Anda di halaman 1dari 20

1

Struktur dan Mekanisme Tulang dan Otot Normal Dikaitkan dengan


Penderita Osteoporosis

Budiman Atmaja*

Alamat Korespondensi : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no 6
Jakarta 11510



Pendahuluan
Tulang dan otot merupakan jaringan yang paling banyak mengisi tubuh manusia.
Tulang merupakan jaringan tubuh yang berfungsi menopang tubuh dan bagian-bagiannya.
Karena fungsi untuk menopang, tulang mempunyai struktur yang kaku. Otot berfungsi
menggerakkan bagian-bagian tubuh.
1

Bila terjadi suatu kelainan pada tulang dan otot, perlu untuk melihat hubungannya
dengan struktur tulang dan otot serta mekanisme kerja otot. Hal itu dapat membantu mengerti
bagaimana proses yang terjadi pada tulang dan otot secara normal. Terkait dengan hal
tersebut, makalah ini akan membahas bagian ekstremitas bawah. Selain itu, dalam makalah ini
akan sedikit dibahas tentang salah satu penyebab nyeri pada lutut saat berjalan yaitu
osteoporosis.



* Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
2

Osteoporosis
Osteoporosis adalah istilah umum untuk suatu penyakit tulang yang menyebabkan
berkurangnya jumlah jaringan tulang dan tidak normalnya struktur atau bentuk mikroskopis
tulang. Kuantitas dan kualitas tulang yang tidak normal membuat tulang tersebut lemah dan
mudah patah, bahkan ketika mengalami trauma ringan. Akibat osteoporosis dapat dipandang
sebagai kegagalan fungsi tulang, yang serupa dengan proses perkembangan penyakit gagal
jantung setelah bertahun-tahun menderita tekanan darah tinggi yang tidak terkendali. Tidak
ada bukti terdokumentasi yang menyatakan bahwa keropos tulang atau berkurangnya jaringan
tulang yang tidak disertai kejadian patah tulang berkaitan dengan rasa sakit atau gejala-
gejala, tetapi hanya akibat-akibat seperti patah tulang dan rasa sakit kronis yang
menyertainya, kelainan bentuk tubuh, dan kelumpuhan.
2

Beberapa faktor dapat memengaruhi timbulnya osteoporosis, sebagian bisa dicegah,
tetapi yang sebagian lagi tidak dapat menghindarinya, seperti bertambahnya usia atau jenis
kelamin.Berikut merupakan faktor-faktor yang memengaruhi osteoporosis:
3

1. Jenis kelamin: Dibandingkan dengan kaum pria, wanita usia lanjut lebih mudah terkena
osteoporosis, karena massa tulang wanita relatif lebih sedikit dan lebih mengalami
pengurangan dibandingkan pria. Jika dibandingkan, pria mempunyai massa tulang yang
lebih padat dan proses demineralisasi tulang pada pria juga lebih jarang terjadi.
2. Ras: Orang kulit hitam lebih jarang mengidap osteoporosis ketimbang kulit putih, orang
Eropa, atau orang Asia.
3. Genetik: Besarnya puncak massa tulang sangat ditentukan faktor genetik. Wanita yang
mempunyai ibu yang pernah mengalami patah tulang panggul dalam usia tua akan dua
kali lebih mudah terkena patah tulang yang sama.
4. Usia: Dengan bertambahnya usia, risiko terjatuh dan patah tulang menjadi bertambah
pula. Ini bisa disebabkan oleh faktor lingkungan, misalnya permukaan tanah yang tidak
rata, naik tangga, atau tersandung tepi karpet. Selain itu, ketidak-seimbangan resorpsi dan
formasi tulang paling sering disebabkan oleh wanita setelah menopause. Massa tulang
wanita tua menjadi berkurang bukan hanya karena hormon estrogen menurun, juga
pengaruh hormon-hormon lain, kalsium, serta vitamin D.
5. Kurang gerak badan: Kurang gerak badan pada masa kanak-kanak atau remaja akan
mengurangi puncak massa tulang dan mempercepat turunnya massa tulang. Pada usia
3

