Anda di halaman 1dari 7

1

I. LEARNING OBJECTIVE
1. Mengetahui tentang WSSV dari etiologi-pencegahan?
2. Mengetahui tentang IMNV dari etiologi-pencegahan?
3. Bagaimana sistem karantina udang dalam melakukan pencegahan penyakit
udang?

II. PEMBAHASAN
1. Mengetahui tentang WSSV dari etiologi-pencegahan?
I. WHITE SPOT SYNDROM VIRUS
A. ETIOLOGI
Penyakit white spot adalah salah satu jenis penyakit udang yang disebabkan
oleh virus yang tergolong dalam spesies White Spot Syndrome Baculovirus Complex
(WSSV).
B. PATOGENESIS
Mortalitas White spot syndrome 70-100% post-outbreak, terlihat bintik putih
pasca kematian. Penyebaran/penularan virus ini terutama melalui saluran makanan
dan aliran air tambak dan sekitarnya (penyebaran secara horisontal) dan penyebaran
secara vertikal yaitu penyakit yang berasal dari induk udang (kasus di hatchery).
Didalam sel hospes, WSSV menginfeksi Gill epithelium, antennal gland,
haematopoeitic tissue, nervous tissue, connective tissue, dan intestinal epithelial
tissue.

C. GEJALA KLINIS
Gejala-gejala yang sering muncul jika udang terinfeksi jenis penyakit ini
antara lain :
1. Penurunan nafsu makan udang secara mendadak bahkan dalam waktu relatif
singkat udang tidak makan sekali.
2. Pencernaan udang kosong
3. Udang terlihat pasif
4. Udang melayang di permukaan air
5. Udang banyak muncul di anco
6. Udang banyak menempel di dinding tambak
7. Pada kondisi parah terjadi kematian massal di dasar tambak
2

8. Kulit/cangkang bagian luar terkelupas dan berwarna kemerahan
9. Munculnya bercak-bercak putih di bagian carapace, badan dan bagian abdominal.
Bercak-bercak putih tersebut berdiameter sekitar 0.5 mm 2.0 mm.

D. PERUBAHAN PATOLOGI
Makroskopis
- Hepatopanchreas menyusut, dengan warna biru/putih
- Munculnya bercak-bercak putih di bagian carapace, badan dan bagian abdominal.
Bercak-bercak putih tersebut berdiameter sekitar 0.5 mm 2.0 mm
- Kulit/cangkang bagian luar terkelupas dan berwarna kemerahan

Mikroskopis
- Sel yang terinfeksi terdapat benda inklusi intranuklear
- nekrosis jaringan yang luas dan disintegrasi.
- Degenarasi sel terjadi berupa pembesaran pada berbagai jaringan meso dan
ectodermal seperti pada lapisan kulit, jaringan penghubung, organ lymphoid,
kelenjar antenal dan haematopitik, insang dan jaringan syaraf
- Hiperplasia epitel pada Gill epithelium, antennal gland, haematopoeitic tissue,
nervous tissue, connective tissue, dan intestinal epithelial tissue.
- multifocal necrosis dengan nuclear
E. DIAGNOSA
Diagnose pasti dengan dapat dicapai dengan menggunakan nested
polymerase atau real-time chain reaction (PCR).
F. TERAPI
Tidak ada terapi untuk WSS. WSSV peka terhadap desinfektan dan pelarut
lipid, sehingga penyebaran WSSV dapat terkendali.
G. PENCEGAHAN
1. Seleksi induk
Induk udang sangat potensial terinfeksi virus bercak putih karena
sebagian besar pasokan induk berasal dari hasil tangkapan di alam. Karena itu
induk-induk yang akan digunakan sebagai sumber produksi benur harus bebas
dari infeksi alami virus bercak putih. Untuk menghasilkan induk bebas virus
perlu dilakukan skrining individual dengan menggunakan
3

