanan
Nyeri dada karena batuk berulang.
Perilaku distraksi, berhati-hati pada area sakit, gelisah.
5. Pernafasan Batuk (produktif/tidak
produktif), nafas pendek.
Peningkatan frekuensi pernafasan, pengembangan paru tidak simetri, perkusi paru
pekak dan penurunan fremitus, deviasi tracheal.
6. Keamanan
Adanya kondisi penekanan imun, demam rendah atau sakit panas akut.
7. Interaksi social
Perasaan isolasi/penolakan, perubahan peran.
(Doengoes, 2000)


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi penyebaran infeksi pada diri sendiri maupun orang lain b.d virulensi
kuman, pertahanan primer tidak adekuat, kurang pengetahuan untuk menghindari
pemajanan pathogen.
2. Tidak efektifnya pembersihan jalan nafas b.d secret kental, upaya batuk buruk.
3. Resiko kerusakan pertukaran gas b.d kerusakan membrane alveolar kapiler,
penurunan permukaan efektif paru.
4. Perubahan nurisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia.
5. Hiperthermia b.d proses peradangan.
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan penyakit
b.d kurang/tidak lengkap informasi yang ada.
C. INTERVENSI
1. Resiko tinggi penyebaran infeksi pada diri sendiri maupun orang lain b.d virulensi
kuman, pertahanan primer tidak adekuat, kurang pengetahuan untuk menghindari
pemajanan pathogen.
Tujuan : klien dapat mengidentifikasi tindakan untuk mencegah/menurunkan
resiko infeksi.
Kriteria hasil : klien menunjukkan perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang aman.
Intervensi :
a. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infekasi melalui droplet
b. Identifikasi orag lain yang beresiko (anggota keluarga/teman)
c. Anjurkan klien untuk batuk / bersin pada tisu dan menghindari meludah
d. Lakukan tindakan isolasi sebagai pencegahan
e. Pertahankan teknik aseptic saat melakukan tindakan perawatan
f. Kaji adanya tanda-tanda klinis proses infeksi
g. Identifikasi adanya factor resiko terjadinya infeksi ulang
h. Beritahu klien dan keluarga tentang pentingnya pengobatan yang tuntas
i. Kolaborasi pemberian obat anti tuberculosis
2. Tidak efektifnya pembersihan jalan nafas b.d secret kental, upaya batuk buruk.
Tujuan : mempertahankan jalan nafas adekuat
Kriteria hasil : klien dapat mengeluarkan secret tanpa bantuan, menunjukkan
perilaku memperbaiki bersihan jalan nafas
Intervensi :
a. Kaji fungsi pernafasan, bunyi nafas, kecepatan irama, kedalaman, penggunaan
otot aksesori
b. Kaji kemempuan klien untuk mengeluarkan sputum/batuk efektif
c. Berikan posissi semi atau fowler tinggi
d. Bantu klien untuk latihan nafas dalam dan batuk efektif
e. Bersihkan secret dari mulut/trachea, lakukan penghisapan jika perlu
f. Pertahankan asupan cairan 2500 ml per hari
g. Kolaborasi pemberian obat agen mukolitik, bronkodilator
3. Resiko kerusakan pertukaran gas b.d kerusakan membrane alveolar kapiler,
penurunan permukaan efektif paru.
Tujuan : klien tidak menunjukkan gejala distress pernafasan
Kriteria hasil : rentang AGD dalam batas normal, tidak ada dispnea
Intervensi :
a. Kaji dispnea, takipnea, peningkatan upaya bernafas, terbatasnya ekspansi dada
dan kelemahan
b. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis, perubahan warna kulit
c. Tingkatkan tirah baring/batasi aktifitas, bantu ADL
d. Kolaborasi pemberian oksigen dan pengawasan AGD
4. Perubahan nurisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia.
Tujuan : klien bebas dari tanda malnutrisi
Kriteria hasil : BB naik,
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi, turgor kulit, integritas mukosa oral, berat badan dan
kekurangan BB, kemampuan menelan, riwayat mual, muntah, diare
b. Pastikan pola diet yang disukai atau tidak disukai klien
c. Berikan diit tinggi protein dan karbohidrat dalam porsi kecil tetapi sering
d. Awasi masukan/pengeluaran dan perubahan BB secara periodik
e. Berikan perawatan mulut setiap hari
f. Dorong orang terdekat untuk membawa makanankesukaan klien, kecuali
kontraindikasi
g. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diet
5. Hiperthermia b.d proses peradangan.
Tujuan : mempertahankan suhu tubuh normal
Intervensi :
a. Pantau suhu tubuh klien, perhatikan menggigil/diaforesis
b. Pantau suhu lingkungan dan ventilasi
c. Batasi penggunan pakaian atau linen tebal
d. Berikan kompres hangat, hindari penggunaan alcohol
e. Anjurkan untuk mempertahankan masukan cairan adekuat untuk mencegah
dehidrasi
f. Kolaborasi pemberian antipiretik
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan penyakit
b.d kurang/tidak lengkap informasi yang ada.
Tujuan : klien memahami proses penyakit dan kebutuhan pengobatan
Kriteria hasil : klien melakukan perubahan pola hidup untuk memperbaiki
kesehatan
Intervensi :
a. Kaji kemampuan klien untuk belajar, tingkat partisipasi
b. Identifikasi gejala yang harus dilaporkan klien ke perawat (hemoptisis, nyeri
dada, demam, sulit bernafas)
c. Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus untuk klien (jadwal obat)
d. Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, efek samping dan alasan pengobatan
lama
e. Anjurkan klien untuk tidak merokok dan minum alcohol f. Berikan inforamasi
mengenai proses penyakit, prognosis, cara pencegahan dan penularan
DAFTAR PUSTAKA
1. Long, B.C. Essential of medical surgical nursing : A nursing process approach. Alih
bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan tahun
1989)
2. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarths textbook of medicalsurgical
nursing. 8
th
Edition. Alih bahasa : Waluyo, A.Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan
tahun 1996)
3. Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J.
Jakarta: Salemba Medika; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1999)
4. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001
(Buku asli diterbitkan tahun 1996)
5. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes.
4
th
Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun
1992)
6. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for
planning and documenting patients care.Alih bahasa: Kariasa,I.M. Jakarta: EGC; 1999
(Buku asli diterbitkan tahun 1993)
7. Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2001

