Anda di halaman 1dari 35

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Keseimbangan cairan tubuh sangat tergantung dari asupan air melalui
rangsang haus dan pengeluarannya lewat urin, secara hormonal hal ini diatur oleh
arginin vasopressin atau ADH yang dikenal pula sebagai hormon anti
diuretik.Kelenjar endokrin adalah suatu kelenjar buntu yang dihasilkan oleh kelenjar
hipofisis.Hipofisis ini menghasilkan 9 hormon (Ellen, 2000).
Hormon antidiuretik dibentuk di nucleus supraoptikus dan paraventrikular
hipotalamus, dan ditransport ke lobus posterior kelenjar hipofisis melalui akson
neuron penghasil hormon. ADH melalui reseptor V2 dan cAMP menyebabkan
penggabungan kanal air ke dalam membran lumen sehingga meningkatkan reabsorsi
air pada tubulus distal dan duktus koligentes ginjal. ADH juga merangsang absorsi
Na
+
dan urea di tubulus. Konsentrasi ADH yang tinggi juga menyebabkan
vasokonstriksi (melalui reseptor V
1
dan IP
3
).
Rangsangan untuk pelepasan ADH adalah hiperosmolaritas ekstrasel (atau
penyusutan sel) dan penurunan pengisian di kedua atrium, serta muntah, nyeri, stress,
dan gairah (seksual). Sekresi ADH selanjutnya dirangsang oleh angiotensin II,
dopamine, dan beberapa obat atau toksin (misal nikotin, morfin, barbiturat).
Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone (SIADH) merupakan
penyebab utama hiponatremia euvolemik pada pasien-pasien yang dirawat di rumah
sakit.Sindrom ini pertama kali ditemukan oleh Schwartz dan kawan-kawan pada 2
pasien dengan karsinoma bronkogenik pada tahun 1957.SIADH adalah manifestasi
klinik dan biokimia akibat banyak proses penyakit sehingga penyakit dasarnya harus
ditelusuri. Sindrom ini didefinisikan sebagai hiponatremia dan hipoosmolalitas yang
disebabkan oleh ketidaktepatan sekresi dan atau kerja hormon antidiuretik (ADH)
yang tidak normal atau peningkatan volume plasma yang mengakibatkan gangguan
eksresi air.(Broker,2008 )
Keseimbangan cairan tubuh sangat tergantung dari asupan air melalui
rangsang haus dan pengeluarannya melalui urin, secara hormonal
halinidiaturolehargininvasopresin (AVP) sebagai hormon anti diuretik. SIADH
(Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion ) adalah sindrom yang
mekanismenya berlawanan dengan hal tersebut, karena gagalnya keluaran air bebas
2

melalui urin, kepekatan urin terganggu, hiponatremia, hipoosmolalitas dan
natriuresis. Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan pengertian SIADH
adalah suatu keadaan dengan kadar natrium serum yang kurang dari 135 mEq/L.
Sindrome ini sangat jarang (masuk daftar penyakit yang jarang, survey NIH ,
AS) yang berarti SIADH dan penyakit sejenisnya hanya berefek pada kurang dari
200.000 penduduk AS. Walau jarang pada pasien dewasa, pada anak sering
menyertai kondisi pasien dengan hipotonik normovolemia dan hiponatremia. Angka
insiden yang pasti sulit diketahui, karena penyakit ini bersifat sementara atau kronis.
Pada kondisi lain berhubungan dengan gejala efek samping obat atau lesi pada paru
atau sistem syaraf.
Pasien usia lanjut dengan hiponatremia yang sedang direhabilitasi cenderung
memiliki gejala SIADH. Hal ini terbukti pada studi di kelompok usia lanjut dengan
hiponatremi idiopatik kronik yang mendasari hubungan antara SIADH dan usia.
Hiponatremia sendiri sering dengan korelasi medis yang kurang signifikan. Walau
bagaimanapun risiko kejadian SIADH meningkat bila pasien menderita
hiponatremia. Insiden SIADH adalah 1/3 nya pada anak yang rawat inap dengan
pneunomia, yang berkorelasi dengan perburukan penyakit dan kesembuhannya.
Mungkin restriksi cairan pada pasien ini sangat diperlukan untuk meningkatkan
kesembuhannya.Oleh karena itu,melalui makalah ini diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi kasus SIADH.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari SIADH?
2. Apasaja etiologi dari SIADH?
3. Apa manifestasi klinis dari SIADH?
4. Bagaimana patofisiologi dari SIADH?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan SIADH?
6. Bagaimana penatalaksanaan klien dengan SIADH?
7. Komplikasi apa yang dapat terjadi pada SIADH?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan SIADH?




3

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menjelaskan konsep patologis penyakit SIADH dan menjelaskan
Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami SIADH
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui konsep anatomi dari kelenjar adrenal
b. Dapat mengetahui proses terjadinya dari SIADH
c. Dapat merumuskan asuhan keperawatan dari SIADH

1.4 Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan sebagai informasi
khususnya konsep penyakit SIADH dan asuhan keperawatan pada klien dengan
SIADH




















4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Fisiologi Kelenjar Hipofisis
Hipofisis merupakan sebuah kelenjar sebesar kacang polong, yang terletak
di dalam struktur bertulang (sela tursika) di dasar otak. Sela tursika melindungi
hipofisa tetapi memberikan ruang yang sangat kecil untuk mengembang.
(Watson,2004)
Jika hipofisa membesar, akan cenderung mendorong ke atas, seringkali
menekan daerah otak yang membawa sinyal dari mata dan mungkin akan
menyebabkan sakit kepala atau gangguan penglihatan.
Hipofisa mengendalikan fungsi dari sebagian besar kelenjar endokrin lainnya.
Hipofisa dikendalikan oleh hipotalamus, yaitu bagian otak yang terletak tepat diatas
hipofisa. Hipofisa memiliki 2 bagian yang berbeda, yaitu lobus anterior (depan)
dan lobus posterior (belakang) .(Barbara, 2010).
Kelenjar Hipofisis terdapat di sela tursika bertulang yang berada di bawah
lapisan dura mater.Kelenjar ini terbagi menajdi tiga lobus, yaitu lobus anterior, lobus
inferior, dan lobus intermediat. Namun, lobus intermediat ini rudimenter (tidak
berkembang) pada manusia (Karch, 2010).



