Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Psikologi Kognitif merupakan salah satu cabang dari psikologi umum yang
mencakup studi ilmiah tentang gejala-gejala kehidupan mental/psikis yang
berkaitan dengan cara manusia berfikir, seperti dalam memperoleh pengetahuan,
mengolah kesan yang masuk melalui penginderaan, menghadapi
masalah/problem untuk mencari suatu penyelesaian, serta menggali dari ingatan
pengetahuan dan prosedur kerja yang dibutuhkan dalam menghadapi tunututan
hidup sehari-hari.
Cabang ilmu psikologi ini khusus mempelajari gejala-gejala mental yang
bersifat kognitif dan terkait dengan proses belajar mengajar di sekolah, yang
memiliki hubungan erat dengan psikologi belajar, psikologi pendidikan dan
psikologi pengajaran. Pengetahuan dan pemahaman tentang proses belajar tidak
hanya menerangkan mengapa siswa berhasil dalam proses balajar, tetapi juga
membantu untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam prose situ dan sekali
terjadi kesalahan selama periode belajar, untuk mengoreksinya.
Seiring dengan berkembangnya psikologi kognitif, maka berkembang pula
cara-cara mengevaluasi pencapaian hasil belajar, terutama untuk domain kognitif.
Salah satu perkembangan yang menarik dalah revisi Taksonomi Bloom
tentang dimensi kognitif. Anderson & Krathwohl (dalam wowo 1999) merevisi
taksonomi Bloom tentang aspek kognitif menjadi dua dimensi, yaitu: proses
kognitif dan pengetahuan. Dimensi pengetahuan berisi empat kategori, yaitu
Faktual, Konseptual, Prosedural, dan Metakognitif, Dimensi proses kognitif
terdiri dari Mengingat, Pemahaman, Penerapan, Analisis, Evaluasi dan
Membuat. Kesinambungan yang mendasari dimensi proses kognitif diasumsikan
sebagai kompleksitas dalam kognitif, yaitu pemahaman dipercaya lebih kompleks
lagi daripada mengingat, penerapan dipercaya lebih kompleks lagi daripada
pemahaman, dan seterusnya.
2

Bab ini akan membahas representasi pengetahuan secara visual, dan ketika
kita membicarakan representasi secara visual, pada umumnya kita membicarakan
perumpamaan atau pembayangan mental ( mental imagery ). Pembayangan
mental didefinisikan sebagai suatu representasi mental mengenai objek atau
peristiwa yang tidak eksis pada saat terjadinya proses pembayangan.
Faktanya, mengkhayalkan dan memvisualisasikan dunia imajiner ( dunia
yang kita bayangkan berdasarkan suatu novel, atau lamunan kita mengenai
sebuah pantai yang jauh pada suatu musim dingin yang membekukan) dipandang
pentimg secara fungsional karena memungkinkan kita melatih ketrampilan-
ketrampilan yang pada akhirnya membantu tujuan-tujuan adaptif secara langsung
( Cosmides & Tooby, 2000; Leslie, 1987 ).

1.2. Rumusan Masalah
Permasalahan yang diangkat dalam makalah ini yaitu:
1. Apakah Definisi Mental imagery ( perumpamaan, perbandingan atau
pembayangan mental ) ?
2. Apakah karakteristik-karakteristik utama dari hipotesis penyandian-ganda,
hipotesis proposisional-konseptual dan hipotesis ekuivalensi-fungsional ?
3. Bagaimanakah eksperimen-eksperimen neurosains kognitif membuat topik
mental imagery menjadi semakin empirik ?
4. Bagaiman bias yang dialami seseorang mempegaruhi jenis peta mental
yang di buat ?






