Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN
Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang
disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai
negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena
penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan
lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri
pengolahan makanan yang masih rendah.
Besarnya angka pasti kasus demam typhoid di dunia sangat sulit
ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis
yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO tahun !""#
memperkirakan terdapat sekitar $% juta demam thypoid di seluruh dunia dengan
insidensi &"".""" kasus kematian tiap tahun.
Di negara yang sedang berkembang insidensi demam tifoid pada
umumnya sangat tinggi. Demikian juga di 'ndonesia, insidensi demam typhoid
sangatlah tinggi, dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana ()* merupakan
kasus ra+at jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah $),!) kali lebih
besar dari laporan ra+at inap di rumah sakit. -asus ini tersebar secara merata di
seluruh propinsi dengan insidensi didaerah pedesaan #)./$"".""" penduduk/tahun
dan di daerah perkotaan %&"/$"".""" penduduk/tahun atau sekitar &"".""" dan
$.) juta kasus per tahun. 0mur penderita yang terkena di 'ndonesia dilaporkan
antara #,$( tahun pada ($* kasus.
Beberapa faktor penyebab demam thypoid masih terus menjadi masalah
kesehatan penting di negara berkembang meliputi pula keterlambatan penegakan
diagnosis pasti. Penegakan diagnosis saat ini dilakukan secara klinis dan melalui
pemeriksaan laboratorium. Diagnosis secara klinis seringkali tidak tepat karena
tidak ditemukannya gejala klinis spesifik atau didapatkan gejala yang sama pada
beberapa penyakit lain pada anak, terutama pada minggu pertama sakit. Hal ini
menunjukkan perlunya pemeriksaan penunjang laboratorium untuk konfirmasi
1
penegakan diagnosis demam thypoid. Berbagai metode diagnostik masih terus
dikembangkan untuk mencari cara yang cepat, mudah dilakukan dan murah
biayanya dengan sensiti1itas dan spesifisitas yang tinggi. Hal ini penting untuk
membantu usaha penatalaksanaan penderita secara menyeluruh yang juga meliputi
penegakan diagnosis sedini mungkin dimana pemberian terapi yang sesuai secara
dini akan dapat menurunkan insidensi terjadinya komplikasi yang berat dan
kematian serta memungkinkan usaha kontrol penyebaran penyakit melalui
identifikasi karier.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
2ama 3 4n. 56
0mur 3 % tahun
6enis kelamin 3 Perempuan
4lamat 3 Dalam -ota
-ebangsaan 3 'ndonesia
758 3 ") 4gustus !"$9
II. ANAMNESIS (alloanamnesis)
Keluhan uama !
Demam sejak :& hari yang lalu
Keluhan am"ahan !
2afsu makan menurun
Ri#a$a %e&'alanan %en$a(i !
8ejak : & hari 8758 penderita demam, demam a+alnya tidak terlalu
tinggi tetapi makin lama makin tinggi. Demam tinggi terutama pada
malam hari, pada siang hari demam agak turun tetapi tidak pernah
mencapai normal. 7enggigil tidak ada, kejang tidak ada, penurunan
kesadaran tidak ada, meracau tidak ada, mengigau tidak ada. batuk tidak
ada, pilek tidak ada, mual ada, muntah tidak ada. 8akit kepala tidak ada,
nyeri ulu hati ada, nyeri perut ada. 2afsu makan biasa. B4B cair tidak ada.
B4- biasa. Penderita juga mengeluh susah B4B (selama demam
penderita tidak B4B. Penderita diba+a berobat ke bidan, diberi obat sirup
+arna merah jambu, pasien tidak tahu nama obatnya demam turun
tetapi tidak pernah mencapai suhu normal.
8ejak : # hari 8758, nafsu makan penderita mulai menurun,
penderita hanya makan sedikit : 9,) sendok. Demam masih ada. Demam
tinggi terutama pada malam hari, pada siang hari demam agak turun tetapi
tidak pernah mencapai normal. 7ual ada, muntah tidak ada. Perut
3
kembung tidak ada. B4- biasa. Penderita belum B4B. Penderita lalu ke
';D 580D Palembang Bari.
Ri#a$a %en$a(i )ahulu !
5i+ayat keluar kota dalam $ bulan terakhir tidak ada
5i+ayat dengan gejala yang sama sebelumnya disangkal
Ri#a$a %en$a(i )alam (elua&*a
5i+ayat penyakit dengan gejala yang sama disangkal.
Ri#a$a sosial e(onomi !
Penderita adalah anak kedua dari ayah <n. 4 berusia 9# tahun, pendidikan
87P, pekerjaan buruh dan ibu 2y. 5 berusia #. tahun, pendidikan
terakhir 87P, pekerjaan ibu rumah tangga.
-esan3 status sosial ekonomi menengah ke ba+ah
Ri#a$a (ehamilan
=ahir cukup bulan, spontan, langsung menangis, ditolong bidan, BB= >
#""" gram
Ri#a$a ma(anan
0mur ",& bulan 3 48'
0mur & bulan,. bulan 3 Bubur susu
0mur . bulan,sekarang 3 2asi biasa
-esan 3 -ualitas dan kuantitas pemberian gi?i cukup
Ri#a$a um"uh (em"an*
<engkurap 3 0mur 9 bulan
Duduk 3 0mur % bulan
Berdiri 3 0mur $" bulan
4
Berjalan 3 0mur $9 bulan
-esan3 perkembangan motorik dalam batas normal.
Ri#a$a imunisasi
B@; 3 (A, skar (A
DP< ', '', ''' 3 (A
Polio ', '', ''', 'B 3 (A
Hepatitis B ', '', ''' 3 (A
@ampak 3 (A
-esan 3 'munisasi dasar lengkap
III. PEMERIKSAAN FISIK
Peme&i(saan umum !
-eadaan umum 3 <ampak sakit sedang
-esadaran 3 -ompos mentis, ;@8 $)
<ekanan darah 3 $$"/&" mmHg, isi dan tegangan cukup
Denyut jantung 3 (9 C/menit, reguler
Pernapasan 3 !& C/menit
8uhu tubuh 3 #.,. D@
Berat badan 3 $9 kg
<inggi badan 3 $$# cm
BB/0 3 $9/!#C$""* > &",.&*
<B/0 3 $$#/$!!C$""* > (!,&!*
BB/<B 3 $9/!"C$""* > %"*
-esan 3 ;i?i -urang
4nemis 3 <idak ada
8ianosis 3 <idak ada
'kterus 3 <idak ada
5
Peme&i(saan (husus !
Kuli 3 Warna kulit sa+o matang, pucat (,, turgor baik,
keropeng kulit (,
Ke%ala
Bentuk 3 Bulat, simetris
5ambut 3 Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
7ata 3 <idak cekung, konjungti1a palpebra tidak pucat, sklera
tidak ikterik, pupil bulat, isokor, reflek cahaya positif,
edema palpebra (,
<elinga 3 Bentuk dan ukuran dalam batas normal, sekret tidak ada
Hidung 3Bentuk dan ukuran normal, sekret tidak ada
7ulut 3 5hagaden ada, thyphoid tongue ada
<enggorokan 3 Earing tidak hiperemis.
Lehe& 3 6BP tidak meningkat, tidak ada pembesaran -;B
Tho&a(s
Paru-paru
'nspeksi 3 8tatis,dinamis simetris, retraksi dinding dada tidak ada
Perkusi 3 8onor pada kedua lapangan paru
4uskultasi 3 Besikuler (A normal kanan,kiri, +hee?ing (,, ronkhi (,
Palpasi 3 8tem fremitus normal kanan>kiri
Jantung
'nspeksi 3 'ctus cordis tidak terlihat
Palpasi 3 'ctus cordis tidak teraba
4uskultasi 3 H5 (9C/menit, murmur tidak ada, gallop tidak ada
A")omen
'nspeksi 3 Datar
6
Palpasi 3 =emas, hepar teraba $ jbac, permukaan rata, tepi tumpul,
dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (A
Perkusi 3 <ympani
4uskultasi 3 Bising usus (A normal
Li%a %aha +,enialia 3 Pembesaran -;B tidak ada
E(s&emias
4kral dingin 3 <idak 4da
8ianosis 3 <idak ada
Piting edema 3 <idak ada
Ptechie 3 <idak ada
Peme&i(saan neu&olo*is
Pemeriksaan <ungkai
kanan
<ungkai kiri =engan kanan =engan kiri
;erakan =uas =uas =uas =uas
-ekuatan ) ) ) )
<onus Futoni Futoni Futoni Futoni
-lonus , ,
5eflek
fisiologis
(A 2ormal (A 2ormal (A 2ormal (A 2ormal
5eflek
patologis
, , , ,
Eungsi sensorik 3 Dalam batas normal
Eungsi ner1i craniales 3 Dalam batas normal
;ejala rangsang meningeal 3 <idak ada
I-. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
<anggal ") 4gustus !"$9
7
Darah 5utin
Hb 3 $",% g/dl
Hematokrit 3 #$ 1ol*
=eukosit 3 9.9"" /mm
#
<rombosit 3 $!!.""" / mm
#
Hitung jenis 3 "/!/$/%!/!#/!
8ero,'munologi
Widal
<yphi H 3 $/$&"
Para typhi 4,H 3 $/$&"
Para typhi B,H 3 $/$&"
Para typhi @,H 3 $/$&"
<yphi O 3 $/#!"
Para typhi 4,O 3 $/$&"
Para typhi B,O 3 $/#!"
Para typhi @,O 3 $/$&"
-. RESUME
8eorang anak perempuan usia % tahun alamat dalam kota datang dengan
keluhan utama demam sejak & hari 8758, keluhan tambahan nafsu makan
menurun.
8ejak : & hari 8758 penderita demam, demam a+alnya tidak terlalu
tinggi tetapi makin lama makin tinggi. Demam tinggi terutama pada malam hari,
pada siang hari demam agak turun tetapi tidak pernah mencapai normal.
7enggigil tidak ada, kejang tidak ada, penurunan kesadaran tidak ada, meracau
tidak ada, mengigau tidak ada. batuk tidak ada, pilek tidak ada, mual ada,
muntah tidak ada. 8akit kepala tidak ada, nyeri ulu hati ada, nyeri perut ada.
2afsu makan biasa. B4B cair tidak ada. B4- biasa. Penderita juga mengeluh
susah B4B (selama demam penderita tidak B4B. Penderita diba+a berobat ke
8
bidan, diberi obat sirup +arna merah jambu, pasien tidak tahu nama obatnya
demam turun tetapi tidak pernah mencapai suhu normal.
8ejak : # hari 8758, nafsu makan penderita mulai menurun, penderita
hanya makan sedikit : 9,) sendok. Demam masih ada. Demam tinggi terutama
pada malam hari, pada siang hari demam agak turun tetapi tidak pernah
mencapai normal. 7ual ada, muntah tidak ada. Perut kembung tidak ada. B4-
biasa. Penderita belum B4B. Penderita lalu ke ';D 580D Palembang Bari.
Dari ri+ayat penyakit dahulu ri+ayat penyakit dengan gejala yang sama
disangkal, dan ri+ayat berpergian ke luar kota disangkal. 5i+ayat penyakit yang
sama didalam keluarga disangkal dan ri+ayat sosial ekonomi menengah ke
ba+ah. 5i+ayat kelahiran os cukup bulan, spontan, langsung menangis,
ditolong bidan, BB=> #""" gram. Perkembangan motorik dalam batas normal.
5i+ayat imunisasi dasar lengkap.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan
Darah3 $$"/&" mmHg. denyut jantung3 (9C/= menit, reguler, i/t cukup,
pernapasan3 !&C/=, suhu tubuh3 #.,.G@, berat badan3 $9 kg, tinggi badan3 $$#
cm, status gi?i yaitu gi?i kurang, turgor baik. Pada pemeriksan khusus tiap organ
didapatkan pada mulut terdapat rhagaden dan typhoid tongue, hepar teraba $
jbac, permukaan rata, tepi tumpul sedangkan organ lain dan neurologis tidak
ditemukan adanya kelainan.
Dari pemeriksaan laboratorium pada tanggal ") 4gustus !"$9 didapatkan
Hb3 $",% g/dl, hematokrit3 #$ 1ol*, trombosit3 $!!."""/mm
#
, leukosit
99""/mm
#
. sero,imonologi WidalH <yphi H $/$&", Para typhi 4,H $/$&", Para
typhi B,H $/$&", Para typhi @,H $/$&", <yphi O $/#!", Para typhi 4,O $/$&",
Para typhi B,O $/#!", dan Para typhi @,O $/$&".
-. DIA,NOSIS BANDIN,
Demam lama e.c <yphoid
Demam lama e.c 7alaria
-I. DIA,NOSIS KER.A
9
Demam lama e.c <yphoid
-II. PENATALAKSANAAN
<erapi suportif 3
'stirahat
'BED D)* I 28 gtt !" C/m
Diet bubur saring, rendah serat
<erapi medikamentosa
@hloramphenikol # C )"" mg i.1
5anitidin ! C !) mg i.1
Paracetamol # C !)" mg p.o (bila <J#(,)
"
@
Obser1asi 1ital sign dan kur1a suhu
-III. REN/ANA PEMERIKSAAN
<es <ubeC
4pusan darah tepi tipis dan tebal
-III. PRO,NOSIS
Kuo ad 1itam 3 dubia ad bonam
Kuo ad fungtionam 3 dubia ad bonam
10
I0. FOLLO1 UP
<anggal Pemeriksaan
umum
Pemeriksaan fisik =aboratoriu
m
Diagnosis <indakan
"&/"./!
"$9
-el3 demam
(A hari ke %,
mual (A,
muntah (,,
nafsu makan
menurun,
belum B4B
-03 tampak
sakit sedang
8ens3 @7
<D3 $$"/%"
23 (&C/menit
(isi dan
tegangan
cukup
553
!%C/menit
<3 #%,(G@
-epala3 -onj.
4nemis (,, 8clera
'kterik (,, rhagaden
(A, thypoid tounge
(A
=eher3 t.a.k
<horaks3simetris,
6antung3 B6 ','' 2
Paru3 1esikuler
normal, rhonki (,,
+hee?ing (,,
@or3 B6 ' L ''
normal, murmur (,,
gallop (,
4bdomen3datar,
lemas, hepar teraba
$ jbac, permukaan
rata, tepi tumpul,
lien tidak teraba,
B0(A2, nyeri tekan
epigastrium (A
FCtremitas3 akral
hangat (A, @5< M !
detik
Demam
lama ec
demam
typhoid
hari
pera+atan
ke !
'BED D)* I 28
gtt $! makro
'nj @hloramphenicol
# C )"" mg hari ke !
Paracetamol tablet #
C !)" mg (bila
<J#(,)
"
@
'nj 5anitidin ! C !)
mg
"%/"./!
"$9
-el3 demam
(A hari ke .,
mual (A,
muntah (,,
-epala3 -onj.
4nemis (,, 8clera
'kterik (,, rhagaden
(A, thypoid tounge
Demam
lama ec
demam
typhoid
'BED D)* I 28
gtt $! makro
'nj @hloramphenicol
11
nafsu makan
baik, belum
B4B
-03 tampak
sakit sedang
8ens3 @7
<D3 $""/%"
23 (.C/menit
(isi dan
tegangan
cukup
553
!.C/menit
<3 #.,$G@
(A
=eher3 t.a.k
<horaks3simetris,
6antung3 B6 ','' 2
Paru3 1esikuler
normal, rhonki (,,
+hee?ing (,,
@or3 B6 ' L ''
normal, murmur (,,
gallop (,
4bdomen3datar,
lemas, hepar teraba
$ jbac, permukaan
rata, tepi tumpul,
lien tidak teraba,
B0(A2, nyeri tekan
epigastrium (A
FCtremitas3 akral
hangat (A, @5< M !
detik
hari
pera+atan
ke #
# C )"" mg hari ke #
Paracetamol tablet #
C !)" mg (bila
<J#(,)
"
@
'nj 5anitidin ! C !)
mg
"./"./!
"$9
-el3 demam
(A hari ke (,
mual (A,
muntah (A
nafsu makan
baik, B4B
(A $ kali
-03 tampak
sakit sedang
8ens3 @7
<D3 $$"/%"
-epala3 -onj.
4nemis (,, 8clera
'kterik (,, rhagaden
(A, thypoid tounge
(A
=eher3 t.a.k
<horaks3simetris,
6antung3 B6 ','' 2
Paru3 1esikuler
normal, rhonki (,,
+hee?ing (,,
, Demam
lama ec
demam
thypoid
hari
pera+atan
ke 9
'BED D)* I 28
gtt $! makro
'nj @hloramphenicol
# C )"" mg hari ke 9
diganti injeksi
ceftriaCon $!"" mg
Paracetamol tablet #
C !)" mg (bila
<J#(,)
"
@
12
23 ((C/menit
(isi dan
tegangan
cukup
553
!&C/menit
<3 #.G@
@or3 B6 ' L ''
normal, murmur (,,
gallop (,
4bdomen3datar,
lemas, hepar teraba
$ jbac, permukaan
rata, tepi tumpul,
lien tidak teraba,
B0(A2, nyeri tekan
epigastrium (,
FCtremitas3 akral
hangat (A, @5< M !
detik
'nj 5anitidin ! C !)
mg
"(/"./!
"$9
-el3 demam
(,, mual (,,
muntah (,
nafsu makan
baik, B4B
biasa
-03 tampak
sakit sedang
8ens3 @7
<D3 $$"/%"
23
$""C/menit
(isi dan
tegangan
cukup
553
!.C/menit
<3 #&,.G@
-epala3 -onj.
4nemis (,, 8clera
'kterik (,, rhagaden
(A, thypoid tounge
(A
=eher3 t.a.k
<horaks3simetris,
6antung3 B6 ','' 2
Paru3 1esikuler
normal, rhonki (,,
+hee?ing (,,
@or3 B6 ' L ''
normal, murmur (,,
gallop (,
4bdomen3datar,
lemas, hepar teraba
$ jbac, permukaan
rata, tepi tumpul,
, Demam
lama ec
demam
thypoid
hari
pera+atan
ke )
'BED D)* I 28
gtt $! makro
'njeksi ceftriaCon
$!"" mg hari ke !
Paracetamol tablet #
C !)" mg (bila
<J#(,)
"
@
'nj 5anitidin ! C !)
mg
13
Pu(ul 22.33
1IB! T
4567
3
/
()emam ha&i
(e 83)
lien tidak teraba,
B0(A2, nyeri tekan
epigastrium (,
FCtremitas3 akral
hangat (A, @5< M !
detik
$"/"./!
"$9
-el3 demam
(,, mual (,,
muntah (,
nafsu makan
baik, B4B
biasa
-03 tampak
sakit sedang
8ens3 @7
<D3 $""/%"
23 (&C/menit
(isi dan
tegangan
cukup
553
!&C/menit
<3 #&,%G@
Pu(ul 28.33
1IB! T
4569
3
/
()emam ha&i
(e 88)
-epala3 -onj.
4nemis (,, 8clera
'kterik (,, rhagaden
(,, thypoid tounge
(,
=eher3 t.a.k
<horaks3simetris,
6antung3 B6 ','' 2
Paru3 1esikuler
normal, rhonki (,,
+hee?ing (,,
@or3 B6 ' L ''
normal, murmur (,,
gallop (,
4bdomen3datar,
lemas, hepar teraba
$ jbac, permukaan
rata, tepi tumpul,
lien tidak teraba,
B0(A2, nyeri tekan
epigastrium (,
FCtremitas3 akral
hangat (A, @5< M !
detik
Demam
lama ec
demam
thypoid
hari
pera+atan
ke &
'BED D)* I 28
gtt $! makro
'njeksi ceftriaCon
$!"" mg hari ke #
Paracetamol tablet #
C !)" mg (bila
<J#(,)
"
@
'nj 5anitidin ! C !)
mg
$$/"./!" -el3 demam -epala3 -onj. Demam
'BED D)* I 28
14
$9 (,, mual (,,
muntah (,
nafsu makan
baik, B4B
biasa
-03 tampak
sakit sedang
8ens3 @7
<D3 $$"/%"
23 (.C/menit
(isi dan
tegangan
cukup
553
!.C/menit
<3 #&,&G@
Pu(ul 2:.33
1IB! T
4565
3
/
()emam ha&i
(e 82)
4nemis (,, 8clera
'kterik (,, rhagaden
(,, thypoid tounge
(,
=eher3 t.a.k
<horaks3simetris,
6antung3 B6 ','' 2
Paru3 1esikuler
normal, rhonki (,,
+hee?ing (,,
@or3 B6 ' L ''
normal, murmur (,,
gallop (,
4bdomen3datar,
lemas, hepar teraba
$ jbac, permukaan
rata, tepi tumpul,
lien tidak teraba,
B0(A2, nyeri tekan
epigastrium (,
FCtremitas3 akral
hangat (A, @5< M !
detik
lama ec
demam
thypoid
hari
pera+atan
ke %
gtt $! makro
'njeksi ceftriaCon
$!"" mg hari ke 9
Paracetamol tablet #
C !)" mg (bila
<J#(,)
"
@
'nj 5anitidin ! C !)
mg
$!/"./!
"$9
-el3 demam
(,, mual (,,
muntah (,
nafsu makan
baik, B4B
biasa
-03 tampak
sakit sedang
-epala3 -onj.
4nemis (,, 8clera
'kterik (,, rhagaden
(,, thypoid tounge
(,
=eher3 t.a.k
<horaks3simetris,
6antung3 B6 ','' 2
Demam
lama ec
demam
thypoid
hari
pera+atan
ke .,
bebas
'BED D)* I 28
gtt $! makro
'njeksi ceftriaCon
$!"" mg hari ke )
Paracetamol tablet #
C !)" mg (bila
15
8ens3 @7
<D3 $""/%"
23
$""C/menit
(isi dan
tegangan
cukup
553
!&C/menit
<3 #%,"G@
Paru3 1esikuler
normal, rhonki (,,
+hee?ing (,,
@or3 B6 ' L ''
normal, murmur (,,
gallop (,
4bdomen3datar,
lemas, hepar teraba
$ jbac, permukaan
rata, tepi tumpul,
lien tidak teraba,
B0(A2, nyeri tekan
epigastrium (,
FCtremitas3 akral
hangat (A, @5< M !
detik
panas hari
ke $
<J#(,)
"
@
'nj 5anitidin ! C !)
mg
16
BAB III
TIN.AUAN PUSTAKA
4.8.8 Demam T$%hoi)
Demam typhoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh 8almonella
enterica serotype typhi. Demam tifoid merupakan manifestasi dari adanya infeksi
akut pada usus halus yang mengakibatkan gejala sistemik atau menyebabkan
enteritis akut.
4.2 Eiolo*i
Salmonella typhi sama dengan 8almonella yang lain adalah bakteri ;ram
negatif, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif
anaerob. 7empunyai antigen somatic (O yang terdiri dari oligosakarida, flagelar
antigen (H yang terdiri dari protein dan en1elope antigen (- yang terdiri dari
polisakarida. 7empunyai makromolekuler lipopolisakarida kompleks yang
membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. 8almonella
typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor,5 yang berkaitan dengan resistensi
terhadap multipel antibiotik.
4.4 ,e'ala Klini(
0mumnya gejala klinis timbul .,$9 hari setelah infeksi yang ditandai
dengan demam yang tidak turun selama lebih dari $ minggu terutama sore hari,
pola demam yang khas adalah kenaikan tidak turun selama lebih dari $ minggu
terutama sore hari, pola demam yang khas adalah kenaikan tidak langsung tinggi
tetapi bertahap seperti anak tangga (stepladder, sakit kepala hebat, nyeri otot,
kehilangan selera makan (anoreksia, mual, muntah, sering sukar buang air besar
(konstipasi dan sebaliknya dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
peningkatan suhu tubuh, debar jantung relati1e lambat (bradikardi, lidah kotor,
pembesaran hati dan limpa (hepatomegali dan splenomegali, kembung
(meteorismus, radang paru (pneumomia dan kadang,kadang dapat timbul
17
gangguan ji+a. Penyulit lain yang dapat terjadi adalah pendarahan usus, dinding
usus bocor (perforasi, radang selaput perut (peritonitis serta gagal ginjal.
4.: Pao;isiolo*i
7asuknya kuman 8almonella typhi (8. <yphi dan 8almonella paratyphi
(8. Paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang
terkontaminasi kuman. 8ebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian
lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon
imunitas humoral mukosa ('g 4 usus kurang baik maka kuman akan menembus
sel,sel epitel (terutama sel,7 dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia
kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel,sel fagosit terutama oleh
makrofag. -uman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya diba+a ke plague Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah
bening mesenterika. 8elanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di
dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteriemia
pertama yang simtomatik dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial
tubuh terutama hati dan limpa. Di organ,organ ini, kuman meninggalkan sel,sel
fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan
selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteriemia yang
kedua kalinya dengan disertai tanda,tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang
biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent ke dalam
lumen usus. 8ebagian kuman dikeluarkan melaui feses dan sebagian masuk lagi
ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali,
berhubung makrofag telah terakti1asi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman
8almonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia,
sakit kepala, sakit perut, instabilitas 1ascular, gangguan mental, dan koagulasi.
Di dalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi
hyperplasia jaringan (8. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensiti1itas
18
tipe lambat, hyperplasia jaringan, dan nekrosis organ. Perdarahan saluran cerna
dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague Peyeri yang sedang
mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel,sel mononuclear di
dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke
lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.
Fndotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat
timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardio1askular,
pernapasan, dan gangguan organ lainnya.
4.< Meo)e Dia*nosis
Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis
yang diperkuat oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. 8ampai saat ini masih
dilakukan berbagai penelitian yang menggunakan berbagai metode diagnostik
untuk mendapatkan metode terbaik dalam usaha penatalaksanaan penderita
demam tifoid secara menyeluruh. 7anifestasi klinis demam tifoid pada anak
seringkali tidak khas dan sangat ber1ariasi yang sesuai dengan patogenesis
demam tifoid. 8pektrum klinis demam tifoid tidak khas dan sangat lebar, dari
asimtomatik atau yang ringan berupa panas disertai diare yang mudah
disembuhkan sampai dengan bentuk klinis yang berat baik berupa gejala sistemik
panas tinggi, gejala septik yang lain, ensefalopati atau timbul komplikasi
gastrointestinal berupa perforasi usus atau perdarahan. Hal ini mempersulit
penegakan diagnosis berdasarkan gambaran klinisnya saja. Demam merupakan
keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua penderita demam
tifoid. Demam dapat muncul secara tiba,tiba, dalam $,! hari menjadi parah
dengan gejala yang menyerupai septisemia oleh karena 8treptococcus atau
Pneumococcus daripada 8. typhi. 7enggigil tidak biasa didapatkan pada demam
tifoid tetapi pada penderita yang hidup di daerah endemis malaria, menggigil lebih
mungkin disebabkan oleh malaria. 2amun demikian demam tifoid dan malaria
dapat timbul bersamaan pada satu penderita. 8akit kepala hebat yang menyertai
demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di sisi lain 8. typhi juga dapat
19
menembus sa+ar darah otak dan menyebabkan meningitis. 7anifestasi gejala
mental kadang mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau
koma. 2yeri perut kadang tak dapat dibedakan dengan apendisitis. Pada tahap
lanjut dapat muncul gambaran peritonitis akibat perforasi usus.
Pengamatan selama & tahun ($(.%,$((! di =ab/87E 'lmu -esehatan
4nak E- 0nair/580 Dr.8oetomo 8urabaya terhadap 9#9 anak berumur $,$!
tahun dengan diagnosis demam tifoid atas dasar ditemukannya 8.typhi dalam
darah dan .)* telah mendapatkan terapi antibiotika sebelum masuk rumah sakit
serta tanpa memperhitungkan dimensi +aktu sakit penderita, didapatkan keluhan
dan gejala klinis pada penderita sebagai berikut 3 panas ($""*, anoreksia (..*,
nyeri perut (9(*, muntah (9&*, obstipasi (9#* dan diare (#$*. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran delirium ($&*, somnolen ()* dan
sopor ($* serta lidah kotor ()9*, meteorismus (&&*, hepatomegali (&%* dan
splenomegali (%*.$" Hal ini sesuai dengan penelitian di 58 -arantina 6akarta
dengan diare (#(,9%*, sembelit ($),%(*, sakit kepala (%&,#!*, nyeri perut
(&",)*, muntah (!&,#!*, mual (9!,$$*, gangguan kesadaran (#9,!$*, apatis
(#$,).* dan delirium (!,&#*. 8edangkan tanda klinis yang lebih jarang
dijumpai adalah disorientasi, bradikardi relatif, ronki, sangat toksik, kaku kuduk,
penurunan pendengaran, stupor dan kelainan neurologis fokal.# 4ngka kejadian
komplikasi adalah kejang (".#*, ensefalopati ($$*, syok ($"*, karditis
(".!*, pneumonia ($!*, ileus (#*, melena (".%*, ikterus (".%*.
4.= Peme&i(saan La"o&ao&ium Penun'an*
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam
tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu 3
($ pemeriksaan darah tepi
(! pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman
(# uji serologis, dan
(9 pemeriksaan kuman secara molekuler.
20
$. Pemeriksaan Darah <epi
Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit
normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan
hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan
aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut. Penelitian oleh
beberapa ilmu+an mendapatkan bah+a hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju
endap darah tidak mempunyai nilai sensiti1itas, spesifisitas dan nilai ramal yang
cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid
atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan
kuat diagnosis demam tifoid.
Penelitian oleh Darmo+ando+o ($((. di 580 Dr.8oetomo 8urabaya
mendapatkan hasil pemeriksaan darah penderita demam tifoid berupa anemia
(#$*, leukositosis ($!.)* dan leukosit normal (&).(*.
!. 'dentifikasi -uman 7elalui 'solasi / Biakan
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri 8.
typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau
dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih
mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada a+al penyakit, sedangkan
pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.
Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil
negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada
beberapa faktor. Eaktor,faktor yang mempengaruhi hasil biakan meliputi3
, jumlah darah yang diambil
, perbandingan 1olume darah dari media empeduH dan
, +aktu pengambilan darah.
Bolume $",$) m= dianjurkan untuk anak besar, sedangkan pada anak kecil
dibutuhkan !,9 m=. 8edangkan 1olume sumsum tulang yang dibutuhkan untuk
kultur hanya sekitar ".),$ m=. Bakteri dalam sumsum tulang ini juga lebih sedikit
21
dipengaruhi oleh antibiotika daripada bakteri dalam darah. Hal ini dapat
menjelaskan teori bah+a kultur sumsum tulang lebih tinggi hasil positifnya bila
dibandingkan dengan darah +alaupun dengan 1olume sampel yang lebih sedikit
dan sudah mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya. 7edia pembiakan yang
direkomendasikan untuk 8.typhi adalah media empedu (gall dari sapi dimana
dikatakan media ;all ini dapat meningkatkan positi1itas hasil karena hanya 8.
typhi dan 8. paratyphi yang dapat tumbuh pada media tersebut.
Biakan darah terhadap 8almonella juga tergantung dari saat pengambilan
pada perjalanan penyakit. Beberapa peneliti melaporkan biakan darah positif 9",
."* atau %",("* dari penderita pada minggu pertama sakit dan positif $",)"*
pada akhir minggu ketiga. 8ensiti1itasnya akan menurun pada sampel penderita
yang telah mendapatkan antibiotika dan meningkat sesuai dengan 1olume darah
dan rasio darah dengan media kultur yang dipakai. Bakteri dalam feses ditemukan
meningkat dari minggu pertama ($",$)* hingga minggu ketiga (%)* dan turun
secara perlahan. Biakan urine positif setelah minggu pertama. Biakan sumsum
tulang merupakan metode baku emas karena mempunyai sensiti1itas paling tinggi
dengan hasil positif didapat pada .",()* kasus dan sering tetap positif selama
perjalanan penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan. 7etode ini terutama
bermanfaat untuk penderita yang sudah pernah mendapatkan terapi atau dengan
kultur darah negatif sebelumnya. Prosedur terakhir ini sangat in1asif sehingga
tidak dipakai dalam praktek sehari,hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan
kultur pada spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil
yang cukup baik akan tetapi tidak digunakan secara luas karena adanya risiko
aspirasi terutama pada anak. 8alah satu penelitian pada anak menunjukkan bah+a
sensiti1itas kombinasi kultur darah dan duodenum hampir sama dengan kultur
sumsum tulang.
-egagalan dalam isolasi/biakan dapat disebabkan oleh keterbatasan media
yang digunakan, adanya penggunaan antibiotika, jumlah bakteri yang sangat
minimal dalam darah, 1olume spesimen yang tidak mencukupi, dan +aktu
pengambilan spesimen yang tidak tepat.
22
Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai
sensiti1itas yang rendah dan adanya kendala berupa lamanya +aktu yang
dibutuhkan (),% hari serta peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri
sehingga tidak praktis dan tidak tepat untuk dipakai sebagai metode diagnosis
baku dalam pelayanan penderita.
#. 'dentifikasi -uman 7elalui 0ji 8erologis
0ji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam
tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen 8. typhi
maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Bolume darah yang diperlukan untuk uji
serologis ini adalah $,# m= yang diinokulasikan ke dalam tabung tanpa
antikoagulan. Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini
meliputi 3
, uji Widal
, tes <0BFNO
, metode en?yme immunoassay (F'4
, metode en?yme,linked immunosorbent assay (F='84, dan
, pemeriksaan dipstik.
7etode pemeriksaan serologis imunologis ini dikatakan mempunyai nilai
penting dalam proses diagnostik demam tifoid. 4kan tetapi masih didapatkan
adanya 1ariasi yang luas dalam sensiti1itas dan spesifisitas pada deteksi antigen
spesifik 8. typhi oleh karena tergantung pada jenis antigen, jenis spesimen yang
diperiksa, teknik yang dipakai untuk melacak antigen tersebut, jenis antibodi yang
digunakan dalam uji (poliklonal atau monoklonal dan +aktu pengambilan
spesimen (stadium dini atau lanjut dalam perjalanan penyakit.
0ji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan
sejak tahun $.(&. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi
aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda,beda
terhadap antigen somatik (O dan flagela (H yang ditambahkan dalam jumlah
yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih
menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum. Widal
23
dinyatakan positif bila titer O antigen J$/!"" atau meningkat 9 kali dalam inter1al
$ minggu.
Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan
hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh
faktor,faktor, antara lain pernah mendapatkan 1aksinasi, reaksi silang dengan
spesies lain (Enterobacteriaceae sp, reaksi anamnestik (pernah sakit, dan adanya
faktor rheumatoid (5E. Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara
lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, +aktu pengambilan darah
kurang dari $ minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya
penyakit imunologik lain.
<eknik aglutinasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan
(slide test atau uji tabung (tube test. 0ji hapusan dapat dilakukan secara cepat
dan digunakan dalam prosedur penapisan sedangkan uji tabung membutuhkan
teknik yang lebih rumit tetapi dapat digunakan untuk konfirmasi hasil dari uji
hapusan.
Penelitian pada anak oleh @hoo dkk ($((" mendapatkan sensiti1itas dan
spesifisitas masing,masing sebesar .(* pada titer O atau H J$/9" dengan nilai
prediksi positif sebesar #9.!* dan nilai prediksi negatif sebesar ((.!*. Beberapa
penelitian pada kasus demam tifoid anak dengan hasil biakan positif, ternyata
hanya didapatkan sensiti1itas uji Widal sebesar &9,%9* dan spesifisitas sebesar
%&,.#*.
'nterpretasi dari uji Widal ini harus memperhatikan beberapa faktor antara
lain sensiti1itas, spesifisitas, stadium penyakitH faktor penderita seperti status
imunitas dan status gi?i yang dapat mempengaruhi pembentukan antibodiH
gambaran imunologis dari masyarakat setempat (daerah endemis atau non,
endemisH faktor antigenH teknik serta reagen yang digunakan.
-elemahan uji Widal yaitu rendahnya sensiti1itas dan spesifisitas serta
sulitnya melakukan interpretasi hasil membatasi penggunaannya dalam
penatalaksanaan penderita demam tifoid akan tetapi hasil uji Widal yang positif
24
akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid (penanda
infeksi. 8aat ini +alaupun telah digunakan secara luas di seluruh dunia,
manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan karena belum ada
kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut,off point. 0ntuk mencari standar
titer uji Widal seharusnya ditentukan titer dasar (baseline titer pada anak sehat di
populasi dimana pada daerah endemis seperti 'ndonesia akan didapatkan
peningkatan titer antibodi O dan H pada anak,anak sehat. Penelitian oleh
Darmo+ando+o di 580 Dr.8oetomo 8urabaya ($((. mendapatkan hasil uji
Widal dengan titer J$/!"" pada .(* penderita.
<F8 <0BFNO
<es <0BFNO merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang
sederhana dan cepat (kurang lebih ! menit dengan menggunakan partikel yang
ber+arna untuk meningkatkan sensiti1itas. 8pesifisitas ditingkatkan dengan
menggunakan antigen O( yang benar,benar spesifik yang hanya ditemukan pada
8almonella serogrup D. <es ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena
hanya mendeteksi adanya antibodi 'g7 dan tidak mendeteksi antibodi 'g; dalam
+aktu beberapa menit.
Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes <0BFNO ini,
beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan bah+a tes ini mempunyai
sensiti1itas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal. Penelitian oleh
=im dkk (!""! mendapatkan hasil sensiti1itas $""* dan spesifisitas $""*.
Penelitian lain mendapatkan sensiti1itas sebesar %.* dan spesifisitas sebesar
.(*. <es ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk
pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara
berkembang.
7F<ODF F2PQ7F '7702O4884Q (F'4 DO<
25
0ji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik
'g7 dan 'g; terhadap antigen O7P )" kD 8. typhi. Deteksi terhadap 'g7
menunjukkan fase a+al infeksi pada demam tifoid akut sedangkan deteksi
terhadap 'g7 dan 'g; menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan infeksi.
Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi demam tifoid yang
tinggi akan terjadi peningkatan deteksi 'g; spesifik akan tetapi tidak dapat
membedakan antara kasus akut, kon1alesen dan reinfeksi. Pada metode <yphidot,
7O yang merupakan modifikasi dari metode <yphidotO telah dilakukan
inakti1asi dari 'g; total sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan
memungkinkan pengikatan antigen terhadap 'g 7 spesifik.
Penelitian oleh Pur+aningsih dkk (!""$ terhadap !"% kasus demam tifoid
bah+a spesifisitas uji ini sebesar %&.%9* dengan sensiti1itas sebesar (#.$&*, nilai
prediksi positif sebesar .)."&* dan nilai prediksi negatif sebesar ($.&&*.
8edangkan penelitian oleh ;opalakhrisnan dkk (!""! pada $99 kasus demam
tifoid mendapatkan sensiti1itas uji ini sebesar (.*, spesifisitas sebesar %&.&* dan
efisiensi uji sebesar .9*. Penelitian lain mendapatkan sensiti1itas sebesar %(*
dan spesifisitas sebesar .(*.
0ji dot F'4 tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis non,
tifoid bila dibandingkan dengan Widal. Dengan demikian bila dibandingkan
dengan uji Widal, sensiti1itas uji dot F'4 lebih tinggi oleh karena kultur positif
yang bermakna tidak selalu diikuti dengan uji Widal positif. Dikatakan bah+a
<yphidot,7O ini dapat menggantikan uji Widal bila digunakan bersama dengan
kultur untuk mendapatkan diagnosis demam tifoid akut yang cepat dan akurat.
Beberapa keuntungan metode ini adalah memberikan sensiti1itas dan
spesifisitas yang tinggi dengan kecil kemungkinan untuk terjadinya reaksi silang
dengan penyakit demam lain, murah (karena menggunakan antigen dan membran
nitroselulosa sedikit, tidak menggunakan alat yang khusus sehingga dapat
digunakan secara luas di tempat yang hanya mempunyai fasilitas kesehatan
sederhana dan belum tersedia sarana biakan kuman. -euntungan lain adalah
26
bah+a antigen pada membran lempengan nitroselulosa yang belum ditandai dan
diblok dapat tetap stabil selama & bulan bila disimpan pada suhu 9G@ dan bila
hasil didapatkan dalam +aktu # jam setelah penerimaan serum pasien.
7F<ODF F2PQ7F,='2-FD '7702O8O5BF2< 4884Q (F='84
0ji Fn?yme,=inked 'mmunosorbent 4ssay (F='84 dipakai untuk
melacak antibodi 'g;, 'g7 dan 'g4 terhadap antigen =P8 O(, antibodi 'g;
terhadap antigen flagella d (Hd dan antibodi terhadap antigen Bi 8. typhi. 0ji
F='84 yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya antigen 8. typhi dalam
spesimen klinis adalah double antibody sand+ich F='84. @haicumpa dkk ($((!
mendapatkan sensiti1itas uji ini sebesar ()* pada sampel darah, %#* pada
sampel feses dan 9"* pada sampel sumsum tulang. Pada penderita yang
didapatkan 8. typhi pada darahnya, uji F='84 pada sampel urine didapatkan
sensiti1itas &)* pada satu kali pemeriksaan dan ()* pada pemeriksaan serial
serta spesifisitas $""*. Penelitian oleh Eadeel dkk (!""9 terhadap sampel urine
penderita demam tifoid mendapatkan sensiti1itas uji ini sebesar $""* pada
deteksi antigen Bi serta masing,masing 99* pada deteksi antigen O( dan antigen
Hd. Pemeriksaan terhadap antigen Bi urine ini masih memerlukan penelitian lebih
lanjut akan tetapi tampaknya cukup menjanjikan, terutama bila dilakukan pada
minggu pertama sesudah panas timbul, namun juga perlu diperhitungkan adanya
nilai positif juga pada kasus dengan Brucellosis.
PF7F5'-8442 D'P8<'-
0ji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda
dimana dapat mendeteksi antibodi 'g7 spesifik terhadap antigen =P8 8. typhi
dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung antigen 8. typhi
sebagai pita pendeteksi dan antibodi 'g7 anti,human immobili?ed sebagai reagen
kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang sudah distabilkan, tidak
memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat yang tidak
mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap.
27
Penelitian oleh ;asem dkk (!""! mendapatkan sensiti1itas uji ini sebesar
&(..* bila dibandingkan dengan kultur sumsum tulang dan .&.)* bila
dibandingkan dengan kultur darah dengan spesifisitas sebesar ...(* dan nilai
prediksi positif sebesar (9.&*. Penelitian lain oleh 'smail dkk (!""! terhadap #"
penderita demam tifoid mendapatkan sensiti1itas uji ini sebesar ("* dan
spesifisitas sebesar (&*. Penelitian oleh Hatta dkk (!""! mendapatkan rerata
sensiti1itas sebesar &).#* yang makin meningkat pada pemeriksaan serial yang
menunjukkan adanya serokon1ersi pada penderita demam tifoid. 0ji ini terbukti
mudah dilakukan, hasilnya cepat dan dapat diandalkan dan mungkin lebih besar
manfaatnya pada penderita yang menunjukkan gambaran klinis tifoid dengan hasil
kultur negatif atau di tempat dimana penggunaan antibiotika tinggi dan tidak
tersedia perangkat pemeriksaan kultur secara luas.
'DF2<'E'-48' -0742 8F@454 7O=F-0=F5
7etode lain untuk identifikasi bakteri 8. typhi yang akurat adalah
mendeteksi D24 (asam nukleat gen flagellin bakteri 8. typhi dalam darah dengan
teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi D24 dengan cara polymerase
chain reaction (P@5 melalui identifikasi antigen Bi yang spesifik untuk 8. typhi.
Penelitian oleh HaRue dkk ($((( mendapatkan spesifisitas P@5 sebesar
$""* dengan sensiti1itas yang $" kali lebih baik daripada penelitian sebelumnya
dimana mampu mendeteksi $,) bakteri/m= darah.!9 Penelitian lain oleh 7assi
dkk (!""# mendapatkan sensiti1itas sebesar &#* bila dibandingkan dengan
kultur darah ($#.%* dan uji Widal (#).&*. -endala yang sering dihadapi pada
penggunaan metode P@5 ini meliputi risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil
positif palsu yang terjadi bila prosedur teknis tidak dilakukan secara cermat,
adanya bahan,bahan dalam spesimen yang bisa menghambat proses P@5
(hemoglobin dan heparin dalam spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu
dalam spesimen feses, biaya yang cukup tinggi dan teknis yang relatif rumit.
0saha untuk melacak D24 dari spesimen klinis masih belum memberikan hasil
28
yang memuaskan sehingga saat ini penggunaannya masih terbatas dalam
laboratorium penelitian.
4.9 Penaala(sanaan
Pengobatan penderita Demam <ifoid terdiri dari pengobatan suportif
(meliputi istirahat dan diet, medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit
yang terjadi. 'stirahat bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal % hari bebas
demam atau kurag lebih selama $9 hari. 7obilisasi dilakukan bertahap, sesuai
dengan pulihnya kekuatan pasien. (7ansjoer, !""$
Permberian cairan i1 ('BED bila dehidrasi, keadaan umum lemah, tidak
dapat makan peroral, atau timbul syok.
Diet dan terapi penunjuang dilakukan dengan pertama, pasien diberikan
bubur saring sampai % hari bebas panas, bubur biasa # hari, kemudian makan
biasa, makanan bebas serat tidak merangsang, tidak menimbulkan gas, mudah
dicerna, small frequent feeding. 2amun beberapa penelitian menunjukkan bah+a
pemberian makanan tingkat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa
(pantang sayuran dengan serat kasar dapat diberikan dengan aman. 6uga perlu
diberikan 1itamin dan mineral untuk mendukung keadaan umum pasien.
(7ansjoer, !""$
Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan pera+atan
intensif dengan nutrisi parenteral total. 8pektrum antibiotik maupun kombinasi
beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapat dipertimbangkan. -ortikosteroid
perlu diberikan pada renjatan septik. (7ansjoer, !""$
Pen*o"aan Me)i(amenosa
Obat,obat pilihan pertama adalah kloramfenikol dengan dosis $""
mg/kgBB/hari maksimal ! gram/hari, sampai % hari bebas panas, minimal $" hari.
4pabila terdapat depresi pada sumsum tulang Hb S. g* dan atau leukosit
S!"""/mm
#
, maka kloramfenikol diganti dengan ampisilin !"" mg/hari dalam 9
29
dosis, atau trimetroprim,sulfametoCsa?ol $" mg/kgBB/hari (<7P dan )"
mg/kgBB/hari (87N dalam ! dosis (alergi penisilin atau cefiCime $),!"
mg/kgBB/hari selama $9 hari. Obat pengganti apabila panas tidak turun dalam )
hari dengan pengobatan kloramfenikol.