Gambar1. Kelenjar Hipofisis
sumber: www.viebhi.blogspot.com

5

Kelenjar Hipofisis dibagi menjadi tiga ,yaitu Hipofisis anterior,pars media dan
posterior .
a. Lobus Anterior (Adenohipofisis)
Hormon yang menstimulasi dan menghambat hipofisis mengalir dalam sistem porta
pembuluh darah dari hypothalamus mengendalikan hormon yang dihasilkan oleh
lobus anterior kelenjar hipofisis. Enam hormon yang dihasilkan oleh hipofisis
anterior termasuk empat hormon yang merangsang struktur endokrin lain (hormon
tropik), yaitu:
1. Hormon Adenokortikotropik (ACTH)
2. Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
3. Gonadotropine Hormone, yaitu Follicle Stimulating Hormone
4. (FSH) dan Lutienizing Hormone (LH)
Dan dua hormon sisanya bekerja pada jaringan lain, yaitu:
1. Hormon Pertumbuhan (Growth Hormone)
2. Prolaktin

b. Lobus Pars Media
Jenis hormon serta fungsi hipofisis media ,MSH (Melanosit Stimulating
Hormon),fungsi: mempengaruhi warna kulit individu dengan cara menyebarkan
butir melamin,apabila hormon ini banyak dihasilkan maka menyebabkan kulit
menjadi hitam.

c. Lobus Posterior (Neurohipofisis)
Lobus posterior tidak menghasilkan hormon, tetapi menyimpan dan menyekresi dua
hormon, yaitu Antidiuretic Hormone dan Oksitosin.Kedua hormon tersebut
dihasilkan di hipothalamus dan mengalir dalam serabut tangkai ke hipofisis
posterior.Pelepasan hormon tersebut dari hypothalamus dikendalikan oleh saraf dari
hypothalamus (Brooker,2008)
Ada 2 jenis hormon:
a) Hormon Antidiuretik (Vasopresin) Mengatur kecepatan eksresi air ke dalam urin
dengan cara ini akan membantu mengatur konsentrasi air dalam cairan tubuh.

6

b) Hormon Oksitosin membantu menyalurkan air susu dari kelenjar payudara ke
puting susu selama pengisapan dan mungkin membantu melahirkan bayi pada saat
akhir masa kehamilan.


7

2.3. Definisi SIADH
SIADH merupakan kumpulan gejala akibat gangguan hormon antidiuretik atau
yang lebih dikenal dengan Inappropriate ADH syndrome, Schwartz-Bartter
syndrome. SIADH dapat didefiisikan sebagai Gangguan produksi hormon
antidiuretik ini menyebabkan retensi garam atau hiponatremia. Beberapa definisi
SIADH :
1) SIADH adalah gangguan yang berhubungan dengan peningkatan jumlah
ADH akibat ketidakseimbangan cairan (J.Corwin, 2001).
2) SIADH adalah suatu karakteristik atau ciri dan tanda yang disebabkan oleh
ketidak mampuan ginjal mengabsorbsi atau menyerap air dalam bentuk
ADH yang berasal dari hipofisis posterior(Barbara K. Timby:2000).
3) SIADH aadalah gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan
pengeluaran ADH sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah
dalam tingkat yang lebih ringan(Corwin, 2001).
4) Sindrom sekresi hormone antidiuretik yang tidak sesuai
(SIADH): Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone
Scretion mengacu pada sekresi ADH yang berlebihan dari kelenjar hipofisis
dalammenghadapi osmolalitas serum subnormal (Smeltzer:2001).

2.4. Etiologi
SIADH dapat disebabkan oleh kanker paru dan kanker lainnya. Penyakit paru
(pneumonia, TB) dan penyakit SSP (sistem saraf pusat) seperti atrofi serebrum senilis,
hidrosefalus, delifiumtremens, psilosis akut, penyakit demielinisasi dan degenerative,
penyakit peradangan, trauma/cedera kepala/cerebrovaskular accident, pembedahan
pada otak, tumor (karsinuma bronkus, leukemia, limfoma, timoma, sarkoma) atau
infeksi otak (ensepalitis, meningitis) dapat menimbulkan SIADH melalui stimulasi
langsung kelenjar hipofisis. Beberapa obat (vasopressin, desmopresin asetat,
klorpropamid, klofibrat, karbamazepin, vinkristin, fenotiazin, antidepresan trisiklik,
preparat diuretic tiazida, dan lain-lain) dan nikotin dapat terlibat terjadinya SIADH;
zat-zat tersebut dapat menstimulasi langsung kelenjar hipofisis atau meningkatkan
sensitifitas tubulus renal terhadap ADH yang beredar dalam darah. (Grabe, Mark A.
2006)
SIADH sering muncul pada dari masalah nonendokrin. Dengan kata lain
sindrom tersebut dapat terjadi pada penderita karsinoma bronkogenik tempat sel-sel
8

paru yang ganas mensintesis dan melepaskan ADH. SIADH juga bisa terjadi pada
pneumonia berat, pneumotoraks dan penyakit paru lainya. Kelainan pada sistem saraf
pusat diperkirakan juga bisa menimbulkan SIADH melalui stimulus langsung
kelenjar hipofisis seperti:
a) Cidera kepala
b) Pembedahan pada otak
c) Tumor
d) Infeksi otak
e) Beberapa obat (Vinkristin, fenotiazin, antidepresan trisiklik, preparat diuretik
tiazida dll) (Brunner & sudarth. 2003).
SIADH dapat terjadi akibat hipersekresi ADH dari sumber utamanya di
hipothalamus maupun dari sumber ektopik. Penyebabnya dapat dikelompokkan ke
dalam 4 kelompok besar yaitu gangguan sistem saraf, neoplasma, penyakit pulmonal
dan obat-obatan yang mengakibatkan stimulasi pelepasan ADH, efek terhadap kerja
ADH serta mekanisme lain yang belum diketahui. Selain itu terdapat kelompok
penyebab lain yang tidak termasuk kelompok diatas.
SIADH sering terjadi pada pasien gagal jantung atau dengan gangguan
hipotalamus (bagian dari otak yang berkoordinasi langsung dengan kelenjar hipofise
dalam memproduksi hormone). Pada kasus lainnya, missal: beberapa keganasan
(ditempat lain dari tubuh) bisa merangsang produksi hormon anti diuretik, terutama
keganasan di paru dan kasus lainnya seperti dibawah ini:
a. Kelebihan vasopressin
b. Peningkatan tekanan intracranial baik pada proses infeksi maupun trauma pada
otak.
c. Obat yang dapat merangsang atau melepaskan vasopressin (vinuristin, cisplatin,
dan ocytocin)
d. Penyakit endokrin seperti insufislensi adrenal,dan insufisiensi pituitary anterior
e. Tumor pituitary terutama karsinoma bronkogenik/ karsinoma pancreatic yang
dapat mensekresi ADH secara ektopic(salah tempat)
f. Cidera Kepala
g. Pembedahan(dapat memunculkan SIADH sesaat)
h. Obat- obatan seperti
a. cholorpropamid(obat yang menurunkan gula darah)
b. Carbamazepine (obat anti kejang)
9

c. Tricilyc (antidepresan)
d. Vasopressin dan oxytocin ( hormon anti deuretik buatan ).
i. Meningitis
j. Kelebihan ADH

Faktor Pencetus :
a. Trauma Kepala
b. Meningitis.
c. Ensefalitis.
d. Neoplasma.
e. Cedera Serebrovaskuler.
f. Pembedahan.
g. Penyakit Endokrin.


