Oleh: Akwila Eka Meliani/1306413725/Teknik Kimia Sumber: B.I. Setiawan, Drs. Henoch. Junius Tamuntuan, M.Th. 2014. Membangun Pribadi Berkarakter Mulia Pokok Bahasan III: Gereja dan Masyarakat. Depok: Universitas Indonesia. kbbi.web.id/pluralisme (diakses pada 23 April 2014) 1. PENGERTIAN PLURALISME Menurut KBBI, pluralisme adalah keadaan masyarakat yang majemuk (hubungannya dengan sistem sosial dan politik), tetapi dapat pula diartikan sebagai kemajemukan dan keberagaman. Keberagaman tidak hanya sebagai realitas sosial, tetapi juga gagasan. Artinya, pluralisme bukan melihat soal jumlah, melainkan suatu paham. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dengan kejamakan suku, bahasa, budaya, agama, dan lain-lain. Baru dari hal tersebut, muncul pluralisme agama di Indonesia yang secara fenomenologis tidak dapat disangkal.
2. PLURALITAS DAN PLURALISME AGAMA Pluralitas yang ada sering mengakibatkan gesekan-gesekan dalam hal bermasyarakat. Dalam sejarah kehidupan manusia, agama dikenal sebagai salah satu sumber utama permusuhan dan kebencian, padahal setiap agama pasti menghendaki semua hal yang baik bagi penganutnya dalam keterkaitan dengan transsendental. Agama seharusnya bersikap missioner, yaitu agama yang melihat kebaikan sebagai nilai yang tidak boleh dimiliki sendiri tetapi diteruskan. Berdasarkan pemahaman pluralisme, perlu dicari satu titik temu antara kepluralan itu sendiri untuk mengatasi semua gesekan dan benturan dalam implementasi menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik. Oleh karena hal tersebut, seluruh umat Kristen memiliki panggilan untuk menghormati pluralitas tersebut dan bukan menjadi alergi, melainkan memahami hal-hal yang berbeda.
3. INDONESIA YANG MAJEMUK Indonesia dikenal sebagai sebuah negara dengan jumlah penduduk terpadat di dunia dan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Tidak heran bahwa dari jumlah penduduk yang besar tersebut, muncul berbagai macam budaya, suku, etnis, bahasa, agama, dan berbagai adat istiadat. Karena hal inilah, Indonesia dikenal sebagai negara yang majemuk. Sebagai pemersatu, dibentuk sebuah semboyan bernama Bhineka Tunggal Ika, yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Kemajemukan yang ada perlu dijadikan aset nasional yang harus dikembangkan karena jika tidak, malah akan menjadi penghambat pembangunan. Eka Darma Putra dalam buku Pancasila, Identitas dan Moderenitas menuliskan faktor perbedaan sebagai kesatuan: aspek linguistik dan rasial, agama, dan adaptasi ekonomi. Pluralisme agama dapat dipahami menjadi tiga katergori, yaitu kategori sosial (semua agama berhak untuk ada dan hidup), etika dan moral (semua pandangan moral dari masing-masing agama bersifat relatif dan sah), dan teologi- filosofi (agama pada hakekatnya sama-sama benar dan menyelamatkan).
4. MASYARAKAT SEBAGAI SATU KOMUNITAS Manusia sebagai makhluk sosial artinya membutuhkan hubungan dengan sesamanya. Dalam hubungan komunitas yang universal, terdapat faktor-faktor kesamaan asal-usul dan sebagainya. Dalam sebuah lingkungan, manusia diikat kenyataan dan hak khusus yang menyebabkan komunitas tersebut memiliki ciri dan identitasnya masing-masing, misalnya situasi dan kondisi, kepentingan, cita- cita dan tujuan, keyakinan, dan sebagainya. Namun, tidak dapat disangkal bahwa kemajemukan tersebut menimbulkan konflik. Orang yang berbeda agama juga memiliki kemungkinan timbulnya konflik. Oleh karena itu, demi terciptanya keseimbangan umat beragama, manusia dituntut mengurangi, bahkan meniadakan keegoisan dan eksklusif yang mengutamakan kepentingan pribadi.