Anda di halaman 1dari 33

1

LI & LO
1. Memahami dan menjelaskan Insulin
1.1 struktur
1.2 sintesis
1.3 sekresi & factor yang mempengaruhinya
1.4 peran

2. Memahami dan menjelaskan disbetes mellitus
2.1 definisi
2.2 epidemiologi
2.3 klasifikasi
2.4 etiologi
2.5 patogenesis
2.6 diagnosis
2.7 diagnosis banding
2.8 tatalaksana
2.9 komplikasi
2.10 pencegahan
2.11 prognosis

3. Memahami dan menjelaskan retinopati diabetika
3.1 definisi
3.2 epidemiologi
3.3 klasifikasi
3.4 etiologi
3.5 patogenesis
3.6 diagnosis
3.7 diagnosis banding
3.8 tatalaksana
3.9 komplikasi
3.10 pencegahan
3.11 prognosis

4. Memahami dan menjelaskan makanan yang halal dan baik menurut ajaran islam
















2

1. Memahami dan menjelaskan Insulin
1.1 struktur
Merupakan salah satu hormon pankreas yang disintesis dan disekresi sel pankreas. Salah satu hormon
yang penting dalam mengatur metabolisme bahan bakar, seperti mengubah-ubah jalur metabolik dari anabolisme
netto menjadi katabolisme netto bolak-balik dan peenghematan glukosa, masing-masing bergantung pada apakah
tubuh berada pada keadaan kenyang atau puasa.










Gambar 2.1 Struktur Insulin


Fungsi utama insulin: meningkatkan penyimpanan nutrisi.
i. Efek Paracrine
o Efek parakrin sel B dan sel D terhadap sel A:
a. Sekresi insulin dari sel B menurunkan sekresi glukagondari sel A melalui efek parakrin
b. Stimuli yang memprovokasi pelepasan insulin juga merangsang pelepasan somatostatin dari sel D,
sekresi somatostatin selanjutnya menginhibisi sekresi glukagon.
o Glukosa menstimulasi sel B dan sel D. Sekresi dari sel B dan sel D menginhibisi sekresi sel A.
ii. Efek Endocrine
o Liver
a. Insulin meningkatkan anabolisme
- penyimpanan glukosa dengan sintesis glikogen(glikogenesis) hingga 100 110 gr (= 440
kcalenergi)
- sintesis triacylglycerol (TAG)/ lipogenesis dan protein serta pembentukan VLDL
b. Insulin menginhibisi katabolisme dengan menginhibisi:
1. Glikogenolisis
2. Glukoneogenesis
3. Ketogenesis
o Otot
a. sintesis protein dengan transport AA & ribosomal protein synthesis
b. sintesis glikogen (glikogenesis) untukmenggantikan cadangan glikogen otot yang telah
digunakan untuk aktivitas otot dengan:
- transport glukosa kedalam sel otot
- aktivitas glycogen synthase
- Inhibisi aktivitas glycogen phosphorylaseGlikogen dapat disimpan di otot hingga 500 -
600gr. Glikogen di otot tidak dapat digunakan sebagaisumber glukosa darah karena otot
tidak memilikienzim glucose 6-phosphatase untuk merubah glucose6-phosphate menjadi
glucose.
o Jaringan Adiposa
a. penyimpanan TAG setara dengan 100.000 kkal energi pada manusia 70 kg. Mekanismenya:
- produksi lipoprotein lipase pada sel endotel jaringan adipose dan vascular oleh insulin
untukhidrolisasi lipoprotein menjadi TAG.
- transport glukosa ke jaringan adipose dengan -glycerol phosphate untuk esterifikasi
fatty acid menjadi TAG. Inhibisi lipolisis TAG dengan inhibisi intracellularlipase
(hormone sensitive lipase).



