Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tulang
Tulang dalam garis besarnya dibagi atas:
1

1. Tulang panjang
Yang termasuk tulang panjang misalnya femur, tibia, fibula, ulna dan
humerus, ujung tulang panjang dinamakan epifisis. Plat epifisis memisahkan
epifisis dari diafisis dan merupakan pusat pertumbuhan longitudinal pada anak-
anak. Pada orang dewasa mengalami klasifikasi. Ujung tulang panjang ditutupi
oleh kartilago artikular pada sendi-sendinya. Sedangkan, daearah batas disebut
diafisis dan daerah yang berdekatan dengan garis epifisis disebut metafisis.
Daerah ini merupakan suatu daerah yang sangat sering ditemukan adanya
kelainan atau penyakit, oleh karena daerah ini merupakan daerah metabolic yang
aktif dan banyak mengandung pembuluh darah. Kerusakan atau kelainan
perkembangan pada daerah lempeng epifisis akan menyebabkan kelainan
pertumbuhan tulang. Tulang panjang disusun untuk menyagga berat badan dan
gerakan.
2. Tulang pendek
Contoh dari tulang pendek antara lain tulang vetebra dan tulang-tulang karpal.
3. Tulang pipih
Yang termaasuk tulang pipih antara lain tulang iga, tulang scapula dan tulang
pelvis.
Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut korteks
dan bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan diluarnya
dilapisi oleh periosteum. Periosteum pada anak lebih tebal dari orang dewasa,
yang memungkinkan penyembuhan tulang pada anak lebih cepat dibandingkan
orang dewasa.
1









Gambar 2.1 Tulang Panjang
Tulang tersusun atas sel, matriks protein, dan deposit mineral. Sel-selnya
terdiri atas tiga jenis dasar: osteoblas, osteosit, dan osteoklas. 1,2
1. Osteoblast
Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses
yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid,
osteoblas dan mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang
perawan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks
tulang. Sebagian dari fosfat alkali akan memasuki aliran darah dengan
demikian kadar fosfatase alkali didalam darah dapat menjadi indikator yang
baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau
pada kasus metastasis kanker ke tulang. Osteoblas merupakan salah satu jenis
sel hasil diferensiasi sel mesenkim yang sangat penting dalam proses
osteogenesis atau osifikasi. Sebagai sel, osteoblas dapat memproduksi
substansi organik intraseluler atau matriks, dimana kalsifikasi terjadi di
kemudian hari. Tulang baru dibentuk oleh osteoblast yang membentuk osteoid
dan mineral pada matriks tulang bila proses ini selesai osteoblast menjadi
osteosit dan terperangkap dalam matriks tulang yg mengandung mineral.1,2
2. Osteosit
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Berfungsi memelihara
kontent mineral dan elemen organik tulang.2
3. Osteoclast
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral
dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Osteoklas mengikis tulang, sel-sel ini
menghasilkan enzim proteolitik yang memecahkan matris dan beberapa asam
yang melarutkan mineral tulang sehingga kalsium dan fosfat terlepas kedalam
aliran darah. Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon. Suatu
peningkatan kadar hormon paratiroid (pth) mempunyai efek langsung dan
segera pada mineral tulang menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorbsi dan
bergerak memasuki serum. Peningkatan PTH secara perlahan-lahan
menyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteoklas sehingga terjadi
demineralisasi. Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang.
Vitamin D dalam jumlah besar dapat menyebabkan absorbsi tulang seperti
dapat menyebabkan absorbsi tulang (kadar PTH). Vitamin D dalam jumlah
yang sedikit membentuk kalsifikasi tulang, antara lain dengan meningkatkan
absorbsi kalsium dan fosfat oleh usus halus.
Sel yang bersifat multinukleus, tidak ditutupi oleh permukaan tulang
dengan sifat dan fungsi resorpsi serta mengeluarkan tulang.
1,2

Matriks tulang menyimpan kalsium, posfor, magnesium, dan fluor. Tulang
mengandung 99% dari seluruh kalsium tubuh dan 90% dari seluruh fosfor tubuh.
Unit dasar dari kortek tulang disebut sistem haversian. Yg terdiri dari saluran
haversian (yang berisi pembuluh darah, saraf dan lymphatik), lacuna (berisi
osteosit), lamella, canaliculi (saluran kecil yang menghubungakan lacuna dan
saluran haversian).
1,2

Bagian luar tulang diselimuti oleh membran fibrus padat yang dinamakan
periosteum. Periosteum memberi nutrisi pada tulang dan memungkinkannya
tumbuh selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum
mengandung syaraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat
dengan tulang mengandung osteoblas yang merupakan sel pembentuk tulang.
1,2

Endosteum adalah membran vasculer tipis yang menutupi rongga sum-
sum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklas
melarutkan tulang untuk memelihara rongga sum-sum terletak dekat endosteum
dan dalam lakuna howship.
2

Sumsum tulang merupakan jaringan vasculer dalam rongga sumsum
tulang panjang dan dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah terutama terletak di
dalam sternum vertebra dan rusuk pada tulang dewasa, bertanggung jawab pada
produksi sel darah merah dan putih. Pada orang dewasa, tulang panjang terisi oleh
sumsum lemak kuning.
1,2

Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai 5
fungsi utama, yaitu:
1

1. Membentuk rangka badan
2. Sebagai pengumpil dan tempat melekat otot
3. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan
alat-alat dalam, seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung, dan
paru-paru.
4. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium dan garam.
5. Sebagai organ yang berfugsi sebagai jaringan hemopoetik untuk
memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel darah putih dan trombosit.

Tulang adalah suatu jaringan yang berubah secara aktif dan terus menerus
mengalami perubahan bentuk sementara menyesuaikan kembali kandungan
mineral dan matriksnya menurut stres mekanis yang dialaminya. Tulang
membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.
Komponen-komponen nonselular utama dari jaringan tulang adalah mineral-
mineral dan matriks organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat
membentuk suatu garam kristal (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks
kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral ini memampatkan kekuatan tulang.
Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70% dari
osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan daya rentang tinggi pada
tulang. Materi organik lain yang menyusun tulang berupa proteoglikan seperti
asam hialuronat. Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau lamelar. Tulang
yang berbentuk anyaman terlihat saat pertumbuhan cepat, seperti sewaktu
perkembangan janin atau sesudah terjadinya patah tulang, selanjutnya keadaan ini
akan diganti oleh tulang yang lebih dewaa yang berbentuk lamelar.
Diafisis atau batang adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder.
Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar,
dilapisi oleh selapis periosteum. Metafisis adalah bagian tulang yang melebar
didekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama tersusun oleh tulang trabekular
atau tulang spongiosa yang mengandung sel hematopoetik. Sumsum merah
terdapat dibagian epifisis dan diafisis tulang. Pada dewasa aktivitas hematopoetik
menjadi terbatas hanya pada sternum dan krista iliaka. Metafisis juga menompang
sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlekatan tendon dan
ligamen pada epifisis. Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal
pada anak-anak, dan bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa. Bagian
epifisis langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang yang bersatu dengan
metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang
diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum yang mengandung sel-sel
yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal
tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi khusus.
Lokasi dan keutuhan dari arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau
tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah. Lapisan sel paling atas
yang letaknya dekat dengan epifisis disebut daerah sel istirahat. Lapisan
berikutnya adalah zona proliferasi, pada zona ini terjadi pembelahan aktif sel dan
disinilah mulainya pertumbuhan tulang panjang. Sel-sel yang aktif ini didoroh
kearah batang tulang kedalam daerah hipertrofi, tempat sel-sel ini membengkak,
menjadi lemah dan secara metabolik menjadi tidak aktif.