Sumber : http://emergencydev.com/crs_electrolytes_files/img33.html

2.5 Manifestasi Klinis
Gejala yang sering muncul (Sylvia,2005) adalah:
1.Mual dan muntah
2.Mobilisasi gastrointestinal menurun (Anorexia)
3.Takipnea
4.Retensi air yang berlebihan
5.Hiponatremi (penurunan kadar natrium )
6.Kelemahan
7.Letargi
8.Penurunan kesadaran (stupor) hingga koma
9.Pengeluaran dan produksi urin kurang karena osmolalitas urine melebihi
osmolaritas plasma
Menurut Sylvia ( 2005), tanda dan gejala yang dialami pasien dengan SIADH
tergantung pada derajat lamanya retensi air dan hiponatremia yang terjadi, perlu
dilakukan pemeriksaan tingkat osmolalitas serum , kadar BUN, kreatinin, Natrium,
Kalium, Cl dan tes kapasitas pengisian cairan:
1. Na serum >125 mEq/L.
10

a. Anoreksia.
b. Gangguan penyerapan.
c. Kram otot.
2. Na serum = 115 120 mEq/L.
a. Sakit kepala, perubahan kepribadian.
b. Kelemahan dan letargia.
c. Mual dan muntah.
d. Kram abdomen.
3. Na serum < 1115 mEq/L.
a. Kejang dan koma.
b. Reflek tidak ada atau terbatas.
c. Tanda babinski.
d. Papiledema.

2.6 Patofisiologi
Terdapat beberapa keadaan yang dapat mengganggu regulasi cairan tubuh dan
dapat menyebabkan sekresi ADH yang tidak normal. Tiga mekanisme patofisiologi yang
bertanggung jawab akan SIADH, yaitu:
1. Sekresi ADH yang abnormal dari sistem hipofisis. Mekanisme tersebut disebabkan
oleh kelainan sistem saraf pusat seperti trauma kepala, stroke, meningitis, tumor,
ensafalitis , sindrom guillain Barre. Pasien yang mengalami syok, status asmatikus,
nyeri hebat atau stress tingkat tinggi, atau tidak adanya tekanan positif pernafasan
juga akan mengalami SIADH.
2. ADH atau substansi ADH dihasilkan oleh sel-sel diluar system supraoptik
hipofisis, yang disebut sebagai sekresi ektopik (misalnya pada infeksi).
3. Kerja ADH pada tubulus ginjal bagian distal mengalami pemacuan. Bermacam-
macam obat menstimulasi atau mempotensiasi pelepasan ADH. Obat-obat tersebut
termasuk nikotin, transquilizer, barbiturate, anestesi umum, suplemen kalium,
diuretik tiazid, obat-obat hipoglikemia, asetominofen, isoproterenol dan empat anti
neoplastic: sisplatin, siklofosfamid, vinblastine dan vinkristin. (Otto, Shirley E
2003)
Terjadinya SIADH ditandai dengan peningkatan pelepasan ADH dari kelenjar
hipofisis posterior tanpa adanya rangsangan normal untuk melepaskan ADH. Pengeluaran
ADH yang berlanjut menyebabkan retensi air dari tubulus ginjal dan duktus. Volume
11

cairan ekstra seluler meningkat dengan ditandai hiponatremi. Kondisi hiponatremi dapat
menekan renin dan sekresi aldosteron yang menyebabkan penurunan Na diabsorbsi tubulus
proximal. Hal ini menyebabkan penurunan konsentrasi air dalam urin sedangkan
kandungan natrium dalam urin tetap, akibatnya urin menjadi pekat.
Dalam keadaan normal ADH mengatur osmolalitas plasma, bila osmolalitas
menurun mekanisme feed back akan menyebabkan inhibisi ADH. Hal ini akan
mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh ginjal untuk meningkatkan
osmolalitas plasma menjadi normal. Pada SIADH osmolalitas plasma terus berkurang
akibat ADH merangsang reabsoprbsi air oleh ginjal. (Ellen, Lee, dkk, 2000)
Hormon Antidiuretik (ADH) bekerja pada sel-sel duktus koligentes ginjal untuk
meningkatkan permeabilitas terhadap air. Ini mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air
tanpa disertai reabsorbsi elektrolit. Air yang direabsorbsi ini meningkatkan volume dan
menurunkan osmolaritas cairan ekstraseluler (CES). Pada saat yang sama keadaan ini
menurunkan volume dan meningkatkan konsentrasi urine yang diekskresi.




















12



2.7 WOC (Terlampir)































Renin me
Aldosteron me

Terjadinya keganasan
(sel kanker, tumor)
Peningkatan
osmolaritas plasma
darah ekstraselular
Terjadi retensi air
Hiponatremi
Menekan renin dan sekresi
aldosteron
Penurunan konsentrasi air
dalam urin
Urin pekat
Kelenjar hipofisis posterior terganggu
Inhibisi ADH
tidak terkontrol
(berlebih)
Kelainana sistem saraf
pusat (seperti trauma
kepala, stroke,
meningitis, tumor,
ensafalitis , sindrom
guillain Barre)
Stimulasi penggunaan obat (nikotin,
transquilizer, barbiturate, anestesi
umum, suplemen kalium, diuretik tiazid,
obat-obat hipoglikemia, asetominofen,
isoproterenol, sisplatin, siklofosfamid,
vinblastine dan vinkristin.
Peningkatan pelepasan ADH
SIADH (pengeluaran ADH
yang berlebihan
Natrium urin tetap
banyak yg keluar
Volume cairan
meningkat
MK: Gangguan
pola eliminasi
urin
MK :Volume cairan
berlebih
Mengakibatkan
suplai darah ke
otak yang
kekurangan
natrium
Hiponatremia
delusional
MK: Gangguan
keseimbangan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
Penurunan kadar Na
MK.Gangguan
Pola Pikir
Sel osmoreseptor di
hipofisis posterior
Merangsang pelepasan
ADH
ADH masuk aliran darah
ADH ditranspor ke ginjal

Permeabilitas air di akhir
tubulus ginjal meningkat

Reabsorbsi
air meningkat

Retensi Natrium
menurun

hiponatremi

Aliran Darah
Lambat
Aliran darah ke
GI
Aktivitas saraf
simpatis
Gerak peristaltik
Retensi
makanan di
lambung
Perut terasa
penuh
Anorexia
13