3

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Perspektif Historis
Ada tiga era historis pada sejarah perumpamaan mental:
1. Era fisiologis yaitu bayangan mental itu dipandang sebagai bahan baku utama
dalam pembentukan pikiran dan dipercaya sebagai elemen-elemen pemikiran.
2. Era pengukuran perumpaan mental yakni resposden terhadap objek
3. Era kognitif

Selama era filsofis, bayangan-bayangan mental dipandang sebagai bahan
baku utama dalam pembentukan pikiran, dan terkadang di percaya sebagai
elemen-elemen pemikiran. Topik tersebut sangat diminati oleh para filsuf
yunani, terutama aristoteles dan plato,dan selanjutnya para filsuf empirik inggris
terutama John Loeke. George Berkeley, david Hume, dan David Hartley.
Era pengukuran perumpamaan mental diawali oleh ilmuan inggris. Sin
Francis Galton ( 1880, 1883/1907 ). Beliau membagikan sebuah kusioner kepada
100 rekan-rekannya. Separuh dari responden tersebut adalah orang-orang
kenamaan dalam bidang ilmu pengetahuan. Galton meminta para respondennya
mengingat pemandangan-pemandangan yang mereka lihat saat sarapan pagi,
dam selanjutnya menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai gambaran yang
mereka alami.
Pendekatan kontemporer kedua terhadap imagery melibatkan penggabungan
konsep tersebut kedalam suatu model kognitif, yang di dalamnya memuat
representasi pengetahuan sebagai elemen sentral. Pandangan ini tampak jelas
dalam penelitian Shepard (1975); Shepard dan Metzler (1971); dan, yang lebih
modren, dalam studi-studi neurokognitif oleh farah (1988), Kosslyn (1998), dan
Pinker (1985). Studi terhadap imagery telah diuntungkan oleh sumbangsih-
sumbangsih unik dari para peneliti tersebut


4


2.2. Teori-teori representasi pengetahuan secara visual
Studi terhadap representasi pengetahuan secara visual dapat memunculkan
pertanyaan mengenai informasi visual disimpan dan diambil dari memori. Artinya
informasi visual disandikan sebagai suatu gambar internal yang dapat diaktifkan
kembali dengan memanggil gambar tersebut, seperti ketika mengamati sebuah album
foto. Sampai pada saat ini masih timbul perdebatan mengenai perempumaan visual
apakah sungguh bersifat visual ataukah dikendalikan oleh proses-proses kognitif
yang bertujuan umum.
Teori-teori terkini mengenai perumpamaan mental berfokus pada tiga hipotesis
sentral:
1. Hipotesis penyandian ganda( dual-coding hypothesis), yakni hipotesis
mengenai keberadaan dua sandi dan dua system penyimpanan-sandi dan
siitem penyimpanan pertama bersifat khayalan (imaginal) dan yang lainnya
bersifat verbal. Hipotesis ini menyatakan bahwa informasi dapt disandikan
dan disimpan secara imajinal dan verbal atau keduanya, dalam karya Paivo.
2. Hipotesis proposional-konseptual (conceptual-propositional hypotesis),
yakni informasi visual dan verbal direpresentasikan dalam bentuk proposisi-
proposisi abstrak mengenai onjek-objek beserta hubungannya. Di dapat
dalam karya Anderson, Bower dan pylyshyn.
3. Hipotesis ekuvalensi-fungsional ( functional-equivalency hypothesis),
yakni mengajukan gagasan bahwa imagery dan persepsi mengakibatkan
proses-proses yang serupa. Dan didapati dalam karya Shepad dan Kosslyn.

Akhirnya pada tahun 1968 Shepard dan Chipman pada tahun 1970 mengenalkan
istilah isomorfisme urutan kedua (second-order isomorphism) untuk
mempresentasikan hubungan antara objek-objek eksternal dan representasi internal
dari objek-objek yang tidak termasuk jenis isomorfik (isomorfisme adalah konsep
psikologi Gestalt yang menyatakan bahwa bentuk atau wujud stimuli akan
menimbulkan peta gambaran yang serupa dengan stimuli aslinya di medan
5

rangsangan korteks tapi peta itu lebih merupakan representasi simbolik dan bukan
merupakan salinan yang sama persis dengan stimuli aslinya).

