Anda di halaman 1dari 12

LI 1 MM Eritropoesis

LO 1.1 Definisi Eritropoesis


Sel darah merah berfungsi untuk mengangkut hemoglobin dan mengangkut oksigen
dari paru-paru ke jaringan. Sel darah merah dibentuk melalui proses Eritropoesis

LO 1.2 Proses & Morfologi Eritropoesis

Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum
tulang. Sel inikemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel
yang akan terbentuk selanjutnyaadalah sel stem commited, Sel ini akan dapat
meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) danUnit granulosit dan
monosit (CFU-GM).Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas
sesuai dengan rangsangan.Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan
banyak sel darah merah matur ya itu BasofilEritroblas. Sel ini sedikit sekali
mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasimenjadi
Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit masih
mengandungsedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan menghilang
dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrositmatur.

LO 1.3 Faktor Pembentukan Eritropoesis

Eritropoesis akan meningkat pada :

- semua keadaan yang menyebabkan penurunan transportasi jumlah oksigen ke
jatringan
- Keadaan yang anemik juga dapat meningkatkan eritropoesis-
- Kerusakan pada sebagian besar sumsum tulang
- Penurunan aliran darah ke pembuluh datah perifer dan kegagalan absorpsi
oksigen oleh darahsewaktu melewati paru-paru seperti pada penderita gagal
jantung dan penyakit paru.

Eritropoesis juga dipengaruhi oleh eritropoetin, yaitu suatu glikoprotein. Eritropoetin
dihasilkan 90%dalam ginjal dan sisanya dibentuk dalam hati. Keadaan hipoksia akan
merangsang sekresi eritropoetin.

Eritropoetin merangsang produksi proeritroblas dan sel selhemopoetik dalam
sumsumtulang.Eritropoetin juga menyebabkan proliferasi proeritroblas dengan cepat.
Bila tidak adaeritropoetin, maka sumsum tulang hanya membentuk sedikit sel darah
merah.
Pemarangan dan kecepatan produksi eritrosit dipengaruhi juga oleh keadaan
nutrisi. Dua vitaminyang penting pada pematangan akhir sel datah merah adalah
Vitamin B12 dan asam folat. Dua vitaminini penting untuk sintesis
DNA. Kekurangan Vitamin B12 dan asam folat dapat menyebabkan penurunanDNA
sehingga mengakibatkan kegagalan pematangan dan pembelahan inti. Hal ini akan
menghasilkansel darah merah yang makrositik.

Kekurangan vitamin B12 dapat disebabkan oleh kegagalan absorpsi vitamin B12

LI 2 MM Hemoglobin

LO 2.1 Definisi Hemoglobin
Pigmen pembawa oksigen dan protein utama dalam sel darah merah. Hemoglobin
membentuk ikatan reversibel yang tidak stabil dengan oksigen. Dalam keadaan kaya
oksigen, hemoglobin disebut oksihemoglobin dan berwarna merah terang. Dalam
keadaan kurang oksigen disebut deoksihemoglobin dan berwarna ungu kebiruan.
LO 2.2 Struktur Hemoglobin
Molekul hemoglobin terdiri dari
globin, apoprotein, dan empat gugus
heme, suatu molekulorganik dengan
satu atom besi. Hemoglobin tersusun
dari empat molekul protein (globulin
chain) yangterhubung satu sama lain.
Hemoglobin normal orang dewasa
(HbA) terdiri dari 2 alpha-globulin
chainsdan 2 beta-globulin chains,
sedangkan pada bayi yang masih
dalam kandungan atau yang sudah
lahirterdiri dari beberapa rantai beta
dan molekul hemoglobinnya
terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantaigama yang dinamakan sebagai HbF. Pada
manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein), yang
terdiri dari masing-masing dua subunit alfa dan beta yang terikat secaranonkovalen.
Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir samaPada pusat
molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang
menahan satuatom besi; atom besi ini merupakan situs/loka ikatan oksigen. Porfirin
yang mengandung besi disebutheme Tiap subunit hemoglobin mengandung satu
heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobinmemiliki kapasitas empat molekul
oksigen. Pada molekul heme inilah zat besi melekat danmenghantarkan oksigen serta
karbondioksida melalui darah, zat ini pula yang menjadikan darah kitaberwarna
merah

