INDUKSI POLIPLOIDISASI KROMOSOM PADA BAWANG MERAH (Allium ascalonicumL.) DENGAN INDUKSI KOLKHISIN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERILAKU KROMOSOM SELAMA MITOSIS
OLEH : Nama : Adhi Nurcholis Nim : 13/357330/PBI/1215 Kelompok : II
LABORATORIUM GENETIKA PROGRAM STUDI PASCASARJANA BIOLOGI FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2014 2
LEMBAR PENGESAHAN Telah mengikuti praktikum Genetika Sel yang telah dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 2014 di Laboratorium Genetika, Fakultas Biologi, Universitas Gajah Mada dan pada tanggal 14 Juni 2014 di Kebun Stroberi Inggit, Banyuroto, Magelang, Jawa Tengah. Sebagai pra syarat menyelesaikan praktikum Genetika Sel Tahun Ajaran 2013 2014 di Laboratorium Genetika Sel Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Yogyakarta, 9 Juli 2014 Mengesahkan,
3
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................... ii BAB I. Latar Belakang ................................................................................... 1 BAB II.Tinjauan Pustaka ................................................................................ 3 BAB III. Metode Penelitian ............................................................................. 27 BAB IV. Hasil dan Pembahasan ...................................................................... 35 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
4
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG B. PERMASALAHAN Permasalahan pada praktikum tehnik molekuler ini adalah: 1. Bagaimana cara melakukan induksi poliploid terhadap tanaman dengan mutagen kolkisin? 2. Bagaimana cara mengamati pengaruh induksi poliploid terhadap kromosom tanaman ? 3. Bagaimana cara mengamati fase fase mitosis berdasarkan letak kromosom?
C. TUJUAN Praktikum ini bertujuan untuk : 1. Melakukan dan memahami induksi poliploid terhadap tanaman dengan mutagen kolkisin. 2. Melakukan dan memahami pengaruh induksi poliploid terhadap kromosom tanaman. 3. Melakukan dan memahami fase fase mitosis dengan mengamati letak kromosom.
D. MANFAAT Manfaat dari praktikum ini mahasiswa : 1. Mampu melakukan induksi poliploid terhadap tanaman dengan mutagen kolkisin. 2. Mampu melakukan dan memahami pengaruh induksi poliploid terhadap kromosom tanaman. 5
3. Mampu melakukan dan memahami fase fase mitosis dengan mengamati letak kromosom.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. DASAR TEORI B. HIPOTESIS
6
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. ALAT Alat alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain: a. Induksi Poliploidisasi 1. Petridish 2. Pisau
b. PCR 1. Kotak es 4. Sentrifuge 2. Micro pipet dan tip 5. Mesin Thermo Cycle 3. Tube 6. Freezer
c. Electrophoresis 1. Labu ukur 2. Micro pipet dan tip 3. Microwave 4. Mupid Electrophorator 5. Cetakan gel dan sisir 6. Pemancar UV
B. BAHAN Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah : a. Isolasi DNA tanaman menggunakan KIT 1. Aluminium foil 2. XTE buffer 3. Reagen Phytopure I 4. Chloroform 5. Reagen Phytopure II 6. Resin Phytopure 7. Es batu 8. Isopropanol 9. Ethanol 70% 7
b. PCR 1. Premix PCR : 2. DNA template Aquabides Master mix Primer RAPD
c. Electrophoresis 1. TBE buffer 2. Cyber safe 3. Aquades 4. DNA 5. Agarose 6. Loading dye 7. Aluminium foil
C. CARA KERJA a. Isolasi DNA tanaman menggunakan KIT 1. Menimbang tanaman yang akan di ambil DNA nya (anggrek Spatoglotis plicata, melon var tacapa, dan bamboo) sebanyak 0,5 gr. 2. Menggerus tanaman yang akan digunakan menggunakan mortar dan grinder sampai halus. 3. Memasukkan hasil gerusan tanaman pada tube ukuran 15 ml. 4. Menambahkan 500l Reagen Phytopure I pada hasil gerusan dan menginversinya. 5. Menambahkan 100l Reagen Phytopure II pada hasil gerusan dan menginversinya. 6. Menginkubasi campuran reagen dan hasil gerusan pada suhu 65C selama 10 menit. 7. Memindahkan campuran kedalam kotak es dan di tunggu selama 20 menit. 8
8. Menambahkan 500l Chloroform dingin kedalam campuran. 9. Menambahkan 50l Resin Phytopure pada campuran. 10. Mensentrifuge capuran dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. 11. Mengambil dan memindahkan Supernatan kedalam tube baru ukuran 1,5ml. 12. Menambahkan isopropanol sebanyak ukuran yang sama dengan supernatant. 13. Mensentrifuge campuran supernatant dengan kecepatan 10.000rpm selama 10 menit. 14. Mengambil pellet menggunakan micropipette lalu mencucinya dengan 100l ETOH 70%. 15. Mensentrifuge campuran supernatant dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit. 16. Membuang sisa ETOH dan mengambil pellet lalu di keringkan. 17. Menyimpan DNA didalam 1x TE buffer sebanyak 50l.