2.8 Pemeriksaan diagnostic

1. Pemeriksaan Natrium yang berfungsi untuk melihat fungsi ginjal, dalam
pemeriksaan tersebut didapatkan hasil serum menurun <15 M Eq/L.
2. Osmolalitas,umumnya rendah tetapi mungkin normal atau
tinggi.Osmolalitasurin,dapat turun/biasa < 100 m osmol/L kecuali pada SIADH
dimana kasus ini akan melebihi osmolalitas serum. Berat jenis urin:meningkat (<
1,020) bila ada SIADH.
3. Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan SIADH.
4. Hematokrit (Ht dan Hb), tergantung pada keseimbangan
cairan,misalnya:kelebihan cairan melawan dehidrasi.
5. Osmolalitas plasma dan hiponatremia (penurunan konsentrasi natrium,natrium
serum menurun sampai 170 M Eq/L.
6. Prosedur khusus :tes fungsi ginjal(nitrogen urea darah (blood urea
nitrogen/BUN, atau kadang disebut sebagai urea) dan kreatinin).
7. Pengawasan di tempat tidur : peningkatan tekanan darah (dilakukan pada pasien
yang menjalani rawat inap dirumah sakit dan pemantauan dilakukan untuk
menghidari atau mencegah terjadinya hal yang memperberat penyakit klien)
(Sacher, Ronald A, 2004)

14


Sumber :Smith DM et all.2000.Clinical Endocrinology.

Kriteria diagnosis SIADH adalah sebagai berikut (Davey Patrick , 2005) :
1. Penurunan osmolalitas < 270 mosmol/Kg H
2
O
2. Urine pekat > 100 mosmol/Kg H
2
O
3. Euvolemia
4. Peningkatan kadar Na
+
urin
5. Tidak ada insufisiensi kelenjar adrenal, tiroid, ginjal atau diuretik
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu diagnosis SIADH diantaranya :
(Medscape,2011)
1. RIA (radioimunoasay) untuk memeriksa kadar ADH plasma, namun
pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan.
2. CT Scan atau MRI kepala untuk menemukan penyebab yang berasal dari SSP
(misalnya tumor) dan edema serebral yang merupakan komplikasi SIADH.
3. Foto rontgen thoraks untuk menemukan penyebab yang berasal dari paru-paru.

2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu:
a. Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang ditunjukkan untuk
mengatasi penyakit yang menyebabkan SIADH, misalnya berasal dari tumor
ektopik, maka terapi yang ditunjukkan adalah untuk mengatasi tumor tersebut.
15

b. Mengurangi retensi cairan yang berlebihan. Pada kasus ringan retensi cairan
dapat dikurangi dengan membatasi masukan cairan. Pedoman umum
penanganan SIADH adalah bahwa sampai konsenntrasi natrium serum dapat
dinormalkan dan gejala-gejala dapatdiatasi.Pada kasus yang berat, pemberian
larutan normal cairan hipertonik dan furosemid adalah terapi pilihan.
c. Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami penurunan tingkat
kesadaran (kejang, koma, dan kematian) seperti pemantauan yang cermat
masukan dan haluaran urine. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan dukungan
emosional.
Rencana non farmakologi
a. Pembatasan cairan (pantau kemungkinan kelebihan cairan)
b. Pembatasan sodium
Rencana farmakologi
a. Penggunaan diuretic untuk mencari plasma osmolaritas rendah.
b. Obat/penggunaan obat demeeloculine, untuk menekan vosopresin.
c. Hiperosmolaritas, volume oedema menurun.
d. Ketidakseimbangan system metabolic, kandungan dari hipertonik saline 3 %
secara perlahan-lahan mengatasihiponatremi dan peningkatan osmolaritas serum
(dengan peningkatan = overload) cairan dengan cara penyelesaian ini mungkin
disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif.
e. Pengobatan khusus (prosedur pembedahan)
Pengangkatan jaringan yang mensekresikan ADH, apabila ADH bersal dari
produksi tumor ektopik, maka terapi ditujukan untuk menghilangkan tumor
tersebut.
f. Pengunaan forced diuretik (furosemid dan manitol) berkolaborasi dengan
dokter.

Pada umumnya pengobatan SIADH terdiri dari restriksi cairan (manifestasi
klinis SIADH biasanya menjadi jelas ketika mekanisme haus yang mengarah kepada
peningkatan intake cairan. Larutan hipertonis 3% tepat di gunakan pada pasien
dengan gejala neurologis akibat hiponatremi.
Terapi SIADH yang dianjurkan adalah menghilangkan penyebabnya apabila
memungkinkan. Pembatasan cairan yang jumlahnya terus dikurangi dengan kadar
natrium juga turut dikurangi, dengan atau tanpa penggantian natrium biasanya cukup
16

efektif dan dapat ditolerir. Demeklosiklin (yang menghambat kerja ADH pada
tubulus distal) dapat digunakan apabila langkah-langkah tersebut tidak efektif.

Penyuluhan yang dilakukan bagi penderita SIADH antara lain :
a. Pentingnya memenuhi batasan cairan untuk periode yang di programkanuntuk
membantu pasien merencanakan masukan cairan yang diizinkan(menghemat
cairan untuk situasi social dan rekreasi).
b. Perkaya diit dengan garam Na dan K dengan aman. Jika perlu, gunakan diuretic
secara kontinyu.
c. Timbang berat badan pasien sebagai indicator dehidrasi.
d. Indikator intoksikasi air dan hiponat : sakit kepala, mual, muntah, anoreksia
segera lapor dokter.
e. Obat-obatan yang meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, potensial efek
samping.
f. Pentingnya tindak lanjut medis : tanggal dan waktu.
g. Untuk kasus ringan,retreksi cairan cukup dengan mengontrol gejala sampai
sindrom secara spontan lenyap.Apabila penyakit lebih parah,maka diberikan
diuretik dan obat yang menghambat kerja ADH di tubulus pengumpul.Kadang-
kadang digunakan larutan natrium klorida hipertonik untuk meningkatkan
konsentrasi natrium plasma.Apabila ADH berasal dari produksi tumor
ektopik,maka terapi untuk menghilangkan tumor tersebut.