2.3 Definisi
Ostemomyelitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang
dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik. Dalam
kepustakaan lain dinyatakan bahwa osteomyelitis adalah radang tulang yang
disebabkan oleh organism piogenik, walaupun berbagai agen infeksi lain juga dapat
menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang,
melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa dan periosteum.
3,4

2.4 Epidemiologi
a. Morbiditas
Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonates
adalah sekitar 1 kasus per 1.000 kejadian. Sedangkan kejadian pada pasien
dengan anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%. Prevalensi osteomielitis setelah
trauma pada kaki sekitar 16% (30-40% pada pasien dengan DM). insidensi
osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 penduduk. (Randall,
2011).
Morbiditas dapat signifikan dan dapat termasuk penyebaran infeksi lokal
ke jaringan lunak yang terkait atau sendi; berevolusi menjadi infeksi kronis,
dengan rasa nyeri dan kecacatan; amputasi ekstremitas yang terlibat; infeksi
umum; atau sepsis. Sebanyak10-15% pasien dengan osteomielitis vertebral
mengembangkan temuan neurologis atau kompresi corda spinalis.
Sebanyak 30% dari pasien anak dengan osteomielitis tulang panjang dapat
berkembang menjadi trombosis vena dalam (DVT). Perkembangan DVT
juga dapat menjadi penanda adanya penyebarluasan infeksi.
5
Komplikasi vaskular tampaknya lebih umum dijumpai
dengan Staphylococcus Aureus yang resiten terhadap methacilin yang didapat
dari komunitas (Community-Acquired Methicillin-Resistant Staphylococcus
Aureus / CA-MRSA) dari yang sebelumnya diakui.
6
b. Mortalitas
Tingkat mortalitas rendah, kecuali yang berhubungan dengan sepsis atau
keberadaan kondisi medis berat yang mendasari.
6
c. Ras
Tidak ada peningkatan kejadian osteomielitis dicatat berdasarkan ras.
6
d. Jenis kelamin
Pria memiliki resiko relatif lebih tinggi, yang meningkatkan melalui masa
kanak-kanak, memuncak pada masa remaja dan jatuh ke rasio rendah pada orang
dewasa.
6
e. Usia
Secara umum, osteomielitis memiliki distribusi usia bimodal. Osteomielitis
akut hematogenous merupakan suatu penyakit primer pada anak. Trauma
langsung dan fokus osteomielitis berdekatan lebih sering terjadi pada orang
dewasa dan remaja dari pada anak. Osteomielitis vertebral lebih sering pada
orang tua dari 45 tahun.
6

2.5 Klasifikasi

Osteomyelitis merupakan penyakit yang kompleks, sehingga sistem klasifikasi
yang bervariasi telah dikembangkan disamping kategori umum yaitu akut (kurang
dari 2 minggu), sub-akut (2-6 minggu), dan kronik (lebih dari 6 minggu). System
klasifikasi Waldvogel membagi osteomielitis dalam kategori hematogenous,
contiguous and chronic, sedangkan klasifikasi yang lebih baru menurut sistem
klasifikasi Cierny-Mader berdasarkan status dari proses penyakit, bukan etiologi,
kronisitas, atau factor lainnya sehingga istilah akut dan kronik tidak dipergunakan
pada system Cierny-Mader derajat pada system ini bersifat dinamik dan dapat
berubah-ubah sesuai sesuai kondisi medik pasien, keberhasilan terapi antibiotic dan
pengobatan lainnya.
7,8
Waldvogel Classification System for
Osteomyelitis

Cierny-Mader Staging System for
Osteomyelitis

Hematogenous osteomyelitis
Osteomyelitis secondary to contiguous
focus of infection
No generalized vascular disease
Generalized vascular disease
Chronic osteomyelitis (necrotic bone)

Anatomic type
Stage 1: medullary osteomyelitis
Stage 2: superficial osteomyelitis
Stage 3: localized osteomyelitis
Stage 4: diffuse osteomyelitis
Physiologic class
A host: healthy
B host:
Bs: systemic compromise
Bl: local compromise
Bls: local and systemic compromise
C host: treatment worse than the disease
Factors affecting immune surveillance,
metabolism and local vascularity
- Systemic factors (Bs): malnutrition, renal
or hepatic failure, diabetes mellitus,
chronic hypoxia, immune disease, extremes
of age, immunosuppression or immune
deficiency
- Local factors (Bl): chronic lymphedema,
venous stasis, major vessel compromise,
arteritis, extensive scarring, radiation
fibrosis, small-vessel disease, neuropathy,
tobacco abuse












Ross dan Cole (1985) membagi lesi-lesi ini sebagai yang bersifat agresif atau
rongga di dalam daerah metafisis atau diafisis. Klasifikasi ini membantu dalam
perencanaan pengobatan sebagai lesi yang sifatnya menyerang yang seharusnya
diobati dengan pembedahan untuk mendiagnosisnya. Gledhill mengklasifikasikan
osteomyelitis subakut berdasarkan gambaran radiologinya (1973), dan klasifikasi
ini telah dimodifikasi oleh Robert, dkk pada tahun 1982. Klasifikasi ini berguna
untuk pelaporan hasil pengobatan berdasarkan lokasi dan ini bukan merupakan
suatu prognosis atau rencana pengobatan.
7,8

a. Tipe I adalah lesi metafisis
Tipe Ia merupakan lesi di sentral metafisis sebagai gambaran radiolusen,
sering merupakan sugestif dari histiositosis sel Langerhans.
Tipe Ib merupakan lesi di metafisis yang aneh yang berlokasi pada erosi
korteks, yang mungkin memberikan gambaran dari sarkoma osteogenik.
b. Tipe II merupakan lesi diafisis
Tipe IIa berlokasi di korteks dan reaksi periosteal meniru osteoid osteoma.
Lesi tipe IIb merupakan abses meduler diafisis tanpa perusakan korteks
tetapi merupakan reaksi periosteal yang menyerupai kulit bawang mirip
sarkoma Ewing.
c. Tipe III merupakan lesi epifisis
Tipe IIIa merupakan osteomielitis primer pada epifisis dan tampak sebagai
gambaran konsentrik radiolusen. Tipe ini biasanya tampak pada anak-anak
usia 4-5 tahun.
Tipe IIIb adalah osteomielitis subakut yang menyilang epifisis dan meliputi
baik epifisis maupun metafisis.
d. Lesi tipe IV merupakan lesi yang sama dengan lesi metafisis, yang didefinisikan
sebagai bagian dari tulang yang rata atau ireguler yang dibatasi oleh kartilago
(pertumbuhan lempeng apofisis, kartilago artikuler, atau fibrokartilago), seperti
vertebra, pelvis, dan tulang-tulang pendek seperti tulang tarsal dan klavikula
(Nixon, 1978).
Tipe IVa meliputi tulang belakang dengan proses erosi atau destruksi.
Tipe IVb meliputi penutup tulang dari pelvis dan paling sklerotik tidak
adanya proses erosi maupun destruksi. Ezra, dkk menyebutkan tipe ini pada
tahun 1993 dan 1997.
Tipe IVc meliputi tulang-tulang pendek, seperti tulang tarsal dan klavikula.
Walaupun sistem klasifikasi osteomielitis membantu mendiskripsikan infeksi
dan menentukan diperlukan atau tidaknya pembedahan, namun kategori ini tidak
dapat digunakan pada keadaan tertentu (infeksi pada sendi prostetik, material yang
di implantasi, atau pada tulang-tulang kecil dan osteomielitis vertebra).
7,8