A. Definisi
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai
organ tubuh lainnya ( Dinkes, 2006 ).
Menurut Christantie effendy ( 2003 ), tuberkulosis adalah infeksi penyakit menular yang
disebabkan olehMycobacterium tuberculosis, suatu basil aerobik tahan asam yang ditularkan melalui
udara. Sebagian kasus, infeksi tuberculosis didapat melalui inhalasi partikel kuman yang sangat kecil
(sekitar 1-5 mm).
TBC Paru adalah Penyakit infeksi yang terutama mengenai jaringan paru dan dapat menyebar ke
bagian tubuh lain yaitu : otak, ginjal, tulang. Penyebab infeksi adalah kuman mycobacterium tuberculosa
(Brunner & Suddarth 2000)
Jadi dapat disimpulkan TBC (tuberculosis) merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan
oleh microbacterium tuberculosis yang ditularkan melalui udara dan jika tidak ada pengobatan yang efektif
dapat mengakibatkan perjalanan penyakit yang kronis dan bias menimbulkan kematian.

B. Etiologi
TB paru disebabkan oleh kuman tahan asam yaitu Mycobacterium Tuberculosa. Setelah terinfeksi
kuman tersebut kira-kira 50% kuman akan berkembang menjadi TBC aktif dalam satu tahun, sisanya
kuman ini akan menyebabkan infeksi laten.
Adapun faktor yang mungkin terjadi antara lain :
- Kontak langsung dengan penderita TBC aktif.
- Menurunnya kekebalan tubuh
- Kurang nutrisi yang adekuat.
- Lingkungan dengan prevalensi TB yang tinggi
- Pengobatan paru yang tidak tuntas.

C. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan
Sistem pernafasan dibagi menjadi dua bagian yaitu saluran penafasan bagian atas, yang terdiri dari
hidung, faring, dan laring. Saluran pernafasan bagian bawah yaitu terdiri dari trakea, bronkus dan paru
paru.
Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan suatu bilik
udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Ventilasi membutuhkan gerakan dinding
sangkar toraks dan dasarnya, yaitu digfragma. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian
meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada. Ketika dalam kapasitas dada meningkat, udara masuk
melalui trakea (inspirasi), karena penurunan tekanan di dalam, dan mengembangkan paru. Ketika dinding
dada dan diafragma kembali ke ukuran semula (ekspirasi), paru-paru yang elastis tersebut mengempis,
dan mendorong udara keluar melalui bronkus dan trakea.
Pernafasan adalah proses ganda, yaitu menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen
kedalam tubuh, serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari
oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan penghembusan disebut ekspirasi.
Fungsi pernafasan adalah mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh
untuk proses metabolisme, dan mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa dari metabolisme. Dalam
proses pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida terjadi bila ada perbedaan tekanan. Proses ini
disebut dengan difusi. Oksigen berdifusi dari alveoli kedalam darah kapiler paru karena tekanan oksigen
(PO2) dalam alveoli lebih besar dari pada Po2 dalam darah paru. Kemudian dalam jaringan, PO2 yang
sangat tinggi dalam darah kapiler menyebabkan oksigen berdifusi kedalam sel.
Sebaliknya, bila oksigen dimetabolisme dalam sel untuk membentuk karbondioksida, tekanan
karbondioksida (PCO
2
) meningkat, sehingga karbondioksida berdifusi kedalam kapiler jaringan. Demikian
juga, karbondioksida berdifusi keluar dari darah masuk kedalam alveoli karena PCO
2
dalam darah kapiler
paru lebih besar dari pada dalam alveoli. Pada dasarnya, transpor dan karbondioksida oleh darah
tergantung pada difusi keduanya dan aliran darah.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis
kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-
bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan
lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan
mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri
lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di
belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian
menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin
kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak
mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm.
Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga
ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut
saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat
pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang
terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya
dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang
disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan
mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori
kohn.

D. Patofisiologi
Awalnya klien terinfeksi oleh tuberculosis yang disebut dengan infeksi perimer. Infeksi primer
biasanya terdapat pada apeks paru atau dekat lobus bawah. Infeksi primer berukuran mikroskopis sehingga
tidak tampak pada foto rontgen. Tempat infeksi primer dapat mengalami proses degenerasi nekrotik tetapi
bisa saja tidak,yang menyebabkan pembentukan rongga yang terisi oleh massa basil tuberkell seperti
keju,sel-sel darah putih yang mati dan jaringan paru nekrotik. Pada waktunya,material ini mencair dan
dapat mengalir ke dalam percabangan trakheobronkhial dan dibatukkan. Rongga yang terisi udara tetap ada
dan mungkin terdeteksi ketika dilakukan rontgen dada.
Sebagian besar tuberkel primer menyembuh dalam periode bulanan dengan membentuk jaringan
parut dan pada akhirnya terbentuk lesi pengapuran yang disebut sebagai Tuberkel Ghon. Lesi ini dapat
mengandung basil hidup yang dapat aktif kembali,meski telah bertahun-tahun dan menyebabkan infeksi
sekunder.
Infeksi TB primer menyebabkan tubuh mengalami reaksi alergi terhadap basil tuberkel dan
proteinnya. Respon imun seluler ini tampak dalam bentuk sensitifitas sel-sel T dan terdeteksi oleh reaksi
positif pada tes tuberkulin. Perkembangan sensitivitas tuberkulin ini terjadi pada semua sel-sel tubuh 2
sampai 6 minggu setelah infeksi primer. Dan akan dipertahankan selama basil hidup berada dalam tubuh.
Imunitas didapat ini biasanya menghambat pertumbuhan basil lebih lanjut dan terjadinya infeksi aktif.
Faktor yang mempunyai peran dalam perkembangan TB menjadi penyakit aktif termasuk usia
lanjut,imunosupresif,infeksi HIV, malnutrisi, alkoholisme dan penyalahgunaan obat,adanya keadaan
penyakit lain dan predisposisi genetik.
Selain infeksi primer yang progesif, infeksi ulang juga mengarah pada bentuk klinis TB aktif.
Tempat primer infeksi yang mengandung basil TB dapat tetap laten selama tahun-tahun dan kemudian
teraktifkan kembali jika daya tahan klien menurun. Penting artinya untuk mengkaji kembali secar periodek
klien yang telah mengalami infeksi TB untuk mengetahui adanya penyakit aktif.

E. Pathway (terlampir)


F. Tanda Dan Gejala
Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit
yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga
memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah
penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-
kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala
respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula
bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak,
gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya
pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai
seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan
di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influeza,
hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya
gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas,
sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

G. Pemeriksaan Penunjang
Deteksi dan diagnosa TB dicapai dengan tes objektif dan pengkajian subjektif. Infeksi TB primer
sering tidak dikenali karena biasanya infeksi ini asimptomatis. Lesi pengapuran dan tes kulit positif sering
menjadi satu-satunya indikasi infeksi TB telah terjadi. Pemerikasaan penunjang yang dapat dilakukan
antara lain:
1. Kultur sputum
Positif untuk M. tuberculosis pada tahap aktif penyakit.
2. Ziehl-Neelsen (pewarnaan tahan asam). Positif untuk basil tahan asam
3. Tes kulit Mantoux. Reaksi yang signifikan pada individu yang sehat biasanya menunjukkan infeksi yang
disebabkan oleh microbacterium yang berbeda.
4. Rontgen dada. Menunjukkan infiltrasi kecil lesi dini pada bidang atas paru,deposit kalsium dari lesi primer
yang telah menyembuh atau cairan dari suatu efusi. Perubahan yang menandakan TB lebih lanjut
mencakup kavitasi,area fibrosa.
5. Biopsi jarum jaringan paru. Positif untuk granuloma TB. Adanya sel-sel raksasa menunjukkan nekrosis.
6. AGD (analisa gas darah). Dikatakan abnormal bergantung pada letak ,keparahan,dan kerusakan paru
residual.
7. Pemeriksaan fungsi pulmonal. Penurunan kapasitas vital,peningkatan ruang rugi,peningkatan rasio udara
residual terhadap kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder akibat infiltrasi/fibrosa
parenkim.

H. Komplikasi
1. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran pernapasan) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok
hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.
2. Kolaps lobus retaksi brinkial
3. Bronkhiektasis dan fibrosis fau : terjadi pelebaran bronkus dan terjadi pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan atau reaktif
4. Pneumotorak spontan : kerusakan jaringan paru dan adanya udara di dalam rongga pleura
5. Penyebaran infeksi

I. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Kebanyakan individu dengan TB aktif yang baru didiagnosa tidak dirawat di rumah sakit. Jika TB
paru terdiagnosa pada individu yang sedang dirawat,klien mungkin akan tetap dirawat sampai kadar obat
terapeutik telah ditetapkan. Beberapa pasien yang di rumah sakit karena alasan :
a. Mereka sakit akut
b. Situasi kehidupan mereka dianggap beresiko tinggi
c. Mereka diduga tidak patuh terhadap pengobatan
d. Terdapat riwayat TB sebelumnya
e. Terdapat penyakit lain yang bersamaan dan bersifat akut
f. Tidak terjadi perbaikan setelah terapi
g. Mereka resisten terhadap pengobatan yang biasa.
Pengobatan dan perawatan singkat di rumah sakit diperlukan untuk memantau keefektifan terapi
dan efek samping obat-obat yang diberikan. Klien dengan diagnosa TB aktif biasanya mulai diberikan 3
jenis medikasi untuk memastikan bahwa organisme yang resisten telah disingkirkan. Dosis dari beberapa
obat cukup besar karena basil sulit untuk dibunuh. Pengobatan berlanjut cukup lama untuk menyingkirkan
atau mengurangi secara subtansial jumlah basil dorman atau semidorman. Medikasi yang digunakan untuk
TB dibagi menjadi preparat primer dan preparat baris kedua. Preparat primer selalu diresepkan pertama
kali sampai laporan hasil kultur dan laboratorium memberikan data yang pasti. Klien dengan riwayat terapi
TB yang tidak selesai mungkin mempunyai organisme yang menjadi resisten dan preparat sekunder harus
digunakan. Lamanya pengobatan mempunyai pendekatan 2 fase :
a. Fase intensif yang menggunakan dua atau tiga jenis obat,ditujukan untuk menghancurkan sejumlah besar
organisme yang berkembang biak dengan cepat
b. Fase rumatan,biasanya denagan dua obat diarahkan pada pemusnaan sebagian besar basil yang masih
tersisa.
Program pengobatan dasar yang direkomendasikan bagi klien yang sebelumnya belum diobati
adalah dosis harian isoniazid, rifampin dan pirazinamid selama 2 bulan. Kultur sputum digunakan untuk
mengevaluasi kesakilan terapi. Jika kepatuhan terhadap pendosisan harian menjadi masalah,maka
diperlukan protokol TB yang memberikan medikasi 2 atau 3 kali seminggu. Program ini diberikan di klinik
untuk memastikan klien menerima obat yang diharuskan. Jika medikasi yang digunakan tidak
aktif,program harus dievaluasi kembali dan kepatuhan klien harus dikaji. Medikasi yang digunakan untuk
mengobati TB mempunyai efek samping yang serius,bergantung pada obat spesifik yang diresepkan.
Toleransi obat,efek obat dan toksisitas obat bergantung pada faktor-faktor seperti usia,dosis obat,waktu
sejak obat terakhir digunakan,formula kimia dari obat,fungsi ginjal dan usus serta kepatuhan klien. Klien
penderita TB yang tidak membaik atau yang tidak mampu menoleransi medikassi membutuhkan
pengkajian dan pengobatan pada fasilitas medis yang mengkhususkan dalam pengobatan TB paru
berkomplikasi.
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mnecegah
kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai
penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah
Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel berikut:
Obat Anti TB
Esensial
Aksi Potensi
Rekomendasi Dosis (mg/kg BB)
Per Hari
Per Minggu
3 x 2 x
Isoniazid (H)
Rifampisin (R)
Pirasinamid (Z)
Streptomisin (S)
Etambutol (E)
Bakterisidal
Bakterisidal
Bakterisidal
Bakterisidal
Bakteriostatik
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
5
10
25
15
15
10
10
35
15
30
15
10
50
15
45

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi
tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat
pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang
dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO
yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang
lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki
sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas
Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

J. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Identitas Px meliputi : nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, agama,
kebangsaan, suku, alamat, tanggal dan jam masuk RS, No. Reg, ruangan, serta identitas yang bertanggung
jawab.
2. Keluhan Utama
Biasanya Px TB Paru ditandai dengan sesak nafas, batuk dan berat badan menurun.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang.
Pada umumnya Px TBC vering mengalami panas lebih dari 2 minggu sering terjadi bentuk berulang-ulang,
anorexia, lemah, berkeringat banyak pada malam hari dan hemaptoe
b. Riwayat kesehatan lalu.
Px mempunyai riwayat tertentu seperti, Diare kronik, investasi cacing, malaria kronik, campak dan infeksi
HIV
c. Riwayat kesehtan keluarga.
Px keluarganya tidak mempunyai penyakit menular atau mempunyai penyakit menular
d. Riwayat psikososial.
Riwayat psikososial sangat berpengaruh dalam psikologis Px dengan timbul gejala-gejala yang dialami
dalam proses penerimaan terhadap penyakitnya, meliputi :
- Perumahan yang padat
- Lingkungan yang kumuh dan kotor
- Keluarga yang belum mengerti tentang kesehatan
4. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Meliputi : kebiasaan merokok, banyaknya rokok yang dihabiskan, penggunaan alkohol, tembakau dan
kebiasaan olah raga.
b. Pola nutri dan Metabolisme
Meliputi : nafsu makan, diit khusus / suplemen, fluktuasi berat badan 6 bulan terakhir, kesukaran menelan.
c. Pola eliminasi
Meliputi : kebiasaan eliminasi urine / defekasi, warna, konsistensi dan bau sebelum MRS atau MRS.
d. Pola istirahat dan tidur
Meliputi : lama tidur Px sebelum MRS dan MRS, gangguan waktu tidur, merasa tenang setelah tidur.
e. Pola aktifitas dan latihan
Meliputi : kegiatan Px dirumah dan di RS, serta lamanya aktivitas.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi : body image, self sistem, kekacauan identitas, depersonalisasi.
g. Pola sensori dan kognitif
Meliputi :daya pengelihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan kognitif Px baik atau tidak.
h. Pola reproduksi sexual
Meliputi : penyakit yang diderita pasien dapat mempengaruhi pola seksual Px, pemeriksaan payudara
setiap bulan sekali / 2 bulan, masalah seksual yang berhubungan dengan penyakit.
i. Pola hubungan peran
Meliputi : hubungan dengan keluarga, rekan kerja dan teman atau masyarakat.
j. Pola penanggulangan stres
Meliputi : penyebab stres, koping terhadap stres, adaptasi terhadap stres, pertahanan diri terhadap dan
pemecahan masalah.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Meliputi : agama, keyakinan dan ritualitas.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Keadaan penyakit, kesadaran, suhu, nadi, pernafasan, BB, TB.
b. Kepala dan leher
Bentuk, kelainan, tanda-tanda trauma, warna rambut dan kebersihan rambut.
- Mata : Sklera, konjungtiva dan kornea.
- Hidung : Bentuk, bersih atau tidak ada polip atau tidak, daya
penciuman normal atau tidak.
- Mulut : Bentuk, kebersihan, ada perdarahan atau tidak,
mukosa bibir.
- Telinga : Bentuk, kebersihan, daya pendengaran.
- Leher : Ada pembesaran kelenjar tynoid atau tidak ada
pembengkakan atau tidak.
c. Thorax
Bentuk Thorax Px TB paru biasanya tidak normal (Barrel chest)
d. Paru
Bentuk dada tidak simetris, pergerakan paru tertinggal, adanya whezing atau ronkhi, ada suara nafas
Bronchial
e. Jantung
Didapatkan suara 1 dan suara 2 tunggal
f. Abdomen
Biasanya Px TB terdapat pembesaran limpha dan hati
g. Inguinal-Genetalia-Anus
Ada kemerahan atau tidak, ada leat atau tidak
h. Tulang belakang
Ada kelainan atau tidak, ada edema atau tidak.
i. Kulit
Tidak didapatkan kelainan pada tekstur kulit, warna kulit, turgor kulit menurun atau tidak
j. Ekstrimititas
Akral hangat dan dingin, ada edema dikaki atau tidak, nyeri waktu berjalan
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan penunjang
1). LED meningkat.
2). Leukosit meningkat.
3). Hb menurun.
b. X-foto
- Di dapatkan pembesaran kelenjar para tracheal atau hiler dengan atau tanpa adanya infiltrat.
- Gambaran milier atau bercak kalsifikasi.
c. Pemeriksaan sputum / Bakteriologis
- Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB Paru, namun pemeriksaan ini tidak sensitif karena
hanya 30-70 % Px TB yang dapat di diagnoisis berdasarkan pemeriksaan ini.
- Pemeriksaan sputum dilakukan dengan cara pengambilan cairan di lambung dan dilakukan setiap pagi 3
hari berturut-turut yaitu sewaktu pagi sewaktu (SPS).
d. Pemeriksaan mantoox test / uji tuberkulin
- Sebagai standar dipakai PPO SIU atau OT 0,1 mg.
a). Indurasi 10 mm atau lebih : reaksi positif.
b). Indurasi 5 mm 9 mm : reaksi meragukan.
c). Indurasi 0-5 mm : reaksi negatif.
- Tes Tuberkulin dapat negatif pada Penyakit HIV / AIDS, malnutrisi berat, TB milier, morbili meskipun
orang tersebut menderita tuberkulosis.

K. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk,
dyspnea atau anoreksia
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang /
tidak akurat
5. Gangguan pemenuhan pola tidur b.d batuk malam hari,sesak napas, keringat dingin

L. Intervensi Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
Mendemontrasikan batuk efektif.
Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Tindakan :
a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal.
pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
c. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
d. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
e. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui
mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
f. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
g. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat;
meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada
atelektasis.
h. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.Kolaborasi dengan
tim kesehatan lain :
i. Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi. pemberian expectoran. pemberian antibiotika. konsul photo
toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas
pengembangan parunya.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Rencana tindakan :
a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit.
Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
b. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan
nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih
lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas.
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi. Pemberian antibiotika.
Pemeriksaan sputum dan kultur sputum. Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi
spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
Menu makanan yang disajikan habis
Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema
Rencana tindakan
1. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat membantu
memperbaiki kepatuhan teraupetik.
2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan kapasitas.
4. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.
5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa paling suka untuk
memakannya.
R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori adekuat.
6. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut
Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).
R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme dan penyimpanan
vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.
7. Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.
R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau makanan per sonde.

4. Kurang pengetahuan (tentang proses terapi, kemungkinan kambuh dan perawatan penyakit) b/d kurang
terpajan terhadap informasi,
Tujuan : Menunjukan pemahaman terhadap penyakit
Kriteria hasil :
Klien menunjukan penerimaan informasi
Klien mau melakukan yang disarankan mengenai pengobatan dan pencegahan
Berpartisipasi dalam program pengobatan
Rencana Tindakan
a. Kaji kemampuan klien untuk mengikuti pembelajaran (tingkat kecemasan, kelelahan umum, pengetahuan
klien sebelumnya, suasana yang tepat).
R/ Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik, emosional dan lingkugan yang
kondusif.
b. Jelaskan tentang dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan mengapa pengobatan
TB berlangsung dalam waktu lama.
R/ Meningkatkan partisipasi klien dalam program pengobtan dan mencegah putus berobat karena
membaiknya kondisi fisik klien sebelum jadual terapi selesai.
c. Ajarkan dan nilai kemampuan klien untuk mengidentifikasi gejala/tanda reaktivasi penyakit (hemoptisis,
demam, nyeri dada, kesulitan bernapas, kehilangan pendengaran, vertigo).
R/ Dapat menunjukkan pengaktifan ulang proses penyakit dan efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut.
d. Tekankan pentingnya mempertahankan asupan nutrisi yang mengandung protein dan kalori yang tinggi
serta asupan cairan yang cukup setiap hari.
R/ Diet TKTP dan cairan yang adekuat memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik tubuh. Pendidikan
kesehatan tentang hal tersebut meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan penyakitnya.
5. Gangguan pemenuhan pola tidur b.d batuk malam hari,sesak napas, keringat dingin
Tujuan : menunjukan pemenuhan pola tidur yang cukup
kriteria hasil :
Jumlah jam tidur klien tidak terganggu
Bangun dengan waktu yang sesuai
Perasaan segar setelah tidur atau istirahat
a. Observasi dan kaji tanda tanda vital klien
R/ mengetahui perkembangan kondisi pasien sesuai dengan perkembangan pengukuran tanda tanda vital
(RR,TD,N,S)
b. Pantau dan atur pola tidur klien serta catat hubungan faktor fisik dan faktor psikologi yang dapat
menganggu pola tidur klien.
R/ mengetahui perkembangan tingkat dan pola tidur untuk pemulihan fisik dan mental klien
c. Fasilitasi untuk mempertahankan rutinitas waktu tidur klien ,keperluan sebelum tidur dan benda benda
yang familiar jika diperlukan
R/ meningkatkan frekuensi dan kenyamanan baik fisik maupun psikologi klien
d. Kolaborasi dengan dokter tentang perlunya program pengobatan jika berpengaruh pada pola tidur.
R/ mengevaluasi perkembangan penerapan pola tidur dengan kondisi klien



DAFTAR PUSTAKA

Daftar Pustaka


Barbara, long. 1996. Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Ikatan Keperawatan Pajajaran

Christantie, effendy. 2003. Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC

Dinkes. RI. 2006. Materi Pelatihan Bagi Volunter Tuberkulosis Tingkat Kelurahan di Kota Yogyakarta.
Yogyakarta

Harrison. 1995. Prinsip prinsip Penyakit Dalam, Jakarta : EGC

Sjamsuhidayat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah , Jakarta : EGC








Diposkan 16th May 2013 oleh

Anda mungkin juga menyukai