2.3. Dukungan Neurosain Kognitif
Dalam ekperimen shepard, sejumlah peneliti menyajikan bukti neurologis yang
mendukung rotasi mental. Seperti penelitian pada hewan kera yang bertujuan
menyelidiki proses yang terjadi di korteks, yang diinterprestasikan para peneliti
sebagai rotasi mental. Akhirnya berdasarkan penillitian shepard dkk serta
berdasarkan penemuan neurosains kgnitif terbentuklah sebuah asumsi kuat yang
mendukung keberadaan bayangan atau gambaran dalam pikiran yang secara
fungsional idektik dengan dunia nyata.
Sedangkan Kosslyn berpendapat bahwa sebuah gambar mental memiliki
kemiripan dengan persepsi suatu objek yang riil yang asumsinya sebuah gambaran
memliki karakteristik spasial yang dapat dipindai dan sitem kognitif memerlukan
waktu yang lama utuk jarak yang jauh dibandingkan jarak yang dekat.
Jika ekperimen-eksperimen Kosslyn dan Shepard disatukan kesimpulannya
adalah mengidentifikasikan bahwa bayangan visual mencerminkan representasi
internal yang bekerja secara isomorfik terhadap fungsi persepsi objek fisik. Dan
dapat di simpulkan bahwa perumpamaan mental dan persepsi stimulus riil memiliki
banyak kesamaan.

2.4. Peta Kognitif
Kemampuan manusia untuk membentuk imagery adalah sebuah karakteristik
kuat memori, kemampuan tersebut juga penting dalam kehidupan kita sehari hari,
saat kita bekerja dan bergerak dalam lingkungan kita. Manusia menempati
lingkungan tiga dimensi yang juga dialami makhluk makhluk bumi lainnya
(kecuali, dalam batas batas tertentu, burung dan ikan) sehingga demi kelangsungan
hidupnya, manusia harus mampu menggunakan imagery untuk menjelajahi dunia
spasialnya dan menghindari bahaya. Tolman telah memunculkan konsep peta
kognitif (cognitif map), yang mengacu pada pengetahuan spasial umumyang
ditunjukkan oleh tikus tikus dalam labirin.
6

Sebuah eksperimen yang dilakukan thorndyke dan hayes roth (1982)
menghasilkan kesimpulan bahwa manusia menggunakan dua jenis pengetahuan
spasial, pengetahuan rute (rute knowledge) dan pengetahuan survei (survey
knowledge)- dalam upayanya mempelajari dunia fisik. Pengetahuan rute
berhubungan dengan jalur jalur spesifik yang digunakan untuk berpindah dari sutu
lokasi ke lokasi lain. Sedangkan pengetahuan survey berkaitan dengan hubungan -
hubungan global antara petunjuk petunjuk dari lingkungan. Sebuah cara lain yang
lebih mudah untuk membentuk pengetahuan survey adalah debgan mempelajari peta.
Dalam study yang memiliki kaitan dengan studi thorndyke dan hayes-roth,
tversky (1981 ; taylor & tversky, 1992) menguji distorsi memory terkait lokasi
lokasi geografis. Dalam karyanya yang menarik tersebut, tversky mengajukan
gagasan bahwa distorsi terjadi karena orang orang menggunakan strategi
konseptual untuk mengingat informasi geografis, orang orang cenderung
membentuk prototipe prototipe saat diminta membayangkan bentuk bentuk
geometrik sederhana, dan tampaknya bentuk bentuk informasi abstrak yang
semakin kompleks juga merupakan bagian dari proses pemetaan kognitif pada
manusia.
Dengan menggunakan asumsi diatas, ndapat dinyatakan bahwa informasi
geografis terstruktur dalam memori secara umum-abstrak (abstrac generalizations)
alih alih berupa gambar gambar atau citra citra spesifik. Pernyataan tersebut
akan menyingkirkan pertanyaan sulit mengenai bagaimana bagaimana kita
menyimpan sedemikian banyak informasi dalam memori visual, sebab penyimpanan
(storage) dipadatkan menjadi unit unit yang lebih besar.

2.5. Tajuk Utama Neurosains Kognitif
Peta kognitif
Jeffrey Zack, John Mires, barbara tversky, eliot hazeltine, john gabrieli
memusatkan penelitian pada dua aspek yang berbeda dari peta kognitif, aspek
pertama adalah transformasi spasial yang brpusat pada obyek obyek, yakni pada
saat anda merotasi suatu obyek atau lokasi dalam benak anda, aspek kedua adalah
transformasi prespektif egosentris, yang terjadi saat anda merotasi atau
7