2.10 Komplikasi
Gejala-gejala neurologis dapat berkisar dari nyeri kepala dan konfusi
sampai kejang otot, koma dan kematian akibat hipotremia dan intaksikasi air.
SIADH dapat mengakibatkan komplikasi sebagai berikut :
a. Edema serebral yang dapat terjadi jika penurunan osmolalitas plasma terjadi
terlalu cepat lebih dari 10 mOsm/kg/jam. Hal ini dapat mengarah ke herniasi
serebral.
b. Edema pulmo non kardiogenik
Edema paru nonkardiogenik adalah penimbunan cairan pada jaringan
interstisial paru dan alveolus paru yang disebabkan selain oleh kelainan
jantung. (Wilson,1995 )
17

Edema paru non kardiogenik terjadi akibat dari transudasi cairan dari
pembuluh-pembuluh kapiler paru-paru ke dalam ruang interstisial dan alveolus
paru-paru yang diakibatkan selain kelainan pada jantung.
c. Central Pontine Myelinolysis (CPM) adalah komplikasi yang paling fatal akibat
koreksi hiponatremia yang terlalu cepat. Gejalanya berupa quadriparesis
spastik dan kelumpuhan pseudobulbar serta gangguan kesadaran (konfusi
sampai koma).
d. Overload tipe hipotonik
Lazim disebut Keracunan Air. Ketidakseimbangan cairan tubuh dimana
seluruh tubuh akan berada dalam keadaan hipotonik, disertai dengan
osmolaritas tubuh menurun. Sehingga didalam tubuh, cairan ekstraseluler akan
pindah ke kompartemen intraseluler. Terjadi expansi air berlebihan diseluruh
kompartemen cairan dan kadar elektrolit berkurang karena dilusi (rendahnya
elektrolit serum). Dalam kondisi berpindahnya cairan seperti ini, tubuh sangat
sulit mengkompensasinya. Faktor penyebab tubuh menjadi overload hipotonik
adalah SIADH (kumpulan gejala karena malfungsi hormon antidiuretik)

e. Penurunan Osmolaritas (plasma)
Tekanan normal osmolaritas plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Sementara
penurunan osmolaritas plasma terjadi akibat Kerja hormon ADH yang
berlebihan dan gangguan pada ginjal dalam meekskresikan cairan.Pada keadaan
ini tertjadi perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel, termasuk ke sel otak.
Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema otak yang mana keadaan ini
merupakan keadaan berat yang dapat menyebabkan kejang dan penurunan
kesadaran.
(Source - Diseases Database from http://www.wrongdiagnosis.com,2013)


2.11 Prognosis
SIADH yang disertai hiponatremia, apalagi dengan derajat yang makin
berat dan ditambah terlambatnya penanganan akan sangat berkontribusi terhadap
berat ringannya angka mortalitas dan morbiditas pasien.
a. Angka mortalitas pasien disertai hyponatremia 12.5% lebih tinggi
dibandingkan pasien tanpa hiponatremi. Angka mortalitas bertambah 2 x
lipat (25%) bila pasien konsentrasi serum Na < 120 mmol/L dibanding
pasien degan hiponatremia ringan
18

b. Angka mortalitas pasien dewasa berkisar 5-50% bila terdapat penurunan
drastis serum Na secara akut, tergantung derajatnya. Sementara pasien anak
angka mortalitas hanya 8%. Bayi dalam kandungan akan merespon edema
yang terjadi diotak dengan lebih baik, karena lebih luasnya volum kranium.
19

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA SIADH

3.1 Pengkajian
a. Identitas klien
Nama, TTL, umur, jenis kelamin, agama/ suku, warga Negara, bahasa yang
digunakan, alamat dan pekerjaan dan penanggung jawab yang meliputi nama,
alamat, dan hubungan dengan klien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama ialah : hal hal yang membuat pasien datang berkunjung kerumah
sakit pada penderita SIADH biasanya mempunyai keluhan kebingungan, sakit
kepala dan koma, kedutan pada otot, kejang,.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami rasa haus, anoreksia, rasa mudah lelah dan muntah dan kram
usus akibat hiponatremia. Penurunan reflex, edema ,BB bertambah, penurunan
keluaran urine. Kegelisahan, kebingungan, iritabilitas, penurunan refleks tendon.
d. Riwayat Kesehatan dahulu
Perawat harus mengetahui apakah klien pernah mengalami penyakit yang dapat
menjadi factor pencetus SIADH misalnya karsinoma oat cell pada paru, yang
menyekresikan ADH atau substansi mirip vasopresin secara berlebihan. Penyakit
neoplasma lain seperti kanker paru ( sel gandum ), kanker duodenum dan
pankreas, limfoma, timoma, dan mesotelioma dapat memicu SIADH. Penyebab
lainGangguan sistem saraf pusat, yang meliputi tumor atau abses otak, stroke,
cedera kepala, dan GBS (GuillainBarr syndrome) Peningkatan tekanan
intracranial baik pada proses infeksi maupun trauma pada otak.
a) Gangguan paru yang meliputui abses paru ,pneumonia, TB dan bronkiektasis.
b) Obat-obatan yang bisa meningkatkan produksi atau potensi kerja hormon
antidiuretik, seperti obat-obat golongan anti depresan , anti inflamasi
nonsteroid, klorpopamid (Diabinese), vinkristin (Oncovin), siklofosfamid
(Cytoxan), karbamazepin (Tegretol), klofibrat (Atromid-S), metoklopramid
(Reglan, Primperan), dan morfin.
e. Pantau riwayat pekerjaan pasien.(keadaan lain, yang meliputi psikosis, penyakit
AIDS, stress fisiologis dan rasa nyeri)
f. Riwayat Kesehatan Keluarga.
20

Kaji bagaimana adanya penyakit seperti riwayat keluarga TB dan pneumonia.
g. Keadaan Psikologis
Stress dapat menjadi factor penyebab gangguan psikologis
h. Persepsi klien, pola pikir dan mekanisme koping.
i. Review Of System (ROS)
B1 (Breath) : SIADH mengakibatkan volume vaskular pada paru naik sehingga
terjadi perembesan ke dinding alveoli yang menyebabkan alveoli penuh dengan
cairan maka akan terjadi gangguan pertukaran gas karena edema paru.
B2 (Blood) :ADH berfungsi sebagai vasokontriksi pembuluh darah, saat ADH
berlebih maka vosokontriksi vaskuler akan naik dan meyebabkan pompa jantung
ikut naik, hal ini akan berisiko terjadinya gagal jantung.
B3 (Brain) : cairan darah vaskuler cerebri yang naik menyebabkan
ketidakseimbangan volume otak. Hal ini kan berdampak pada nyeri kepala bahkan
berisiko PTIK
B4 (Bladder) : mekanisme ADH melalui reseptor V2 akan meningkatkan
permeabilitas air dalam duktus kolektivus sehingga apabila ADH meningkat
meyebabkan cairan dalam tubuh bertambah dan sekresi urine berkurang.
B5 (Bowel) : volume vaskular yang naik akan berpengaruh pada sel-sel sekitar
sehingga sel lambung juga penuh dengan air, hal ini berakibat respon mual dan
muntah pada klien.
B6(Bone) : vasokontriksi vaskuler menyebabkan terhambatnya suplay oksigen
dan kalori pada otot serta sirkulasi pembuangan asam laktat, sehingga
menyebabkan penurunan kontraktilitas otot.
(Doenges, 2000)
j. Pemeriksaan Diagnostik
a) Natrium serum menurun <15 M Eq/L.
Natrium urin kurang dari 15 M Eq/L,menandakan konservasi ginjal terhadap
Na.Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan SIADH.
b) Kalium serum,mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk menghemat Na dan
Kalium sedikit.
c) Klorida/bikarbonat serum:mungkin menurun,tergantung ion mana yang hilang
dengan DNA.
21