LO 2.3 Fungsi Hemoglobin
Hemoglobin berperan penting dalam mempertahankan bentuk sel darah yang
bikonkaf, jika terjadi gangguan pada bentuk sel darah ini, maka keluwesan sel darah
merah dalam melewati kapiler jadi kurang maksimal. Hal inilah yang menjadi alasan
mengapa kekurangan zat besi bisa mengakibatkan anemia. Nilai normal hemoglobin
adalah sebagai berikut :
Anak-anak 11 13 gr/dl
Lelaki dewasa 14 18 gr/dl
Wanita dewasa 12 16 gr/dl
Jika nilainya kurang dari nilai diatas bisa dikatakan anemia, dan apabila nilainya
kelebihan akan mengakibatkan polinemis.


LO 2.4 Biosintesis & Katabolisme
Sintesis hemoglobin dimulai dalam
proeritoblas dan dilanjutkan sedikit dalam
reetikulosit. Hemoglobin terdiri dari suksinil
koA yang berikatan dengan glisin untuk
membentuk pirol. Kemudian 4 pirol akan
bergabung membentuk protoporfirin IX
yang kemudian bergabung dengan besi
membentuk Heme. Setiap molekul Heme ini
akan berikatan dengan rantai polipeptida
panjang yang disebut globin. Globin
disintesis oleh ribosom. Sifat rantai
hemoglobin menentukan afinitas ikatan
hemoglobin terhadap oksigen.
Heme disintesis dari glisin dan suksinil KoA yang berkondensasi dalam reaksi
awal membentuk asam alfa-aminolevulinat


LO 2.5 Peran Fe & O
2

Hb + O2 <----------> HbO2
hemoglobin + oxygen----------oxyhemoglobin
(dark red) (red)
Kurva disosiasi oksigen dari hemoglobin berbentuk sigmoid karena adanya interaksi
subunit. Pada awalnya oksigen terikat pada hemoglobin , peningkatan pengikatan
oksigen pada molekul yang sama ditingkatkan. Pola pengikatan ini disebut ikatan
kooperatif (cooperative binding). Pada paru-paru, ketika tekanan oksigen tinggi
hemoglobin menjadi jenuh dan bentuknya menjadi R. Hemoglobin akan melepaskan
setengahn oksigennya pda daerah yang kekurangan.
Pengikatan O
2
disertai dengan putusnya ikatan garam antara residu terminal
karboksil pada keseluruhan empat sub unit. Pengikatan O
2
berikutnya dipermudah
karena jumlah ikatan garam yang putus menjadi lebih sedikit. Perubahan ini juga
sangat mempengaruhi struktur sekunder, tersier, dan kwartener hemoglobin. Satu
pasang subunit / mengadakan rotasi terhadap pasangan / yang lain sehingga
memampatkan tetramer tersebut dan meningkatkan afinitas heme terhadap O
2
.
Struktur kuartener hemoglobin yang teroksigenasi-sebagian dinyatakan
sebagaistatus-T (taut, tegang) dan struktur kuartener hemoglobin yang
teroksigenasi (HbO
2
) sebagai status R (rileks). R dan T juga digunakan untuk
mencirikan struktur kuartener enzim alosterik, dengan status T memiliki afinitas
substrat yang lebih rendah.
Saat oksigenasi, atom besi deoksihemoglobin bergerak ke dalam bidang
cincin heme. Gerakan ini diteruskan pada histidin proksimal (F8), yang bergerak
menuju bidang cincin, dan pada residuasam amino yan melekat pada His F8.
Ketika molekul hemoglobin memuat dan melepas O2, masing-masing rantai globin
dalam molekul hemoglobin mendorong satu sama lain. Ketika O2 dilepas, rantai-
-pisah (pulled apart), memudahkan masuknya metabolit 2,3-
difosfogliserat (2,3-DPG) yang mengakibatkan merendahnya afinitas molekul untuk
O2. Pergerakan ini bertanggung jawab terhadap bentuk sigmoid kurve disosiasi O2
haemoglobin. P 50 (yakni, tekanan parsial O2 pada mana hemoglobin setengah
jenuh dengan O2) darah normal adalah 26,6 mmHg. Dengan peningkatan afinitas
untuk O2, kurve bergeser ke kiri (yakni, P 50 turun) sementara, dengan penurunan
afinitas untuk O2, kurve bergeser ke kanan (yakni P 50 naik).Normal di dalam tubuh,
pertukaran O2 bekerja di antara kejenuhan 95% (darah arteri) dengan tekanan O2
arteri rata-rata 95 mmHg dan kejenuhan 70%(darah vena) dengan tekanan O2 vena
rata-rata 40 mmHg.Posisi kurve normal tergantung pada konsentrasi 2,3-DPG, ion
H+ dan CO2 dalam sel darah merah dan pada struktur molekul hemoglobin.
Konsentrasi tinggi 2,3-DPG, H+ atau CO2, dan adanya hemoglobin tertentu,
misalnya hemoglobin sabit (Hb S) menggeser kurve ke kanan sedangkan
hemoglobin janin (Hb F) yang tidak dapat mengikat 2,3-DPG dan hemoglobin
abnormal tertentu yang langka yang berhubungan dengan polisitemia menggeser
kurve ke kiri karena hemoglobin ini kurang mudah melepas O2 daripada normal.
Jadi oksigen binding/dissosiasi dipengaruhi oleh pO2, pCO2, pH, suhu tubuh dan
konsentrasi 2,3-DPG.