teknik PCR. Selama masa pemeliharaan induk, skrining dengan menggunakan
PCR harus dilakukan sebelum dipijahkan.
Apabila diketahui induk udang positif terinfeksi virus bercak putih,
maka induk harus dimusnahkan dan sarana pemeliharaan disucihamakan
(desinfeksi).
2. Seleksi benur
Induk udang bebas virus bercak putih tidak menjamin dapat menghasilkan
benur bebas infeksi virus tersebut. Oleh karena itu, sebelum benur ditebar
dilakukan skrining untuk lebih meyakinkan bahwa benur yang hendak
ditebar ke tambak benar-benar bebas virus bercak putih. Pelaksanaan skrining
sebaiknya dilakukan 2 3 hari sebelum benur tersebut ditebar.
3. Eradikasi pathogen
Air
Virus bercak putih dapat hidup bebas di air (sebagai virion) selama 3
hari. Keberadaan virion ini sangat potensial sebagai sumber infeksi apabila
menemukan inang. Oleh karena itu, air budidaya perlu di desinfeksi. Desifeksi
yang umum dilakukan adalah klorinasi (30 ppm).
Carier dan Vector
Carrier adalah organisme pembawa virus bercak putih, sedangkan
vektor merupakan perantara bagi inang. Organisme pembawa dapat berupa
organisme yang hidup dalam air dan darat, seperti kepiting. Pengendalian carrier
yang ada dalam air dilakukan dengan klorinasi 25-30 ppm, sedangkan kepiting
dilakukan secara manual.
Vektor yang perlu diperhatikan antara lain burung dan manusia.
Burung dapat dihalau dengan pemasangan tali yang diberi rumbai-rumbai atau
diikatkan cermin, sedangkan manusia perlu diterapkan tindakan sanitasi
(tangan dengan alkohol, sedangkan alas kaki dengan formalin), sebelum masuk
ke lokasi pertambakan.
4. Kesehatan lingkungan budidaya
Tambak yang menerapkan sistem intensif, semiintensif maupun
sederhana harus menerapkan sistem tertutup. Hal ini karena sistem tertutup
memudahkan untuk melakukan perlakuan air dan menghindari masuknya patogen
dari luar dibandingkan sistem terbuka. Selain itu sistem tertutup juga dapat
4

melokalisir apabila terjadi kasus wabah di suatu petakan sehingga tidak
menyebar ke sistem saluran air.
Pengendalian penyakit bercak putih pada sistem terbuka dilakukan
dengan cara memanen udang pada saat terjadi gejala wabah dan selanjutnya
mentreatmen air dengan klorin 30 ppm sebelum dibuang.
Pemantauan kesehatan udang harus dilakukan setiap saat, terutama pada
saat pemberian pakan dengan cara mengamati tingkah laku udang.
Pengamatan lebih rinci dilakukan apabila terjadi kondisi abnormal, seperti udang
berenang ketepi, dan nafsu makan berkurang, apabila terdapat udang yang mati
segera diambil dari petakan tambak untuk diamati ada tidaknya bercak putih
pada karapas, selanjutnya segera dimusnahkan.

2. Mengetahui tentang IMNV dari etiologi-pencegahan?
A. ETIOLOGI
Penyebab infectiou smyonecrosis diduga adalah totivirus.
Analisis filogenetik berdasarkan gen RNA polymeraseyang tergantung pada RNA
(RdRp) menunjukan IMNV untuk paling erat kaitannya dengan virus Giardia lamblia,
anggota keluarga Totiviridae.
B. PATOGENESIS
Penyebaran/penularan virus ini terutama melalui saluran makanan dan aliran
air tambak dan sekitarnya (penyebaran secara horisontal) dan penyebaran secara
vertikal yaitu penyakit yang berasal dari induk udang (kasus di hatchery).
Jaringan target utama IMNV adalah otot lurik (skeletal dan otot jantung),
jaringan ikat, hemosit, dan sel-sel parenkim organ limfoid.

C. GEJALA KLINIS
Gejala umum yang tampak antara lain nafsu makan turun, lethargy, Warna
merah pada segmen abdominal, myonecrosis (rusaknya jaringan otot) dengan ciri
warna merah pada otot yang terserang.
D. PERUBAHAN PATOLOGI
Makroskpis
5

IMN akut ditandai dengan nekrosis focal pada otot, terutama di bagian
abdomen sampai ekor, nekrosis ini ditandai dengan warna kemerahan pada abdomen
sampai ekor.
Mikroskopis
Udang dengan fase akut IMN myonecrosis terjadi nekrosis coagulative
karakteristik otot lurik (skeletal) serat otot, sering dengan edema di antara serat otot.
Pada lesi yang akut, hemosit dan serat otot meradang diganti dengan matriks
fibrocytes dan serat jaringan ikat yang diselingi dengan hemosit.
E. DIAGNOSA
Diagnose pasti dengan dapat dicapai dengan menggunakan nested
polymerase atau real-time chain reaction (PCR).
F. TERAPI
Tidak ada terapi yang efektif untuk infectious myonecrosis disease.
Pencegahan lebih diutamakan dalam mengendalikan penyakit ini
G. PENCEGAHAN
a. Seleksi induk
Induk udang sangat potensial terinfeksi virus bercak putih karena
sebagian besar pasokan induk berasal dari hasil tangkapan di alam. Karena itu
induk-induk yang akan digunakan sebagai sumber produksi benur harus bebas
dari infeksi alami virus bercak putih. Untuk menghasilkan induk bebas virus
perlu dilakukan skrining individual dengan menggunakan
teknik PCR. Selama masa pemeliharaan induk, skrining dengan menggunakan
PCR harus dilakukan sebelum dipijahkan.
Apabila diketahui induk udang positif terinfeksi virus bercak putih,
maka induk harus dimusnahkan dan sarana pemeliharaan disucihamakan
(desinfeksi).
b. Seleksi benar
Induk udang bebas virus bercak putih tidak menjamin dapat menghasilkan
benur bebas infeksi virus tersebut. Oleh karena itu, sebelum benur ditebar
dilakukan skrining untuk lebih meyakinkan bahwa benur yang hendak
ditebar ke tambak benar-benar bebas virus bercak putih. Pelaksanaan skrining
sebaiknya dilakukan 2 3 hari sebelum benur tersebut ditebar.
c. Eradikasi pathogen
Air
6