d) Osmolalitas,umumnya rendah tetapi mungkin normal atau tinggi.
Osmolalitas urin,dapat turun/biasa < 100 m osmol/L kecuali pada SIADH
dimana kasus ini akan melebihi osmolalitas serum.
e) Berat jenis urin:meningkat (< 1,020) bila ada SIADH.HT tergantung pada
keseimbangan cairan,misalnya:kelebihan cairan melawan dehidrasi.
f) Pemeriksaan darah yang mengatur peningkatan kadar ADH disertai penurunan
osmolalitas plasma dan hiponatremia (penurunan konsentrasi natrium,natrium
serum menurun sampai 170 M Eq/L).
g) Prosedur khusus :tes fungsi ginjaladrenal,dan tiroid normal.
h) Pengawasan di tempat tidur : peningkatan tekanan darah.
i) Pemeriksaan laboratorium: penurunan osmolalitas, serum, hiponatremia,
hipokalemia, peningkatan natrium urin.

3.2 Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. Ds :
- Klien mengeluh urine
sedikit dan pekat

DO :
- Terdapat edema di
beberapa bagian tubuh
- BB klien meningkat
- Osmolalitas serum <
287 mOsm/kg
- Osmolalitas atau berat
jenis urine tinggi ( >
100 mOsm/kg) dengan
- Klien mengalami
penurunan kesadaran
SIADH

Sekresi ADH naik

Activasi reseptor V2

cAMP intraseluler
naik

Permeabilitas air naik

Volume cairan tubuh naik

Kelebihan volume cairan
2. Ds:
- Klien mengeluh urine
sedikit dan pekat
Do:
Retensi Na menurun
Retensi Air meningkat

Hiponatremi
Gangguan pola eliminasi

22

- Na serum >125 mEq/L
- Na urine lebih dari 20
mEq/L


Menekan rennin dan sekresi
aldosteron

Penurunan kadar Na

Urin pekat

3.

Ds :
- Klien mengalami
anoreksia
- Klien mengalami mual
muntah
Do :
- BB pasien menurun
- Albumin klien < 3,2
mg/dL

SIADH

Reabsorpsi cairan naik

Volume cairan tubuh naik

Sel lambung penuh air

Mual muntah

Ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari
kebutuhan

3.3 Diagnosa Keperawatan
1 Kelebihan volume cairan b.d sekresi ADH yang berlebihan secara patologis
2 Gangguan pola eliminasi b.d urine sedikit
3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d perubahan cairan sel
lambung, mual dan muntah.

3.4 Intervensi Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d sekresi ADH yang berlebihan secara patologis
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapakan terjadi keseimbangan cairan dan tidak ada oedem pada tubuh serta
pengeluaran urin kembali normal.
Kriteria Hasil :
1. Output dan input cairan seimbang.(1-2cc/kg BB/jam-dewasa, anak-anak - 1
cc/kg BB/jam)
2. Tekanan darah normal (100-120/60-90 mmHg)
3. Denyut nadi normal(80-100x/menit).
23

4. Denyut nadi teraba.
5. Tidak terjadi acites/oedema pada perut.
6. Masukan selama 24 jam seimbang.
7. BB mengalami penurunan.
8. Penegangan pada vena jugularis tidak teraba.
9. Hematokrit normal.(3 x Hb)
10. Turgor kulit baik.
Intervensi Rasional
Mandiri:
1.Pantau input dan output urine serta
hitung keseimbangan cairan.

2.Pantau keadaan umum dan tanda-
tanda vital pasien, perhatikan
hipertensi, nadi kuat, distensi vena
leher.

3.Pantau sakit kepala, kram otot, kacau
mental dan disorientasi.
4.Catat BB dan monitor tanda-tanda
dan gejala retensi urine.

Kolaborasi:
1.Berikan atau batasi cairan tergantung
pada status volume cairan.
2.Awasi natrium serum.
3.Pemberian obat-obatan deuretik,
cairan hipertonik dan forosemid pada
kasus berat.
4.Kolaborasi pemeriksaan
laboratorium untuk kadar elektrolit

1.Pada banyak kasus, jumlah yang
dikeluarkan harus sama atau
lebih dari jumlah yang
dimasukan. Keseimbangan
positif menunjukkan kebutuhan
evaluasi lebih lanjut.
2.Peninggian menunjukkan
hipervolemia. Pantau bunyi
jantung dan nafas perhatikan S3,
ronki. Kebihan cairan berpotensi
gagal jantung kongestif atau
edema paru.
3.Gejala menunjukkan
hiponatremia atau intoksikasi air.
4.Keseimbangan cairan positif
dengan peningkatan berat badan
menunjukkan retensi cairan.

1. Pembatasan cairan dapat
dilanjutkan untuk
menurunkan kelebihan
cairan.
24


2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d perubahan cairan sel
lambung; mual muntah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan
BB stabil, pasien bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan pasien dapat
mengumpulkan energy untuk beraktivitas kembali.
Kriteria Hasil :
1. Asupan nutrisi terpenuhi.
2. BB meningkat.
3. Kekuatan dapat terkumpul kembali.
4. Stamina adekuat.
5. Hasil laboratorium : albumin, Hb dalam rentang normal
Intervensi Rasional
Mandiri:
1.Timbang sesuai indikasi, bandingkan
perubahan status cairan, riwayat BB.
2.Berikan perawatan mulut sebelum
pasien makan.
3.Tinkatkan kenyamanan, lingkungan
yang santai termasuk sosialisasi saat
makan. Anjurkan oarang terdekat
untuk membawa makanan yang
disukai pasien.
4.Berikan makanan tinggi natrium, mis,

1.Mengevaluasi keefektifan atau
kebutuhan perubahan nutrisi.
2.Kebersihan pada mulut dapat
meningkatkan nafsu makan
pasien.
3.Lingkungan yang nyaman dan
sosialisasi waktu makan dengna
orang terdekat atau teman dapat
meningkatkan pemasukan dan
menormalkan fungsi makan.
2. Hipernatremia dapat terjadi,
meskipun kadar serum dapat
menunjukkan efek
pengenceran dari kelebihan
volume cairan.
3. Mengurangi retensi cairan
oleh ADH yang berlebihan.
4. Mengidentifikasi defisiensi
elektrolit termasuk natrium.
25

susu, daging, telur, wortel, bit dan
seledri. Gunakan jus buah da kaldu
sebagai pengganti air biasa.

5.Ajari pasien dan keluarga tentang diet
yang harus diberikan.
6.Irigasi selang NG (bila digunakan)
dengan normal salin sebagai
pengganti air.