3

1.2 Sintesis










Insulin adalah suatu
polipeptida yang mengandung dua rantai asam amino yang dihubungkan dengan jembatan disulfida. Rantai A
terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino.
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel
beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang
kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi
dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya
sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.
Mekanism diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal, karena fungsi insulin
memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa darah yang
meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi
insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama
dalam rangsangan terhadap sel beta. Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya dari sintesis dan sekresi
insulin setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan belum sepenuhnya dapat
dipahami secara jelas.
Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh molekul glukosa.
Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat melewati membran sel beta
dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di
dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai kendaraan
pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat
dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke
dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis
dan fosforilasi didalam sel dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan
untuk tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel. Penutupan ini
berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi
membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan
masuknya ion Ca sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses
sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan
Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya disebabkan oleh rangsangan
ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat oleh pengaruh beberapa faktor lain termasuk obat-
obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut, misalnya obat anti diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor
tersendiri, tidak pada reseptor yang sama dengan glukosa, yang disebut sulphonylurea receptor (SUR) pada
membrane sel beta.

1.3 sekresi & factor yang mempengaruhinya







4

Sel-sel beta pancreas mempunyai sejumlah besar
pengangkut glukosa (GLUT-2) yang memungkinkan terjadinya
ambilan glukosa dengan kecepatan yang sebanding dengan nilai
kisaran fisiologis konsentrasi glukosa dalam darah. Begitu berada di
dalam sel, glukosa akan terfosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat oleh
glukokinase. Langkah ini menjadi penentu kecepatan metabolisme
glukosa di sel beta dan dianggap sebagai mekanisme utama untuk
mendeteksi glukosa dna menyesuaikan jumlah insulin yang
disekresikan dengan kadar glukosa darah. Glukosa-6fosfatase
selanjutnya dioksidasi untuk membentuk adenosine trifosfat (ATP)
yang menghambat kanal kalium yang peka-ATP di sel. Penutupan
kanal kalium akan mendepolarisasikan membrane sel sehingga akan
membuka kanal natrium bergerbang voltase, yang sensitive terhadap
perubahan voltase membrane. Keadaan ini akan menimbulkan aliran
masuk kalsium yang merangsang penggabungan vesikel yang berisi
insulin dengan membrane sel dan sekresi insulin ke dalam cairan
ekstrasel melalui eksositosis.

Insulin dibentuk dalam reticulum endoplasma kasar sel B. Insulin kemudian dipindahkan ke apparatus golgi,
tempat ia mengalami pengemasan dalam granula berlapis membrane. Granula ini bergerak ke membrane plasma melalui
suatu proses yang melibatkan mikrotubulus, dan isi granula dikeluarkan melalui eksitosis. Insulin kemudian melintasi
lamina basalis sel B serta kapiler di dekatnya dan endotel kapiler yang berpori untuk mencapai aliran darah.
Seperti hormone polipeptida dan protein serupa lain yang masuk ke dalam reticulum endoplasma, insulin
disintesis sebagai suatu bagian dari praprohormon yang berukuran besar. Pada manusia, gen untuk insulin terletak di
lengan pendek kromosom 11. Praproinsulin memiliki peptide sinyal asam amino 23 yang dikeluarkan sewaktu molekul
ini molekul ini memasuki reticulum endoplasma. Molekul sisanya kemudian berlipat, lalu terbentuk ikatan disulfide
sehingga akhirnya terbentuk proinsulin. Segmen peptide yang menghubungkanrantai A dan B, connecting peptide
(peptide C), mempermudah melipatnya molekul dan kemudian terlepas dari granula sebelum sekresi. Peptide C dapat
diukur dengan radioimmunoassay, dan kadarnya digunakan untuk menilai indeks fungsi sel B pada pasien yang mendapat
insulin eksogen.

A. Fase 1 (acute insulin secretion response) : sekresi insulin segera setelah ada rangsangan sel beta, muncul cepat
dan berakhir cepat mencegah hiperglikemi akut.
B. Fase 2 (sustained phase) : setelah fase 1, sekresi insulin mulai meningkat perlahan dan bertahan dalam waktu
relative lebih lama

Jika fase 1 tidak adekuat mekanisme kompensasi peningkatan sekresi insulin fase

factor yang mempengaruhinya


















Skema diatas merupakan faktor yang mengontrol sekresi insulin. Insulin memiliki efek penting pada metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein. Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino dalam darah serta
mendorong penyimpanan nutrien-nutrien tersebut.
Hormon pencernaan
Asupan makanan
Konsentrasi glukosa
darah
Sel-sel pulau
Langerhans
Sekresi Insulin
Stimulasi
parasimpatis
Glukosa darah, Asam lemak darah, Asam amino darah, Sintesis protein,
Penyimpanan bahan bakar
Stimulasi simpatis
(dan epinefrin)
Kontrol utama
5