Pada demam tifoid berat, kloramfenikol $"" mg/kgBB i1 atau @eftriaCone
." mg/kgBB/hari i1 dosis tunggal selama ),% hari atau bila panas tidak turun
dalam ) hari pertimbangkan komplikasi, fokal infeksi lain, resisten, dosis tidak
optimal, diagnosis tidak tepat, lalu pengobatan disesuaikan.
Pada ensefalopati tifoid diberikan juga deCametason dengan dosis a+al #
mg/kgBB satu kali, dilanjutkan $ mg/kgBB/& jam, sebanyak . kali (selama 9.
jam, lalu distop tanpa tappering off, reduksi cairan 9/) kebutuhan, lakukan
pemeriksaan elektrolit, cairan disesuaikan dengan hasil pemeriksaan, =umbal
Pungsi bila tidak terdapat indikasi kontra, koreksi asam basa (bila perlu.
Bila terdapat peritonitis atau perdarahan saluran cerna, pasien dipuasakan,
pasang pipa nasogastrik, nutrisi parenteral, transfusi darah (atas indikasi, foto
abdomen # posisi, antibiotik sefalosporin generasi ''' parenteral. Bila terjadi
perforasi usus, konsultasi dengan bagian Bedah untuk tindakan laparotomi.
4.5 Kom%li(asi
-omplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam 3
-omplikasi intestinal
, Perdarahan usus
, Perforasi usus
, 'leus paralitik
-omplikasi ekstraintetstinal
-omplikasi kardio1askular3 kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis,
miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
30
-omplikasi darah3 anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi
intra1askular diseminata dan sindrom uremia hemoltilik.
-omplikasi paru3 penuomonia, empiema dan peluritis.
-omplikasi hepar dan kandung kemih3 hepatitis dan kolelitiasis.
-omplikasi ginjal3 glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
-omplikasi tulang3 osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.
-omplikasi neuropsikiatrik3 delirium, mengingismus, meningitis, polineuritis
perifer, sindrim ;uillain,Barre, psikosis dan sindrom katatonia.
4.7 Pen>e*ahan
Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara3 umum dan
khusus/imunisasi. <ermasuk cara umum antara lain adalah peningkatan higiene
dan sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat menurunkan
insidensi demam tifoid. (Penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan
sampah. 7enjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang masuk mulut
(diminum atau dimakan tidak tercemar 8almonella typhi. Pemutusan rantai
transmisi juga penting yaitu penga+asan terhadap penjual (keliling
minuman/makanan. (Darmo+ando+o, !""&
4da dua 1aksin untuk mencegah demam tifoid. Qang pertama adalah
1aksin yang diinakti1asi (kuman yang mati yang diberikan secara injeksi. Qang
kedua adalah 1aksin yang dilemahkan (attenuated yang diberikan secara oral.
Pemberian 1aksin tifoid secara rutin tidak direkomendasikan, 1aksin tifoid hanta
direkomendasikan untuk pelancong yang berkunjung ke tempat,tempat yang
demam tifoid sering terjadi, orang yang kontak dengan penderita karier tifoid dan
pekerja laboratorium. (Department of Health and human ser1ice, !""9
Baksin tifoid yang diinakti1asi (per injeksi tidak boleh diberikan kepada
anak,anak kurang dari dua tahun. 8atu dosis sudah menyediakan proteksi, oleh
karena itu haruslah diberikan sekurang,kurangnya ! minggu sebelum bepergian
31
supaya memberikan +aktu kepada 1aksin untuk bekerja. Dosis ulangan
diperlukan setiap dua tahun untuk orang,orang yang memiliki resiko terjangkit.
(Department of Health and human ser1ice, !""9
Baksin tifoid yang dilemahkan (per oral tidak boleh diberikan kepada
anak,anak kurang dari & tahun. Fmpat dosis yang diberikan dua hari secara
terpisah diperlukan untuk proteksi. Dosis terakhir harus diberikan sekurang,
kurangnya satu minggu sebelum bepergian supaya memberikan +aktu kepada
1aksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap ) tahun untuk orang,orang
yang masih memiliki resiko terjangkit. (Department of Health and human ser1ice,
!""9
4da beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan 1aksin tifoid atau
harus menunggu. Qang tidak boleh mendapatkan 1aksin tifoid diinakti1asi (per
injeksi adalah orang yang memiliki reaksi yang berbahaya saat diberi dosis
1aksin sebelumnya, maka ia tidak boleh mendapatkan 1aksin dengan dosis
lainnya. Orang yang tidak boleh mendapatkan 1aksin tifoid yang dilemahkan (per
oral adalah 3 orang yang mengalami reaksi berbahaya saat diberi 1aksin
sebelumnya maka tidak boleh mendapatkan dosis lainnya, orang yang memiliki
sistem imunitas yang lemah maka tidak boleh mendapatkan 1aksin ini, mereka
hanya boleh mendapatkan 1aksin tifoid yang diinaktifasi, diantara mereka adalah
penderita H'B/4'D8 atau penyakit lain yang menyerang sistem imunitas, orang
yang sedang mengalami pengobatan dengan obat,obatan yang mempengaruhi
sistem imunitas tubuh semisal steroid selama ! minggu atau lebih, penderita
kanker dan orang yang mendapatkan pera+atan kanker dengan sinar N atau obat,
obatan. Baksin tifoid oral tidak boleh diberikan dalam +aktu !9 jam bersamaan
dengan pemberian antibiotik. (Department of Health and human ser1ice, !""9
8uatu 1aksin, sebagaimana obat,obatan lainnya, bisa menyebabkan
problem serius seperti reaksi alergi yang parah. 5esiko suatu 1aksin yang
menyebabkan bahaya serius atau kematian sangatlah jarang terjadi. Problem
serius dari kedua jenis 1aksin tifoid sangatlah jarang. Pada 1aksin tifoid yang
32
diinakti1asi, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah 3 demam (sekitar $ orang per
$"", sakit kepada (sekitar # orang per $"" kemerahan atau pembengkakan pada
lokasi injeksi (sekitar % orang per $"". Pada 1aksin tifoid yang dilemahkan,
reaksi ringan yang dapat terjadi adalah demam atau sakit kepada () orang per
$"", perut tidak enak, mual, muntah,muntah atau ruam,ruam (jarang terjadi.
(Department of Health and human ser1ice, !""9.
33
BAB I-
ANALISIS KASUS
8eorang anak perempuan berumur % tahun alamat dalam kota datang dengan
keluhan utama demam dan keluhan tambahan nafsu makan menurun, dari
anamnesis didapatkan penderita telah menderita demam selama & hari sebelum
masuk rumah sakit, sifat demam terus menerus, demam a+alnya tidak terlalu
tinggi tetapi makin lama makin tinggi, demam tinggi terutama pada malam hari
dan pada siang hari demam agak turun tetapi tidak pernah mencapai normal, tidak
menggigil, sakit kepala tidak ada, disertai keluhan gastrointestinal seperti mual,
nafsu makan menurun, nyeri ulu hati, nyeri perut, selain itu penderita mengeluh
tidak bisa B4B. Dari keluhan utama yakni demam lama maka dapat dipikirkan
penyebab demam lama adalah suatu proses infeksi, seperti demam thypoid dan
malaria.
Berdasarkan anamnesa, dari sifat demam yang terus menerus, demam tinggi
terutama pada malam hari dan demam agak turun pada siang hari kemudian
diikuti oleh adanya keluhan gastrointestinal seperti mual, nafsu makan menurun,
nyeri ulu hati, nyeri perut, konstipasi, sehingga kecurigaan diagnosa sementara
pasien ini adalah demam thypoid tapi masih harus dibuktikan dengan pemeriksaan
fisik dan penunjang seperti pemeriksaan +idal. 7alaria masih belum dapat
disingkirkan meskipun ri+ayat berpergian ke daerah endemis malaria disangkal
dan untuk memastikan diagnosa malaria dilakukan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan apusan darah tebal dan tipis.
Dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan status gi?i penderita gi?i kurang,
kesadaran kompos mentis, denyut jantung3 (9C/= menit, suhu tubuh3 #.,.G@,
mulut terdapat 5hagaden dan thyphoid tongue, hepar teraba $ jbac, permukaan
rata, tepi tumpul, tanpa splenomegali. 0ntuk lebih memastikan maka dilakukan
Pemeriksaan serologi Widal yang ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi
(didalam darah terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi (reagen.
34
0ji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta
sebagai uji cepat (rapid test yang hasilnya dapat segera diketahui. 0ji ini
dilakukan pada a+al minggu kedua sakit dan dinyatakan positif bila titer O
antigen J$/!"" atau meningkat lebih dari 9 kali dalam inter1al $ minggu (titer
fase akut ke fase kon1alesens. Dari hasil pemeriksaan serologi +idal didapatkan
titer <yphi O $/#!", Para typhi B,O $/#!", sehingga dinyatakan +idal positif.
7aka diagonosis kerja demam tifoid dapat ditegakkan. 4kan tetapi diagnosis
7alaria belum dapat disingkirkan sebab pada malaria juga dapat ditemukan
pembesaran hepar.
Penatalaksanaan demam tifoid terdiri dari pengobatan suportif dan
pengobatan medikamentosa. Pengobatan suportif berupa istirahat tirah baring,
'BED, diet bubur saring, rendah serat (makanan rendah selulosa , pantang
sayuran dengan serat kasar, tidak menimbulkan gas, mudah dicerna, small
frequent feeding. 'stirahat bertujuan untuk mencegah komplikasi dan
mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal %
hari bebas demam lalu mobilisasi secara bertahap sesuai dengan pulihnya
kekuatan pasien. Permberian cairan i1 ('BED karena keadaan umum penderita
lemah.
Diet pasien diberikan bubur saring sampai tujuh hari bebas panas, kemudian
bubur biasa # hari, kemudian makan biasa sesuai dengan tingkat kesembuhan
pasien. 2amun dapat juga dilakukan pemberian makanan tingkat dini yaitu nasi
dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar.
Pemberian 'BED D)* I 28 dirasakan perlu karena anak tersebut sangat
sulit untuk makan, minum bahkan minum obat sekalipun, sehingga selain sebagai
'B line tempat obat masuk secara 'B maka 'BED juga diharapkan dapat
memantain kebutuhan cairan pada penderita ini.
Pengobatan medikamentosa yang diberikan adalah kloramfenikol sebagai
drug of choice/pilihan pertama pada pengobatan demam tifoid. -loramfenikol
diberikan karena tidak terdapat kontraindikasi pemberian yaitu tidak terdapat
depresi sumsum tulang, dan pada penderita ini Hb J . g*, leukosit J!"""/mm
#
.
35
kloramfenikol diberikan dengan dosis $"" mg/kgBB/hari oral dalam # dosis
sampai tujuh hari bebas demam, minimal $" hari. Pada penderita ini
kloramfenikol diberikan dengan dosis # C )"" mg i1, selain itu diberikan juga
ranitidin karena penderita mual dengan dosis !,9 mg/kgBB/hari dibagi ! dosis.
Pada penderita ini ranitidin diberikan dengan dosis !C!) mg i1. Paracetamol
diberikan bila suhu J #(,)
"
@, dengan dosis $",$) mg/kali pemberian, pada
penderita ini dosis parasetamol #C!)" mg per oral. Dari hasil follo up, dalam 9
hari pera+atan pasien masih demam, suhu terendah yaitu #%,(
o
@, maka dari itu
antibiotiknya diganti dengan lini kedua yaitu ceftriaCon (golongan cefalosporin
generasi ke ''', dengan dosis ." mg/kgBB/kali pemberian, pada anak ini
ceftriaCon diberikan $C$!"" mg i1. 8etelah injeksi ceftriaCon hari ke ), demam
(,, suhu pasien #%,"
o
@ (bebas demam hari ke $, terapi dilanjutkan sampai pasien
bebas demam minimal % hari.
Prognosis pasien ini Kuo ad 1itam dubia ad bonam dan Kuo ad fungtionam
dubia ad bonam karena pasien ini tidak terdapat komplikasi dari demam tifoid
seperti perforasi usus, perdarahan usus, dan sebagainya.
36
DAFTAR PUSTAKA
4ru 8udoyo. !""&. Ilmu Pen$a(i Dalam .ili) III E)isi I-. 6akarta 3 Pusat
Penerbitan 'PD E-0'.
Bhutta P4. /u&&en /on>e% in Dia*nosis an) T&eamen o; T$%hoi) Fe?e& .
'n 3
British 7edical 6ournals TonlineU. !""&. Tcited $! 4ugust !"$9U. 41ailable
fromhttp3//+++.bmj.com.
Brusch 6=. <yphoid Ee1er. +++.emedicine.com last up date 6uly !9th !""&
Tdiakses pada tanggal $! 4gustus !"$9U.
Fipstein 6, Hoffman 8. T$%hoi) Fe?e&. 'n3 <ropical 'nfectious Disease Bolume $.
Fditors 3;uerrant 5=, Walker DH. !""&. 0843 Flse1ier @hurchill
=i1ingstone
Eauci, 4, Braun+ald, F and friends. !"".. Ha&&ison@s P&in>i%les o; Ine&nal
Me)i>ine. Se?eneenh E)iion. !"".. 0nited 8tates3 <he 7c.;ra+,Hill
@ompanies, 'nc.
Hasan 5. Buku kuliah 'lmu -esehatan 4nak. 'nfeksi <ropik. 6akarta 3 E- 0',
$(.).
Hatta 7, 8mits H=. !""%. Dee>ion o; Salmonella T$%hii B$ Nese)
Polime&ase
/hain in Bloo)6 U&ine6 an) Sools Sam%les. 'n 34merican 6ournal of
Hygine and <herapy TonlineU.!""&. Tcited $$ 4ugust !"$9U. 41ailable from
http3//+++.ajtmh.org
Herath H7. Ea&l$ Dia*nosis o; T$%hoi) Fe?e& "$ Dee>ion o; Sali?a&$ I*A. 'n
6ournals @linical Patology TonlineU. !""#. Tcited $! 4ugust !"$9U.
41ailable fromhttp3//jcp.bmjjournals.com
=entnek 4=. <yphoid Ee1er. Di1ision of 'nfection Disease. +++.medline.com last
up date 6une !"th !""%Tdiakses pada tanggal $! 4gustus !"$9U.
7ansjoer 4. -apita 8elekta -edokteran. Demam <ifoid. 6akarta 3 E- 0',
!"""5yan -6, 5ay @;. !""9. She&&is Me)i>al Mi>&o"iolo*$. Fou&h
e)iion. 2e+ Qork37c;ra+,Hill 7edical Publishing Di1ision. p#&),#&&
7 Hatta, 7; ;oris, F Heerkens, 6 ;ooskens, 42D H= 8mits. Sim%le )i%si>(
assa$ ;o& )ee>ion o; Salmonella $%hiAs%e>i;i> I*M ani"o)ies an)
he e?oluion o; he &es%onse in %aiens #ih $%hoi) ;e?e&. 4m 6 <rop
7ed Hyg,4pr!""!H&&39$&,9!$.
2oer, 8. Buku 4jar 'lmu Penyakit Dalam jilid '. 6akarta 3 E-0', $((&.
37
Parry @7, Hien <<. T$%hoi) Fe?e&. 'n 3 2e+ Fngland 6ournal Of 7edicine
TonlineU. !""!.Tcited $$ 4ugust !"$9U. 41ailable from
http3//+++.nejm.com.
8tandar Penatalaksanaan 'lmu -esehatan 4nak. !"$!. Bagian 'lmu -esehatan
4nak 5umah 8akit 7ohammad Hoesin.
38

Anda mungkin juga menyukai