menyelaraskan titik pandang anda. Zack dkk. Menemukan bahwa terdapat lokasi
lokasi yang berbeda di otak, yang digunakan untuk memproses kedua jenis rotasi.
Sebagaimana eksperimen yang meminta para partisipan menghapalkan sebuah
daftar berisi nama-nama dapat mengungkapkan cara pengorganisasikan informasi
semantik, demikian pula cara seseorang menggambar peta dapat mengungkap proses
yang terjadi dalam benak orang tersebut, terutama yang berkaitan dengan
representasi visual pengetahuan spasial. Terdapat banyak bukti yang menyatakan
bahwa bentuk-bentuk representasi yang ekspresif, seperti sketsa peta dan gambar-
gambar lainnya, mengungkapkan impresi subjektif kita mengenai realita. Sebagian
besar studi kognitif yang mempelajari penggambaran peta umumnya berkutat dengan
distorsi-distorsi sistematik dan ke akuratan peta-peta regional.


2.6. SINESTESIA : Suara Yang Dihasilkan Warna
Sinestesia adalah suatu kondisi ketika sensasi sensasi dari sebuah modalitas
perseptual misalnya penglihatan dialami juga dalam modalitas yang lain seperti
pendengaran. Orang dapat mengecap bentuk, meraba bunyi, atau melihat angka atau
huruf dalam warna.
Sinestasia tampaknya dikendalikan oleh peraturan (rule governed), tidak terjadi
secara acak, sebagai contoh, terdapat hubungan positif antara peningkatan pola titik
nada (picth) suatu suara dan peningkatan kecemerlangan.
Terdapat data data yang meyakinkan yang mengindikasikan bahwa banyak
orang mengalami sinestesia yang didalamnya citra citra visual, suara suara dan
pengalaman sensorik lainnya saling jalin menjalin, lebih lanjut lagi, sinestesia dapat
diukur dan pernyataan pernyataan yang sahih dapat dibuat berdasarkan
pengukuran pengukuran tersebut. Terdapat pula data data yang menunjukkan
bahwa beberapa orang memiliki sinestesia yang tidak wajar. Orang-orang tersebut
mengalami pengalaman-pengalaman sensorik yang saling tumpang tidih dengan
hebat nya.


8

Sistem kognitif kita kemungkinan tersusun sedemikian rupa sehingga
percakapan-lintas( cross-talk) antara neuron-neuron kortikal menjadi elemen
genetis yang berharga dalam sistem pemorsesan informasi paralel dan berlebihan
(redundant) dalam otak manusia. Diasumsikan bahwa area-area dalam otak yang
saling terhubung dan memiliki aktivitas-aktivitas yang terjadi secara simultan akan
mendorong timbulnya pengalaman-pengalaman sinestiatik.
Seiring semakin canggihnya teknologi pendeteksian aktivitas aktivitas otak,
studi studi mengenai sinestesia akan mampu mengindentifikasi sumber dan isu
hakikat sinestesia. Vilayanur Ramachandran dari brain and perception laboratory
(UC San Diego), mengatakan otak manusia normal disetel (secara genetis)
sedemikian rupa sehingga konsep konsep, persepsi persepsi dan nama nama
obyek secara rutin saling terhubung satu sama lain, sehingga memunculkan metafora
metafora yang digunakan bersama secara luas.












9

BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Studi mental imagery (perumpamaan, perbandingan, pembayangan
mental) membahas isu bagaimana informasi direpresentasikan dalam
memori.
2. Terdapat tiga kedudukan teoritik yang berbeda terkait bagaimana
informasi disimpan dalam memori. Ketiga teori tersebut meliputi
hipotesis proposional-konseptual, dan hipotesis ekuivalensi-fungsional.
3. Hasil penelitian menunjukan adanya bukti neurologis langsung terhadap
rotasi mental sekaligus memunculkan hipotesis mengenai manfaat
penggunaan rekaman sel-tunggal aktivitas neural sebagai pelengkap
terhadap data-data behavioral dalam pengidentifikasian kerja-kerja
kognitif.
4. Kemampuan manusia membentuk imagery adalah sebuah karakteristik
kuat memori
5. Sinestesia adalah suatu kondisi ketika sensasi sensasi dari sebuah
modalitas perseptual misalnya penglihatan dialami juga dalam modalitas
yang lain seperti pendengaran.







10

DAFTAR PUSTAKA
M. Hasyim Arifin (2009.69.11.0003)
Soliha (2009.69.11.0014)

Anda mungkin juga menyukai