lanjut, kurang gerak badan menyebabkan lemahnya otot dan meningkatkan risiko jatuh
dan patah tulang.
6. Postur tubuh, struktur tulang, dan berat badan: Osteoporosis dan patah tulang lebih
banyak ditemukan pada orang yang berpostur tubuh yang lebih pendek dan kecil.
7. Menopause atau gangguan hormon estrogen: Menopause pada wanita timbul pada usia
sekitar 50 tahun. Kekurangan estrogen akibat haid berhenti akan meningkatkan
kemungkinan terkena osteoporosis. Kebanyakan wanita akan kehilangan 25 persen dari
kepadatan tulangnya pada lima tahun pertama setelah haid berhenti. Jika haid terlambat
atau tidak datang haid akibat olahraga berat, kurus, anoreksia nervosa (tidak dapat makan
karena gangguan kejiwaan), atau menderita penyakit kronis, akan mengalami gangguan
keseimbangan hormon estrogen, yang menyebabkan osteoporosis mudah terjadi.
8. Pemakaian hormon steroid dan obat lainnya: Obat-obatan yang mengandung steroid bisa
mempercepat osteoporosis, misalnya prednison, prednisolon, atau kortison, termasuk
jamu atau obat tradisional yang biasanya juga mengandung steroid, yang diberikan pada
penyakit rematik, asma, radang usus, atau beberapa penyakit kanker. Makin tinggi dosis
dan makin lama pemakaian, risiko osteoporosis menjadi makin besar. Obat lambung yang
mengandung aluminium bila dikonsumsi dalam jangka lama juga dapat menyebabkan
osteoporosis.
9. Riwayat patah tulang sebelumnya: Orang yang pernah mengalami patah tulang akan
berisiko patah lagi, karena mungkin memang tulangnya sudah keropos. Pada wanita yang
pernah patah tulang belakang, risiko terulang patah lagi akan meningkat tujuh kali lipat.
10. Diabetes Mellitus: Orang yang mengidap kencing manis lebih mudah mengalami
osteoporosis. Pemakaian insulin merangsang pengambilan asam amino ke sel tulang
sehingga meningkatkan pembentukan kolagen tulang, akibatnya orang yang kekurangan
insulin atau resistensi insulin akan mudah terkena osteoporosis. Kontrol gula yang buruk
juga akan memperberat metabolisme vitamin D dan osteoporosis.
11. Penyakit tiroid: Hipertiroid atau keadaan dimana kadar hormon tiroid tinggi atau
berlebihan akan menyebabkan penurunan massa tulang sehingga mengakibatkan
osteoporosis. Demikian pula pada hipotiroid (hormon tiroid rendah) yang diberi
pengobatan hormon tiroksin berlebihan. Oleh sebab itu, pada setiap pengobatan dengan
hormon tiroksin, kepadatan tulangnya harus diperiksa dengan cermat.
12. Penyakit kanker: Beberapa kanker tertentu dikaitkan dengan timbulnya osteoporosis,
misalnya kanker sumsum tulang (myeloma maligna), leukemia, atau limfoma.
4

13. Penyakit hati, ginjal, usus: Beberapa penyakit seperti penyakit hati yang kronis, gagal
ginjal kronis, serta radang kronis pada usus besar juga mudah mengakibatkan
osteoporosis.
14. Kalsium, vitamin D, dan hormon paratiroid: Kurang mengonsumsi kalsium sejak masa
kanak-kanak dan remaja, kekurangan vitamin D, serta gangguan kelenjar paratiroid dapat
mengakibatkan mudah terkena osteoporosis.

Struktur Tulang
Secara makroskopis, pada ekstremitas bagian bawah terbagi dalam beberapa tulang.
Bagian tulang pertama adalah femur. Femur adalah tulang terpanjang dalam tubuh. Tulang ini
memiliki beberapa sifat khas:
4

Kaput femoralis berartikulasi dengan asetabulum tulang panggul pada artikulasio
coxae. Artikulasi ini terbentang dari kolum femoralis dan bentuknya bulat, halus, serta
dilapisi oleh kartilago artikularis. Konfigurasi ini memberikan ruang gerak besar.
Kaput menghadap ke medial, atas, dan depan ke dalam asetabulum. Fovea adalah
lekukan di tengah kaput yang merupakan tempat pelekatan ligamentum teres.
Kolum femoralis membentuk sudut sebesar 125
o
dengan korpus ossis femoralis.
Pemendekan atau pelebaran angulus yang patologis masing-masing disebut deformitas
coxa vara dan coxa valga.
Korpus femoralis meliputi seluruh bagian panjang tulang. Pada ujung atasnya terletak
trokanter mayor, dan di posteromedial, trokanter minor. Di anterior terdapat linea
trokanterika dan di posterior krista trokanterika yang menandai batas antara korpus
dan kolum. Linea aspera adalah krista yang berjalan longitudinal di sepanjang
permukaan posterior femur yang terpisah di bagian bawah menjadi linea
suprakondilaris. Linea suprakondilaris medialis berakhir pada tuberkulum adduktor.
Ujung bawah femur terdiri dari kondilus femoralis medialis dan lateralis. Struktur ini
merupakan tempat artikulasi dengan tibia pada artikulatio genus. Kondilus lateralis
lebih menonjol daripada medialis. Hal ini untuk mencegah tergesernya patela. Di
posterior kondilus dipisahkan oleh incisura interkondilaris yang dalam. Bagian
anterior aspek bawah femur halus untuk artikulasi dengan permukaan posterior patela.
5