LI 3 MM Anemia
LO 3.1 Definisi Anemia
Anemia merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai baik di klinik
maupun di masyarakat. Anemia adalah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau
massa hemoglobin yang beredar tidak mampu memenuhi fungsinya untuk
menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorik diartikan sebagai
penurunan dibawah normal kadar hemoglobin,hitung eritrosit dan hematokrit
(packed red cell).
Untuk menjabarkan definisi anemia maka perlu ditetapkan batas hemoglobin atau
hematokrit cut off point yang sangat dipengaruhi oleh :
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut
Cut off point yang digunakan ialah kriteria WHO, dinyatakan anemia bila :
Laki-laki Dewasa Hemoglobin > 13 g/dl
Perempuan dewasa tidak hamil Hemoglobin > 12 g/dl
Perempuan Hamil Hemoglobin > 11 g/dl
Anak umur 6-14 tahun Hemoglobin > 12 g/dl
Anak Umur 6 bulan- 6 tahun Hemoglobin > 11 g/dl

Alasan praktis kriteria anemia di klinik untuk Indonesia pada umumnya adalah :
1. Hemoglobin < 10 g/dl
2. Hematokrit < 30 %
3. Eritrosit < 2,8 juta/


LO 3.2 Kalsifikasi Anemia
Derajat anemai anatar lain ditentukan oleh kadar hemoglobin. Derajat anemiaperlu
disepakati sebagai dasar penatalaksanaan kasus anemia.
Klasifikasi derajad anemia yang umum dipakai adalah :
Ringan Sekali Hb 10 g/dl cut off point
Ringan Hb 8 g/dl Hb 9,9 g/dl
Sedang Hb 6 g/dl 7,9 g/dl
Berat Hb < 6 g/dl
Klasifikasi anemia yang paling sering dipakai adalah :
1. Klasifikasi Morfologik
Berdasarkan morfologi eritrosit pada pemeriksaan apusan darah tepi atau
dengan melihat indeks eritrosit. Dengan melihat morfologi anemia maka
dapat diduga penyebab anemia tersebut
A. Anemia Hipokromik Mikrositer ( MCV < 80 fl, MCH < 27 pg)
i. Anemia Defisiensi Besi
ii. Thalassemia
iii. Anemia Akibat Penyakit kronik
iv. Anemia Sideroblastik
B. Anemia Nomormotik Nomrositer ( MCV 80-95 fl, MCH 27-34 pg)
i. Anemia Pascaperdarahan Akut
ii. Anemia Aplastik- Hipoplastik
iii. Anemia hemolitik - terutama bentuk yang didapat
iv. Anemia Akibat penyakit kronik
v. Anemia Mieoplastik
vi. Anemia pada Gagal Ginjal Kronik
vii. Anemia pada mielofibrosis
viii. Anemia pada Sindrom mielodisplastik
ix. Anemia pada leukimia akut
C. Anemia Makrositer ( MCV > 95 fl)
1. Megaloblastik
i. Anemia Defisiensi Folat
ii. Anemia Defisiensi Vitamin