2.6 Faktor Risiko
Osteomyelitis biasanya tidak membedakan ras atau jenis kelamin. Tetapi
beberapa orang memiliki resiko lebih untuk terkena penyakit ini, resiko tersebut
adalah :
3,6

Diabetes mellitus
Pasien yang mendapat hemodialisis
Orang yang daya tahan tubuhnya lemah/buruk
Sickel cell disease
Penyalahguna obat obatan IV
Orang tua.
Alkoholisme
Penggunaan steroid jangka panjang
Penyakit sendi kronik
Trauma (pembedahan ortopedi atau fraktur terbuka)
Pemakaian prosthetic ortopedi

2.7 Etiologi
Organisme spesifik yang diisolasi dari osteomyelitis seringkali dihubungkan
dengan usia pasien atau keadaan-keadaan tertentu yang menyertainya (trauma atau
riwayat operasi). Staphylococcus aureus terlibat pada kebanyakan pasien dengan
osteomielitis hematogenous akut dan bertangguang jawab atas 90% kasus pada
anak-anak yang sehat. Penyebab osteomielitis pada anak-anak ialah Staphylococcus
aureus (89-90%), Streptococcus (4-7%), Haemophillus influenza (2-4%),
Salmonella typhi dan Escherichia coli (1-2%). Bakteri penyebab osteomielitis
kronik terutama Staphylococcus aureus (75%), atau Escherichia coli, Proteus atau
Pseudomonas aeruginosa. Staphylococcus epidermidis merupakan penyebab utama
osteomielitis kronik pada operasi-operasi ortopedi yang menggunakan implan.
5,6,9

Selain disebabkan bakteri piogenik, osteomielitis juga dapat disebabkan
oleh infeksi bakteri granulomatosa seperti tuberkulosis dan siphilis melalui proses
spesifik, oleh jamur seperti aktinomikosis yang pada awalnya seringkali bersifat
kronik. Selain itu juga dapat disebabkan oleh virus.
4,7,9


Organism

Comments
Staphylococcus aureus Organism most often isolated in all types of
osteomyelitis
Coagulase-negative staphylococci or
Propionibacterium species
Foreign-bodyassociated infection
Enterobacteriaceae species or
Pseudomonas aeruginosa
Common in nosocomial infections
Streptococci or anaerobic bacteria Associated with bites, fist injuries caused by
contact with another person's mouth,
diabetic foot lesions, decubitus ulcers
Salmonella species or Streptococcus
pneumoniae
Sickle cell disease
Bartonella henselae Human immunodeficiency virus infection
Pasteurella multocida or Eikenella Human or animal bites
corrodens
Aspergillus species, Mycobacterium
avium-intracellulare or Candida
albicans
Immunocompromised patients
Mycobacterium tuberculosis Populations in which tuberculosis is
prevalent
Brucella species, Coxiella burnetii
(cause of chronic Q fever) or other
fungi found in specific geographic areas
Population in which these pathogens are
endemic

Organisms Commonly Isolated in Osteomyelitis Based on Patient Age
Infants (<1 year)
Group B streptococci
Staphylococcus aureus
Escherichia coli

Children (1 to 16 years)
S. aureus
Streptococcus pyogenes
Haemophilus influenzae

Adults (>16 years)
Staphylococcus epidermidis
S. aureus
Pseudomonas aeruginosa
Serratia marcescens
E. coli
Adapted with permission from Dirschl DR, Almekinders LC. Osteomyelitis. Common
causes and treatment recommendations. Drugs 1993;45:29-43.

2.8 Patogenesis
2.8.1 Osteomielitis primer
Osteomyelitis primer disebabkan penyebaran secara hematogen dari fokus
lain. Osteomyelitis primer disebabkan oleh implantasi mikroorganisme secara
langsung ke dalam tulang dan biasanya terbatas pada tempat tersebut. Fraktur
terbuka (compound fracture), luka tembus (terutama disebabkan oleh senjata api),
dan operasi bedah pada tulang merupakan kausa-kausa tersering. Terapi operatif
biasanya perlu dilakukan, terapi dengan obat antimikroba hanya sebagai pembantu
saja.
6



2.8.1.1 Osteomielitis akut
Osteomielitis hematogenous akut
Penyebaran osteomielitis dapat terjadi melalui dua cara yaitu:
3

2.10.2.1 Penyebaran umum
Melalui sirkulasi darah berupa bakterimia dan septikemia
Melalui embolus infeksi yang menyebabkan infeksi multifokal pada
daerah-daerah lain.
3.10.2.1 Penyebaran lokal
Subperiosteal abses, akibat penerobosan abses melalui periost
Selulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai di bawah kulit
Penyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi artritis septik
Penyebaran ke medula tulang sekitarnya sehingga sistem sirkulasi
dalam tulang terganggu.
Hal ini menyebabkan kematian tulang lokal dengan terbentuknya tulang
mati yang disebut sekuestrum.
Teori terjadinya infeksi pada daerah metafisis yaitu:
3

a. Teori vaskuler (trueta)
Pembuluh darah pada daerah metafisis berkelok-kelok dan
membentuk sinus-sinus sehingga menyebabkan aliran darah menjadi
lambat. Aliran darah yang lambat pasda daerah ini memudahkan bakteri
berkembang biak.
b. Teori fagositosis (rang)
Daerah metafisis merupakan daerah pembentukan sistem
retikuloendotelial. Bila terjadi infeksi, bakteri akan difagosit oleh sel-sel
fagosit matur di tempat ini. Meskipun demikian, di daerah ini juga terdapat
sel-sel fagosit imatur yang tidak dapat memfagosit bakteri sehingga
beberapa bakteri tidak difagosit dan berkembang biak di daerah ini.
c. Teori trauma
Bila trauma artifisial dilakukan pada binatang percobaan, maka akan
terjadi hematoma pada daerah lempeng epifisis. Dengan penyuntikan
bakteri secara intravena, akan terjadi infeksi pada daerah hematoma
tersebut.
Patologi yang terjadi pada osteomielitis hematogen akut tergantung pada
umur, daya tahan penderita, lokasi infeksi, serta virulensi kuman. Infeksi
terjadi melalui aliran darah dari fokus tempat lain dari tubuh pada fase
bakterimia dan dapat menimbulkan septikemia. Embolus infeksi kemudian
masuk ke dalam juxta epifisis pada daerah metafisis tulang panjang. Proses
selanjutnya terjadi hiperemi dan udem di daerah metafisis disertai
pembentukan pus di tulang panjang. Terbentuknya pus dalam tulang di mana
jaringan ulang tidak dapat berekspansi akan menyebabkan tekanan dlam tulang
bertambah, peninggian tekanan dalam tulang mengakibatkan terganggunya
sirkulasi dan timbul trombosis pada pembuluh darah tulang yang akhirnya
menyebabkan nekrosis tulang. Di samping proses yang disebutkan di atas,
pembentukan tulang baru yang ekstendsif terjadi pada bagian dalam periostem
sepanjang diafisis (terutama pada anak-anak) sehingga terbentuk lingkungan
tulang seperti peti mayat yang disebut involukrum dengan jaringan sekuestrum
di dalamnya. Proses ini terlihat jelas pada akhir minggu kedua. Apabila pus
menembus tulang, maka terjadi pengaliran pus atau (discharge) dari
involukrum keluar melalui lubang yang disebut kloaka atau melalui sinus pada
jaringan lunak dan kulit.
3
Direct or contigous inoculation osteomyelitis
Direct or contigous inoculation osteomyelitis disebabkan kontak langsung
antara jaringan tulang dengan bakteri, biasa terjadi karena trauma terbuka dan
tindakan pembedahan. Manisfestasinya terlokalisasi dan lebih jelas dari pada
hematogenous osteomyelitis.
6