Gambar 1. Femur tampak anterior dan posterior, serta
ujung bawah dilihat dari bawah.
4

Tulang lainnya adalah tibia. Tibia berfungsi memindahkan berat badan dari femur ke
talus. Sifat-sifatnya adalah:
4

Ujung atas tibia yang mendatar plato tibia memiliki kondilus tibia medialis dan
lateralis untuk artikulasi dengan kondilus femoralis yang sesuai. Berlawanan dengan
kondilus femoralis, kondilus tibialis medialis lebih besar daripada lateralis.
Area interkondilaris adalah daerah antara kondilus tibialis dimana terdapat dua
tonjolan tuberkulum interkondilaris medialis dan lateralis. Bersama-sama tonjolan
ini membentuk eminensia interkondilaris. Ujung meniskus lateralnya melekat erat ke
tiap sisi eminensia.
Pada bagian anterior korpus atas tuberositas tibia bisa ditemukan dengan mudah.
Inilah tempat insersi ligamentum patelae.
Potongan melintang korpus berbentuk segitiga. Korpus memiliki sisi anterior, medial,
dan lateral serta permukaan posterior, lateral, dan medial.
Batas anterior dan permukaan medial korpus seluruhnya terletak subkutan. Oleh sebab
itu korpus tibiae merupakan tempat tersering terjadinya fraktur terbuka.
Pada permukaan posterior korpus tedapat garis miring linea soleal yang menandai
origo m. soleus pada tibia. N. popliteus memasuki area trigonum di atas linea soleal.
Fibula berartikulasi dengan tibia di superior pada permukaan artikularis aspek postero-
inferior kondilus lateralis artikulasio tibiofibularis (sinovial).
6

Insisura fibularis terletak di sebelah lateral ujung bawah tibia untuk artikulasi dengan
fibula pada sindesmosis tibiofibularis (fibrosa).
Di inferior tibia menonjol membentuk maleolus medialis. Maleolus medialis turut
membentuk mata kaki yang menstabilkan talus. Maleolus medialis memiliki sulkus di
posterior untuk lewatnya tendon tibialis posterior.

Gambar 2. Tampak depan dan belakang tibia, fibula, dan regio pergelangan kaki. Juga
tampak membrana interoseus dan pintunya.
4

Tulang selanjutnya adalah fibula. Fibula tidak termasuk tulang pembentuk artikulasio
genus dan tidak turut memindahkan berat badan. Fungsi utama fibula adalah sebagai origo
otot-otot dan turut berperan dalam artikulasio talokruralis. Ciri-ciri khasnya adalah:
4
Prosesus stiloideus merupakan tonjolan pada kaput fibula yang merupakan tempat
insersi tendon biseps (di sekitar ligamentum kolaterale lateralis).
Kolum fibula memisahkan kaput dari korpus fibulae. N. fibularis komunis melengkung
di sekitar kolum sebelum terbagi menjadi cabang-cabang superfisialis dan profunda.
Nervus ini mudah terkena trauma pada fraktur kolum fibula yang menyebabkan
footdrop.
Pada potongan melintang fibula tampak berbentuk segitiga. Tulang ini memiliki sisi
anterior, medial (interoseus), dan posterior dengan permukaan anteriorm lateral, dan
posterior. Krista medial terletak pada permukaan posterior.
Ujung bawah fibula adalah maleolus lateralis. Struktur ini merupakan bagian lateral
dari mata kaki yang menstabilkan talus. Permukaan medialnya halus untuk artikulasi
dengan talus. Aspek posterior maleolus bersulkus untuk lewatnya tendon peroneus
7

longus dan brevis. Maleolus lateralis memiliki tonjolan yang jauh lebih ke bawah
daripada maleolus medialis.
Patela juga merupakan bagian ekstremitas bawah. Patela memiliki beberapa ciri-ciri.
Ligamentum patelae, yang melekat ke apeks patela dan tuberositas tibia, merupakan insersi
sejati untuk m. kuadriseps sehingga patela merupakan tulang berbentuk sesamoid (yang
terbesar dalam tubuh). Susunan ini membentuk mekanisme ekstensor. Bisa terjadi trauma
pada bagian manapun dari mekanisme ini akibat kontraksi m. kuadriseps, rupturnya
ligamentum patelaem atau avulsi tuberositas tibia. Permukaan posterior patela halus dan
dilapisi kartilago artikularis. Permukaan ini terbagi menjadi facet artikularis lateralis yang
besar dan facet artikularis medialis yang kecil untuk artikulasi dengan kondilus femoralis.
4

Dengan mata telanjang atau dengan lup, masing-masing tulang itu sendiri dapat
dibedakan menjadi dua bentuk, tulang kompak dan tulang spons. Yang terakhir terdiri atas
kisi-kisi tiga dimensi trabekel tulang atau spikul, membatasi sistem celah-celah mirip labirin
yang diisi sumsum tulang. Tulang kompak, seperti namanya menunjukkan, tampak sebagai
massa utuh padat dengan ruang-ruang kecil yang hanya tampak dengan mikroskop. Kedua
bentuk tulang saling berhubungan tanpa batas jelas.
5


Gambar 3. Sediaan gosok tebal tibia yang menggambarkan tulang kompak
korteks dan kisi-kisi trabekel dari tulang spons.
5

Secara mikroskopis, tulang dilihat dalam ilmu histologi. Jika sediaan gosok tipis dari
bagian batang tulang panjang diamati dengan mikroskop, nyatalaj bahwa kontribusi unsur sel
dari tulang terhadap massa total adalah sangat kecil. Sebagian besar terdiri dari matrik tulang,
substansi interstisial bermineral, yang didepositkan dalam lapisan atau lamel yang dengan
tebal 3-7 um. Tersebar agak merata dalam substansi interstisial tulang adalah rerongga
lentikuler, disebut lakuna, masing-masing ditempati sebuah sel tulang, atau osteosit. Dari
8

lakuna memancar keluar ke segala arah kanalikuli langsing dan bercabang yang menerobos
lamel daru substansi interstisial dan beranastomosis dengan kanalikuli lakuna berdekatan.
Jadi, meskipun lakuna tulang agak berjauhan letaknya, mereka membentuk sistem rerongga
utuh yang saling berhubungan melalui jaringan saluran sangat halus, Saluuran halus ini
penting untuk nutrisi sel-sel tulang.
5


Gambar 4. Fotomikrograf sediaan gosok sebagian tulang metakarpal manusia.
5


Gambar 5. Fotomikrograf sediaan gosok sebuah sistem Havers,
menampakkan lakuna dan kanalikuli dalam hitam.
5

Lamel tulang kompak terdapat dalam tiga pola umum: (1) Sebagian besar disusun
konsentris mengelilingi saluran vaskuler memanjang, membentuk unit silindris disebut sistem
havers atau osteon. Diameternya bervariasi, dibentuk oleh 4-20 lamel. Pada potongan
melintang, sistem Havers tampak sebagai cincin konsentris mengitari lubang bulat. Pada
potongan memanjang, mereka tampak berupa lapis-lapis rapat paralel terhadap saluran
vaskuler. (2) Diantara sistem Havers terdapat potongan tulang berlamel dengan berbagai
9

ukuran dan bentuk tak teratur. Inilah sistem interstisial. Batas antara sistem Havers dan sistem
interstisial terlihat jelas oleh adanya lapis refraktil disebut garis semen, Pada potongan
melintang, tulang kompak tampk sebagai mosaik potongan-potongan bulat dan bersudut yang
direkatkan menjadi satu. (3) Pada permukaan luar tulang korteks, tepat di bawah periosteum,
pada permukaan dalam, terdapat sejumlah lamel yang berjalan tidak terputus-putus mengitari
bagian batang. Mereka disebut lamel sirkumferens dalam dan luar.
5


Gambar 6. Diagram satu sektor batang tulang panjang, menampakkan disposisi lamel
dalam osteon, lamel interstisial, dan lamel sirkumferens luar dan dalam.
5

Dua kategori saluan vaskuler terlihat dalam tulang kompak berdasarkan orientasi dan
hubunagnnya dengan struktur lamel tulang sekitar. Saluran memanjang di pusat osteon
disebut saluran Havers. Diameternya 22-110 um dan mengandung satu atau dua pembuluh
darah kecil terbungkus jaringan ikat. Sebagian besar pembuluh itu adalah kapiler dan venul
pasca-kapiler, namun kadang-kadang ditemukan arteriol. Saluran Havers saling berhubungan
dan dengan permukaan bebas dan rongga sumsum melalui saluran serong atau melintang
disebut saluran Volkmann. Mereka ini dapat dibedakan dari saluran Havers karena tidak
dikelilingi oleh lamel-lamel konsentris. Sebaliknya, mereka menerobos tulang dalam arah
tegak lurus atau serong terhadap lamel tulangg. Pembuluh darah dari sumsum, dan sedikit dari
periosteum, berhubungan dengan yang dari sistem Havers melalui saluran Volkmann. Saluran
ini seringkali lebih besar dari yang dari osteon.
5


Struktur Otot
10

Secara makroskopis, otot bagian ekstremitas atas terbagi dalam banyak bagian otot.
Bagian pertama akan dibahas tentang isi kompartemen anterior paha. Otot-otot yang
menyusunnya terdiri atas otot-otot fleksor panggul dan ekstensor lutut, yaitu m.sartorius,
m.iliakus, m.psoas, m.pektineus, dan m.kuadriseps femoris.
4

Gambar 7. Potongan paha untuk menunjukkan kanalis adduktor.
4

Selanjutnya pada bagian isi kompartemen medial paha. Bagian itu terdiri atas otot
adduktor panggul yaitu m. grasilis, m. adduktor longus, m. adduktor brevis, m. adduktor
magnus, dan m. obturatorius eksternus (otot rotator lateral paha pada panggul).

Gambar 8. Kelompok otot-otot psoas, iliakus, dan adduktor.
4

11

Lalu pada bagian kompartemen posterior paha merupakan otot hamstring. Otot ini
berfungsi dalam fleksi lutut serta ekstensi panggul. Otot-otot itu adalah m. biseps femoris, m.
semitendinous, m. semimembranous, dan bagian hamstring dari m. adduktor magnus (gambar
7).
4

Fleksi dan ekstensi merupakan gerakan utama lutut. Sedikit rotasi bisa dilakukan bisa
lutut dalam keadaan fleksi namun tidak bisa dilakukan saat ekstensi. Selama tahap akhir
ekstensi kondilus tibialis medialis besar masuk ke arah depan menuju kondilus femoralis
untuk mengunci sendi. Sebaliknya, tahap awal fleksi melepaskan kunci sendi dengan rotasi
interna kondilus tibialis medialis gerakan ini dilakukan oleh m. popliteus. Otot-otot utama
yang bekerja pada lutut dibagi menjadi fleksi dan ekstensinya. Otot yang bekerja saat ekstensi
adalah m. kuadriseps femoris. Saat fleksi, otot yang utama adalah hamstring, tetapi juga m.
grasilis, m. gastroknemius, dan m.sartorius.
4

Pada bagian ekstensor tulang dan dorsum pesis, kelompok otot ekstensor terdiri dari
empat otot tungkai dan m. ekstensor digitorum brevis oada kaki. Otot-otot ini menyebabkan
dorsofleksi kaki. Isi kompartemen ekstensor tungkai adalah m. tibialis anterior, m. ekstensor
halusis longus, m. ekstensor digitorum longus, dan m. peroneus tertius (perannya tidak terlalu
penting).
4

Gambar 9. Potongan melintang tungkai.4
Lalu pada bagian kompartemen peroneal tungkai, kompartemen ini terdiri dari dua
otot m. peroneus longus dan m. peroneus brevis. Otot-otot ini terutama bekerja dalam
eversio kaki.
12


Gambar 10. Sisi lateral tungkai dan kaki.
4
Secara mikroskopis, otot memiliki jaringan yang dibedakan menjadi beberapa jenis.
Tiga jenis jaringan otot dapat dibedakan berdasarkan bentuk dan fungsi masing-masing. Otot
rangka terbentuk dari sekumpulan sel yang panjang, silinder, dan multinukleus yang terlihat
adanya seran lintang. Kontraksinya cepat, bertenaga, dan biasanya dibawah kesadaran. Hal ini
disebabkan dari interaksi filamen tipis aktin dan filamen tebal miosin dimana konfigurasi
molekulnya membiarkan mereka menyelip satu sama lain. Kekuatan menyelip itu dihasilkan
dari interaksi yang lemah di dalam jembatan antara aktin dan miosin. Otot jantung juga
memiliki seran lintang dan berbentuk memanjang, bercabang dan terbentang paralel satu sama
lain. Di batas antar serat disebut diskus interkalaris, struktur ini ditemukan hanya di otot
jantung. Kontraksi dari otot jantung tidak disadari, kuat, dan berirama. Otot jantung terdiri
dari sel fusiform yang tidak menunjukkan garis melintang. Proses kontraksinya lambat dan
tidak disadari.
6

Gambar 11. Otot rangka potongan memanjang.
6

13


Gambar 12. Otot jantung potongan memanjang.
6


Gambar 13. Otot polos potongan memanjang.
6
Otot rangka terdiri dari sel-sel serabut otot multinukleus yang dikelilingi oleh
membran plasma yang dapat tereksitasi oleh listrik, yaitu sarkolema. Sel serabut otot
individual yang dapat menyamai panjang keseluruhan otot, mengandung berkas banyak
miofibril yang tersusun sejajar yang terbenam dalam cairan intraseluler dan disebut
sarkoplasma.
7

Jika miofibril diperiksa dibawah mikroskop elektron, dapat diamati pita gelap dan
terang yang berselingan. Oleh karena itu, masing-masing pita disebut sebagai pita A dan I.
Bagian tengah pita A (pita H) tampak kurang padat dibandingkan bagian pita lainnya. Pita I
terbagi dua oleh sebuah garis Z yang sangat padat dan sempit.

Sarkomer didefinisikan sebagai
regio antara dua garis Z dan berulang di sepanjang aksis sebuah fibril dengan jarak 1500
2300 nm yang bergantung pada keadaan kontraksi.
7

Miofibril terdiri dari dua jenis filamen longitudinal. Salah satu tipe, filamen tebal
terbatas di pita A, mengandung terutama protein miosin. Filamen tipis terletak di pita I dan
memanjang ke dalam pita A, tetapi tidak sampai ke dalam zona H-nya. Filamen tipis
mengandung protein aktin, tropomiosin, dan troponin. Filamen tebal dan tipis berinteraksi
melalui jembatan silang (cross-bridges) yang muncul setiap 14 nm di sepanjang filamen
tebal.
7

14


Mekanisme Kerja Otot
Pada serat otot yang melemas, kontraksi tidak terjadi; aktin tidak dapat berikatan
dengan jembatan silang karena posisi dua tipe protein lain tropomiosin dan troponin di
dalam filamen tipis. Posisi tropomiosin menutupi bagian aktin yang berikatan dengan
jembatan silang, menghambat interaksi yang menghasilkan kontraksi otot. Troponin berikatan
dengan tropomiosin, satu berikatan dengan aktin, dan dapat berikatan dengan Ca
2+
.
8


Gambar 14. Komponen struktur utama dari filamen tipis dengan dua untai
molekul aktin yang terpilin.
9

Ketika troponin tidak berikatan dengan Ca
2+
, protein ini menstabilkan tropomiosin
dalam posisinya menutupi tempat pengikatan jembatan silang di aktin. Ketika Ca
2+
berikatan
dengan troponin, bentuk protein ini berubah sedemikian sehingga tropomiosin terlepas dari
posisinya yang menghambat. Dengan tropomiosin tersingkir, aktin dan miosin dapat berikatan
dan berinteraksi di jembatan silang, menyebabkan kontraksi otot.
8

Interaksi jembatan silang antara aktin dan miosin menyebabkan kontraksi otot melalui
mekanisme pergeseran filamen. Sewaktu kontraksi, filamen tipis di kedua sisi sarkomer
bergeser ke arah dalam terhadap filamen tebal yang diam menuju ke pusat pita A. Sewaktu
bergeser ke dalam, filamen tipis menarik garis-garis Z tempat filamen tersebut melekat saling
mendekat sehingga sarkomer memendek. Karena semua sarkomer di keseluruhan panjang otot
memendek bersamaan maka seluruh serat otot memendek. Ini adalah mekanisme pergeseran
filamen pada kontraksi otot. Zona H, di bagian tengah pita A yang tidak dicapai oleh filamen
15

tipis, menjadi lebih kecil karena filamen-filamen tipis saling mendekati ketika mereka
bergeser semakin ke arah dalam. Pita I, yang terdiri dari bagian filamen tipis yang tidak
bertumpang tindih dengan filamen tebal, menyempit ketika filamen-filamen tipis semakin
bertumpang tindih dengan filamen tebal sewaktu pergeseran tersebut. Filamen tipis itu sendiri
tidak mengalami perubahan panjang sewaktu serat otot memendek. Lebar pita A tidak
berubah selama kontraksi, karena lebarnya ditentukan oleh panjang filamen tebal, dan filamen
tebal tidak mengalami perubahan panjang selama proses pemendekan otot. Perhatikan bahwa
panjang filamen tebal atau tipis tidak berkurang untuk memperpendek sarkomer. Kontraksi
dicapai oleh pergeseran saling mendekat filamen-filamen tipis di sisi sarkomer yang
berlawanan di antara filamen-filamen tebal.
8


Gambar 15. Perubahan pola otot lurik sewaktu proses pemendekan.
8

Aktivitas jembatan silang menarik masuk filamen tipis relatif terhadap filamen tebal
yang diam. Sewaktu kontraksi, dengan tropomiosin dan troponin digeser oleh Ca
2+
, jembatan
silang miosin dari filamen tebal dapat berikatan dengan molekul aktin di filamen tipis sekitar.
Bila melihat satu interaksi jembatan silang, dua kepala miosin di masing-masing molekul
miosin bekerja secara independen, dengan satu kepala melekat ke aktin. Ketika miosin dan
aktin berkontak di jembatan silang, jembatan mengalami perubahan bentuk, menekuk ke
dalam seolah-olah memiliki engsel, mengayuh ke arah bagian tengah sarkomer, seperti
mendayung perahu. Inilah yang disebut sebagai kayuhan bertenaga, jembatan silang ini
menarik masuk filamen-filamen tipis yang melekat ke jembatan silang tersebut. Satu kayuhan
bertenaga menarik filamen tipis hanya sepersekian dari jarak pemendekan total. Siklus
pengikatan dan penekukan berulang jembatan silang menuntaskan pemendekan.
8
16


Gambar 16. Siklus pengikatan dan penekukan berulang jembatan silang.
9

Pada akhir satu siklus jembatan silang, ikatan antara jembatan silang miosin dan
molekul aktin terputus. Jembatan silang kembali ke bentuk semula dan berikatan dengan
molekul aktin berikutnya di belakang mitra aktin pertama. Jembatan silang mengulangi
siklus.
8
Karena cara molekul-molekul miosin berorientasi di dalam filamen tebal maka semua
jembatan silang mendayung ke arah bagian tengah sarkomer sehingga keenam filamen tipis
sekitar di masing-masing ujung sarkomer tertarik ke arah dalam secara bersamaan. Akan
tetapi jembatan silang yang berikatan dengan suatu filamen tipis tidak mendayung dalam satu
kesatuan. Pada setiap saat sewaktu kontraksi, sebagian jembatan silang melekat ke filamen
tipis dan sedang mengayuh, sementara yang lain sedang kembali ke konformasinya semula
dalam persiapan untuk mengikat molekul aktin lain. Karena itu sebagian jembatan silang
sedang menahan filamen aktin sementara yang lain melepaskan filamen aktin untuk
mengikat filamen aktin lainnya.
8

Eksitasi otot mengaktifkan siklus jembatan silang. Istilah penggabungan eksitasi-
kontraksi merujuk kepada serangkaian proses yang mengaitkan eksitasi otot (adanya potensial
aksi di serat otot) dengan kontraksi otot (aktivitas jembatan silang yang menyebabkan
filamen-filamen tipis bergeser bersama untuk memperpendek sarkomer).
8

Dua struktur membranosa di dalam serat otot berperan penting dalam menghubungkan
eksitasi ke kontraksi ini tubulus transversus dan retikulum sarkoplasma. Di setiap
pertemuan antara pita A dan pita I, membran permukaan masuk ke dalam serat otot untuk
17

membentuk tubulus transversus (tubulus T), yang berjalan tegak lurus dari permukaan
membran sel otot ke dalam bagian tengah serat otot. Karena membran tubulus T
bersambungan dengan membran permukaan, maka potensial aksi di membran permukaan juga
menyebar turun menelusuri tubulus T, dengan cepat menyalurkan aktivitas listrik permukaan
ke bagian tengah serat. Adanya potensial aksi lokal di tubulus T memicu perubahan
permeabilitas di anyaman membranosa tersendiri di dalam serat otot, retikulum sarkoplasma.
Kantung lateral retikulum sarkoplasma ini mengandung Ca
2+
. Penyebaran potensial aksi
menuruni tubulus T memicu pelepasan Ca
2+
dari retikulum sarkoplasma.
8

Gambar 17. Pelepasan kalsium dalam penggabungan eksitasi-kontraksi.
9

Siklus jembatan silang sendiri dijalankan oleh ATP. Jembatan silang miosin memiliki
dua tempat khusus, tempat untuk mengikat aktin dan tempat ATPase. Tempat ATPase ini
adalah tempat enzim yang dapat mengikat pembawa energi adenosin trifosfat (ATP) dan
memecahnya menjadi adenosin difosfat (ADP) dan fosfat inorganik (Pi), yang dalam
prosesnya menghasilkan energi. Penguraian ATP terjadi di jembatan silang miosin sebelum
jembatan berikatan dengan molekul aktin. ADP dan Pi tetap terikat erat ke miosin, dan energi
18

