Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

SPINAL ANESTHESI

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi
Dokter Bagian Ilmu Anestesi di Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo






Diajukan Kepada :
dr. Aryono Hendrasto, MSi, Med, Sp.An
Disusun Oleh :
Sri Dewi Rahmawati Syarief
20090310119

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM
PENDIDIKAN PROFESI DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA BAGIAN ILMU ANESTESI RUMAH SAKIT DAERAH
WONOSOBO
2014

i
HALAMAN PENGESAHAN


Telah dipresentasikan dan disetujui Presentasi Kasus dengan judul :

SPINAL ANESTHESI

Tanggal : Agustus 2014

Tempat : RSUD Setjonegoro Wonosobo


Oleh :

Sri Dewi Rahmawati Syarief
20090310119




Disahkan oleh :
Dokter Pembimbing


dr. Aryono Hendrasto, MSi, Med, Sp.An



ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas dalam
presentasi kasus untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian akhir program pendidikan
profesi di bagian Ilmu Anestesi dengan judul :
SPINAL ANESTHESI
Penulisan presentasi kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Aryono Hendrasto, MSi, Med, Sp.An selaku dokter pembimbing dan dokter
spesialis Anestesi RSUD Wonosobo.
2. dr. Totok, Sp.An selaku dokter spesialis Anestesi RSUD Wonosobo.
3. Perawat Instalasi Bedah Sentral dan perawat seluruh bangsal RSUD Wonosobo
4. Teman-teman koass serta tenaga kesehatan RSUD Wonosobo yang telah membantu
penulis dalam menyusun tugas ini.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih memiliki
banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan penyusunan
presentasi kasus di masa yang akan datang. Semoga dapat menambah pengetahuan bagi
penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Wassalamualaikum Wr.Wb




Wonosobo, Agustus 2014



Sri Dewi Rahmawati Syarief

iii
DAFTAR ISI

LAPORAN KASUS................................................................................................................... 1
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ vi
DAFTAR BAGAN .................................................................. Error! Bookmark not defined.
BAB I ......................................................................................................................................... 1
A. IDENTITAS PASIEN ................................................................................................. 1
B. ANAMNESIS.............................................................................................................. 1
C. PEMERIKSAAN FISIK ............................................................................................. 2
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG ................................................................................ 4
E. DIAGNOSIS ................................................................................................................... 4
F. KEADAAN SELAMA PEMBEDAHAN....................................................................... 4
G. LAPORAN ANESTESI .............................................................................................. 4
BAB II ........................................................................................................................................ 8
A. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 8
Anestesi Regional ............................................................................................................... 8
Anestesi Spinal ................................................................................................................... 8
Komplikasi anestesia spinal ................................................................................................ 6
Komplikasi intraoperatif ..................................................................................................... 8
Komplikasi postoperatif ..................................................................................................... 9
Terapi Cairan .................................................................................................................... 12
BAB III .................................................................................................................................... 19

iv
PEMBAHASAN .................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA: ............................................................................................................. 22



v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Total Kebutuhan Cairan Durante Operasi ................................................................... 6
Tabel 2. Kebutuhan Cairan Basal ............................................................................................ 17
Tabel 3. Kebutuhan Cairan Tambahan Berdasarkan Derajat Trauma ..................................... 17



vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Regional Anestesi .................................................. Error! Bookmark not defined.





1
BAB I
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Ihfa Murohmah
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Ruang : Edelweis
Tanggal Masuk RS : 18 Agustus 2014
Jenis Pembedahan : SC
Teknik Anestesi : SAB SP L3-L4

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Re-SC
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang kiriman dari poli kandungan RSUD Setjonegoro Wonosobo
pada tanggal 17 agustus 2014 untuk dilakukan Re-SC. Menurut pasien hamil ini hamil
yang kedua, dengan anak pertama laki-laki berusia 7 tahun lahir SC a/i DKP di Adina
BBL 3500 gr. Pasien masih merasakan gerakan aktif janinnya. Pasien selama ini rutin
melakukan pemeriksaan kehamilan di bidan. Di RSUD pasien didiagnosis dengan Re-

2
SC a/i SC 7 tahun yang lalu, G2P1A0, hamil 39 +2 minggu belum dalam persalinan.
Terakhir makan dan minum jam 00.00 tgl 18 agustus 2014.
3. Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat operasi sebelumnya (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat penyakit asma, hipertensi, kencing manis dalam
keluarga disangkal.
5. Anamnesis yang berkaitan dengan anestesi :
a. Riwayat alergi obat dan makanan disangkal
b. Riwayat asma disangkal
c. Riwayat kencing manis disangkal
d. Riwayat hipertensi disangkal
e. Riwayat penyakit jantung disangkal
f. Riwayat operasi sebelumnya disangkal
g. Riwayat penyakit ginjal disangkal
h. Penderita tidak memakai gigi palsu, tidak ada gigi yang goyang
i. Batuk pilek, nyeri dada disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik, kesadaran composmentis
Tanda Vital : T : 110/80 mmHg RR : 22x/menit ASA : II
N : 82x / menit Suhu : 36,8
o
C
BB : 54 kg TB : 132 cm
Kepala : Normosefal
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya tidak
langsung (+/+), refleks cahaya langsung (+/+)
Telinga : Tidak ada sekret yang keluar
Hidung : Tidak ada secret yang keluar, nafas cuping hidung (-)