2. Nonmegaloblastik
i. Anemia pada penyakit hati kronik
ii. Anemia pada hipotiroid
iii. Anemia pada sindroma mielodisplastik
2. Klasifikasi Etiopatogenesis yang berdasarakan etiologi dan patogenesis
terjadinya anemia.
LI 4 MM Anemia Defisiensi Besi
LO 4.1 Definisi Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kekosongan cadangan besi
tubuh (deplete iron storage) sehingga penyediaan besi untuk eritopoesis berkurang,
yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang.
Kelainan ini ditandai dengan :
1. Anemia hipokromik mikrositer
2. Besi serum menurun
3. TIBC (total iron binding capacity) meningkat
4. Saturasi transferin menurun
5. Feritin serum menurun
6. Penggencatan besi sum-sum tulang negatif
7. Adanya respon terhadap pengobatan dengan preparat besi

LO 4.2 Klasifikasi Anemia Defisiensi Besi
Jika dilihat dari berkurangnya besi dalam tubuh, maka defisiensi besi dapat dibagi
menjadi 3 tingkatan,yaitu :
1. Deplesi Besi (iron depleted state) : cadangan besi menurun, tetapi penyediaan
besi untuk eritopoesis belum terganggu
2. Eritopoesis Defisiensi Besi (iron deficient erythropoesis) : cadangan besi
kosong,penyediaan besi untuk eritopoesis terganggum tetapi belum timbul
anemia secara laboratorik
3. Anemia Defisiensi Besi : cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi
besi
LO 4.3 Etiologi Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi,gangguan
absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun,yang dapat berasal dari :
a. Saluran Cerna: akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon,
divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b. Saluran genitalia wanita : menorrhgia atau metrorhagia
c. Saluran Kemih; hematuria
d. Saluran nafas; hemoptoe
2. Faktor Nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau
kualitas besi (bioavibilitas) besi yang tidak baik
3. Kebutuhan besi meningkat seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan dan kehamilan.
4. Gangguan absorpsi besi; gastrektomi,tropical spureI atau kolitis kronik
5. Transfusi feto-maternal, yaitu kebocoran darah yang kronis kedalam sirkulasi
ibu akan menyebabkan ADB pada akhir masa fetus dan pada awal masa
neonatus
6. Hemoglobinuria, keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memakai
katup jantung buatan.
7. Iatrogenic blood loss, terjadi pada anak yang banyak diambil darah vena
untuk pemerikasaan laboratorium
8. Latihan yang berlebihan, pada atlit yang berolahraga berat.



LO 4.4 Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi zat besi berlansung secara perlahan. Mula-mula terjadi deplesi simpanan
zat besi,kemudian terjadi penurunan zat besi dalam darah. Kemudian terjadi
penurunan zat besi dalam darah, dengan kadar zat besi serum yang rendah dan
peningkatan kapasitas transferin serum mengikat zat besi. Akhirnya, defisiensi ini
menimbulkan dampak dari keseimbangan negatif yang menetap.
LO 4.5 Manifestasi Anemia Defisiensi Besi
Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan,yaitu:
1. Gejala Umum Anemia
Disebut sebagai sindrom anemia, keadaanini ditemukan pada anemia
defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini
berupa:
a. Badan lemah
b. Lesu
c. Cepat lelah
d. Mata berkunang-kunang
e. Telinga mendengin
Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi
secara perlahan-lahan sering kali sindrom anemia tidak begitu mencolok
dibandingkan anemia lain.
2. Gejala Khas Akibat Defisiensi Besi
a. Koilonychia; kuku sendok (spoon
nail) : kuku menjadi rapuh
bergaris-garis vertikal dan
menjadi cekung sehingga mirip
sendok.