yang dihasilkan disimpan di dalam jembatan silang untuk menghasilkan miosin berenergi
tinggi. Analoginya, jembatan silang dikokang seperti senjata, siap diletuskan jika pelatuk
ditarik. Ketika serat otot mengalami eksitasi, Ca
2+
menarik kompleks troponin-tropomiosin
menjauhi posisinya yang menyumbat sehingga jembatan silang miosin yang telah berenergi
(terkokang) dapat berikatan dengan molekul aktin. Kontak antara miosin aktin ini
menyebabkan pelatuk tertarik, menekuk jembatan silang sehingga dihasilkan kayuhan
bertenaga. Selama kayuhan bertenaga, terjadi pembebasan Pi dari jembatan silang. Setelah
kayuhan bertenaga selesai, ADP dibebaskan.
8

Ketika Pi dan ADP dibebaskan dari miosin setelah kontak dengan aktin dan terjadi
kayuhan bertenaga, tempat ATPase miosin bebas untuk mengikat molekul ATP lain. Aktin
dan miosin tetap berikatan di jembatan silang sampai molekul ATP baru melekat ke miosin
pada akhir kayuhan bertenaga. Pelekatan molekul ATP baru memungkinkan jembatan silang
terlepas, yang mengembalikannya ke bentuk semula (tidak menekuk), siap untuk melakukan
siklus baru. ATP yang baru melekat kemudian diuraikan oleh ATPase miosin dan kembali
menggerakan jembatan silang miosin. Pada pengikatan dengan molekul aktin lain, jembatan
yang baru mendapat energi tersebut kembali menekuk, demikian seterusnya, secara suksesif
menarik masuk filamen tipis untuk menuntaskan kontraksi.
8

Gambar 18. Siklus jembatan silang.
9

19

Selain perlu melakukan kontraksi, otot juga perlu melakukan relaksasi. Seperti halnya
potensial aksi di serat otot mengaktifkan proses kontraksi dengan memicu pelepasan Ca
2+
dari
kantung lateral ke dalam sitosol, proses kontraksi dihentikan ketika Ca
2+
dikembalikan ke
kantung lateral saat aktivitas listrik lokal berhenti. Retikulum sarkoplasma memiliki molekul
pembawa, pompa Ca
2+
- ATPase, yang memerlukan energi dan secara aktif mengangkut Ca
2+

dari sitosol untuk memekatkannya di dalam kantung lateral. Ketika potensial aksi lokal tidak
lagi terdapat di tubulus T untuk memicu pelepasan Ca
2+
, aktivitas pompa Ca
2+
retikulum
sarkoplasma mengembalikan Ca
2+
yang dilepaskan ke kantung lateral. Hilangnya Ca
2+
dari
sitosol memungkinkan kompleks troponin-tropomiosin bergeser kembali ke posisinya yang
menghambat, sehingga aktin dan miosin tidak lagi berikatan di jembatan silang. Filamen tipis,
setelah dibebaskan dari siklus perlekatan dan penarikan jembatan silang, kembali secara pasif
ke posisi istirahatnya. Serat otot kembali melemas.
8


Penutup
Dengan melihat keseluruhan struktur tulang dan otot normal secara makroskopis dan
mikroskopis serta mekanisme kerja otot, kita dapat membandingkannya dengan penderita
osteoporosis. Penderita osteoporosis memiliki struktur tulang yang terganggu sehingga
dengan mengetahui struktur normalnya, penderita osteoporosis dapat diketahui. Selain itu,
bila melihat penderita memiliki rasa sakit saat berjalan, hal ini dibandingkan dengan
mekanisme gerak otot. Gerakan kontraksi dan relaksasi dari otot normal tidak akan ada rasa
nyeri. Tentu selain struktur dan tulang, ada faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.







20

Daftar Pustaka
1. Wibowo DS. Anatomi tubuh manusia. Jakarta: Grasindo; 2008.h.31.
2. Cosman F. Osteoporosis.Jakarta: Bentang Pustaka; 2009.h.11.
3. Tandra H. Segala sesuatu yang harus Anda ketahui tentang osteoporosis. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama; 2009.h.37-43.
4. Faiz O, Moffat D. At a glance anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2004.
5. Bloom, Fawcett. Buku ajar histologi. Edisi ke- 12. Jakarta: EGC; 2002.
6. Mescher AL. Junqueiras basic histology. Twelfth Edition. United States: McGraw-
Hill Companies; 2010.
7. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia harper. Edisi ke-27. Jakarta: EGC;
2009.h.586-7.
8. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2011.
282-9.
9. Sherwood L. Human physiology from cell to system. Seventh Editon. Belmont:
Brooks/Cole; 2010.

Anda mungkin juga menyukai