Kolaborasi :
1.Konsultasi dengan ahli gizi

2.Pantau pemeriksaan lab, seperti
albumin, keadaan asam amino, zat
besi , elektrolit darah, dll.
3.Berikan obat sesuai indikasi:
a. Kalsium
b.Antiemetik
(proklorperazin/compazine,
trimetobenzamid/tigan)
4.Kecuali kekurangan natrium
menyebabkan gejala serius yang
memerlukan penggantian IV
segera, pasien mendapat
keuntungan dari penggantian yang
lebih lambat melalui metode oral
atau pembuangan pembatasan
garam sebelumnya.
5.Membantu meningkatkan
pemenuhan kebutuhan nutrisi
pasien yang adekuat.
6.Irigasi isotonik akan
meminimalkan kehilangan
elektrolit GI.

1.Sumber yang efektif untuk
mengidentifikasi kebutuhan kalori
atau nutrisi.
2.Mengidentifikasi defisiensi
nutrisi, fungsi organ,
a. Memperbaiki kadar normal serum
untuk memperbaiki fungsi jantung
dan neoromuskular, metabolisme
tulang.
b.Diberikan untuk mual dan muntah
serta dapat meningkatkan nafsu
makan.

3. Gangguann pola eliminasi berhubungan dengan pengeluaran urin terganggu
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 tidak terdapat tanda
gangguan pengeluaran urin
Kriteria Hasil : Pengeluaran BAK normal dan warna urin normal
Intervensi Rasional
26

1. Kita catat frekuensi BAK
2. Kita catat volume BAK
3. Pantau warna urin saat BAK
4. Kolaborasi pemberian obat untuk
mengurangi
1. Mencatat frekuensi BAK untuk
melihat keseimbangan intake dan
output
2. Mencatat volume BAK yang
dikeluarkan oleh klien
3. Memantau warna urin klien masih
pekat atau tidak
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi


Kasus
Ny. T 43 th di bawa ke RS.Airlangga Surabaya dengan tubuh yang lemah lunglai.
Klien mengeluh sakit kepala selama 2 hari, disertai dengan mual dan muntah, sehingga
klien tidak nafsu makan. Dan merasa perutnya kram. Klien juga mengatakan urinnya
sedikit dan pekat.
Didapat data pengkajian TTV:
S :36 c N : 90 x/menit T : 90/60 mmHg RR : 22x / menit.
1. Natrium serum kurang dari 15 M Eq/L(menandakan konservasi ginjal terhadap Na)
2. Berat urine meningkat ( <1,020 )
3. Osmolalitas plasma dan hiponatremia ( penurunan konsentrasi natrium, natrium
serum menurun sampai 170 M Eq/L
4. Prosedur khusus :tes fungsi ginjaladrenal,dan tiroid normal.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas / biodata klien
Nama : Ny. T
Umur : 43 th
Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jalan Bronggalan 2/a
27

b. Keluhan utama
Klien mengeluh buang air kecil sedikit dan pekat
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengeluh sakit kepala 2 hari seminggu sebelum MRS, disertai dengan mual
dan muntah, sehingga klien tidak nafsu makan.Dn diperberat dengan kram perut
yang semakin sering. Klien juga mengatakan urinennya sedikit dan pekat
d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pernah opname sekali penyakit mual muntah yang berkepanjangan
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota keluarga ada yang menderita Hipertensi dan Diabetes Mellitus
f. Keadaan Lingkungan
Lingkungan sekitar rumah bersih tanpa adanya polusi.
g. Keadaan Psikologis
Pasien terlihat cemas dan gelisah
h. Persepsi klien, pola pikir dan mekanisme koping
Kebutuhan spiritual klien sedikit mengalami penurunan setelah sakit.Yang
biasanya rajin beribadah sekarang terkesan meninggalkan.
i. Review Of System (ROS)
B1 : -
B2 :-
B3 :sakit kepala
B4 : urin sedikit dan pekat
B5 : mual, muntah, kram perut.
B6 : kelemahan.
j. Pemeriksaan Diagnostik
1. Natrium urin kurang dari 15 M Eq/L(menandakan konservasi ginjal terhadap
Na)
2. Berat urine meningkat ( <1,020 )
3. Osmolalitas plasma dan hiponatremia ( penurunan konsentrasi natrium,
natrium serum menurun sampai 170 M Eq/L
4. Prosedur khusus :tes fungsi ginjaladrenal,dan tiroid normal



28





2. Analisis Data
No Data Etiologi Masalah
1. Ds :
- Klien mengeluh urine
sedikit dan pekat

DO :
- Terdapat edema di
beberapa bagian tubuh
- BB klien meningkat
- Na serum >125 mEq/L
- Na urine lebih dari 20
mEq/L
- Osmolalitas serum <
287 mOsm/kg
- Osmolalitas atau berat
jenis urine tinggi ( >
100 mOsm/kg) dengan
- Klien mengalami
penurunan kesadaran

SIADH

Sekresi ADH naik

Activasi reseptor V2

cAMP intraseluler
naik

Permeabilitas air naik

Volume cairan tubuh naik

Kelebihan volume
cairan
2. Ds :
- Klien mengalami
anoreksia
- Klien mengalami mual
muntah
Do :
- BB pasien menurun
SIADH

Reabsorpsi cairan naik

Volume cairan tubuh naik

Sel lambung penuh air

Mual muntah
Ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari
kebutuhan
29

3. Ds :
- Klien mengeluh
tidak dapat
melakukan
aktivitas secara
normal
- Klien mengeluh
lemas

Do :
- Na serum menurun
<135 mEq/L
- Klien mengalami
kelemahan otot
- Kemampuan
aktivitas terbatas
SIADH

Sekresi ADH naik

Vosokontriksi

Sirkulasi O2 dan kalori
terhambat

Penumpukkan as. Laktat

Tonus otot turun

Keletihan

3. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d sekresi ADH yang berlebihan secara patologis
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d perubahan cairan intraseluler
lambung; mual dan muntah.
3. Keletihan b.d perubahan sirkulasi oksigen dan nutrisi otot

30

4. Intervensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1.

Ketidakseimban
gan cairan :
lebih dari
kebutuhan
berhubungan
dengan
peningkatan
sekresi ADH
secara patologis

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 X 24 jam
diharapkan sekresi
ADH kembali normal
dengan kriteri hasil :
- Volume cairan dan
elektrolit dapat
kembali dalam
batas normal.
- klien dapat
mempertahankan
berat badan dan
volume urin 800
2000 ml/hari
- Input sama dengan
output
- Tidak ada edema.

1. Pantau masukan
dan haluaran cairan
dan tanda tanda
kelebihan cairan
setiap 1 2 jam.

2. Pantau elektrolit
atau osmolalitas
serum resiko
gangguan signifikan
bila serum Na
kurang dari 125
mEq/L.

3. Batasi masukan
cairan.

4. Monitor TTV



- Catatan masukan
dan haluaran
membantu
mendeteksi tanda
dini
ketidakseimbanga
n cairan.
- Untuk
mengetahui
keadaan natrium
serum



- Mencegah
intoksikasi air.