Virus bercak putih dapat hidup bebas di air (sebagai virion) selama 3
hari. Keberadaan virion ini sangat potensial sebagai sumber infeksi apabila
menemukan inang. Oleh karena itu, air budidaya perlu di desinfeksi. Desifeksi
yang umum dilakukan adalah klorinasi (30 ppm).
Carier dan Vector
Carrier adalah organisme pembawa virus bercak putih, sedangkan
vektor merupakan perantara bagi inang. Organisme pembawa dapat berupa
organisme yang hidup dalam air dan darat, seperti kepiting. Pengendalian carrier
yang ada dalam air dilakukan dengan klorinasi 25-30 ppm, sedangkan kepiting
dilakukan secara manual.
Vektor yang perlu diperhatikan antara lain burung dan manusia.
Burung dapat dihalau dengan pemasangan tali yang diberi rumbai-rumbai atau
diikatkan cermin, sedangkan manusia perlu diterapkan tindakan sanitasi
(tangan dengan alkohol, sedangkan alas kaki dengan formalin), sebelum masuk
ke lokasi pertambakan.
d. Kesehatan lingkungan budidaya
Tambak yang menerapkan sistem intensif, semiintensif maupun
sederhana harus menerapkan sistem tertutup. Hal ini karena sistem tertutup
memudahkan untuk melakukan perlakuan air dan menghindari masuknya patogen
dari luar dibandingkan sistem terbuka. Selain itu sistem tertutup juga dapat
melokalisir apabila terjadi kasus wabah di suatu petakan sehingga tidak
menyebar ke sistem saluran air.
Pengendalian penyakit bercak putih pada sistem terbuka dilakukan
dengan cara memanen udang pada saat terjadi gejala wabah dan selanjutnya
mentreatmen air dengan klorin 30 ppm sebelum dibuang. Pemantauan
kesehatan udang harus dilakukan setiap saat, terutama pada saat pemberian
pakan dengan cara mengamati tingkah laku udang. Pengamatan lebih rinci
dilakukan apabila terjadi kondisi abnormal, seperti udang berenang ketepi, dan
nafsu makan berkurang, apabila terdapat udang yang mati segera diambil dari
petakan tambak untuk diamati ada tidaknya bercak putih pada karapas,
selanjutnya segera dimusnahkan.

3. Bagaimana sistem karantina udang dalam melakukan pencegahan penyakit
udang?
7

Peraturan bersama menteri perdagangan republik indonesia dan menteri kelautan dan
perikanan republik indonesia, nomor: 52/m-dag/per/12/2010, nomor: pb.
02/men/2010, tentang larangan impor udang spesies tertentu ke wilayah republik
indonesia
Keputusan menteri kelautan dan perikanan republik indonesia nomor
kep.03/men/2010 tentang penetapan jenis-jenis hama dan penyakit ikan karantina,
golongan, media pembawa, dan sebarannya.
Peraturan menteri kelautan dan perikanan republik indonesia, nomor: per.
20/men/2007 tentang tindakan karantina untuk pemasukan media pembawa hama dan
penyakit ikan karantina dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam
wilayah negara republik indonesia

III. DAFTAR PUSTAKA
Afsharnasab, M. 2007. Occurrence of white spot syndrome disease (WSSD) in farmed
Penaeus indicus in Iran: Clinical, histopathological, cytological and polymerase
chain reaction (PCR) observations. Department of Aquatic Animal Health, Faculty of
Veterinary Medicine, University of Tehran, Tehran, Iran
Bell T.A. & lightner D.V. 2009. Manual of Diagnostic Tests for Aquatic Animals. Chapter
2.2.3. Infectious myonecrosis.
Crockford, M. 2008. White Spot Disease. Department of Fisheries c/o Department of
Agriculture and Food. Perth
Yanto, Hendry. 2006. Diagnosa Dan Identifikasi Penyakit Udangasal Tambak Intensif Dan
Panti Benih Di Kalimantan Barat. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 7, No. 1,
2006: 17 - 32

Anda mungkin juga menyukai