3
Mulut : Mukosa bibir tampak kemerahan dan lembab, gigi goyang (-), gigi
palsu (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-), pembesaran tiroid (-)
Tenggorok : Faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1
Thoraks :
1. Paru :
Insepeksi : Hemitoraks kanan dan kiri tampak simetris statis dinamis
Palpasi : Fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
2. Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra
Perkusi :
Batas kanan jantung: ICS IV linea parasternalis kanan
Batas atas jantung: ICS II linea parasternalis kiri
Batas kiri jantung: ICS V linea midklavikularis
Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : linea nigra (+), striae gravidarum (+)A
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : TPU 36 cm, presentasi kepala
Perkusi : Timpani di seluruh abdomen
Kulit : Sianosis (-)
Ekstremitas : Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-

4
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah : Hb : 10,6 gr %
Ht : 33 %
L : 10.600 /uL
Tr : 351.000 /uL
Masa Perdarahan : 2
Masa Pembekuan : 4
Golongan Darah : AB
HbsAg : Non Reaktif
Anti HIV : Non Reaktif
E. DIAGNOSIS
Re-SC a/i SC 7 tahun yang lalu, G2P1A0, hamil 39 +2 minggu belum dalam persalinan
F. KEADAAN SELAMA PEMBEDAHAN
Lama operasi : 1 jam 5 menit ( 09.35 10.40 WIB)
Lama anestesi : 1 jam 10 menit ( 09.30 10.40 WIB)
G. LAPORAN ANESTESI
1. Diagnosa pre operasi : Re-SC a/i SC 7 tahun yang lalu, G2P1A0, hamil 39
+2 minggu belum dalam persalinan
2. Jenis operasi : Sectio Caesaria

5
3. Rencana teknik anestesi : Anestesi Regional
4. Status fisik : ASA 2
5. Persiapan Anestesi
a. Informed consent
b. Puasa 6 jam
c. Klasifikasi ASA : ASA II
6. Penatalaksanaan Anestesi
a. Premedikasi : Onetic 4 mg secara bolus IV, remopain 30 mg
b. Anestesi :
Dilakukan secara : Spinal anesthesia
Medikasi :
1) Bupivacaine spinal 20 mg
2) Fentanyl 25 g
7. Teknik anestesi :
a. Pasien dalam posisi duduk atau dekubitus lateral.
b. Dilakukan desinfeksi di sekitar daerah tusukan yaitu di regio vertebra lumbal 3-4
c. Dilakukan Sub Arakhnoid Blok dengan jarum spinal no 26 pada regio vertebra
lumbal 3-4
d. Cabut stilet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar.
e. Suntikkan bupivacaine 20 mg dan fentanyl 25 g perlahan dengan aspirasi setiap
1cc penyuntikan obat
Maintenance : O
2
3L/menit
Mulai anestesi : 09.30 WIB
Selesai anestesi : 10.40 WIB
Lama anestesi : 70 menit

6
Catatan : bayi lahir pukul 10.00 WIB, laki-laki, BB 3900 g
f. Terapi cairan : BB 64 kg
Kebutuhan cairan basal (BB=64 kg)
2cc/KgBB 2x64 = 128/jam
EBV
70 cc/KgBB x 64 kg = 4480 cc
Kebutuhan cairan intraoperasi (operasi berat)
8 x 64 kg = 512 mL/jam

Kebutuhan cairan saat puasa dari pukul . 00.00-09.30 (9.5 jam)
9.5 x 128 mL/jam = 1216 mL
Saat diruangan pasien sudah diberikan cairan RL 500 cc jadi kebutuhan cairan puasa
sekarang 1216-500=716 mL

Pemberian cairan pada jam pertama operasi
Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 50% x kebutuhan cairan
puasa
o 128 + 512 + 494 = 1134 mL
Pemberian cairan pada jam kedua operasi
Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 25% x kebutuhan cairan
puasa
o 128 + 512 + 247 = 887 mL

Kebutuhan cairan selama operasi : ( 1 jam 10 menit )
o Jam I = 1134 mL
o 1/6 Jam II = 189 mL
------------- +
= 1254 mL

Allowed Blood Loss
20 % x EBV = 20 % x (BB x average blood volume)
= 20 % x (64 x (adult women))
= 20 % x (64 x 70)

7
= 20 % x 4480
= 896 mL
Cairan yang diberikan : Asering 1000 cc, Gelafusal 500 cc
g. Pemantauan di Recovery Room :
Tekanan darah : 113/69 mmHg, Nadi : 50 x/m, Saturasi O
2
: 99%
Tabel 1. Penilian Pemulihan Kesadaran dengan Skor Aldrete
Nilai 0 1 2
Kesadaran Tak dapat
dibangunkan
Dapat dibangunkan Sadar, orientasi
baik
Warna Sianosis dengan O
2

SaO
2
tetap < 90%
Pucat atau
kehitaman perlu O
2

agar SaO
2
> 90%
Merah muda
(pink) tanpa O
2,
SaO
2
> 92 %
Aktivitas Tak ada
ekstremitas
bergerak
2 ekstremitas
bergerak
4 ekstremitas
bergerak
Respirasi Apnu atau
obstruksi
Napas dangkal
Sesak napas
(minimal)
Dapat napas dalam
Batuk
Kardiovaskular Berubah > 50 % Berubah 20-30 % Tekanan darah
berubah 20 %
Total = 9 Pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan dari ruang pemulihan


8
BAB II
A. TINJAUAN PUSTAKA
Anestesi Regional
Definisi
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh
sementara pada impuls syaraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh
diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau
seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.
Pembagian anestesi regional
a. Blok sentral (blok neuroaksia) : blok spinal, epidural dan kaudal
b. Blok perifer (blok saraf) : anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan,
blok saraf, dan regional intraven
Anestesi Spinal
Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang
subarackhnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal
ke dalam ruang subarachnoid.
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus
kutis subkutis lig. Supraspinosum lig. Interspinosum lig. Flavum ruang
epidural durameter ruang subarachnoid.
Obat Anestesia Spinal yang biasa dipakai adalah Bupivacaine 20 mg memberi
anestesia untuk 1-2 jam. Anestetik lokal yang digunakan untuk anestesia spinal
biasanya dalam bentuk cairan hiperbarik.
Keuntungan anestesia spinal adalah mudah, blok yang mantap, dan kinerja
cepat. Komplikasi tersering adalah hipotensi yang dapat dikurangi dengan pemberian
cairan kristaloid 500 1.000 mL yang tidak mengandung glukosa pada saat

9
melakukan spinal. Hipotensi yang terjadi diatasi dengan pemberian vasopresor
(efedrin, fenilefrin) dan tambahkan cairan kristaloid.
Sebelum mulai pembedahan harus memastikan dulu apakah blok sudah
adekuat atau belum karena beberapa pasien mengalami blok yang tidak adekuat. Bila
hal ni terjadi :
a. Ulangi lagi anestesi spinal
b. Ubah menjadi anestesi umum apabila pasien sudah ditengah operasi
Indikasi :
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan
anesthesia umum ringan
Kontra indikasi absolut :
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapatia atau mendapat
terapi koagulan
5. Tekanan intrakranial meningkat
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman tanpa
didampingi konsulen anestesi

Kontra indikasi relatif:
1. Infeksi sistemik
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronis

1

Persiapan Analgesia Spinal
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada
anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan
kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali
sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di
bawah ini:
1. Informed consent : Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia
spinal
2. Pemeriksaan fisik : Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang
punggung
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran : Hb, ht,pt,ptt
Peralatan Analgesia Spinal
1. Peralatan monitor: tekanan darah, pulse oximetri, ekg
2. Peralatan resusitasi
3. Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bamboo runcing, quinckebacock) atau jarum
spinal dengan ujung pinsil (pencil point whitecare).
Teknik Analgesia Spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah
ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa
dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi
berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri
bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat
pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain
adalah duduk.

2
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal L2-
L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap
medulla spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3mL
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G
dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan
menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan
introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan
jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum
tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater,
yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk
menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca
spinal. Setelah resensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor,
pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5mL/detik)
diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda
yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah
jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan
kateter.
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah
perineal misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan
anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum
dewasa 6cm.
Posisi
Posisi Duduk
Pasien duduk di atas meja operasi
Dagu di dada
Tangan istirahat di lutut

Posisi Lateral
Bahu sejajar dengan meja operasi
Posisikan pinggul di pinggir meja operasi
Memeluk bantal/knee chest position

3



Tinggi blok analgesia spinal
Faktor yang mempengaruhi:
a. Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah analgesia
b. Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia
c. Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah
analgetik.
d. Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi.
Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 mL larutan.
e. Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal dengan
akibat batas analgesia bertambah tinggi.
f. Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung
berkumpul ke kaudal(saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung
menyebar ke cranial.
g. Berat jenis larutan: hiper,iso atau hipo barik
h. Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat batas
analgesia yang lebih tinggi.
i. Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar dosis
yang diperlukan.(BB tidak berpengaruh terhadap dosis obat)
j. Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan,umumnya larutan analgetik sudah
menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi pasien.

4
Anastetik Lokal Untuk Analgesia Spinal
Salah satu faktor yang mempengaruhi spinal anestesi blok adalah barisitas
(Barik Grafity) yaitu rasio densitas obat spinal anestesi yang dibandingkan dengan
densitas cairan spinal pada suhu 37
0
C. Barisitas penting diketahui karena menentukan
penyebaran obat anestesi lokal dan ketinggian blok karena grafitasi bumi akan
menyebabkan cairan hiperbarik akan cendrung ke bawah. Densitas dapat diartikan
sebagai berat dalam gram dari 1ml cairan (gr/ml) pada suhu tertentu. Densitas
berbanding terbalik dengan suhu.
1. Hiperbarik
Merupakan sediaan obat lokal anestesi dengan berat jenis obat lebih besar
dari pada berat jenis cairan serebrospinal, sehingga dapat terjadi perpindahan obat
ke dasar akibat gaya gravitasi. Agar obat anestesi lokal benarbenar hiperbarik
pada semua pasien maka baritas paling rendah harus 1,0015gr/ml pada suhu 37C.
contoh: Bupivakain 0,5%.
2. Hipobarik
Merupakan sediaan obat lokal anestesi dengan berat jenis obat lebih rendah
dari berat jenis cairan serebrospinal. Densitas cairan serebrospinal pada suhu
37
0
C adalah 1,003gr/ml. Perlu diketahui variasi normal cairan serebrospinal
sehingga obat yang sedikit hipobarik belum tentu menjadi hipobarik bagi pasien
yang lainnya. contoh: tetrakain, dibukain.
3. Isobarik
Secara definisi obat anestesi lokal dikatakan isobarik bila densitasnya sama
dengan densitas cairan serebrospinalis pada suhu 37
0
C. Tetapi karena terdapat
variasi densitas cairan serebrospinal, maka obat akan menjadi isobarik untuk
semua pasien jika densitasnya berada pada rentang standar deviasi 0,999-
1,001gr/ml. contoh: levobupikain 0,5%.
Spinal anestesi blok mempunyai beberapa keuntungan antara lain:
perubahan metabolik dan respon endokrin akibat stres dapat dihambat,
komplikasi terhadap jantung, paru, otak dapat di minimal, tromboemboli
berkurang, relaksasi otot dapat maksimal pada daerah yang terblok sedang pasien
masih dalam keadaan sadar.