b. Atrofi Papil Lidah : permukaan
lidah menjadi licin dan
mengkilap karena papil lidah
menghilang.



c. Stomatitis Angularis ; adanya
keradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.



d. Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
e. Atrofi mukosa gester sehingga menimbulkan akhloridia
Sindrom Plummer Vinson atau disebut Sindrom Paterson Kelly ; adalah
kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil
lidah dan disfagia.
3. Gejala Penyakit Dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gelaja-gejala penyakit yang
menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia
akibat penyakit cacing tambang danpada anemia karena perdarahan kronis
akibat kanker.
LO 4.6 Pemeriksaan Lab Anemia Defisiensi Besi
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah
1. Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit
Didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar
hemoglobin mulai ringan sampai berat. MCV,MCHC dan MCH menurun.
MCV < 70 fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan thalasemia
mayir. RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan
adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan
sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat
rendah, tanpa menimbulkan gelaja anemia yang mencolok karena anemia
timbul perlahan-lahan.
Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikroseter, anisositosis,
poikilositosis, anulosit, sel pinsil, kadang- kadang sel target. Derajat
hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia.
Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan dengan
derajat anemia.
2. Kadar besi serum menurun < 50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC)
meningkat > 350 mg/dl, dan saturasi tramsferin < 15 %.
3. Kadar serum feritin < 20 g/dl. Jika terdapat inflamasi maka feritin serum
sampai dengan 60g/dl masioh dapat menunjukkan adanya defisiensi besi.
4. Protoporfirin eritrosit meningkat ( > 100g/dl)
5. Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik dengan normoblast
kecil (micronormoblast) dominan
6. Kadar reseptor transferin meningkat pada defisiensi besi
7. Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru orusia ( Perls stain)
menunjukkan cadangan besi yang negatif ( butir hemosiderin negatif)
8. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari oenyebab anemia defisiensi besi

LO 4.7 Diagnosis & Diagnosis Banding Anemia Defisiensi Besi
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakuka anemanesis dan
pemeriksaan fisik yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Secara
laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria
diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai
berikut:
Anemia hipokromik mikrositer pada sediaan apus darah tepi, atau MCV < 80 fl dan
MCHC < 31% dengan salah satu kriteria dibawah ini :
1. Dua dari tiga parameter dibawah ini :
a. Besi serum < 50 mg/dl
b. TIBC > 350 mg/dl
c. Saturasi Transferin < 15 %
2. Feritin Serum < 20g/ dl
3. Pengecatan sumsum tulang dengan bitu prusia (Perls stain) menunjukkan
cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif
4. Pada pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari ( atau pereparat besi lain yang
setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin > 2g/dl
Kriteria Diagnosis ADB menurun WHO :
1. Kadar Hb berkurang dari normal sesuai dengan usia
2. Konsentrasi Hb eritrosit rata0rata < 31 % ( N: 32-35 %)
3. Kadar Fe serum < 50 g/dl ( N: b0-180g/dl)
4. Saturasi transferin < 15 % ( N: 20-50%)
Diagnosis Banding
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya,seperti
anemia akibat penyakit kronik,thalassemia dan anemia sideroblastik.
Anemia
Defisiensi
Besi
Anemia
Penyakit
Kronik
Traitthalassemia Sideroblastik
MCV Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N
MCH Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N
Besi Serum Menurun Menurun Normal Normal
TIBC Meningkat Menurun Normal Normal
Saturasi
Transferin
Menurun
< 15%
Menurun/N Normal/Meningkat Nornal/meningkat
Besi Sumsum
Tulang
Negatif Positif Positif Kuat
Positif dengan
ringsideroblast
Protoforfirin
Eritriosit
Meningkat Meningkat Normal Normal
Feritin
serum
Menurun
< 20 g/dl
Normal
20-200g/dl
Meningkat
> 50g/dl
Meningkat
> 50g/dl
Elektrofoesis
Hb
Normal Normal Hb. A2 mennigkat Normal