b. PCR 1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Menyiapkan kotak es dan DNA template yang telah diperoleh dari isolasi. 3. Membuat premix PCR sebanyak sample dengan komposisi premix pada masing - masing sampel berupa Aquabides sebanyak 3,8 l, Master mix 11l, dan Primer RAPD 30mol sebanyak 2,2l. 4. Mencampurkan semua komposisi premix dalam satu tube. 5. Membagi premix PCR dalam beberapa bagian sesuai dengan jumlah sampel DNA template. 6. Mencampurkan primer PCR dengan DNA template dalam tube kecil. 7. Menghomogenkan campuran primer PCR dengan men-spindown-nya. 9
8. Memasukkan hasil campuran primer DNA dan DNA template ke dalam mesin thermo cycle dengan program PCR sebagai berikut: No Reaksi Suhu (C) Waktu (menit) 1 Predenaturasi 95 3 2 Denaturasi 95 1 3 Annealing 36 1 4 Elongation 72 2 5 Post elongation 72 10 6 Endless 4 - 9. Menyimpan hasil PCR dalam freezer (-20C). c. Electrophoresis Tahap electrophoresis secara umum dibagi menjadi 4 bagian besar yaitu 1. Pembuatan buffer TBE 1x sebanyak 500 ml. a. Mengencerkan 50 ml Buffer TBE 10x menggunakan labu ukur. b. Menambahkan 500ml aquades pada buffer TBE. c. Menggojok larutan buffer TBE sampai homogen.
2. Pembuatan minigel agarose konsentrase 2%. a. Menimbang Agarose sebanyak 0,4 gr. b. Menambahkan 20ml TBE 1x kedalam agarose. c. Menggojok dan memanaskan campuran TBE dan agarose sampai tercampur menggunakan microwave. d. Mendinginkan capuran sampai suhu 50C. e. Menambahkan cyber safe sebanyak 1l kedalam campuran agarose. f. Mempersiapkan cetakan gel (termasuk memasang sisirnya). g. Memasukkan campuran agarose kedalam cetakan gel. h. Menunggu hingga agarose mengeras lalu mengangkat sisir dari gel.
10
3. Preparasi sampel dan loading. a. Mencampurkan TBE 1x dalam DNA hasil PCR. b. Mempersiapkan gel yang telah dibuat dan dimasukkan ke alat MUPID ELECTROPORATOR. c. Mencampurkan campuran DNA sebanyak 4l DNA dengan loading dye 2l. d. Memasukkan campuran DNA kedalam sumuran gel. e. Meruning DNA hasil PCR dalam alat MUPID ELECTROPORATOR dengan voltase 100 volt selama 45 menit. f. Menunggu fragmentasi DNA pada gel sampai lebih kurang 75% dari panjang gel keseluruhan. 4. Visualisasi menggunakan UV transiluminator. a. Meletakkan gel hasil elektrophoresis kedalam UV transiluminator. b. Menyalakan alat UV illuminator. c. Mengamati fragmentasi DNA hasil elektrophoresis.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil isolasi DNA tanaman menggunakan kit. 11
2. Hasil PCR dan Electrphoresis.
Keterangan Gambar : No Sumuran Explant Fragmentasi DNA 1 PCR Melon H15 Tidak Ada 2 PCR KP Ada 3 PCR Darah 1 Ada 4 PCR Darah 2 Ada 5 PCR Ang 2 Tidak Ada 6 PCR A3 Ada 7 PCR B3 Ada 12
8 PCR M3 Tidak Ada 9 PCR M2 Tidak Ada 10 Ladder Ada 11 Genom Darah 1 Tidak Ada 12 Genom KP Tidak Ada 13 Genom M3 Ada 14 Genom A3 Ada 15 Genom B3 Tidak Ada 16 Genom Darah 2 Tidak Ada 17 Genom Ang 2 Ada
3. Hasil Uji Kualitas DNA No ID Absorbance Ratio Concentration Protein 1 A3 0,194 1,510 287,8 1,5 2 D1 0,149 1,283 103,6 0,9 3 D2 0,150 1,274 107,4 1,0 4 M3 1,635 1,809 344,1 6,6 5 2 Ang 0,013 1,379 213,8 1,6 6 2 Mel 1,815 1,735 3500,0 9,3 7 Kp 0,168 1,405 137,5 0,9 8 D3 0,179 1,421 170,8 1,1
13
B. PEMBAHASAN 1. Proses isolasi DNA, PCR ,dan Elektrophorasis Isolasi DNA menggunakan kit Berdasarkan dari catatan praktikum terkait dengan langkah kerja isolasi DNA, setiap langkah memiliki tujuan dan fungsi masing-masing untuk keberhasilan isolasi DNA. Dimulai dengan proses penggerusan sampel menggunakan grinder dan mortar. Tujuan dilakukannya penggerusan adalah untuk menghancurkan struktur organ dari sampel tanaman. Pada tanaman terdapat dinding sel yang memperkokoh sturktur tubuh tanaman. Praktikum yang dilakukan tidak melakukan perlakuan penempatan sampel pada suhu dingin karena sampel yang digunakan dalam keadaan segar, sehingga tidak memputuhkan penyimpanan di suhu dingin (-20C). Setelah proses penghalusan sampel dilakukan tahap selanjutnya adalah penambahan reagen phytopure I. Tujuan dari pemberian reagen phytopure I 0 2 4 6 8 10 A3 D1 D2 M3 2 Ang 2 Mel Kp D3 Protein 0 1000 2000 3000 4000 A 3 D 1 D 2 M 3 2
A n g 2
M e l K p D 3 Concentration 0 0.5 1 1.5 2 A3 D1 D2 M3 2 Ang 2 Mel Kp D3 Absorbance 0 500 1,000 1,500 2,000 A 3 D 1 D 2 M 3 2
A n g 2
M e l K p D 3 Ratio 14
adalah melisiskan dinding sel dari tanaman sampel, sehingga mempermudah proses isolasi DNA. Reagen phytopure I dapat digunakan sebagai pelisis dinding sel karena mengandung beberapa bahan diantaranya buffer, deterjen, dan beberapa enzim degradatif lain seperti selulose. Pada reagen I terdapat buffer, hal tersebut mutlak diperlukan untuk menjaga kondisi PH lingkungan sehingga DNA yang akan di isolasi tidak rusak. Selain buffer, terdapat juga detergen. Detergen berfungsi sebagai senyawa pelisis lemak. Dengan adanya reagen maka lapisan lemak yang berada pada membrane sel akan rusak sehingga sel akan terbuka. Selain sebagai pembuka membrane sel, detergen juga berfungsi sebagai bahan kimia penghampabt DNAse. Ketika DNAse dihambat, maka kemungkinan DNA rusak menjadi semakin kecil serta protein yang ada di dalam sel tersebut dapat di denaturasi. Tumbuhan memiliki selulosa yang berfungsi untuk pembentukan dinding sel dan lain lain, sehingga dalm reagen I terdapat enzim selulase untuk membersihkan selulosa dari sampel. Langkah selanjutnya adalah penambahan reagen phytopure II. Tujuan dari pemberian reagen II adalah untuk membuka lapisan membrane inti sel. Komposisi dari reagen phytopure II adalah buffer dan enzim endonuklease. Keberadaan enzim tersebut berfungsi sebagai pembuka membrane inti sel, sehingga DNA di dalam intisel dapat dikeluarkan dari dalam inti sel. Setelah DNA tersebut keluar DNA tidak akan cepat rusak karena adanya buffer dalam reagen II. Buffer pada reagen I dan II memiliki fungsi yang sama yaitu mempertahankan PH lingkungan sehingga DNA tidak terdegradasi ataupun rusak oleh lingkungan. Selain untuk mempertahankan PH lingkungan keberadaan buffer juga perperan dalam penstabilan tekanan osmotic pada campuran tersebut. Setelah pemberian reagen II dilakukan proses selanjutnya adalah optimalisasi penguraian DNA yaitu dengan cara mengocok tube secara 15
perlahan. Setelah di kocok maka proses selanjutnya adalah inkubasi campuran pada suhu 65C selama 10 menit. Hal tersebut bertujuan untuk optimalisasi kerja enzim pendegradatif serta melepaskan DNA ke dalam campuran dengan lebih efektif. Proses selanjutnya adalah inkubasi campuran didalam kotak es selama 20 menit. Proses ini bertujuan untuk optimalisasi pengeluaran DNA dari dalam inti sel, mitokondria, dan kloroplas. Selain itu, efek kejutan suhu tersebut juga dapat menghentikan laju kerja enzim dengan cepat. Langkah isolasi DNA setelah inkubasi di suhu dingin adalah pencampuran kloroform dan resin. Fungsi dari penambahan kloroform pada campuran tersebut adalah sebagai senyawa penghilang debris. Koroform memiliki kemampuan untuk mendenaturasi protein dan polisakarida. Proses deproteinasi disebabkan karena kemampuan kloroform untuk mendenaturasi rantai polipeptida masuk ke dalam fase antara air dan kloroform. Protein akan mengendap karena jumlah protein yang besar diantara fase air dan kloroform. Pemberian resin phytopure pada campuran DNA akan membersihkan isolate DNA dari polisakarida karena resing memiliki sifat mengikat polisakarida. Polisakarida harus di ikat atau dipisahkan dengan DNA karena polisakarida akan mengotori hasil isolate DNA. Oleh karena itu dapat dikatakan juga bahwa isolate DNA yang baik adalah isolate yang terbebas dari polisakarida sebagai debris. Selain mengikat polisakarida, resin juga berperan sebagai senyawa pembentuk lapisan semi padat pemisah antara debris dan bagian yang mengandung DNA. Sentrifuse dilakukan setelah pencampuran koloform dan resing pada campuran DNA. Sentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Sentrifuge bertujuan untuk memisahkan antra bagian yang berisi DNA dengan bagian yang berisi reagen dan debris yang berupa polisakarida dan protein. 16
Setelah tahap pemisahan larutan yang berisi DNA dengan lapisan debris langkah selanjutnya adalah isolasi larutan yang berisi DNA. DNA di pindahkan dengan micro pipet lalu ditempatkan pada tube yang baru. Didalam tube yang baru larutan DNA di tambahkan dengan iso propanol. Isopropanol berfungsi untuk memfiksasi DNA. Fiksasi DNA yaitu proses dehidrasi sehingga akan terjadi gumpalan DNA di dasar tube setelah sentrifuse. Setelah larutan DNA di tambah isopropanol maka larutan di sentrifuse dengan kecepatan tinggi yaitu 10000 rpm selama 10 menit. Hal ini bertujuan untuk mengendapkan pellet DNA membantu kerja isopropanol sebagai senyawa fiksatif. Hasil dari penambahan isopropanol serta sentrifuse larutan adalah pellet DNA di dasar tube. Dengan menggunakan micropipette, pellet DNA di ambil dan di cuci menggunakan ETOH 70%. Pencucian ini bertujuan untuk membersihkan DNA. Langkah selanjutnya setelah pencucian dengan ETOH 70% adalah resuspensi DNA kedalam TEB. Resuspensi harus dilakukan untuk menghiangkan efek ETOH pada DNA. Karena DNA dapat rusak jika terlalu lama terkena ETOH. Dengan penyimpanan DNA di dalam TBE akan melindungi sementara DNA dari kerusakan. Polymeration Chain Reaction Setelah diperoleh pure DNA maka langkah selanjutnya adalah penggandakan untai DNA menggunakan metode PCR. Metode PCR dinilai sangat efektif untuk mendapatkan banyak untai DNA dalam waktu yang singkat secara invitro. Dalam praktikum ini proses yang dilakukan setelah mendapatkan DNA murni dari sampel adalah menggandakan untai DNA tersebut. Proses penggandaan untai DNA dimulai dengan persiapan premix yang akan digunakan dalam proses PCR. Premix yang digunakan untuk PCR mempunyai komposisi aquabides, master mix, primer. Premix dibuat dengan 17
mencampurkan beberapa komposisi tersebut menjadi satu tube. Aquabides digunakan dalam proses ini sebagai pelarut untuk master mix dan primer. Master mix yang digunakan dalam praktikum ini adalah mastermix faststart PCR master dari Roche. Master mix tersebut mengandung FastStart Taq DNA Polymerase, magnesium chloride, double concentrate reaction buffer dan nucleotide (dATP, dCTP, dGTP, dTTP, 0.4 mM)(Panduan pemakaian produk, 2011). Dengan adanya Taq DNA Polymerase maka mastermix tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan kespesifikan dan sensitivitas dari PCR. Taq polymerase tersebut meminimalisir terjadinya produk amplifikasi yang kurang spesifik. Taq DNA polymerase merupakan enzim yang akan membantu dalam proses penggandaan sequence DNA. Dikatakan Master mix karena didalamnya mengandung banyak sekali campuran seperti enxim dan nukleotida. Muladno (2010) mengatakan bahwa didalam tehnik PCR dibutuhkan dNTPs untuk membentuk rangkaian molekul DNA baru. Didalam mastermix tersebut terdapat pula dATP, dCTP, dGTP, dan dTTP. Buffer yang terdapat di dalam master mix tersebut berfungsi untuk menjaga kondisi lingkungan agar PH dan tekanan osmotic lingkungan tetap terjaga sehingga DNA tidak rusak selama proses amplifikasi. Didalam mastermix tersebut juga mengandung MgCl. MgCl adalah salah satu koenzim. Ketika proses polimerisasi DNA maka terlebih dahulu primer akan menempek pada bagain tertentu di untaian DNA, dengan adanya MgCl di lingkungan mengakibatkan enzim polymerase akan memperpanjang untai DNA yang telah ditempeli oleh primer. DNA polymerase akan membentuk pasangan pelengkap dari untai DNA di belakang primer yang berlawanan dengan untai DNA awal. Premix tersebut juga mengandung primer. Primer didalam prose PCR berfungsi untuk mengawali pembentukan untai DNA yang di inginkan. Primer berfungsi sebagai penanda wilayah DNA yang akan diperpanjang oleh enzim. 18
Perlu diketahui bahwa primer ini adalah untaian pendek basa nitrogen atau yang biasa kita sebut dengan oligonukleotida. Pada praktikum, premix dibuat dengan skala besar sesuai jumlah sampel yang akan di PCR. Hal tersebut bertujuan untuk menghomogenkan campuran premix untuk sampel satu dengan sampel yang lain. Sehingga ketidak valid-an amplifikasi karena tidak homogen bisa diminimalisir. Setelah proses pembuatan premix selesai maka langkah selanjutnya adalah membagi premix tersebut pada tube - tube menjadi beberapa bagian sesuai dengan jumlah sampel yang akan diPCR. Langkah selanjutnya adalah mencampurkan DNA template (sampel) dengan premix yang telah jadi tersebut. Men-spindown campuran premix dan DNA template bertujuan untuk mencampur dua larutan tersebut menjadi larutan yang homogen. Setelah campuran tersebut siap maka langkah selanjutnya adalah memasukkan campuran premix dan DNA template kedalam mesin thermo cycle. Sebelum proses amplifikasi dilakukan mesin di seting terlebih dahulu seperti berikut: Reaksi Suhu (C) Waktu (menit) Predenaturasi 95 3 Denaturasi 95 1 Annealing 36 1 Elongation 72 2 Post elongation 72 10 Endless 4 -
Proses amplifikasi DNA yang sesungguhnya terjadi didalam mesin thermocycle tersebut. Tahap tahap dari reaksi tersebut sangatlah menentukan keberhasilan dari PCR. Diawali dengan reaksi predenaturasi. Predenaturasi adalah reaksi yang berfungsi untuk mempersiapkan untai DNA 19
agar terbuka. Adanya suhu tinggi dengan waktu yang lumayan lama menghasilkan pembukaan untai DNA menjadi semakin banyak. Ketika reaksi denaturasi maka untai DNA diasumsikan telah membuka lebar sehingga terdapat bagian yang terbuka dari untai DNA tersebut yang memungkinkan untuk di tempeli primer. Pembukaan untai DNA tersebut akibat dari efek pemberian suhu tinggi. Pembukaan terjadi karena putusnya ikatan hydrogen antar dua untai rantai DNA. Semakin banyak nukleotida berjenis C dan G maka akan semakin membutuhkan waktu yang lama dan suhu yang tinggi untuk memutus ikatan hydrogen diantara kedua rantai DNA. Setelah diberi perlakuan dengan suhu tinggi (denaturasi) reaksi selanjutnya adalah perlakuan suhu jauh dibawah suhu denaturasi dalam praktikum ini bersuhu 36C. Pada suhu normal tersebut maka untai DNA akan berusaha menutup kembali. Kedua rantai DNA yang terpisah akan kembali, saat ini lah primer akan menempel pada untai DNA. Reaksi ini biasa disebut dengan reaksi annealing atau penempelan primer pada rantai DNA. Dengan bantuan induksi dari MgCl mengaktifkan enzim polymerase maka untai DNA yang telah ditempeli primer akan dibentuk rantai DNA komplementernya di belakang primer. Tahap pemanjangan untai DNA dibelakang primer biasa disebut dengan reaksi elongasi. Reaksi ini terjadi ketika suhu dinaikkan menjadi 72. Reaksi post elongasi adalah reaksi yang digunakan untuk memperpanjang untai DNA. Dengan adanya reaksi post elongasi diharapkan pembentukan rantai DNA pada PCR menjadi semakin maksimal. Tahap endless adalah tahap pengakhiran dari keseluaruhan reaksi. Pada tahap endless ini suhu thermocycle akan otomtis menjadi 4C. Suhu rendah berfungsi untuk mempertahankan keadaan DNA, sehingga untai DNA tidak rusak karena pengaruh suhu tinggi. Untuk satu siklus, satu buah primer dapat menghasilkan satu untai DNA. Ketika didalam lingkungan tersebut terdapat beberapa primer maka 20
akan menghasilkan beberapa untai DNA. Dengan pemberian perlakuan beberapa siklus diharapkan akan menghasilkan banyak duplikasi DNA hasil PCR. Electrophoresis Ketika telah didapati untai DNA sampel yang banyak hasil PCR maka langkah selanjutnya adalah analisis fragmentasi untai DNA menggunakan tehnik elektrophoresis. Tahap proses elektrophoresis pada praktikum ini dapat dibagi menjadi empat kegiatan. Yaitu pembuatan buffer TBE 1x, pembuatan mini gel agarose, preparasi sampel dan loading, serta visualisasi menggunakan UV transiluminator. Langkah pertama electrophoresis pada praktikum ini adalah pembuatan buffer TBE 1x sebanyak 500 ml. prinsip dasar dari pembuatan larutan buffer tersebut adalah dengan pengenceran TBE 10x menjadi 1x dengan menambahkan aquades pada buffer TBE lalu menghomogenkannya. Fungsi dari buffer tersebut sebagai larutan menyangga sehingga kondisi PH dan tekanan osmotic lingkungan tidak merusak DNA hasil PCR. Langkah selanjutnya adalah pembuatan agarose konsentrasi 2%. Gel agarose digunakan sebagai medium perambatan fragmentasi DNA pada alat Mupid elektrophorator. Pembuatan gel agarose pada prinsipnya adalah melarutkan agarose pada TBE buffer lalu menghomogenkannya. Adapun pemanasan menggunakan microwave pada percobaan ini bertujuan untuk menghomogenkan agarose sehingga saat gel jadi kepadatan setiap sisi pada gel akan merata. Ketika agarose telah tercampur homogeny maka agarose di dinginkan sampai suhu 50C. setelah suhu cukup dingin gel agarose ditambah dengan pewarna DNA bermerk cyber safe DNA staining dari invitrogen. Fungsi dari penambahan pewarna pada gel agarose adalah untuk memberikan efek warna pada fragmentasi DNA ketika dilakukan frgmentasi menggunakan alat mupid electrophorator. 21