5

Obat-obat lokal anestesi berdasarkan barisitas dan densitas dapat di golongkan
menjadi tiga golongan yaitu:
Anestetik local yang paling sering digunakan:
1. Lidokaine (xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobaric, dosis 20-
100mg (2-5mL)
2. Lidokaine (xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003, sifat
hyperbaric, dose 20-50mg(1-2mL)
3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobaric, dosis 5-
20mg
4. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik, dosis 5-15mg(1-3mL)
Penyebaran anastetik local tergantung:
1. Factor utama:
a. berat jenis anestetik local (barisitas)
b. posisi pasien
c. Dosis dan volume anestetik local
2. Faktor tambahan
a. Ketinggian suntikan
b. Kecepatan suntikan/barbotase
c. Ukuran jarum
d. Keadaan fisik pasien
e. Tekanan intra abdominal
Lama kerja anestetik local tergantung:
1. Jenis anestetia local
2. Besarnya dosis
3. Ada tidaknya vasokonstriktor
4. Besarnya penyebaran anestetik local

6
Farmakologi Obat Anestetik Lokal
Anestetik lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade
saluran natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsangan transmisi
sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Ada dua golongan : ester
dan amida
Tabel 2. Jenis Anestesi Lokal

Tabel 3. Anestesi Lokal yang Sering Digunakan



7
Tabel 4. Perbandingan Golongan Ester dan Amida

Komplikasi anestesia spinal
Komplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi delayed.

Komplikasi tindakan
1. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan
memberikan infus cairan elektrolit 1000mL atau koloid 500mL sebelum tindakan.
2. Bradikardia
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok sampai T-2
3. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
4. Trauma pembuluh saraf
5. Trauma saraf
6. Mual-muntah
7. Gangguan pendengaran
8. Blok spinal tinggi atau spinal total
Komplikasi pasca tindakan

8
1. Nyeri tempat suntikan
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4. Retensio urine
5. Meningitis
Komplikasi intraoperatif
Komplikasi kardiovaskular
Insiden terjadi hipotensi akibat anestesi spinal adalah 10-40%.
Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, yang menyebabkan terjadi
penurunan tekanan arteriola sistemik dan vena, makin tinggi blok makin berat
hipotensi. Cardiac output akan berkurang akibat dari penurunan venous return.
Hipotensi yang signifikan harus diobati dengan pemberian cairan intravena yang
sesuai dan penggunaan obat vasoaktif seperti efedrin atau fenilefedrin. Cardiac arrest
pernah dilaporkan pada pasien yang sehat pada saat dilakukan anestesi spinal. Henti
jantung bisa terjadi tiba-tiba biasanya karena terjadi bradikardia yang berat walaupun
hemodinamik pasien dalam keadaan yang stabil. Pada kasus seperti ini, hipotensi atau
hipoksia bukanlah penyebab utama dari cardiac arrest tersebut tapi ia merupakan dari
mekanisme reflek bradikardi dan asistol yang disebut reflek Bezold-Jarisch.
Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan infuse cairan
kristaloid(NaCl,Ringer laktat) secara cepat sebanyak 10-15mL/kgbb dlm 10 menit
segera setelah penyuntikan anesthesia spinal. Bila dengan cairan infuse cepat tersebut
masih terjadi hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti efedrin intravena
sebanyak 19mg diulang setiap 3-4menit sampai mencapai tekanan darah yang
dikehendaki. Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau
karena blok simpatis,dapat diatasi dengan sulfas atropine 1/8-1/4 mg IV.

Blok spinal tinggi atau total
Anestesi spinal tinggi atau total terjadi karena akibat dari kesalahan
perhitungan dosis yang diperlukan untuk satu suntikan. Komplikasi yang bisa muncul
dari hal ini adalah hipotensi, henti nafas, penurunan kesadaran, paralisis motor, dan
jika tidak diobati bisa menyebabkan henti jantung. Akibat blok simpatetik yang cepat
dan dilatasi arterial dan kapasitas pembuluh darah vena, hipotensi adalah komplikasi

9
yang paling sering terjadi pada anestesi spinal. Hal ini menyebabkan terjadi
penurunan sirkulasi darah ke organ vital terutama otak dan jantung, yang cenderung
menimbulkan sequel lain. Penurunan sirkulasi ke serebral merupakan faktor penting
yang menyebabkan terjadi henti nafas pada anestesi spinal total. Walau
bagaimanapun, terdapat kemungkinan pengurangan kerja otot nafas terjadi akibat dari
blok pada saraf somatic interkostal. Aktivitas saraf phrenik biasanya dipertahankan.
Berkurangnya aliran darah ke serebral mendorong terjadinya penurunan kesadaran.
Jika hipotensi ini tidak di atasi, sirkulasi jantung akan berkurang seterusnya
menyebabkan terjadi iskemik miokardiak yang mencetuskan aritmia jantung dan
akhirnya menyebakan henti jantung. Pengobatan yang cepat sangat penting dalam
mencegah terjadinya keadaan yang lebih serius, termasuk pemberian cairan,
vasopressor, dan pemberian oksigen bertekanan positif. Setelah tingkat anestesi spinal
berkurang, pasien akan kembali ke kedaaan normal seperti sebelum operasi. Namun,
tidak ada sequel yang permanen yang disebabkan oleh komplikasi ini jika diatasi
dengan pengobatan yang cepat dan tepat.

Komplikasi respirasi
1. Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi, bila fungsi paru-paru
normal.
2. Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok spinal tinggi.
3. Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena hipotensi
berat dan iskemia medulla.
4. Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak nafas,merupakan tanda-tanda tidak
adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan pernafasan buatan.
Komplikasi postoperatif
Komplikasi gastrointestinal
Nausea dan muntah karena hipotensi,hipoksia,tonus parasimpatis
berlebihan,pemakaian obat narkotik,reflek karena traksi pada traktus gastrointestinal
serta komplikasi delayed,pusing kepala pasca pungsi lumbal merupakan nyeri kepala
dengan ciri khas terasa lebih berat pada perubahan posisi dari tidur ke posisi tegak.
Mulai terasa pada 24-48jam pasca pungsi lumbal,dengan kekerapan yang bervariasi.
Pada orang tua lebih jarang dan pada kehamilan meningkat.

10

Nyeri kepala
Komplikasi yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri kepala.
Nyeri kepala ini bisa terjadi selepas anestesi spinal atau tusukan pada dural pada
anestesi epidural. Insiden terjadi komplikasi ini tergantung beberapa faktor seperti
ukuran jarum yang digunakan. Semakin besar ukuran jarum semakin besar resiko
untuk terjadi nyeri kepala. Selain itu, insidensi terjadi nyeri kepala juga adalah tinggi
pada wanita muda dan pasien yang dehidrasi. Nyeri kepala post suntikan biasanya
muncul dalam 6 48 jam selepas suntikan anestesi spinal. Nyeri kepala yang
berdenyut biasanya muncul di area oksipital dan menjalar ke retro orbital, dan sering
disertai dengan tanda meningismus, diplopia, mual, dan muntah. Tanda yang paling
signifikan nyeri kepala spinal adalah nyeri makin bertambah bila pasien dipindahkan
atau berubah posisi dari tiduran/supinasi ke posisi duduk, dan akan berkurang atau
hilang total bila pasien tiduran. Terapi konservatif dalam waktu 24 48 jam harus di
coba terlebih dahulu seperti tirah baring, rehidrasi (secara cairan oral atau intravena),
analgesic, dan suport yang kencang pada abdomen. Tekanan pada vena cava akan
menyebabkan terjadi perbendungan dari plexus vena pelvik dan epidural, seterusnya
menghentikan kebocoran dari cairan serebrospinal dengan meningkatkan tekanan
extradural. Jika terapi konservatif tidak efektif, terapi yang aktif seperti suntikan salin
kedalam epidural untuk menghentikan kebocoran.

Nyeri punggung
Komplikasi yang kedua paling sering adalah nyeri punggung akibat dari
tusukan jarum yang menyebabkan trauma pada periosteal atau ruptur dari struktur
ligament dengan atau tanpa hematoma intraligamentous. Nyeri punggung akibat dari
trauma suntikan jarum dapat di obati secara simptomatik dan akan menghilang dalam
beberapa waktu yang singkat sahaja.

Komplikasi neurologik
Insidensi defisit neurologi berat dari anestesi spinal adalah rendah.
Komplikasi neurologik yang paling benign adalah meningitis aseptik. Sindrom ini
muncul dalam waktu 24 jam setelah anestesi spinal ditandai dengan demam, rigiditas
nuchal dan fotofobia. Meningitis aseptic hanya memerlukan pengobatan simptomatik
dan biasanya akan menghilang dalam beberapa hari.

11
Sindrom cauda equina muncul setelah regresi dari blok neuraxial. Sindrom ini
mungkin dapat menjadi permanen atau bisa regresi perlahan-lahan setelah beberapa
minggu atau bulan. Ia ditandai dengan defisit sensoris pada area perineal,
inkontinensia urin dan fekal, dan derajat yang bervariasi pada defisit motorik pada
ekstremitas bawah.
Komplikasi neurologic yang paling serius adalah arachnoiditis adesif. Reaksi
ini biasanya terjadi beberapa minggu atau bulan setelah anestesi spinal dilakukan.
Sindrom ini ditandai oleh defisit sensoris dan kelemahan motorik pada tungkai yang
progresif. Pada penyakit ini terdapat reaksi proliferatif dari meninges dan
vasokonstriksi dari vasculature korda spinal.
Iskemia dan infark korda spinal bisa terjadi akibat dari hipotensi arterial yang
lama. Penggunaan epinefrin didalam obat anestesi bisa mengurangi aliran darah ke
korda spinal. Kerusakan pada korda spinal atau saraf akibat trauma tusukan jarum
pada spinal maupun epidural, kateter epidural atau suntikan solution anestesi lokal
intraneural adalah jarang, tapi tetap berlaku.
Perdarahan subaraknoid yang terjadi akibat anestesi regional sangat jarang
berlaku karena ukuran yang kecil dari struktur vaskular mayor didalam ruang
subaraknoid. Hanya pembuluh darah radikular lateral merupakan pembuluh darah
besar di area lumbar yang menyebar ke ruang subaraknoid dari akar saraf. Sindrom
spinal-arteri anterior akibat dari anesthesia adalah jarang. Tanda utamanya adalah
kelemahan motorik pada tungkai bawah karena iskemia pada 2/3 anterior bawah
korda spinal. Kehilangan sensoris biasanya tidak merata dan adalah sekunder dari
nekrosis iskemia pada akar posterior saraf dan bukannya akibat dari kerusakan
didalam korda itu sendiri. Terdapat tiga penyebab terjadinya sindrom spinal-arteri :
kekurangan bekalan darah ke arteri spinal anterior karena terjadi gangguan bekalan
darah dari arteri-arteri yang diganggu oleh operasi, kekurangan aliran darah dari arteri
karena hipotensi yang berlebihan, dan gangguan aliran darah sama ada dari kongesti
vena mahu pun obstruksi aliran. Anestesi regional merupakan penyebab yang
mungkin yang menyebabkan terjadinya sindrom spinal-arteri anterior oleh beberapa
faktor. Contohnya anestesi spinal menggunakan obat anestesi lokal yang dicampurkan
dengan epinefrin. Jadi kemungkinan epinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi pada
arteri spinal anterior atau pembuluh darah yang memberikan bekalan darah. Hipotensi
yang kadang timbul setelah anestesi regional dapat menyebabkan kekurangan aliran
darah. Infeksi dari spinal adalah sangat jarang kecuali dari penyebaran bacteria secara