Osteomyelitis sering menyertai penyakit lain seperti diabetes melitus,
anemia sel sabit, AIDS, penggunaan obat-obatan intra vena, alkoholisme,
penggunaan steroid yang berkepanjangan, imunosupresan dan penyakit sendi
yang kronik. Pemakaian prostetik adalah salah satu faktor resiko, begitu juga
dengan pembedahan ortopedi dan fraktur terbuka.
6


2.8.1.2 Osteomyelitis subakut
Osteomyelitis subakut adalah bentuk lain dari osteomyelitis, dan abses Brodie
adalah salah satu tipe yang paling umum dari osteomyelitis subakut. Abses ini
biasanya ditemukan dalam spongiosa tulang dekat ujung tulang. Bentuk abses ini
biasanya bulat atau lonjong dengan pinggiran skleroti, kadang-kadang terlihat
sekuester. Abses tetap terlokalisasi dan kavitas dapat secara bertahap terisi
jaringan granulasi. Abses Brodie juga dapat ditemukan pada osteomielitis kronik.

8,9

Osteomyelitis subakut terjadi lebih banyak pada tulang-tulang dibandingkan
dengan tipe akut, dan itu terjadi pada bermacam-macam daerah diantara tulang-
tulang yang terinfeksi. Ekstremitas bawah terinfeksi lebih banyak dibandingkan
ekstremitas atas. Tibia terinfeksi lebih sering dibandingkan femur.
3,8

Osteomyelitis subakut mungkin hanya terjadi pada epifisis, yang merupakan
kebalikan dari yang dipercaya bahwa infeksi tulang pertama tidak terjadi di
epifisis. Diafisis kadang-kadang terinfeksi, meskipun lebih sering pada dewasa
dibandingkan pada anak-anak; daerah yang paling sering terinfeksi adalah
metafisis. Daerah lain yang dilaporkan sebagai osteomielitis subakut adalah
metafisis sesuai lokasi, seperti di pelvis, tulang belakang, calcaneus, clavicula,
dan talus. Osteomyelitis subakut yang terjadi pada tulang tarsal biasanya terjadi
pada daerah subkondral atau batas apofisis dari calcaneus. Lesi subakut dari
tulang belakang terjadi lebih sering pada orang dewasa dibandingkan pada anak-
anak. Pada osteomyelitis subakut yang terjadi pada tulang panjang pada orang
dewasa, diafisis sering terkena sama seperti metafisis, sedangkan lutut jarang
terkena.
8,9

2.8.1.3 Osteomielitis kronik
Osteomyelitis akut yang tidak diterapi secara adekuat, akan berkembang
menjadi osteomyelitis kronik. Organisme yang biasa berperan adalah
Staphylococcus aureus (75%), Escherichia coli, Streptococcus pyogenes, Proteus,
dan Pseudomonas. Kebanyakan penyebab dari osteomielitis polimikroba.
Kadang-kadang infeksi ini tidak terdeteksi selama bertahun-tahun dan tidak
menimbulkan gejala selama beberapa bulan atau beberapa tahun.
3,4

Destruksi tulang tidak hanya pada fokus infeksi tetapi meluas. Kavitas berisi
potongan tulang mati (sekuestra) yang dikelilingi jaringan vaskular, dan di luar
jaringan vaskular tersebut ada daerah sklerosis, hasil dari reaksi kronis
pembentukan tulang baru.
Sekuester berperan sebagai substrat bagi adesi bakteri, lama-kelamaan
terbentuk sinus. Destruksi tulang dan dengan meningkatnya sklerosis berakibat
terjadinya fraktur patologis. Gambaran histologis berupa sebukan sel radang
kronis di sekitar daerah aselular tulang atau sekuestra.













2.3 Osteomyelitis sekunder
Osteomyelitis sekunder (perkontinuitatum/hematogen akut) yang disebabkan
penyebaran kuman dari sekitarnya, seperti bisul dan luka; melalui aliran darah.
Kadang-kadang, osteomielitis sekunder dapat disebabkan oleh perluasan infeksi
secara langsung dari jaringan lunak di dekatnya atau dari arthritis septic pada
sendi yang berdekatan.
Infeksi di jaringan lunak kaki atau tangan, terutama di jari kaki atau jari
tangan dapat menjalar ke dalam tulang dan menyebabkan osteomielitis.
Panarisium subkutan menyebabkan osteomielitis falang terminal. Yang sering
ditemukan adalah osteomielitis tulang tangan atau kaki karena neuropati perifer,
misalnya pada lepra atau diabetes mellitus.
4

2.9 Gambaran Klinik
Osteomyelitis hematogeneus biasanya memiliki progresivitas gejala yang
lambat. Osteomielitis langsung (direct osteomyelitis) umumnya lebih terlokalisasi
dengan tanda dan gejala yang menonjol. Gejala umum dari osteomielitis meliputi:


2.9.1 Osteomyelitis hematogenus tulang panjang
Demam yang memiliki onset tiba-tiba tinggi (demam hanya terdapat dalam
50% dari osteomielitis pada neonates)
Kelelahan
Rasa tidak nyaman
Irritabilitas
Keterbatasan gerak (pseudoparalisis anggota badan pada neonates)
Edema lokal, eritema dan nyeri.
2.9.2 Osteomyelitis hematogenus vertebral
Onset cepat
Adanya riwayat episode bakterimia akut
Diduga berhubungan dengan insufisiensi pembuluh darah disampingnya
Edema lokal, eritema dan nyeri
Kegagalan pada anak-anak untuk berdiri secara normal.
2.9 Osteomyelitis kronik
Ulkus yang tidak sembuh
Drainase saluran sinus (biasanya ditamukan pada stadium lanjut atau jika
terjadi infeksi kronis)
Kelelahan kronik
Rasa tidak nyaman
Berdasarkan lama infeksi, osteomyelitis terbagi menjadi 3, yaitu:
Osteomyelitis akut, yaitu osteomyelitis yang terjadi dalam 2 minggu sejak
infeksi pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomyelitis akut ini
biasanya terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa dan biasanya terjadi
sebagai komplikasi dari infeksi di dalam darah (osteomyelitis hematogen)
Osteomyelitis akut terbagi lagi menjadi 2, yaitu:
- Osteomyelitis hematogen, merupakan infeksi yang
penyebarannya berasal dari darah. Osteomielitis hematogen akut
biasanya disebabkan oleh penyebaran bakteri darah dari daerah
yang jauh. Kondisi ini biasanya terjadi pada anak-anak. Lokasi
yang sering terinfeksi biasa merupakan daerah yang tumbuh
dengan cepat dan metafisis yang bervaskular banyak. Aliran darah
yang lambat pada daerah distal metafisis menyebabkan thrombosis
dan nekrosis local serta pertumbuhan bakteri pada tulang itu
sendiri. Osteomielitis hematogen akut mempunyai perkembangan
klinis dan onset yang lambat.
- Osteomyelitis direk, disebabkan oleh kontak langsung dengan
jaringan atau bakteri akibat trauma atau pembedahan. Osteomielitis
direk adalah infeksi tulang sekunder akibat inokulasi bakteri yang
disebabkan oleh trauma, yang menyebar dari fokus infeksi atau
sepsis setelah prosedur pembedahan. Manifestasi klinis dari
osteomielitis direk lebih terlokalisasi dan melibatkan banyak jenis
organisme.
- Osteomyelitis sub-akut, yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 1-2
bulan sejak infeksi pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul.
- Osteomyelitis kronis, yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2
bulan atau lebih sejak infeksi pertama atau sejak penyakit
pendahulu timbul.
Osteomyelitis sub-akut dan kronis biasanya terjadi pada orang dewasa dan
biasanya terjadi karena ada luka atau trauma (osteomielitis kontangiosa), misalnya
osteomielitis yang terjadi pada tulang yang fraktur. Berikut merupakan beberapa
pembagian osteomielitis yang lain :

