Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN


Kejang demam adalah bangkitan kejang terkait dengan demam dan umur serta tidak
didapatkan infeksi ataupun kelainan intrakranial. Dikatakan demam apabila suhu tubuh rektal
di atas 38C atau suhu tubuh aksila 37,8C. Biasanya kejang demam terjadi pada umur 3 bulan
sampai 5 tahun, dan terbanyak pada umur 14-18 bulan. Kejang demam merupakan kelainan
tersering pada anak dimana 2-55% anak berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami
bangkitan kejang demam. Di asia angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih tinggi dan
sekitar 80-90% dari keseluruhan kejang demam adalah kejang demam sederhana.
Prognosis kejang demam baik, tapi 25-50% kejang demam mengalami bangkitan
kejang demam berulang dan 4% penderita kejang demam dapat mengalami gangguan tingkah
laku dan penurunan tingkat intelegensi. Insiden epilepsi akibat kejang demam berkisar antara
2-5% dan meningkat hingga 9-13%, bila terjadi faktor resiko berupa riwayat keluarga dengan
epilepsi, perkembangan abnormal sebelum kejang demam pertama, atau mengalami kejang
demam kompleks. Selain itu, bangkitan kejang demam berulang dapat menimbulkan
kekhawatiran orangtua penderita. Kepustakaan menyebutkan bahwa 47-77% orangtua
penderita kejang demam sangat mengkhawatirkian anaknya dan beranggapan bahwa penyakit
anaknya berat dan berakhir dengan kematian.
Kejang demam dapat terjadi karena adanya pengaryuh beberapa hal, yaitu umur,
fakltor resiko saat kehamilan maupun persalinan yang mengakibatkan trauma otak, suhu
badan, faktor genetik, infeksi berulang danketidakseimbangan neurotransmitter inhibitor dan
eksitator.
Seng (Zn) merupakan antagonis N metil-D-Aspartat (NDMA) sehingga kadar seng
rendah diduga dapat mengaktivasi reseptor NMDA dan berperan dalam pengaturan
eksitabilitas jalur sistem saraf pusat. Penelitian oleh Burhanoglu (1996) mendapatkan adanya
penurunan kadar seng serum dan cairan serebrospinal pada kejang demam. Sebaliknya,
konsentrasi tembaga, magnesium, dan protein tidak mengalami penurunan. Sedangkan
penelitian Ganesh dan Janakiraman di India tahun 2005-2006 mendapatkan adanya hubungan
antara kadar seng dengan kejang demam.
Data dari International Conference of Zinc and Human Health tahun 200
menyimpulkan bahwa diperkirakan 48% populasi dunia mempunyai resiko terjadi defisiensi
seng, penelitian di Jakarta tahun 1988 pada 156 responden anak dan dewasa didapatkan
87,2%mengalami defisiensi seng. Penelitian belah lintang di Teheran (1997) pada 881 pelajar
dengan usia rata-rata 13,2 tahun didapatkan 31,1% mengalami defisiensi seng. Penelitian oleh
Huwae FJ tahun 2006 pada 111 anak usia 6-8 tahun di Grobongan Jawa Tengah didapatkan
40% anak mengalami defisiensi seng
Penelitian tentang hubungan kadar seng serum dengan bangkitan kejang demam
belum banyak dilakukan dan belum diketahui besarnya peranan kadar seng serum terhadap
terjadinya bangkitan kejang demam.

BAB II
PERMASALAHAN


Definisi
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, Kejang demam adalah bangkitan
kejang pada bayi dan anak yang terjadi umur 3 bulan- 5 tahun dimana terjadi kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38,5
o
C) akibat suatu proses ekstrakranial.
1

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal diatas 38oC) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat , gangguan elektrolit atau
metabolik lain.
2


Klasifikasi
Kejang demam dibedakan atas 2 , yaitu :
3

- Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan berhenti sendiri.
Kejang berbentuk umum tonik atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak
berulang dalam waktu 24 jam.
- Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang lama yang lebih dari 15 menit, kejang bersifat fokal atau parsial satu sisi, atau
kejang umum didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang
lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar.

Epidemiologi
Kejang merupakan gangguan syaraf yang sering dijumpai pada anak. Kejang demam
adalah kejang yang terjadi pada anak yang mengalami demam antara usia 6-60 bulan yang
tidak berhubungan dengan infeksi intrakranial, gangguan metabolik, atau riwayat kejang
tanpa demam.
4

Insiden kejang demam 2,2- 5% pada anak dibawah usia 5 tahun. Anak laki- laki lebih
sering dari pada perempuan dengan perbandingan 1,2- 1,6 :1. Sebanyak 62,2%,
kemungkinan kejang demam berulang pada 90 anak yang mengalami kejang demam
sebelum usia 12 tahun, dan 45% pada 100 anak yang mengalami kejang setelah usia 12
tahun. Kejang demam kompleks dan khususnya kejang demam fokal merupakan prediksi
untuk terjadinya epilepsi. Sebagian besar peneliti melaporkan angka kejadian epilepsi
kemudian hari sekitar 2 5 %. Epilepsi ialah kejang tanpa demam yang terjadi lebih dari
satu kali.
1

Kejang demam sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama sebelum
berumur 4 tahun, terbanyak diantara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang
demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun.Biasanya
setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi, walaupun pada beberapa kasus
masih dapat mengalami kejang sampai usia lebih dari 5-6 tahun. Kejang demam
diturunkan secara autosomal sederhana. Banyak pasien kejang demam yang orangtua atau
saudara kandungnya menderita penyakit yang sama.
5


Etiologi dan faktor resiko
Faktor yang penting pada kejang demam adalah demam, umur, genetik, prenatal dan
perinatal.
2

Demam sering disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.
Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam, yaitu :
(1) Imaturitas otak dan termoregulator
(2) Demam
(3) Predisposisi genetik; >7 lokus kromosom (poligenik, autosomal dominan) (pedoman)

Patogenesis
Kejang merupakan manifestasi klinis akibat terjadinya pelepasa muatan listrik yang
berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron tersebut baik
fisiologinya, biokimiawi maupun anatomi.
Pada sel saraf, seperti juga sel hidup umumnya, mempunyai potensial membran.
Potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial intrasel
lebih negatif dibandingkan ekstrasel. Dalam keadaan istirahat potensial membran berkisar
30-100mV, selisih potensial membran ini akan tetap sama selama sel tidak mendapatkan
ransangan. Potensial membran ini terjadi akibat perbedaan letak dan jumlah ion- ion
terutama ion Na+, K+ dan Ca+.
Bila sel saraf mengalami stimulasi, misalnya stimulasi listrik akibat perubahan
potensial membran. Penurunan potensial membran akan menyebabkan permeabilitas
membran terhadap ion Na+ akan meningkat, sehingga Na+ akan lebih banyak masuk
kedalam sel. Selama serangan ini lemah, perubahan potensial membran masih dapat di
kompensasi oleh transport aktif ion Na+ dan ion K+, sehingga selisih potensial kembali ke
keadaan istirahat. Perubahan yang demikian sifatnya tidak menjalar, yang disebut respon
lokal. Tapi bila ransangan cukup kuat, perubahan potensial dapat mencapai ambang tetap
(firing level), maka permeabilitas membran terhadap Na+ akan meningkat secara besar
besaran pula, sehingga timbul spike potensial atau potensial aksi. Potensial aksi ini akan
dihantarkan ke sel saraf berikutnya melalui sinaps dengan perantara zat kimia yang
dikenal dengan neurotransmiter. Bila perangsangan telah selesai, maka permeabilitas
membran kembali ke keadaan istirahat, dengan cara Na+ akan kembali ke luar sel dan K+
akan masuk ke dalam sel melalui mekanisme pompa Na-K yang membutuhkan ATP dari
sintesa glukosa dan oksigen.
Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori:
a. Gangguan pembentukkan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K, misalnya
pda hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang sendiri dapat
terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.
b. Perubahan permeabilitas membran sel saraf, misalnya hipokalsemia dan
hipomagnesemia
c. Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan
neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi berlebihan. Misalnya
ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat akan menimbulkan kejang.
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan bahwa pada
keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh dimana kenaikan 1o C akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10- 15% dan kebutuhan oksigen meningkat
sampai 20%. Dengaan demikian reaksi oksidasi akan lebih cepat terjadi dan akibatnya
oksigen akan lebih cepat habis, terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang
memerlukan ATP terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat yang akan
menyebabkan potensial membran cenderung turun .
Pada saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak, jantung, otot
dan terjadi gangguan pusat pengaturan suhu. Demam akan menyebabkan kejang
bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin bertambah. Pada kejang lama akan
terjadi perubahan sistemik berupa arterial, hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik
dan hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemia neuron karena kegagalan
metabilisme di otak.

Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut :
a. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel yang belum
matang/immatur.
b. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan gangguan
permeabilitas membran sel
c. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2 yang
akan merusak otak
d. Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) sera meningkatkan kebutuhan
oksigen dan glukosa, sehingga akan menyebakan gangguan pengaliran ion- ion keluar
masuk sel.

Manifestasi Klinis
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik
klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti snediri. Setelah kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tapi beberapa detik- menit anak sadar kembali
tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparese sementara (hemiparesis
todd) yang berlangsung beberapa jam- hari. Kejang unilatreral yang lama dapat diikuti
oleh hemiparesis yang menetap.
5


Diagnosis
Anamnesis :
- Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang
- Suhu sebelum/ saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca
kejang, penyebab demam diluar infeksi susunan saraf pusat (Gejala infeksi saluran
nafas akut/ ISPA, infeksi saluran kemih, otitis media akut (OMA)
- Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga
- Singkirkan penyebab kejang lain (misalnya diare/ muntah yang mengakibatkan
gangguan elektrolit, sesak nafas yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang
menyebabkan hipoglikemia)
2


Pemeriksaan fisik:
- Kesadaran : terjadi penurunan kesadaran atau tidak, terdapat demam atau tidak
- Tanda rangsangan meningeal
- Pemeriksaan nervus kranialis
- Tanda peningkatan tekanan intrakranial :ubun ubun besar membonjol, papil edema
- Tanda infeksi diluar SSp : ISPA,OMA,ISK
- Pemeriksaan neurologis : tonus, motorik, reflek fisiologis, reflek patologis.
2


Pemeriksaan Penunjang :
- Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab demam
atau kejang. Pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit,
urinalisis dan biakan darah, urin dan feses.
- Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas, jika
yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Pungsi
lumbal dianjurkan pada:
o Bayi usia kurang dari 12 bulan ; sangat dianjurkan
o Bayi usia 12-18 bulan ; dianjurkan
o Bayi > 18 bulan tidak rutin dilakukan
- Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak direkomendasikan. EEG masih dapat
dilakukan pada kejang demam tidak khas, misalnya kejang demam kompleks pada
anak berusia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
- Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala) dilakukan hanya jika ada indikasi.
2


Penatalaksanaan
Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar jalan nafas
tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk mencegah aspirasi.
Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung terus atau
berulang sehingga perlu tatalaksana lebih lanjut


Penatalaksanaan saat kejang :
Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase akut,
karena diazepam mempunyai masa kerja yang singkat. Diazepam dapat diberikan secara
intravena atau rektal, jika diberikan intramuskular absorbsinya lambat. Dosis diazepam
pada anak adalah 0,3- 0,5 mg/kg BB, diberikan secara intravena pada kejang demam fase
akut, tetapi pemberian tersebut sering gagal pada anak yang lebih kecil. Jika jalur
intravena belum terpasang, diazepam dapat diberikan per rektal dengan dosis 5 mg bila
berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg pada berat badan lebih dari 10 kg. Pemberian
diazepam secara rektal aman dan efektif serta dapat pula diberikan oleh orang tua di
rumah. Bila saat pemberian rektal kejang belum berhenti, maka pemberian dapat diulang
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval 5 menit.
3

Bila diazepam tidak tersedia, dapat diberikan luminal suntikan intramuskular dengan
dosis awal 30 mg untuk neonatus, 50 mg untuk usia 1 bulan 1 tahun, dan 75 mg untuk
usia lebih dari 1 tahun.2 Midazolam intranasal (0,2 mg/kg BB) telah diteliti aman dan
efektif untuk mengantisipasi kejang demam akut pada anak. Kecepatan absorbsi
midazolam ke aliran darah vena dan efeknya pada sistem syaraf pusat cukup baik. Namun
efek terapinya masih kurang bila dibandingkan dengan diazepam intravena.
3

Bila dengan diazepam intravena kejang belum berhenti, diberikan fenitoin intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali, bila berhenti selanjutnya diberikan dengan dosis 4-8
mg/kg/hr dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin belum berhenti maka
anak harus dirawat diruang rawat intensif.
3


Pemberian obat antipiretik pada saat demam
Antipiretik pada saat demam dianjurkan, walaupun tidak ditemukan bukti bahwa
penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam. Dosis asetaminofen
yang digunakan berkisar 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5
kali. Dosis ibuprofen 5-10mg/kg/kali ,3 - 4 kali sehari.
3



Pemberian obat rumat Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai
berikut (salah satu):
1. Kejang lama > 15 menit2.
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnyahemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal
4. Perngobatan rumat dipertimbangkan bila:.
a. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
b. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
c. kejang demam > 4 kali per tahun

Jenis obat antikonvulsan
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
risiko berulangnya kejang.. Dengan meningkatnya pengetahuan bahwa kejang demam benign dan
efeksamping penggunaan obat terhadap kognitif dan perilaku, profilaksis terus menerus diberikan dalam
jangka pendek, dan pada kasus yang sangat selektif . Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar (40 - 50 %).
3

Obat pilihan saat ini adalah asam valproat meskipun dapat menyebabkan hepatitis
namun insidensnya kecil. Dosis asam valproat 15 - 40 mg/kg/hari dalam 2- 3 dosis dan
fenobarbital 3 - 4 mg/kg per hari dalam 1 - 2 dosis.
3

Lama pengobatan rumat
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secarabertahap
selama 1-2 bulan.

Vaksinasi
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi dengan standar vaksinasi. Kejang setelah demam karena
vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6 - 9 kasus per 100.000
anak yang divaksinasi sedangkan setelah vaksinasi MMR 25 - 34 per
100.000. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral ataurektal bila anak demam, terutama
setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan asetaminofen
pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.
3



Edukasi pada orang tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang
tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang
diantaranya :
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat efek samping obat

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang:
3

1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di
mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, sebaiknya jangan memasukkan
sesuatu kedalam mulut
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti
7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

Prognosis
Kejang demam umumnya memebrikan prognosis baik. Kejadian kecacatan sebagai
komplikasi kejang demam pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis
umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.
Penelitian secara retrospektif melaporkan kelaian neurologis pada sebagian ekcil kasus,
dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengna kejang lama atau kejang berulang bauk
umum atau fokal. Kemungkinan kejang demam akan berulang kembali karena ada faktor-
faktor resiko yaitu :
3

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam.
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya
10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.
3



STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Umur : 3 buklan s.d 5 tahun

2. Riwayat penyakit
- Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang
- Suhu sebelum/ saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca
kejang, penyebab demam diluar infeksi susunan saraf pusat (Gejala infeksi saluran
nafas akut/ ISPA, infeksi saluran kemih, otitis media akut (OMA)
- Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga
- Singkirkan penyebab kejang lain (misalnya diare/ muntah yang mengakibatkan
gangguan elektrolit, sesak nafas yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang
menyebabkan hipoglikemia)
2


3. Pemeriksaan Fisik
- Kesadaran : terjadi penurunan kesadaran atau tidak, terdapat demam atau tidak
- Tanda rangsangan meningeal
- Pemeriksaan nervus kranialis
- Tanda peningkatan tekanan intrakranial :ubun ubun besar membonjol, papil edema
- Tanda infeksi diluar SSp : ISPA,OMA,ISK
- Pemeriksaan neurologis : tonus, motorik, reflek fisiologis, reflek patologis.
2


4. Laboratorium
Pemeriksaan Anjuran :
darah perifer lengkap
elektrolit
Pemeriksaan LCS
. Pungsi lumbal dianjurkan pada:
o Bayi usia kurang dari 12 bulan ; sangat dianjurkan
o Bayi usia 12-18 bulan ; dianjurkan
o Bayi > 18 bulan tidak rutin dilakukan
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)
Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala) dilakukan hanya jika ada indikasi.
2


5. Diagnosis Kerja
Kejang Demam

6. Diagnosis Banding
Epilepsi

7. Manajemen
a. Preventif :
- Segera berobat bila anak demam

b. Promotif :
Edukasi pada orang tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.Kecemasan ini harus
dikurangi dengan cara yang diantaranya :
- Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
- Memberitahukan cara penanganan kejang
- Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
- Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat efek samping obat

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang:
3

- Tetap tenang dan tidak panic
- Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
- Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau
lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, sebaiknya jangan
memasukkan sesuatu kedalam mulut
- Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang
- Tetap bersama pasien selama kejang
- Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti
- Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih
-

c. Kuratif :
- Diazepam 0,3- 0,5 mg/kg BB, intravena atau per rektal dengan dosis 5 mg bila
berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg pada berat badan lebih dari 10 kg.
- Antipiretik

d. Rehabilitatif :
- Kontrol teratur
- Menjaga kesehatan dan daya tahan tubuh anak
- Mengkonsumsi makanan yang bergizi

BAB III
PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


Metode
Metode yang dilakukan adalah edukasi dengan diskusi dua arah kepada pasien dan
keluarga pasien mengenai manajemen kejang demam dan penatalaksanaan kedaruratannya
dan kesadaran untuk segera membawa ke fasilitas kesehatan

Intervensi
Non Farmakologis
a. Edukasi keluarga pasien

Terapi farmakologis
- Diazepam
- Antipiretik

BAB IV
PELAKSANAAN


Strategi Penanganan Masalah
Diagnosis klinis : Kejang demam

Penanganan masalah :
- Edukasi pasien dan keluarga mengenai kejang demam dan penatalaksanaan kegawtan
sederhana
- Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan elektrolit dan LCS
- Kontrol teratur
\
Penanganan masalah :
Peran keluarga untuk mengawasi dan menjaga pasien

BAB V
MONITORING DAN EVALUASI


Monitoring pada pasien, Tn G:
a. Preventif :
- Menjaga kesehatan
- Konsumsi makanan bergizi
- Segera berobat bila demam

b. Promotif :
- Edukasi pasien da keluarga

c. Kuratif :
- Diazepam
- Antipiretik

d. Rehabilitatif :
- Kontrol teratur
- Mengkonsumsi makanan yang bergizi

Evaluasi
Periksa dan kontrol teratur
Konsultasi dengan spesialis anak

Anda mungkin juga menyukai