12
hematogen yang berasal dari fokal infeksi ditempat lain. Jika anestesi spinal diberikan
kepada pasien yang mengalami bakteriemia, terdapat kemungkinan terjadi penyebaran
ke bakteri ke spinal. Oleh yang demikian, penggunaan anestesi spinal pada pasien
dengan bakteremia merupakan kontra indikasi relatif. Jika infeksi terjadi di dalam
ruang subaraknoid, akan menyebabkan araknoiditis. Tanda dan symptom yang paling
prominen pada komplikasi ini adalah nyeri punggung yang berat, nyeri lokal, demam,
leukositosis, dan rigiditas nuchal. Oleh itu, adalah tidak benar jika menggunakan
anestesi regional pada pasien yang mengalami infeksi kulit loka pada area lumbar atau
yang menderita selulitis. Pengobatan bagi komplikasi ini adalah dengan pemberian
antibiotik dan drenase jika perlu.

Retentio urine / Disfungsi kandung kemih
Disfungsi kandung kemih dapat terjadi selepas anestesi umum maupun
regional. Fungsi kandung kencing merupakan bagian yang fungsinya kembali paling
akhir pada analgesia spinal,umumnya berlangsung selama 24 jam. Kerusakan saraf
pemanen merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi.

Pencegahan:
1. Pakailah jarum lumbal yang lebih halus
2. Posisi jarum lumbal dengan bevel sejajar serat duramater
3. Hidrasi adekuat,minum/infuse 3L selama 3 hari
Pengobatan:
1. Posisi berbaring terlentang minimal 24 jam
2. Hidrasi adekuat
3. Hindari mengejan
4. Bila cara diatas tidak berhasil berikan epidural blood patch yakni penyuntikan darah
pasien sendiri 5-10mL ke dalam ruang epidural.
Terapi Cairan
Cairan Tubuh

13
Tubuh manusia terdiri dari zat padat dan zat cair
a. Zat padat : 40% dari berat badan
b. Zat cair : 60% dari berat badan
Zat cair (60% BB), terdiri dari:
a. Cairan intrasel : 40% dari BB
b. Cairan ekstrasel : 20% dari BB, terdiri dari:
1) cairan intravaskuler : 5% dari BB
2) cairan interstisial : 15% dari BB
c. Cairan transselular (1-3% BB), terdiri dari: LCS, sinovial, gastrointestinal dan
intraorbital
Bayi mempunyai cairan ekstrasel lebih besar dari intrasel. Perbandingan ini akan
berubah sesuai dengan perkembangan tubuh, sehingga pada dewasa cairan intrasel dua
kali cairan ekstrasel.
Dalam cairan tubuh terlarut elektrolit. Elektrolit yang terpenting dalam:
a. Ekstrasel : Na
+
dan Cl
-

b. Intrasel : K
+
dan PO
4
-

Kebutuhan Air dan Elektrolit setiap hari
1. Dewasa:
Air : 30-35 mL/kg, kenaikan 1 derajat Celcius ditambah 10-5%
Na
+
: 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9g)
K
+
: 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5g)
2. Bayi dan anak:
Air

14
1. 0-10 kg : 4 mL/kg/jam (100 mL/kg)
2. 10-20 kg : 40 mL + 2 mL/kg/jam setiap kg di atas 10 kg (1000 mL + 50 mL/kg
di atas 10 kg)
3. >20 kg : 60 mL + 1 mL/kg/jam setiap kg di atas 20 kg (1500 mL + 20 mL/kg
di atas 20 kg)
Na
+
: 2 mEq/kg
K
+
: 2 mEq/kg
Cairan masuk:
a. Minum : 800-1700 mL
b. Makanan : 500-1000 mL
c. Hasil oksidasi : 200-300 mL
Perpindahan cairan tubuh dipengaruhi oleh:
a. Tekanan hidrostatik
b. Tekanan onkotik
c. Tekanan osmotik
Gangguan kesimbangan cairan tubuh umumnya menyangkut cairan ekstrasel.
Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang mempengaruhi pergerakan air melalui dinding
kapiler. Bila albumin rendah maka tekanan hidrostatik akan meningkat dan tekanan onkotik
akan menurun sehingga cairan intravaskuler akan didorong mauk ke interstisial yang
berakibat edema. Tekanan onkotik atau tekanan osmotik koloid adalah tekanan yang
mencegah pergerakan air. Albumin menghasilkan 80% dari tekanan onkotik plasma, sehingga
bila albumin cukup pada cairan intravaskuler maka cairan tidak akan mudah masuk ke
interstisial.
Jenis Cairan
Cairan intravena ada tiga jenis:
a. Cairan kristaloid

15
1) Cairan yang mengandung zat dengan BM rendah (< 8000 Dalton) dengan atau
tanpa glukosa.
2) Tekanan onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi ke seluruh ruang
ekstraselular.
b. Cairan koloid
1) Cairan yang mengandung zat dengan BM tinggi (> 8000 Dalton), misal: protein
2) Tekanan onkotik tinggi, sehingga sebagian besar akan tetap tinggal di ruang
intravaskuler.
c. Cairan khusus
Digunakan untuk koreksi atau indikasi khusus, seperti NaCl 3%, Bicnat, Manitol
Cairan Kristaloid
1. Ringer laktat
Cairan paling fisiologis jika sejumLah volume besar diperlukan. Banyak digunakan
sebagai replacement therapy, antara lain untuk syok hipovolemik, diare, trauma, luka bakar.
Laktat yang terdapat di dalam RL akan dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat untuk
memperbaiki keadaan seperti metabolik asidosis.
Kalium yang terdapat di dalam RL pula tidak cukup untuk maintenance sehari-hari,
apalagi untuk kasus defisit kalium. RL juga tidak mengandung glukosa sehingga bila akan
dipakai sebagai cairan maintenance harus ditambah glukosa untuk mencegah terjadinya
ketosis.
2. NaCl 0,9% (normal saline)
Dipakai sebagai cairan resusitasi (replacement therapy) terutama pada kasus:
a. Kadar Na
+
yang rendah
b. Keadaan di mana RL tidak cocok untuk digunakan seperti pada alkalosis,
retensi kalium
c. Cairan pilihan untuk kasus trauma kepala
d. Dipakai untuk mengencerkan sel darah merah sebelum transfusi

16
Tetapi ia memiliki beberapa kekurangan yaitu:
a. Tidak mengandung HCO
3
-

b. Tidak mengandung K
+

c. Kadar Na
+
dan Cl
-
relatif lebih tinggi sehingga dapat terjadi asidosis
hiperkloremia, asidosis delusional dan hipernatremia.
3.Dextrose 5% dan 10%
Digunakan sebagai cairan maintenance pada pasien dengan pembatasan intake natrium
atau cairan pengganti pada pure water deficit. Penggunaan perioperatif untuk:
a. Berlangsungnya metabolisme
b. Menyediakan kebutuhan air
c. Mencegah hipoglikemia
d. Mempertahankan protein yang ada, dibutuhkan minimal 100g karbohidrat untuk
mencegah dipecahnya kandungan protein tubuh
e. Menurunkan level asam lemak bebas dan keton
f. Mencegah ketosis, dibutuhkan minimal 200g karbohidrat
Cairan infus mengandung dextrose, khususnya dextrose 5% tidak boleh diberikan pada
pasien trauma kapitis (neuro trauma). Dextrose dan air dapat berpindah secara bebas ke
dalam sel otak. Sekali berada dalam sel otak, dextrose akan dimetabolisme dengan sisa air
yang menyebabkan edema otak.
Cairan Koloid
Yang termasuk golongan ini adalah:
a. Albumin
b. Bloood product: RBC
c. Plasma protein fraction: plasmanat
d. Koloid sintetik: dextran, hetastarch
Berdasarkan tujuan pemberian cairan, ada 3 jenis:
a. Cairan rumatan : Cairan hipotonis: D5%, D5%+1/4NS dan D5%+1/2NS

17
b. Cairan pengganti : Cairan hipotonis: RL, NaCl 0,9%, koloid
c. Cairan khusus : Cairan hipertonis: NaCl 3%, Manitol 20%, Bicnat
Kristaloid dibanding Koloid
Resusitasi dengan kristaloid akan menyebabkan ekspansi ke ruang interstisial,
sedangkan koloid yang hiperonkotik akan cenderung menyebabkan ekspansi ke volume
intravaskuler dengan menarik cairan dari ruang interstitial. Koloid isoonkotik akan mengisi
ruang intravaskuler tanpa mengurangi volume interstisial.
Secara fisiologis kristaloid akan lebih menyebabkan edema dibandingkan koloid.
Pada keadaan permeabilitas yang meningkat, koloid ada kemungkinan akan merembes ke
dalam ruang interstisial dan akan meningkatkan tekananan onkotik plasma. Peningkatan
tekanan onkotik plasma ini dapat menghambat kehilangan cairan dari sirkulasi.
Keunggulan koloid terhadap respons metabolik adalah meningkatkan pengiriman
oksigen ke jaringan (DO
2
) dan konsumsi oksigen (VO
2
) serta menurunkan laktat serum. DO
2

dan VO
2
dapat menjadi indikator untuk mengetahui prognosis pasien.
Tabel 5. Kebutuhan Cairan Basal
Berat Badan Rate
10 kg pertama 4 mL/kgBB/jam
1020 kg berikutnya tambahkan 2 mL/kgBB/jam
setiap kg di atas 20 kg tambahkan 1 mL/kgBB/jam
Pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga. Untuk menggantinya sangat
tergantung dengan besar-kecilnya prosedur pembedahan
Tabel 6. Kebutuhan Cairan Tambahan Berdasarkan Derajat Trauma
Derajat Trauma Jaringan Kebutuhan Cairan Tambahan
Minimal (contoh: herniorrhaphy) 02 mL/kg
Moderate (contoh: cholecystectomy) 24 mL/kg
Severe (cotoh: bowel resection) 48 mL/kg
Terapi Cairan Intraoperatif

18
JumLah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan
dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan. Untuk menggantinya
tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu:
a. 6-8 mL/kg untuk bedah besar
b. 4-6 mL/kg untuk bedah sedang
c. 2-4 mL/kg untuk bedah kecil
Pemberian cairan saat operasi berlangsung:
a. pemberian cairan pada jam pertama operasi :
(kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 50% X kebutuhan cairan puasa)
b. pemberian cairan pada jam kedua operasi :
(kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 25% X kebutuhan cairan puasa)
c. pemberian cairan pada jam ketiga operasi :
(kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 25% X kebutuhan cairan puasa)
d. Pemberian cairan pada jam keempat operasi :
(kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi)




19
BAB III
PEMBAHASAN
Anestesi Regional adalah tindakan untuk menghilangkan rasa sakit yang tidak disertai
hilangnya kesadaran dan hanya pada sebagian tubuh tertentu, Anesthesia regional dibagi
menjadi dua yaitu blok sentral dan blok perifer, yang termasuk blok sentral antara lain blok
spinal, epidural, dan caudal. Pada kasus ini anestesi yang diberikan pada pasien
adalah anestesi regional blok central jenis spinal.
Pasien pada kasus ini adalah seorang perempuan 29 tahun datang dari poli klinik
kebidanan RSUD Wonosonobo untuk dilakukan Re-SC atas indikasi SC 7 tahun yang lalu.
Pasien menuturkan bahwa kehamilannya ini adalah kehamilan kedua dengan anak pertama
berusia 7 tahun lahir SC dengan BBL 3500 gr. Dari pemeriksaan vital sign tekanan darah
normal, tidak sesak, suh dan nadi dalam batas norma. Pasien memiliki kesadaran compos
mentis, keadaan umum baik, conjunctiva anemis, pemeriksaan thoraks dan abdomen tidak
ada kelianan. Kemudian dilakukan pemeriksaan tambahan dan dari pemeriksaan laboratorium
terdapat penurunan Hb.
Pasien dianjurkan untuk menjalani operasi Re-SC, ijin operasi didapatkan dari pasien
dan disetujui oleh dokter spesialis anestesi. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, disimpulkan bahwa pasien termasuk ASA II. Menjelang operasi,
pasien tampak tenang, tekanan darahnya tidak tinggi, dan nadi, nafas, dan suhunya dalam
batas normal. Operasi dilakukan pada tanggal 18 Agustus 2014 mulai pukul 09.35 sedangkan
anestesi dimulai pada pukul 09.30 di RSUD Wonosobo dengan menggunakan
regional anestesi spinal yaitu Bupivacaine 20 mg dan fentanyl 25 g pada vertebra L3-L4,
dimana didapatkan LCS yang berwarna jernih. Pasien kemudian di tes apakah obat bereaksi
atau tidak dengan cara mengangkat kaki dan pasien tidak mampu mengangkat kaki, saat akan
memulai operasi operator mengetes kembali reaksi obat yaitu dengan menjepit kulit perut
pasien dan pasien tidak merasakan sakit.
Anestesi spinal pada kasus ini menggunakan Bupivacaine 20 mg yang dikombinasi
dengan fentanyl 25 g yang diinjeksikan ke dalam ruang subarachnoid kanalis spinalis region
antara lumbal 3-4, anestesi blok dengan efek blockade terhadap sensorik lebih besar dari

20
motorik. Bupivacain merupakan anestesi local yang memiliki onset yang lama serta lama
kerja yang panjang. Konsentrasi efektif minimal 0.125% dan mula kerja lebih lambat
1. Terapi Cairan
Kebutuhan cairan basal (BB=64 kg)
Kebutuhan cairan basal (BB=64 kg)
2cc/KgBB 2x64 = 128/jam
EBV
70 cc/KgBB x 64 kg = 4480 cc
Kebutuhan cairan intraoperasi (operasi berat)
8 x 64 kg = 512 mL/jam

Kebutuhan cairan saat puasa dari pukul . 00.00-09.30 (9.5 jam)
9.5 x 128 mL/jam = 1216 mL
Saat diruangan pasien sudah diberikan cairan RL 500 cc jadi kebutuhan cairan puasa
sekarang 1216-500=716 mL

Pemberian cairan pada jam pertama operasi
Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 50% x kebutuhan cairan
puasa
o 128 + 512 + 494 = 1134 mL
Pemberian cairan pada jam kedua operasi
Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 25% x kebutuhan cairan
puasa
o 128 + 512 + 247 = 887 mL

Kebutuhan cairan selama operasi : ( 1 jam 10 menit )
o Jam I = 1134 mL
o 1/6 Jam II = 189 mL
------------- +
= 1254 mL

Allowed Blood Loss

21
20 % x EBV = 20 % x (BB x average blood volume)
= 20 % x (64 x (adult women))
= 20 % x (64 x 70)
= 20 % x 4480
= 896 mL
Cairan yang diberikan : Asering 1000 cc, Gelafusal 500 cc
JumLah perdarahan 500 cc (11.16%)
Maka tidak perlu dilakukan transfusi darah, namun cukup diberikan cairan kristaloid
sebanyak 1500 mL atau koloid sebanyak 150 mL


22
DAFTAR PUSTAKA:
1. Hyderally H. Complications of Spinal Anesthesia. The Mountsinai Journal of Medicine.
Jan-Mar 2002.
2. Katz J, Aidinis SJ. Complications of Spinal and Epidural Anesthesia. J Bone Joint Surg
Am. 2010; 62:1219-1222.
3. Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia 2009; 107-112.

Anda mungkin juga menyukai