- Tanda-tanda vital
menjadi indikasi
dari kondisi klien.

2. Ketidakseimban
gan nutrisi :
kurang dari
kebutuhan
berhubungan
dengan
perubahan
cairan
intraseluler
Tujuan setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama 3
X 24 jam, masalah
gangguan nutrisi dapat
teratasi dengan
kriteria hasil :
- Barat badan kembali
normal.
1. Timbang berat
badan setiap hari.




2. Buat pilihan menu
yang ada dan ijinkan
pasien untuk
- Memberikan
informasi tentang
keadaan masukan
diet atau
penentuan
kebutuhan nutrisi.
- Untuk membuat
klien meningkat
kepercayaan
31

lambung; mula
muntah
- Bebas dari tanda
mal nutrisi.
mengontrol pilihan
sebanyak mungkin.







3. Kolaborasi, Berikan
cairan IV
hiperalimentasi dan
lemak sesuai
indikasi


dirinya dan
merasa
mengontrol
lingkungan lebih
suka
menyediakan
makanan untuk
dimakan.

- Memenuhi
kebutuhan cairan
atau nutrisi
sampai masukan
oral dapat
dimulai.
3 Keletihan b.d
perubahan
sirkulasi suplai
oksigen dan
nutrisi otot
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama proses
keperawatan
diharapkan pasien
dapat beraktivitas
dengan baik.
Kriteria Hasil :
1. Menyatakan
mampu untuk
beristirahat,
peningkatan tenaga,
dan penurunan rasa.
2. Menunjukkan
peningkatan
kemampuan dan
berpartisipasi dalam
1.Pantau/diskusikan
tingkat kelemahan
klian dan
identifikasikan
aktivitas yang dapat
dilakukan klien.
2.Berikan masase
ringan dan kompres
pada bagian otot
yang kram.
3.Berikan
kesempatan pasien
untuk ikut
berpartisipasi
secara adekuat
untuk melakukan
aktivitasnya sehari-
1.Pasien biasanya
telah mengalami
penurunan tenaga,
kram otot terus
memburuk
menyebabkan
kelemahan karena
munculnya
ketidakseimbanga
n Natrium.
2.Meningkatkan
aliran darah dan
memberikan
kenyamanan pada
pasien.
3.Menambahkan
tingkat keyakinan
32

aktivitas.
3. Mampu
menunjukkan factor
yang berpengaruh
pada kelelahan


hari.
4.Diskusikan
kebutuhan aktivitas
dan rencanakan
jadwal aktivitas
bersama-sama
pasien.
5.Berikan asupan
yang kaya akan
Natrium sesuai
indikasi.


pasien dan harga
dirinya sesuai
dengan tingkat
aktivitas yang
ditoleransinya.
4.Meskipun pasien
pada awal merasa
lemah karena
kram otot, tapi hal
tersebut
memberikan
harapan bahwa
kemampuan untuk
melakukan
aktiviatas yang
baik kembali
seperti semula.
Kebutuhan
Natrium yang
cukup dapat
meminimalisir
terjadinya kram
otot sehingga
kelemahan dapat
teratasi









33

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Peningkatan pelepasan ADH dari hipofisis posterior merupakan tanda dari
SIADH.Peningkatan pengeluaran ADH biasanya terjadi sebagai respon terhadap
peningkatan osmolalitas plasma (penurunan konsentrasi air plasma) atau penurunan
tekanan darah.Penyebabnya adalah ,tumor-tumor,pembedahan cedera, di sisi luar
SSP terutama karsinoma bronkogenik.Selain itu,SIADH dapat juga menjadi
komplikasi
4.2 Saran
Bagi penderita SIADH yang masih ringan,retriksi cairan cukup dengan
pembatasan cairan dan pembatasan sodium.Dan penderita dianjurkan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisinya dan mengikuti prosedur diit yang dianjurkan.




















34

DAFTAR PUSTAKA
Arthur C. Guyton, John E. Hall. 2000. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Bevelander, gerrit.2007. Dasar-dasar Histologi. Jakarta: Erlangga
Black M. Matassarin and Jacob M. Ester.(1997). Medical Surgical Nursing.Ed.
3.Philadelphia: W.B. Sounders.
Brooker. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC
Barbara K.Timby. 2000. Keterampilan Dasar dan Konsep di Perawatan Pasien. Jakarta:
EGC.
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 3.
Jakarta: EGC.
Corwin, J. Elizabet.2001. Patofisiologi: Sistem Endokrin. Jakarta: EGC.
Capernito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta: EGC
Davey, Patrick.2005. At a glance Medicine.Erlangga : Jakarta
Djojosoebagio, Soewondo.2003. Fisiologi Kelenjar Endokrin. Bogor: IPB Press
Doengoes, Marilynn C.2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed. 3. Jakarta: EGC.18
Ellen, Lee, dkk, 2000, Pathofisiology, Phiadelpia: W, B, Soundres
Grays, Linda Hager, et al .2006.Handbook of medical surgical-nursing 4th ed.USA :
Lippincot Williams & Wilkins
Grabe, Mark A dkk. 2006. Buku saku dokter keluarga. Jakarta: EGC.
Jhonson Marion dkk. 2000. NOC. USA:Mosby
Lee Ellen and Jacquelyn.(2000). Pathophysiology.Ed. 2. Philadelphia: W.B. Sounders.
Long, Barbara. 2000. Praktek Perawatan Medikal Bedah. Bandung: YayasanIAPK.
Mccloskey Cjoane skk.1995.NIC. USA:Mosby
Price, Sylvia.2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:EGC.
Sacher, Ronald A. 2004.Tinjauan kasus hasil pemeriksaan laboratorium. Jakarta: EGC
Schrier, Robert W. 2007. Diseases of The Kidney & Urinary Tract 8th ed.USA : Lippincott
Williams & Wilkins, Philadelphia
Tisdales, james E & Miller, Douglas A. 2010. Drugs Incuduced Diseases : Prevention,
Detection and Management 2
nd
. American Society of Health System Pharmacists,
Inc USA :heartside publishing.
Otto, shirley E. 2003.Buku saku keperawatan onkologi. Jakarta: EGC.
Jhonson Marion dkk. 2000. NOC. USA:Mosby
35

Kugler, John. 2000. Hiponatremia dan Hipernatremia di Lansia. American Family
Physician
Gejala SIADH-Gejala sindrom SIADH, Penyebab dan Perawatan.2000.
www.CancerTherapyChina.com (online) tanggal 10 Maret 2014 pukul 10.00 WIB
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2004. Brunner & Suddarths Textbook of Medical
Surgical Nursing 10th edition.Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins
Watson,Roger.2004.Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat edisi 10.Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai