Mata Kuliah : LBHK Dosen Pengampu : Drs. Hardi, SH, MM, MH, Ak, CPA
Dibuat Oleh : RIZQA ANITA
PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2013
2
1. Bagaimana status MoU atau LoI dalam hukum indonesia? MoU dan LoI adalah Perjanjian Yang Tidak Memiliki Konsekwensi Hukum. Seperti yang dijelaskan di atas bahwa Kontrak merupakan Perjanjian yang memiliki konsekwensi/kekuatan hukum yang mengikat para pihak. Umumnya perjanjian jenis ini dilakukan dalam kegiatan-kegiatan bisnis yang berhubungan dengan hukum kekayaan dari masing-masing pihak. Bilamana salah satu pihak melakukan inkar janji (wan prestasi) maka ia akan dituntut ganti kerugian dari harta kekayaan miliknya. Seperti yang dijelaskan di atas juga bahwa selain berkekuatan hukum, Perjanjian juga bisa dilakukan tanpa adanya konsekwensi hukum. Perjanjian jenis ini umumnya dilakukan dalam kegiatan-kegiatan non bisnis (keluarga atau sosial). Pada perjanjian jenis ini tidak ada sangsi hukum yang mengikat, yang ada hanyalah sangsi moral. Walaupun Perjanjian tanpa memiliki konsekwensi hukum ini umumnya untuk kegiatan-kegiatan non bisnis, akan tetapi bisa saja Para Pihak memiliki kemauan (party intention) untuk membuat perjanjian tanpa konsekwensi hukum dalam kegiatan bisnis mereka. Memorandum of Understanding (MoU) dan Letter of Intent (LoI) yang sering kita jumpai dalam kegiatan bisnis adalah merupakan contoh Perjanjian tanpa konsekwensi hukum, walaupun dalam prakteknya terkadang sengaja disusupi ketentuan-ketentuan yang memiliki konsekwensi hukum. Memorandum of Understanding (MoU) dalam pengertian idealnya sebenarnya merupakan suatu bentuk Perjanjian atau kesepakatan awal menyatakan langkah pencapaian saling pengertian antara kedua belah pihak untuk melangkah kemudian pada penandatanganan suatu Kontrak . Jadi bisa dikatakan MoU sebagai kesepakatan Prakontrak, yaitu kesepakatan dimana Para Pihak melakukan pejajakan untuk saling mengenal dalam membangun kesamaan pengertian sebelum masuk kedalam ikatan bisnis secara lebih formal melalui Kontrak. Selain itu, MoU juga terkadang dibuat sebagai wadah untuk bernegosiasi sebelum masuk ke Kontrak sesungguhnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa MoU bukanlah merupakan Kontrak karena memang masih merupakan kegiatan Prakontrak, sehingga di dalamnya sengaja tidak dimasukkan intention to create legal relation oleh Para Pihak. Walaupun per-definisi MoU merupakan Perjanjian tanpa konsekwensi hukum, akan tetapi dalam prakteknya terkadang Para Pihak dengan berbagai pertimbangan sengaja memasukan ketentuan konsekwensi hukum dalam sebuah MoU. Pertimbangan-pertimbangan tersebut antara lain : 1) Untuk menghindari tidak adanya niat baik atau ketidak seriusan salah satu Pihak dalam pelaksanaan Perjanjian Prakontrak seperti misalnya secara sewenang-wenang membatalkan sendiri rencana tanpa alasan yang kuat; 2) Untuk menghindari kerugian baik finansial maupun non finansial yang telah dikeluarkan Para Pihak selama kegiatan Prakontrak; 3) Menjaga kerahasiaan dari data/informasi yang diberikan selama kegiatan Prakontrak. Apabila sebuah MoU sudah mengandung unsur konsekwensi hukum seperti ini, maka walaupun berbentuk MoU namun Perjanjian tersebut sudah merupakan sebuah Kontrak. 3
Letter of Intent (LoI) secara teori dimaksudkan sebagai kesepakatan yang tidak mempunyai konsekwensi hukum yang mengikat. Dengan kalimat lain LoI ini sering digunakan sebagai langkah awal untuk memulai negosiasi untuk menuju kepada pembentukan kontrak. LoI pada dasarnya hanyalah pernyataan keinginan dari satu pihak kepada pihak lain (calon mitra berkontraknya) dimana keinginan tersebut baru akan ditindak lanjuti dalam bentuk penawaran (offer) apabila syarat- syarat yang diajukan bersamaan dengan keinginan tersebut dapat dipenuhi oleh Pihak yang dituju. Jadi LoI bukanlah offer tetapi merupakan pra Offer. LoI merupakan pra-Offer yang pada umumnya akan ditindaklanjuti dengan Offer yang biasanya berbentuk Purchase Order (PO) setelah persyaratan-persyaratan yang diajukan bersamaan dengan LoI tersebut disetujui oleh Pihak lainnya. Apabila pihak yang dituju sepakat dengan seluruh ketentuan yang disebut dalam PO maka ia akan menerimanya (Acceptance), dan pada saat itu PO berubah menjadi Kontrak. Akan tetapi dalam prakteknya sering terjadi LoI diperlakukan sebagai PO, dimana di dalam LoI juga berisi perintah-perintah yang setara dengan pemesanan atau dengan mencantumkan ketentuan bahwa dalam hal persyaratan- persyaratan dalam LoI terpenuhi, LoI tersebut dapat dianggap sebagai PO. Dalam hal seperti ini, maka secara hukum LoI tersebut dapat disamakan dengan PO yang berkekuatan sebagai Offer, dimana apabila pihak yang dituju menerimanya (Acceptance) akan berubah menjadi Kontrak yang mengikat dan harus dipenuhi oleh masing-masing pihak.