Tahap selanjutnya adalah preparasi sampel dan loading. Pada tahap ini sampel DNA hasil PCR dicampurkan dengan TBE buffer dan loading dye. Loading dye ditambahkan kedalam DNA sampel karena berfungsi untuk meningkatkan densitas sampel sehingga fragmen DNA berada didasar sumuran. Loading day juga dapat membantu pergerakan sampel ke anoda. Selain itu loading dye juga berfungsi untuk penanda adanya pergerakan fragmentasi DNA. Setelah gel agarose jadi gel di angkat dan diletakkan pada alat mupid elektroporator. Campuran DNA sampel tadi di masukkan kedalam sumuran pada gel agarose dan langkah selanjutnya adalah menghidupkan alat mupid elektroporator. Pergerakan fragmentasi DNA akan bergerak dari arah positif ke negative karena DNA bermuatan negative. Waktu yang dibutuhkan untuk perambatan fragmen DNA tersebut sekitar 45 menit atau pergerakan dari fragmen DNA sudah mencapai jarak tempuh 75% dari panjang agar. Ketika fragmen DNA telah selesai di uraikan maka tahap selanjutnya adalah visualisasi fragmen DNA menggunakan alat UV illuminator. Dengan menggunakan alat tersebut maka fragmentasi DNA akan dapat dengan jelas terlihat. Dapat terlihatnya 2. Hasil praktikum Hasil analisis DNA untuk nilai absorbansi, rasio, konsentrasi dan protein adalah sebagai berkut: Analisis data hasil spektrofotometer No ID Absorbance Ratio Concentration Protein 1 A3 0,194 1,510 287,8 1,5 2 D1 0,149 1,283 103,6 0,9 3 D2 0,150 1,274 107,4 1,0 4 M3 1,635 1,809 344,1 6,6 22
Perhitungan kuantitas DNA menggunakan spektrofotometer merupakan metode paling sederhana untuk memperkirakan konsentrasi dari DNA. Kemurnian dari banyaknya DNA dapat dilihat dengan membaca absorbansi pada 260 nm. Rasio absorbansi 260 nm dan 280 nm memberikan perkiraan kemurnian solusi. Jika rasio260/280 berada ~ 1.8 secara umum telah dikatakan murni untuk DNA; sedangkan rasio ~ 2.0 secara umum telah dikatakan murni untuk RNA. Analisis membandingkan rasio pembacaan absorbansi pada A260 dan A280 (260 nm dan 280 nm) pertama 0 2 4 6 8 10 A3 D1 D2 M3 2 Ang 2 Mel Kp D3 Protein 0 1000 2000 3000 4000 A 3 D 1 D 2 M 3 2
A n g 2
M e l K p D 3 Concentration 0 0.5 1 1.5 2 A3 D1 D2 M3 2 Ang 2 Mel Kp D3 Absorbance 0 500 1,000 1,500 2,000 A 3 D 1 D 2 M 3 2
A n g 2
M e l K p D 3 Ratio 23
kali dijelaskan oleh Warburg dan Kristen (1942) untuk menilai kemurnian protein dengan adanya kontaminasi asam nukleat. Metode ini biasanya digunakan untuk menentukan kemurnian dan hasil asam nukleat. Asam nukleat menyerap sinar UV dengan nilai maksimal untuk empat komponen nukleotida terutama pada 260 nm. Menggunakan jalan cahaya 1 cm, koefisien untuk nukleotida pada panjang gelombang ini adalah 20 . Berdasarkan koefisien ini, absorbansi pada 260 nm dalam kuvet 1 cm kuarsa solusi 50 ug / ml DNA beruntai ganda atau solusi 40 ug / ml RNA beruntai tunggal adalah sama dengan 1. Cara untuk menghitung konsentrasi DNA dalam sampel sebagai berikut: konsentrasi DNA (pg / ml) = (OD 260) x (faktor pengenceran) x (50 mg DNA / ml) / (1 OD260 Unit) Protein, kontaminan sering kedua DNA dan sampel RNA, menyerap sinar UV pada kedua 280 nm dan 228 nm. rantai polipeptida biasanya berisi hingga tiga asam amino dengan gugus aromatik yang menyerap secara signifikan pada 280 nm. Beberapa protein, seperti histon atau protamines, mengandung sedikit atau bahkan tidak ada residu aromatik sehingga akan sedikit sekali atau bahkan tidak ada absorbansi pada 280 nm. Penyerapan pada ikatan peptida terdapat pada 228 nm dan merupakan indikator yang lebih konstan terhadap keberadaan protein dalam sampel. Dengan demikian, pembacaan absorbansi diukur baik pada 228 nm dan pada 280 nm memberikan perkiraan yang lebih akurat dari protein atau peptida yang mungkin ada dalam sampel asam nukleat. Karbohidrat, sulphydryls, fenolat dan senyawa aromatik lainnya juga dapat menyerap pada panjang gelombang tersebut. Dengan membandingkan rasio membaca A260 untuk kedua A280 dan A228 pengukuran, kehadiran kontaminan dalam sampel asam nukleat dapat dievaluasi lebih baik dibandingkan dengan hanya menentukan rasio A260/A280 saja. Rasio 24
absorbansi pada 260 nm / absorbansi pada 280 nm merupakan ukuran kemurnian sampel DNA; itu harus diantara 1,65 dan 1,85, sedangkan rasio 1,9 adalah DNA murni. Rasio 260/230 harus 2,0 karena asam nukleat memiliki minima abosrobance pada 230 nm. Untuk pembacaan hasil spektrofotometer dapat dilihat untuk masing masing sampel bisa dilihat kemurniannya. Prinsip dari pembacaan DNA adalah pembacaan kuantitas molekul DNA didalam medium. Absorbance adalah angka yang didapat dari penyinaran dengan panjang gelombang 260 nm dan panjang gelombang 280 nm. Sedangkan angka rasio adalah angka perbandingan antara jumlah molekul yang tersinari pada panjang gelombang 260 nm/280 nm. Kemurnian suatu DNA dapat ditentukan dengan melihat angka rasio tersebut. Pada praktikum hasil kemurnian DNA terbaik terdapat pada sample melon karena nilai rasio berada di seitaran 1,8. Kemurnian DNA yang paling rendah adalah sample darah, hal ini dilihat dari hasil rasio yang hanya mencapai 1,2. Angka consentrasi adalah angka yang didapat dari penyinaran molekul DNA. Angka pada konsentrasi menunjukkan jumlah DNA yang terdapat didalam campuran tersebut. Konsentrasi DNA tertinggi terdapat pada sample melon kelompok dua. Dengan melihat data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sampel melon memiliki jumlah DNA tertinggi. Angka protein adalah angka yang didapat dari penyinaran molekul protein pada sampel. Berdasarkan dari hasil spektrofotometer, hasil protein tertinggi terdapat pada sampel melon. Baik melon kelompok dua ataupun kelompok tiga memiliki jumlah protein yang banyak. Untuk sampel melon kelompok tiga di perkirakan kurang bagus karena lebih banyak jumlah protein daripada jumlah molekul DNA itu sendiri. Pada sampel melon kelompok dua jumlah antara molekul protein dan DNA sama sama besar, sehingga kualitas DNA masih bisa diperhitungkan. 25
Analisis data hasil PRC dan Electrophoresis Pada hasil PCR dan Elektrophoresis didapati ada dua data yang dapat digunakan untuk dianalisis, yaitu data tentang fragmen DNA Genome dan DNA hasil PCR. Berikut adalah data hasil elektrophoresis :
Keterangan Gambar : No Sumuran Explant Fragmentasi DNA 1 PCR Melon H15 Tidak Ada 2 PCR KP Ada 3 PCR Darah 1 Ada 4 PCR Darah 2 Ada 5 PCR Ang 2 Tidak Ada 6 PCR A3 Ada 7 PCR B3 Ada 8 PCR M3 Tidak Ada 9 PCR M2 Tidak Ada 10 Ladder Ada 11 Genom Darah 1 Tidak Ada 12 Genom KP Tidak Ada 26
13 Genom M3 Ada 14 Genom A3 Ada 15 Genom B3 Tidak Ada 16 Genom Darah 2 Tidak Ada 17 Genom Ang 2 Ada Berdasarkan data diatas maka pembahasan pada kelompok tumbuhan sebagai berikut : 1. Anggrek 2 PCR tidak terdapat pita DNA sedangkan pada DNA genom terdapat pita DNA. Analisis untuk hasil tersebut adalah adanya ketidak sesuaian hasil dengan teori yang seharusnya. Hal tersebut dikarenakan tidak terlihatnya pita DNA hasil PCR. Kemungkinan kesalahan terdapat pada proses PCR. DNA genome terlihat pita hal tersebut menjelaskan bahwa proses isolasi DNA yang dilakukan sudah sesuai dengan teori sehingga menghasilkan pita DNA ketika di elektrophoresis. Tetapi kegagaln PCR mengakibatkan ketidak munculan pita DNA saat elektrophoresis. Kemungkina kegagalan terjadi saat penempelan primer, jika dilihat dari data hasil spektro dan elektrophoresis, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah gagal karena DNA hasil isolasi terlalu sedikit, selain itu adanya smir yang banyak pada hasil elfo menunjukkan adanya kerusakan DNA saat proses PCR berlangsung. 2. Anggrek 3, hasil yang didapa pada elektrophoresis menunjukkan kecocokan antara teori dengan hasil dari praktikum. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa terdapat pite DNA pada DNA genome dan DNA hasil PCR. Hasil praktikum sudah sesuai dengan teori. 3. Melon 2, pada hasil elfo, untuk melon 2 hanya terdapat hasil PCR saja. Hasil PCR menunjukkan tidak adanya pita DNA hasil PCR 27
pada elfo. Kemungkinan ketidakadaan pita DNA karena kegagalan baik dalam proses PRC atau proses elektroforesis. Harena seharusnya pada melon 2 terdapat banyak konsentrasi DNA dan protein yang terdapat di larutan. Tetapi hasil elfo tidak menunjukkan adanya pita ataupun semir. Kesimpulan yang dapat diambil adalah tidak adanya molekul DNA ataupun protein didalam sampel melon 2 yang di elektrophoresis. 4. Melon 3, pada hasil elfo menunjukkan bahwa hasil PRC tidak ditemukan adanya pita DNA, sedangkan pada DNA genom terdapat pita. Hal ini serupa dengan hasil anggrek kelompok dua dimana proses isolasi DNA berhasil tetapi proses PCR terdapat kegagalan sehingga tidak terbentuk fragmen DNA yang banyak pada proses PCR. Hal tersebut di tegaskan pada hasil elektroforesis yang tidak menunjukan adanya pita pada DNA hasil PCR.
28
BAB V KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari proses isolasi DNA, analisis spektrofotometer, PCR dan Elektrophoresis adalah: 1. Hasil dari proses isolasi DNA pada semua sampel berhasil. Hal ini terlihat dari hasil elfo untuk semua sampel. Saat terdapat pita DNA pada PCR maka sudah pasti ada DNA genom yang terisolasi. Jika tidak terlihat DNA genom tetapi terlihat DNA PCR maka kemungkinan yang terjadi adalah DNA genom hasil isolasi terlalu kecil sehingga tidak terlihat saat electrophoresis DNA genom. 2. Hasil analisis kuantitatif menggunakan spektrofotometer menunjukkan bahwa hanya dua sampel yang memiliki kuantitas DNA besar yaitu sampel melon, tetapi hasil dari elektrophoresis menunjukkan walaupun kuantitas kecil tetapi dengan adanya proses PCR, DNA yang kecil dapat diaamplifikasi dan dapat di analisis menggunakan elektrophoresis. 3. Ketidak bisaan pembacaan pada elektrophoresis pada praktikum ini mempunyai dua alasan : a. Ketidak terbacaan DNA genom pada elektrophoresis disebabkan karena DNA genom terlalu kecil. Sehingga tidak terbada pada alat elektrophorator. b. Ketidak terbacaan DNA hasil PCR pada elektrophoresis disebabkan karena tidak berhasilan amplifikasi DNA saat proses PCR. Ketika hasil elfo menunjukkan hasil smir banyak maka kemungkinan adalah DNA hancur ketika PCR sehingga yang tersisa adalah molekul DNA kecil yang mengakibatkan adanya smir. Tetapi ketika hasil elfo tidak menunjukkan adanya pita ataupun smir menunjukkan bahwa tidak terdapat DNA didalam sampel. Kegagalan penempelan primer dapat menjadi salah satu sebab tidak terjadinya amplifikasi DNA pada PCR. 29
DAFTAR PUSTAKA Ardiana, Dwi Wahyuni. 2009. Teknik Isolasi Dna Genom Tanaman Pepaya Dan Jeruk Dengan Menggunakan Modifikasi Bufer CTAB. 12 Buletin Teknik Pertanian Vol. 14 No. 1, 2009: 12-16 Aristya, G.R. 2013. Deteksi Dan Skrining Pewarisan Sifat Ketahanan Penyakit Powdery Mildew Pada Generasi Backcross Tanaman Melon (Cucumis melo l.) Var Tacapa. Laboraturium Genetika Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta. Buku panduan penggunaan produk faststart PCR Master. Dari Roche versi 04. Juni 2011 GE Healthcare. 2007. Illustra Nucleon Phytopure Genomic DNA Extraction Kits: Product Booklet. General Electric Company, Ltd. Buckinghamshire,pp:3,11- 23. Diakses dari https://www.gelifesciences.com. tgl 6 juni 2014 Holme, D.J. & Peck, H. 1998. Analytical Biochemistry. 3 rd edition. Prentice Hall, Addison Wesley Longman, Ltd. Singapore, pp: 449-452. Langgga, et al. 2012. Optimalisasi Suhu Dan Lama Inkubasi Dalam Ekstraksi Dna Tanaman Bitti (Vitex Cofassus Reinw)Serta Analisis Keragaman Genetik Dengan Teknik RAPD-PCR. J. Sains & Teknologi, Desember 2012, Vol.12 No.3 : 265 276 Mikkelsen, S.R. & Corton, E. 2004. Bioanalytical Chemistry. John Wiley & Sons, Inc. New Jersey, pp: 167-170. Muladno. 2010. Tehnologi rekayasa genetika edisi kedua. IPB press. Bogor Sharma, A.D., Gill, P.K., Singh, P. 2002. DNA Isolation From Dry and Fresh Sample of Polysaccharide-Rich Plant. Plant molecular biology. 20 : 415a- 415f. Tao, Z., Cai, X.F., Yang, S., Gong, Y. 2001. Detection Of Exogenous Gene In Genetically Modified Plants With Multiplex Polymerase Chain Reaction. Plant molecular biology reporter. 19:289-298. Tehnical bulletin. 2012. Interpretation of Nucleid acid 260/280 ratio. Thermo scientific 30
Wilson,keith & John Walker. 2010. Principles and Techniques of Biochemistry and molecular Biology. Cambridge University Press,New York.
31
LAMPIRAN
Extraksi organ Hasil extraksi
Penambahan reagen I dan II Sampel + reagen I & II
Inkubasi sampel pada suhu tinggi 32
Inkubasi sampel pada suhu rendah Penambahan resin
Penambahan kloroform Sampel + Resin + Kloroform
Sentrifuge sampel Sampel setelah di sentrifuge 33
Layer DNA dan debris pada sampel DNA hasil isolasi
Pembuatan premix untuk PCR Pembuatan gel agarose
Penambahan SYBR DNA gel staining Penuangan gel pada cetakan 34
Difusi Adalah Peristiwa Menyebar Atau Berpindahnya Suatu Molekul Dari Suatu Ruang Ke Ruang Lain Yang Tidak Di Batasi Oleh Suatu Membran Atau Dinding Penghalang Yang Bersifat Selektif