1. Osteomyelitis pada vertebra
Kelainan ini lebih sulit untuk didiagnosis. Biasanya ada demam, rasa sakit
pada tulang dan spasme otot. Proses ini lebih sering mengenai korpus vertebra
dan dapat timbul sebagai komplikasi infeksi saluran kencing dan operasi
panggul.
Pada stadium awal tanda tanda destruksi tulang yang menonjol,
selanjutnya terjadi pembentukan tulang baru yang terlihat sebagai skelerosis.
Lesi dapat bermula dibagian sentral atau tepi korpus vertebra .
Pada lesi yang bermula ditepi korpus vertebra, diskus cepat mengalami
destruksi dan sela diskus akan menyempit. Dapat timbul abses para vertebral
yang terlihat sebagai bayangan berdensitas jaringan lunak sekitar lesi. Di
daerah torakal, abses ini lebih mudah dilihat karena terdapat kontras paru.
Daerah Lumbal lebih sukar untuk dilihat, tanda yang penting adalah bayangan
psoas menjadi kabur.
Untuk membedakan penyakit ini dengan spondilitis tuberkulosa sukar,
biasanya pada osteomielitis akan terlihat sklerosis, destruksi diskus kurang dan
sering timbul penulangan antara vertebra yang terkena proses dengan vertebra
di dekatnya (bony bridging).
2. Osteomyelitis pada tulang lain
Tengkorak
Biasanya osteomielitis pada tulang tengkorak terjadi sebagai akibat perluasan
infeksi di kulit kepala atau sinusitis frontalis. Proses detruksi bias setempat atau
difuse. Reaksi periosteal biasanya tidak ada atau sedikit sekali.
Mandibula
Biasanya terjadi akibat komplikasi fraktur atau abses gigi.
Pelvis
Osteomielitis pada tulang pelvis paling sering terjadi pada bagian sayap tulang
ilium dan dapat meluas ke sendi sakroiliaka. Pada foto terlihat gambaran destruksi
tulang yang luas, bentuk tidak teratur, biasanya dengan skwester yang multiple.
Sering terlihat sklerosis pada tepi lesi. Secara klinis sering disertai abses dan
fistula.
Bedanya dengan tuberculosis, ialah destruksi berlangsung lebih cepat dan pada
tuberculosis abses sering mengalami kalsifikasi. Dalam diagnosis differential
perlu dipikirkan kemungkinan keganasan.
3. Tipe khusus osteomyelitis
Abses Brodie
Abses ini bersifat kronis, biasanya ditemukan dalam spondilosa tulang dekat
ujung tulang. Bentuk abses biasanya bulat atau lonjong dengan pinggiran
sklerotik, kadang-kadang terlihat skwester. Abses tetap terlokalisasi dan kavitas
dapat secara bertahap terisi jaringan granulasi.
Osteomyelitis sklerosing Garre
Pada kelainan ini yang menonjol adalah sklerosis tulang dengan tanda-tanda
destruksi yang tidak nyata. Bersifat kronis, dan biasanya hany satu tulang yang
terkena dengan pelebaran tulang yang bersifat fusiform. Diagnosis differential
yang penting adalah osteoid osteoma.
4. Osteomyelitis pada neonatus dan bayi
Osteomielitis pada neonatus dan bayi sering kali hanya dengan gejala
klinis yang ringan, dapat mengenai satu atau banyak tulang dan mudah meluas
ke sendi di dekatnya. Biasanya lebih sering terjadi pada bayi dengan resiko
tinggi seperti prematur, berat badan kurang. Tindakan-tindakan seperti
resusitasi, vena seksi, kateterisasi dan infuse secara potensial dapat merupakan
penyebab Infeksi. Kuman penyebab tersering adalah Streptococcus.
Osteomielitis pada bayi biasanya disertai destruksi yang luas dari tulang, tulang
rawan dan jaringan lunak sekitarnya. Pada neonatus ada hubungan antara
pembuluh darah epifisis dengan pembuluh darah metafisis, yang disebut
pembuluh darah transfiseal, Hubungan ini menyebabkan mudahnya infeksi
meluas dari metafisis ke epifisis dan sendi. Kadang-kadang osteomielitis pada
bayi juga dapat mengenai tulang lain seperti maksila, vertebra, tengkorak, iga dan
pelvis. Tanda paling dini yang dapat ditemukan pada foto rontgen ialah
pembengkakan jaringan lunak dekat tulang yang terlihat kira-kira 3 hari setelah
infeksi. Demineralisasi tulang terlihat kira-kira 7 hari setelah infeksi dan
disebabkan hyperemia dan destruksi trabekula. Destruksi korteks dan sebagai
akibatnya pembentukan tulang sub-periosteal terlihat pada kira-kira 2 minggu
setelah infeksi.

2.10 Diagnosis
Diagnosis dari osteomyelitis pada awalnya didasarkan pada penemuan klinik,
melalui data dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium memberikan data dimana respon terapi dapat diukur.
Untuk menegakkan diagnosis osteomielitis dapat ditentukan melalui
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
2.10.1 Pemeriksaan Fisik
Demam (terdapat pada 50% dari neonates)
Edema
Teraba hangat
Fluktuasi
Penurunan dalam penggunaan ekstremitas (misalnya ketidakmampuan
dalam berjalan jika tungkai bawah yang terlibat atau terdapat
pseudoparalisis anggota badan pada neonatus)
Kegagalan pada anak-anak untuk berdiri secara normal.

2.10.2 Pemeriksaan Penunjang
2.10.2.1 Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap
Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal. Adanya pergeseran ke
kiri biasanya disertai dengan peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear.
Tingkat C-reaktif protein biasanya tinggi dan nonspesifik; penelitian ini mungkin
lebih berguna daripada laju endapan darah (LED) karena menunjukan adanya
peningkatan LED pada permulaan. LED biasanya meningkat (90%), namun,
temuan ini secara klinis tidak spesifik. CRP dan LED memiliki peran terbatas
dalam menentukan osteomielitis kronis seringkali didapatkan hasil yang normal.
Lekositosis, peningkatan laju endap darah, dan C-reaktif protein harus
diperhatikan.
2. Kultur
Kultur dari luka superficial atau saluran sinus sering tidak berkorelasi dengan
bakteri yang menyebabkan osteomielitis dan memiliki penggunaan yang terbatas.
Darah hasil kultur, positif pada sekitar 50% pasien dengan osteomielitis
hematogen. Bagaimanapun, kultur darah positif mungkin menghalangi kebutuhan
untuk prosedur invasif lebih lanjut untuk mengisolasi organisme. Kultur tulang
dari biopsi atau aspirasi memiliki hasil diagnostik sekitar 77% pada semua studi.
Namun keakuratan biopsi seringkali terbatas oleh kurangnya pengumpulan
spesimen yang sama dan penggunaan antibiotik sebelumnya.
7


2.10.2.2 Pemeriksaan Radiologi
1. Foto polos
Pada osteomielitis awal, tidak ditemukan kelainan pada pemerikSosaan
radiograf. Setelah 7-10 hari, dapat ditemukan adanya area osteopeni, yang
mengawali destruksi cancellous bone. Seiring berkembangnya infeksi, reaksi
periosteal akan tampak, dan area destruksi pada korteks tulang tampak lebih jelas.
Osteomielitis kronik diidentifikasi dengan adanya detruksi tulang yang masif dan
adanya involukrum, yang membungkus fokus sklerotik dari tulang yang nekrotik
yaitu sequestrum.
Infeksi jaringan lunak biasanya tidak dapat dilihat pada radiograf kecuali
apabila terdapat oedem. Pengecualian lainnya adalah apabila terdapat infeksi yang
menghasilkan udara yang menyebabkan terjadinya gas gangrene. Udara pada
jaringan lumak ini dapat dilihat sebagai area radiolusen, analog dengan udara usus
pada foto abdomen.


