4
2. Bagaimana penerapan syarat-syarat di bawah ini dalam kontrak melalui elektronik commerce? Syarat sah kontrak : 1. Adanya kesepakatan 2. Kecakapan para pihak untuk membuat perikatan 3. Harus ada suatu hal tertentu 4. Harus ada kausa hukum yang halal Persyaratan : 1. Subjek 2. Objek Suatu transaksi harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian. Karena prinsip yang dianut oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) bisa dibilang prinsip universal dari transaksi. Pemahaman yang berkembang selama ini, syarat perjanjian yang tertera dalam ps. 1320 KUH Perdata hanya bisa berlaku untuk transaksi konvensional. Padahal tidak demikian halnya, perkembangan teknologi adalah satu dari sebuah realitas teknologi. Realitas teknologi hanya berperan untuk membuat hubungan hukum konvensional bisa berlangsung efektif dan efisien.
Gambarannya adalah sebagai berikut, dalam transaksi jual beli tetap saja dikenal proses pembayaran dan penyerahan barang. Apakah dalam e-commerce tidak ada pembayaran dan peneyerahan barang, saya pikir tetap saja ada. Dari situ disimpulkan bahwa, dengan adanya internet atau e-commerce hanyalah membuat jual beli atau hubungan hukum yang terjadi menjadi lebih singkat, mudah, dan sederhana. Secara hukum, tidak ada perubahan konsepsi dalam suatu transaksi yang berlangsung.
Kemudian, kapan suatu perjanjian dalam transaksi e-commerce tersebut berlangsung tentunya sangat berkaitan erat dengan siapa saja suatu transaksi tersebut dilakukan. Dalam transaksi biasa, perjanjian berakhir ketika masing- masing pihak melakukan kewajibannya masing-masing.
Sebenarnya tidak berbeda dengan transaksi yang berlangsung secara on line. Namun memang tidak sesederhana jika dibandingkan dengan transaksi konvensional. Dalam transaksi on line, tanggung jawab (kewajiban) atau perjanjian tadi dibagi kepada beberapa pihak yang terlibat dalam jual beli tersebut. Paling tidak ada tiga pihak yang terlibat dalam transaksi on line baik B2B (business to business) dan B2C (business to cumsomer), antara lain perusahaan penyedia barang (seller), kemudian perusahaan penyediaan jasa pengriman (packaging), dan jasa pembayaran (bank).
Biasanya disetiap bagian pekerjaan (penawaran, pembayaran, pengiriman) masing-masing pihak membagi tanggung jawab sesuai dengan kompetensi 5
masing-masing. Pada proses penawaran dan proses persetujuan jenis barang yang dibeli maka transaksi antara penjual (seller) dengan pembeli (buyer) selesai. Penjual menerima persetujuan jenis barang yang dipilih dan pembeli menerima konfirmasi bahwa pesanan atau pilihan barang telah diketahui oleh penjual.
Bisa dikatakan bahwa transaksi antara penjual dengan pembeli dalam tahapan persetujuan barang telah selesai sebagian sambil menunggu barang tiba atau diantar ke alamat pembeli. Karena biasanya Bank baru akan mengabulkan permohonan dari pembeli setelah penjual menerima konfirmasi dari Bank yang ditunjuk oleh penjual dalam transaksi e-commerce tersebut. Setelah penjual menerima konfirmasi bahwa pembeli telah membayar harga barang yang dipesan, selanjutnya penjual akan melanjutkan atau mengirimkan konfirmasi kepada perusahaan jasa pengiriman untuk mengirimkan barang yang dipesan ke alamat pembeli. Setelah semua proses terlewati, dimana ada proses penawaran, pembayaran, dan penyerahan barang maka perjanjian tersebut dikatakan selesai seluruhnya atau perjanjian tersebut telah berakhir. Pihak yang terkait langsung dalam transaksi paling tidak ada empat pihak yang terlibat, diatas telah disebutkan antara lain; penjual, pembeli, penyedia jasa pembayaran, penyedia jasa pengiriman.