LO 4.8 Penatalaksanaan & Pencegahan Anemia Defisiensi Besi
Terapi terhadap anemia defisiensi besi dapat berupa :
1. Terapi Kausal : tergantung penyebabnya
Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh
kembali
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh
a. Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif,murah dan
aman. Preparat yang tersedia yaitu :
i. Ferrous sulphat (sulfas ferosus) : preparat pilihan pertama ( murah
dan efektif). Dosis 3 x 200 mg
ii. Ferrous gluconate,ferrous fumarat,ferrous lactate dan ferrous
succinate, harga lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek samping
hampir sama.
Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi efek
samping lebih banyak dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Efek
samping dapat berupa mual,muntah serta konstipasi. Pengobatan diberikan
sampai 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan
besi tubuh. Kalau tidak,anemia sering kambuh kembali.
b. Besi Parental
Efek samping lebuh berbahaya serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu
i. Intoleransi oral berat
ii. Kepatuhan berobat kurang
iii. Kolitis ulserativa
iv. Perlu peningkatam Hb secara cepat
Preparat yang tersedia : iron dextran compleks, iron sorbitol citric acid
complex. Dapat diberikab secara IM dalam IV pelan.


Efek samping :
i. Reaksi anafilkaksis
ii. Flebitis
iii. Sakit kepala
iv. Flushing
v. Mual
vi. Muntah
vii. Nyeri perut
viii. Sinkop
Dosis besi parental harus dihitung dengan tepat karena besi berlebihan akan
membahayakan pasien. Besarnya dosis dapat dihitung dengan rumus :
Kebutuhan Besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 3
3. Pengobatan lain
a. Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein,
terutama protein hewani
b. Vitamin C : diberikan 3 x 100 mg/ hari untuk meningkatkan absorpsi besi.
c. Transfusi darah : jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell)
Indikasi pemberian infus adalah
i. Adanya penyakit jantung anermik dengan ancaman payah jantung
ii. Anemia yang sangat simtomatik
iii. Penderita memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat,
seperti pada kehamilan trismster akhir atau praoprasi
Respon Terhadap Terapi
Dalam pengobatan dengan preparat besi,seorang penderita dinyatakan
memberikan respon baik bila :
1. Retikulosit naik pada minggu pertama,menjadi normal setelah hari 10-14
2. Kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu
3. Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu
Jika respon terhadap terapi tidak baik,perlu dipikirkan :
1. Pasien tidak patuh
2. Dosis besi kurang
3. Masih ada pendarahan cukup banyak
4. Ada penyakit lain
5. Diagnosis salah
Jika ditemukan keadaan diatas,lakukak evaluasi kembali dan ambil tindakan
yang tepat.
Tindakan pencegahan dapat berupa :
1. Pendidikan kesehatan :
a. Kesehatan Lingkungan
b. Penyuluhan gizi
2. Pemberantasan infeksi cacing tamvbang sebagai sumbee perdarahan kronik
3. Suplementasi besi, terutama untuk segmen penduduk yang rentan, seperti ibu
hamil dan anak balita
4. Portifikasi bahan makanan dengan besi
LO.4.9 Prognosis Anemia Defisiensi Besi
Kemungkinan penderita untuk sembuh dari penyakit ini sangat besar jika penderita
melakukan terapi secara rutin dan menjaga asupan gizi makanannya secara benar.
LO 4.10 Epidemiologi Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di
klinik maupun di masyarakat. Dari berbagai data yang dikumpulkan, didapatkan
gambaran prevalensi anemia defisiensi besi sebagai berikut:
Afrika Amerika Latin Indonesia
Laki dewasa 6% 3% 16-50%
Wanita tak hamil 20% 17-21% 25-48%
Wanita hamil 60% 39-46% 46-92%

Anda mungkin juga menyukai