2. USG
USG dapat menunjukkan perubahan sedini mungkin 1-2 hari setelah
timbulnya gejala. USG dapat menunjukkan ketidakabnormalan termasuk abses
jaringan lunak atau penumpukan cairan (seperti abses) dan elevasi periosteal.
6
USG juga dapat digunakan untuk menuntun dalam melakukan aspirasi. Tapi,
USG tidak digunakan untuk mengevaluasi cortex tulang. Berguna untuk
mengidentifikasi efusi sendi dan menguntungkan untuk mengevaluasi pasien
pediatrik dengan suspek infeksi sendi panggul. Teknik sederhana dan murah telah
menjanjikan, terutama pada anak dengan osteomielitis akut. Ultrasonografi dapat
menunjukkan perubahan sejak 1-2 hari setelah timbulnya gejala. Kelainan
termasuk abses jaringan lunak atau kumpulan cairan dan elevasi periosteal.
Ultrasonografi memungkinkan untuk petunjuk ultrasound aspirasi. Tidak
memungkinkan untuk evaluasi korteks tulang.
3. CT Scan
CT scan dapat menggambarkan kalsifikasi abnormal, osifikasi dan
ketidaknormalan intrakortikal. CT scan mungkin dapat membantu dalam
mengevaluasi lesi pada tulang vetebra. CT scan juga lebih unggul dalam area
dengan anatomi yang kompleks, contohnya pelvis, sternum, dan calcaneus.
6
CT
scan dengan potongan koronal dan sagital berguna untuk menidentifikasi
sequestra pada osteomielitis kronik. Sequestra akan tampak lebih radiodense
dibanding involukrum disekelilingnya.










4. MRI
Magnetic resonance imaging (MRI) sangat membantu dalam mendeteksi
osteomielitis. MRI lebih unggul jika dibandingkan dengan radiografi, CT scan
dan scintigrafi tulang MRI memiliki sensitifitas 90-100% dalam mendeteksi
osteomielitis. MRI juga memberikan gambaran resolusi ruang anatomi dari
perluasan infeksi. MRI efektif dalam deteksi dini dan lokalisasi operasi
osteomyelitis. Penelitian telah menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan
radiografi polos, CT, dan scanning radionuklida dan dianggap sebagai pencitraan
pilihan. Sensitivitas berkisar antara 90-100%. Tomografi emisi positron (PET)
scanning memiliki akurasi yang mirip dengan MRI.








5. Radionuklida scanning tulang
Tiga fase scan tulang, scan gallium dan scan sel darah putih menjadi
pertimbangan pada pasien yang tidak mampu melakukan pencitraan MRI. Sebuah
fase tiga scan tulang memiliki sensitivitas yang tinggi dan spesifisitas pada orang
dewasa dengan temuan normal pada radiograf. Spesifisitas secara dramatis
menurun dalam pengaturan operasi sebelumnya atau trauma tulang. Dalam
keadaan khusus, informasi tambahan dapat diperoleh dari pemindaian lebih lanjut
dengan leukosit berlabel dengan 67 gallium dan / atau indium 111.

Diagnosis of Acute Osteomyelitis*
-Pus on aspiration
-Positive bacterial culture from bone or blood
-Presence of classic signs and symptoms of acute osteomyelitis
-Radiographic changes typical of osteomyelitis

*--Two of the listed findings must be present for establishment of the diagnosis.
Information from Peltola H, Vahvanen V. A comparative study of osteomyelitis and
purulent arthritis with special reference to aetiology and recovery. Infection 1984;12(2):75-
9.


2.11 Diagnosa Banding
Diagnosis banding pada masa akut adalah demam reumatik dan selulitis. Pada
demam reumatik, nyeri cenderung berpindah dari satu sendi ke sendi lainnya. Bisa
terdapat carditis, nodul-nodul rematik, atau erythema marginatum. Pada selulitis,
terdapat kemerahan superfisial yang melebar, terjadi limfangitis. Arthritis supuratif
akut dibedakan dari osteomielitis hematogen akut berdasarkan adanya nyeri yang
difus , dan semua pergerakan sendi terbatas karena adanya spasme otot.
6

Pada Gauchers Disease. Pseudo-osteitis dapat timbul dengan manifestasi
klinis yang sangat mirip dengan osteomielitis. Diagnosis ditegakkan terutama
dengan adanya pambesaran hati dan lien.
6

Gambaran Radiologik osteomielitis dapat menyerupai gambaran penyakit-
penyakit lain pada tulang, diantaranya yang terpenting adalah tumor ganas primer
tulang. Destruksi tulang, reaksi periosteal, pembentukan tulang baru, dan
pembengkakan jaringan lunak, dijumpai juga pada osteosarkoma dan Ewing
sarkoma.
9

Osteosarkoma, seperti halnya osteomielitis, biasanya mengenai metafisis
tulang panjang sehingga pada stadium dini sangat sukar dibedakan dengan
osteomielitis. Pada stadium yang lebih lanjut, kemungkinan untuk membedakan
lebih besar karena pada osteosarkoma biasanya ditemukan pembentukan tulang
yang lebih banyak serta adanya infiltrasi tumor yang disertai penulangan patologik
ke dalam jaringan lunak. Juga pada osteosarkoma ditemukan segitiga Codman.
9

Pada tulang panjang, Ewing Sarkoma biasanya mengenai diafisis; tampak
destruksi tulang yang bersifat infiltratif, reaksi periosteal yang kadang-kadang
menyerupai kulit bawang yang berlapis-lapis dan massa jaringan lunak yang besar.

9

2.12 Penatalaksanaan
2.11.1 Osteomyelitis akut
Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan pemberian
antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena Staphylococcus
merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang dipilih harus
memiliki spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka diperlukan
aspirasi subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang terlibat. Pasien
diharuskan untuk tirah baring, keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan,
diberikan antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi dengan gips.
Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian antibiotika. Jika
tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah. Terapi antibiotik
biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan osteomielitis. LED dan
CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu untuk memantau keberhasilan
terapi.
Bila ada cairan yang keluar perlu dibor di beberapa tempat untuk mengurangi
tekanan intraosteal. Cairan tersebut perlu dibiakkan untuk menentukan jenis kuman
dan resistensinya. Bila terdapat perbaikan, antibiotik parenteral diteruskan sampai 2
minggu, kemudian diteruskan secara oral paling sedikit 4 minggu.
3,4

Penyulit berupa kekambuhan yang dapat mencapai 20%, cacat berupa
dekstruksi sendi, gangguan pertumbuhan karena kerusakan cakram epifisis, dan
osteomielitis kronik.
Indikasi untuk melakukan tindakan pembedahan ialah:
5

a. Adanya abses.
b. Rasa sakit yang hebat.
c. Adanya sekuester.
d. Bila mencurigakan adanya perubahan ke arah keganasan (karsinoma
epidermoid).
Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila
involukrum telah cukup kuat untuk mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan.

5

2.11.2 Osteomyelitis subakut
Pengobatan osteomyelitis subakut tergantung dari diagnosis. Kebanyakan 1/3
kasus tidak dapat dibedakan dari keganasan primer dari tumor tulang. Biopsi dan
kuretase diperlukan untuk penegakan diagnosis pada kasus-kasus ini. Pada saat
diagnosis ditegakkan, pemberian antibiotik yang sesuai dengan kelompok gram,
kultur, dan sensitivitas harus sudah dimulai secara intravena selama 2-7 hari, diikuti
dengan antibiotik oral selama 6 minggu.
8

Kegagalan gejala untuk timbulnya perbaikan setelah 6 minggu pengobatan
dengan antibiotik atau perburukan kondisi selama pengobatan harus dipikirkan
untuk mengevaluasi ulang dan mendiagnosis secara bakteriologis, diikuti
penatalaksanaan operasi dan antibiotik yang sesuai. Indikasi lain untuk operasi
adalah perubahan bentuk sinus yang selanjutnya dan drainase ke dalam sendi
sinovial. Tanda-tanda klinis dari pus subperiosteal atau sinovitis mengindikasikan
bahwa infeksi subakut telah berubah menjadi komponen akut, dan ini harus
dilakukan drainase secara bedah.
8

Indikasi tindakan bedah :
a. Kegagalan gejala untuk memperbaiki setelah lebih dari 6 bulan dilakukan
pengobatan dengan antibiotik atau perburukan kondisi selama pengobatan.
b. Lesi yang cepat berkembang (tidak dapat dibedakan dari keganasan tulang).
c. Perubahan bentuk sinus atau drainase ke dalam sendi sinovial.
d. Tanda-tanda klinis dari pus subperiosteal atau sinovitis.
Literatur yang ada tidak dapat mendukung pengobatan pada orang dewasa,
dikarenakan penyakit ini paling banyak menyerang kelompok usia anak. Operasi
diindikasikan dalam pengobatan pada orang dewasa.
8

2.11.3 Osteomyelitis kronik
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan adjuvan terhadap debridemen
bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya
ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan
tulang untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal
(saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat
supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.Pada beberapa kasus, infeksi
sudah terlalu berat dan luas sehingga satu-satunya tindakan terbaik adalah amputasi
dan pemasangan prothesa.
Pengobatan Osteomielitis Kronik: :
3

1. Pemberian antibiotik
Osteomielitis kronis tidak dapat diobati dengan antibiotik semata-mata
Pemberian antibiotik ditujukan untuk:
Mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang sehat lainnya
Mengontrol eksaserbasi
2. Tindakan operatif
Tindakan operatif dilakukan bila fase eksaserbasi akut telah reda setelah
pemberian dan pemayungan antibiotik yang adekuat.
Operasi yang dilakukan bertujuan:
Mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun
jaringan tulang(sekuestrum) sampai ke jaringan sehat sekitarnya.
Selanjutnya dilakukan drainase dan irigasi secara kontinu selama beberapa
hari. Adakalanya diperlukan penanaman rantai antibiotik di dalam bagian
tulang yang infeksi
Sebagai dekompresi pada tulang dan memudahkan antibiotik mencapai
sasaran dan mencegah penyebaran osteomielitis lebih lanjut
Kegagalan pemberian antibiotik dapat disebabkan oleh :
5

a. Pemberian antibiotik yang tidak sesuai dengan mikroorganisme penyebab
b. Dosis tidak adekuat
c. Lama pemberian tidak cukup
d. Timbulnya resistensi
e. Kesalahan hasil biakan (laboratorium)
f. Antibiotik antagonis
g. Pemberian pengobatan suportif yang buruk
h. Kesalahan diagnostik
Bila proses akut telah dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang
gerakan diberikan. Kapan aktivitas penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah
tulang yang terlibat. Pada infeksi luas, kelemahan akibat hilangnya tulang dapat
mengakibatkan terjadinya fraktur patologis. Luka dapat ditutup rapat untuk
menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh
jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang
drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan mebuang debris. Dapat
diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi
infeksi samping dengan pemberian irigasi ini. (Canale, 2007)
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi
dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot
diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh).
Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan
darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi.
Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan
penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian
memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat
penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang. Saat yang terbaik
untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup
kuat; mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan.







Initial Antibiotic Regimens for Patients with Osteomyelitis

Organism

Antibiotic(s) of first
choice

Alternative antibiotics
Staphylococcus aureus or
coagulase-negative
(methicillin-sensitive)
staphylococci
Nafcillin (Unipen), 2 g IV
every 6 hours, or
clindamycin phosphate
(Cleocin Phosphate), 900
mg IV every 8 hours
First-generation
cephalosporin or
vancomycin (Vancocin)
S. aureus or coagulase-
negative (methicillin-
resistant) staphylococci
Vancomycin, 1 g IV every
12 hours
Teicoplanin (Targocid),*
trimethoprim-
sulfamethoxazole (Bactrim,
Septra) or minocycline
(Minocin) plus rifampin
(Rifadin)
Various streptococci
(groups A and B b-
hemolytic organisms or
penicillin-sensitive
Streptococcus
pneumoniae)
Penicillin G, 4 million units
IV every 6 hours
Clindamycin,
erythromycin, vancomycin
or ceftriaxone (Rocephin)
Intermediate penicillin-
resistant S. Pneumoniae
Cefotaxime (Claforan), 1 g
IV every 6 hours, or
ceftriaxone, 2 g IV once
daily
Erythromycin or
clindamycin
Penicillin-resistant S.
pneumonia
Vancomycin, 1 g IV every
12 hours
Levofloxacin (Levaquin)
Enterococcus species Ampicillin, 1 g IV every 6
hours, orvancomycin, 1 g
IV every 12 hours
Ampicillin-sulbactam
(Unasyn)
Enteric gram-negative rods Fluoroquinolone (e.g.,
ciprofloxacin [Cipro], 750
mg orally every 12 hours)
Third-generation
cephalosporin
Serratia species or
Pseudomonas aeruginosa
Ceftazidime (Fortaz), 2 g
IV every 8 hours (with an
aminoglycoside given IV
once daily or in multiple
doses for at least the first 2
weeks)
Imipenem (Primaxin I.V.),
piperacillin-tazobactam
(Zosyn) or cefepime
(Maxipime; given with an
aminoglycoside)
Anaerobes Clindamycin, 600 mg IV or
orally every 6 hours
For gram-negative
anaerobes: amoxicillin-
clavulanate (Augmentin) or
metronidazole (Flagyl)
Mixed aerobic and
anaerobic organisms
Amoxicillin-clavulanate,
875 mg and 125 mg,
respectively, orally every
12 hours
Imipenem

IV = intravenous.
*--Currently available only in Europe.
Adapted with permission from Lew DP, Waldvogel FA. Osteomyelitis. N Engl J Med
1997;336:999-1007, and Mader JT, Shirtliff ME, Bergquist SC, Calhoun J. Antimicrobial
treatment of chronic osteomyelitis. Clin Orthop 1999;(360):46-65.



3. Debridement
Debridement pada pasien dengan osteomielitis kronis dapat dilakukan.
Kualitas debridement merupakan faktor penting dalam suksesnya pengobatan.
Setelah debridement dengan eksisi tulang, adalah hal yang perlu untuk
menghapuskan/ menghilangkan dead space yang dilakukan dengan
memindahkan jaringan di atasnya. Pengobatan dead space termasuk myoplasty
lokal, pemindahan jaringan dan penggunaan antibiotik. Pelaksanaan pada
jaringan lunak telah dikembangkan untuk meningkatkan aliran darah lokal dan
pendistribusian antibiotik.

2.12 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada osteomyelitis adalah:
3,4
1. Septikemia
Dengan makin tersedianya obat-obatan antibiotik yang memadai, kematian
akibat septikemia pada saat ini jarang ditemukan.
2. Kematian tulang (osteonekrosis)
Infeksi pada tulang dapat menghambat sirkulasi darah dalam tulang,
menyebabkan kematian tulang. Jika terjadi nekrosis pada area yang luas,
kemungkinan harus diamputasi untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi.
3. Arthritis septic
Dalam beberapa kasus, infeksi dalam tuolang bias menyebar ke dalam sendi di
dekatnya.
4. Artritis Supuratif
Artritis Supuratif dapat terjadai pada bayi muda karena lempeng epifisis bayi
(yang bertindak sebagai barier) belum berfungsi dengan baik. Komplikasi
terutama terjadi pada osteomielitis hematogen akut di daerah metafisis yang
bersifat intra-kapsuler (misalnya pada sendi panggul) atau melalui infeksi
metastatik.
5. Gangguan Pertumbuhan
Osteomielitis hematogen akut pada bayi dapat menyebabkan kerusakan lempeng
epifsisis yang menyebabkan gangguan pertumbuhan, sehingga tulang yang
terkena akan menjadi lebih pendek. Pada anak yang lebih besar akan terjadi
hiperemi pada daerah metafisis yang merupakan stimulasi bagi tulang untuk
bertumbuh. Pada keadaan ini tulang bertumbuh lebih cepat dan menyebabkan
terjadinya pemanjangan tulang
6. Osteomielitis Kronik
Apabila diagnosis dan terapi yang tepat tidak dilakukan, maka osteomielitis akut
akan berlanjut menjadi osteomielitis kronik
7. Fraktur Patologis
8. Ankilosis
9. Abses Tulang
10. Kanker kulit
11. Selulitis

2.13 Prognosis
Angka mortalitas pada osteomielitis akut yang diobati adalah kira-kira 1 %,
tetapi morbiditas tetap tinggi. Bila terapi efektif dimulai dalam waktu 48 jam
setelah timbulnya gejala, kesembuhan yang cepat dapat diharapkan pada kira-kira
2/3 kasus. Kronisitas dan kambuhnya infeksi mungkin terjadi bila terapinya
terlambat.
6

Empat faktor penting yang menentukan keefektifan terapi antimikroba dalam
terapi osteomielitis hematogenous akut, sehingga akan mempengaruhi prognosis
adalah :
6

1. Interval waktu diantara onset penyakit dan permulaan terapi.


Terapi yang dimulai dalam 3 hari pertama adalah yang paling ideal karena
pada tahap ini area lokal dari osteomielitis masih belum menjadi iskemi.
Dengan pengobatan dini, organisme penyebab akan lebih sensitif terhadap obat
yang dipilih dan dapat mengontrol infeksi sehingga osteolisis, nekrosis tulang
dan pembentukan tulang baru akan dihambat. Dengan keadaan seperti ini maka
perubahan gambaran radiologik tidak akan muncul kemudian pengobatan
dalam tiga sampai tujuh hari akan mengurangi infeksi baik sistemik maupun
lokal, namun terlalu lambat untuk mencegah kerusakan tulang. Pengobatan
yang dimulai setelah satu minggu infeksi hanya dapat mengontrol septikemia
dan menyelamatkan jiwa, tetapi memiliki efek yang kecil dalam mencegah
kerusakan tulang lebih lanjut.
2. Keefektifan obat antimikroba dalam melawan kuman penyebab
Hal ini bergantung pada jenis kuman penyebab yang bersangkutan apakah
kuman tersebut resisten atau sensitif terhadap antibiotik yang digunakan.
3. Dosis dari obat antimikroba
Faktor lokal dari vaskularisasi tulang yang terganggu memerlukan dosis
antibiotik yang lebih besar untuk osteomielitis daripada infeksi jaringan lunak.
4. Durasi terapi antimikroba
Penghentian terapi yang terlalu awal terutama bila kurang dari empat minggu
akan mengakibatkan terjadinya infeksi kronik dan rekuren dari osteomielitis.
BAB IV
PENUTUP
Osteomielitis merupakan infeksi tulang ataupun sum-sum tulang, biasanya
disebabkan oleh bakteri piogenik atau mikobakteri. Osteomielitis bisa mengenai
semua usia tetapi umumnya mengenai anak-anak dan orang tua. Oteomielitis
umumnya disebabkan oleh bakteri, diantaranya dari species staphylococcus dan
stertococcus. Selain bakteri, jamur dan virus juga dapat menginfeksi langsung
melalui fraktur terbuka. Tibia bagian distal, femur bagian distal, humerus , radius
dan ulna bagian proksimal dan distal, vertebra, maksila, dan mandibula
merupakan tulang yang paling beresiko untuk terkena osteomielitis karena
merupakan tulang yang banyak vaskularisasinya.
Berdasarkan lama infeksi, osteomielitis terbagi menjadi 3, yaitu :
osteomielitis akut, sub akut dan kronis. Gambaran klinis terlihat daerah diatas
tulang bisa mengalami luka dan membengkak, dan pergerakan akan menimbulkan
nyeri. Osteomielitis menahun sering menyebabkan nyeri tulang, infeksi jaringan
lunak diatas tulang yang berulang dan pengeluaran nanah yang menetap atau
hilang timbul dari kulit. Pengeluaran nanah terjadi jika nanah dari tulang yang
terinfeksi menembus permukaan kulit dan suatu saluran (saluran sinus) terbentuk
dari tulang menuju kulit.
Oteomielitis didiagnosis banding dengan osteosarkoma dan Ewing
sarkoma sebab memiliki gambaran radiologik yang mirip. Gambaran radiologik
osteomielitis baru terlihat setelah 10-14 hari setelah infeksi, yang akan
memperlihatkan reaksi periosteal, sklerosis, sekwestrum dan involikrum.
Osteomielitis dapat diobati dengan terapi antibiotik selama 2-4 minggu
atau dengan debridement. Prognosis osteomielitis bergantung pada lama
perjalanan penyakitnya, untuk yang akut prognosisnya umumnya baik, tetapi yang
kronis umumnya buruk.


DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad C. Struktur dan fungsi Tulang. Dalam Pengantar Ilmu Bedah
Ortopedi. Edisi 3. Penerbit Yarsif Watampone. Jakarta.2007. Hal 6-11
2. Anatomi Tulang. www.HealthForAll.com . Last update March 2009
3. Rasjad C., Infeksi dan Inflamasi. Dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.
Edisi 3. Penerbit Yarsif Watampone. Jakarta. 2007. Hal 132- 41.
4. Jong W., Sjamsuhidayat R. 2005. Infeksi Muskuloskeletal. In Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi kedua. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal
903 910.
5. Siregar P. Osteomielitis. Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian
Bedah Staff Pengajar FK UI. Binarupa Aksara. Jakarta. 1995. Hal 472
74
6. King R., Johnson D. Osteomyelitis. www.emedicine.com. Last updated:
Nov 4, 2008
7. Lew, Daniel P., Waldvogel, Francis A. 1997. Osteomyelitis. The New
England Journal of Medicine.
8. Khoshhal K., Letts R. M. Subacute Osteomyelitis (Brodie Abscess).
www.emedicine.com. Last updated: Jul 18, 2008.
9. Rasad S., Kartoleksono S, Ekayuda I. Infeksi Tulang dan Sendi. Radiologi
Diagnostik. Bagian Radilogi FKUI. Jakarta. 1995. Hal: 62-72.






.

Anda mungkin juga menyukai