Sewaktu molekul-molekul nutrien ini memasuki darah selama keadaan absorptif, insulin meningkatkan
penyerapan mereka oleh sel dan konversi, masing-masing menjadi glikogen, trigliserida, dan protein.
Insulin merupakan hormon pankreas yang paling penting untuk mengatur metabolisme bahan bakar selain
glukagon. Kedua hormon ini berasal dari sel-sel endokrin pankreas yang berbeda, yaitu insulin berasal dari sel (beta),
dan glukagon berasal dari sel (alfa).

1.4 peran
Kerja insulin dimulai ketika terikat dengan reseptor glukoprotein yang spesifik pada permukaan sel target. Ketika
insulin terikat dengan reseptor, beberapa peristiwa akan terjadi :
(1) terjadi perubahan bentuk reseptor,
(2) reseptor berikatan silang membentuk mikroagregat,
(3) reseptor diinternalisasi,
(4) dihasilkan satu atau lebih sinyal. Sinyal yang dihasilkan merangsang kerja pengangkutan, fosforilasi
protein, aktivasi dan inhibitisi protein, dan terjadi sintesis RNA.
Gen reseptor insulin manusia terletak pada kromosom 19. Reseptor ini merupakan heterodimer yang terdiri atas
dua subunit alfa dan beta. Subunit alfa seluruhnya berada di luar sel dan mengikat insulin. Subunit beta
merupakan protein transmembran yang melaksanakan fungsi tranduksi sinyal.

Insulin diproduksi oleh kelenjar pancreas,
dengan berjalannya waktu dan pola hidup
kita maka terjadilah suatu proses
degenerative pada kelenjar pancreas.
Terdapat 3 penyebab terjadinya Diabetes
mellitus, yaitu :
1. Jumlah insulin yang di produksi pancreas
berkurang dari normal (Impaired Insulin
Secretion).
2. Jumlah produksi insulin cukup, namun tidak
berfungsi dengan baik (Insulin resistance).
3. Terjadi gangguan metabolism lemak dan otot
pada tubuh (Abnormal Muscle and Fat Metabolism).
Yang sering dijumpai pada kejadian sehari-hari adalah Impaired Insulin Secretion dan Insulin resistance. Kembali
lagi kepada tugas Insulin, insulin dapat di ibaratkan sebagai sebuah kunci, kunci yang dapat membuka reseptor pada sel-
sel dalam tubuh manusia. Pada kasus pertama, dimana terjadi Impaired insulin secretion adalah suatu keadaan dimana
terjadi kekurangan jumlah insulin yang mengakibatkan gula dalam darah tidak semuanya masuk ke dalam sel. Hal ini
berakibat meningkatnya jumlah gula di dalam darah (hiperglicemia).
Sedangkan pada kasus kedua yang disebut insulin resistance adalah suatu keadaan dimana insulin diproduksi
dalam jumlah yang cukup namun kehilangan kemampuan untuk membuka pintu reseptor sel, hal ini mengakibatkan
pula terjadinya peningkatan kadar gula dalam darah. Nah ini pula yang menjawab mengapa salah satu klinis seorang
penderita DM menjadi lemas meskipun banyak makan, hal ini terjadi karena guala tidak dapat masuk ke dalam sel dan sel
kekurangan bahan glukosa untuk metabolisme, akibatnya menjadi lemas. Efek kelanjutan nya akan terjadi metabolisme
energy yang diambil dari cadangan tubuh yang makin lama tampak dengan klinis orang tersebut semakin kurus.
o Faktor yang menstimulasi pelepasan insulin
- Glukosa, manosa
- Leucine
- Stimulasi vagal
- Sulfonylurea
o Faktor yang berpotensi dalam pelepasan insulin
- Enteric hormone : glucagon-like peptide, gasticinhibitory peptide, cholestokinin, secretin dan gastrin
- Neural amplifiers : adrenergic stimulation
- Asam amino : arginine
o Penghambat pelepasan insulin
- Efek adrenergic cathecholamine
- Somatostatin
- Obat : diazoxide, phenytoin, vinblastine, cholchicine

6

Efek Insulin terhadap protein, KH, lemak
Efek pada karbohidrat

Insulin memiliki empat efek yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dan meningkatkan penyimpanan
karbohidrat :
Insulin mempermudah masuknya glukosa kedalam sebagian besar sel. Beberapa jaringan yang tidak
tergantung insulin yaitu otak, otot yang aktif, hati.
Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, baik di otot maupun hati
Insulin menghambat glikogenolisis , penguraian glikogen menjadi glukosa (glukagon) . dengan
menghambat penguraian glikogen, insulin meningkatkan penyimpanan karbohidrat dan menurunkan
penguraian glukosa oleh hati
Insulin menghambat glukoneogenesis untuk menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati. Dengan dua
cara :
Menurunkan jumlah asam amino didalam darah yang tersedia bagi hati untuk glukoneogenesis
Menghambat enzim enzim hati yang diperlukan untuk mengubah asam amino menjadi
glukosa

Efek pada lemak

Insulin memiliki banyak efek untuk menurunkan kadar asam lemak darah dan mendorong pembentukan
trigliserida
Insulin meningkatkan transportasi glukosa kedalam sel jaringan adiposa. Glukosa berfungsi sebagai
prekusor untuk pembentukan asam lemak dan gliserol , yaitu bahan mentah untuk membentuk
trigliserida
Insulin mengaktifkan enzim-enzim yang mengkatalisis pembentukan asam lemak dari turunan glukosa
Insulin meningkatkan masuknya asam asam lemak dari darah kedalam sel jaringan adiposa
Insulin menghambat lipolisis , sehingga terjadi penurunan pengeluaran asam lemak dari jaringan
adiposa ke dalam darah
Efek efek itu mendororng pengeluaraan glukosa dan asam lemak dari darah dan meningkatkan penyimpanan
keduanya sebagai trigliserida

Efek pada protein
Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein sebagai berikut :
Insulin mendorong transportasi aktif asam-asam amino dari darah kedalam otot dan jaringan lain, efek
ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menghasilkan bahan pembangun untuk sistesis
protein didalam sel
Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino kedalam protein dengan merangsang
perangkat pembuat protein didalam sel
Insulin menghambat penguraian protein

2. Memahami dan menjelaskan disbetes mellitus
2.1 Definisi
DM adalah suatu sindroma klinik yang ditandai dengan poliuri , polidipsi, dan polifagia, disertai dengan
peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemik (gula puasa 126 mg/dL atau postprandial 200 mg/dL
atau glukosa sewaktu 200mg/dL)

2.2 Epidemiologi

Laporan data epidemiologi Mc Carty dan Zimmer menunjukkan bahwa jumlah penderita DM di dunia
dari 110,4 juta pada tahun 1994 melonjak 1,5 kali lipat (175,4 juta) pada tahun 2000, dan akan melonjak dua kali
lipat (239,3 juta) pada tahun 2010 (Tjokroprawiro, 2006). International Diabetes Federation (IDF) menyatakan
bahwa pada tahun 2005 di dunia terdapat 200 juta (5,1%) orang dengan diabetes (diabetisi) dan diduga 20 tahun
kemudian yaitu tahun 2025 akan meningkat menjadi 333 juta (6,3%) orang. Negara-negara seperti India, China,
Amerika Serikat, Jepang, Indonesia, Pakistan, Banglades, Italia, Rusia, dan Brazil merupakan 10 besar negara
dengan jumlah penduduk diabetes terbanyak (Depkes RI, 2007). Dalam Diabetes Atlas edisi kedua tahun 2003
yang diterbitkan oleh IDF, prevalensi diabetes di Indonesia pada tahun 2000 adalah 1,9% (2,5 juta orang) dan
toleransi glukosa terganggu (TGT) 9,7% (12,9 juta orang) dengan prediksi bahwa di tahun 2025 berturut-turut
akan menjadi 2,8% (5,2 juta orang) diabetisi dan 11,2% (20,9 juta orang) dengan TGT. Sementara menurut WHO
1998, diperkirakan jumlah diabetisi di Indonesia akan meningkat hampir 250% dari 5 juta di tahun 1995 menjadi
12 juta pada tahun 2025 (Depkes RI, 2007). Dalam Diabetes Care (Wild, 2004), yang melakukan analisa data
7

WHO dan memprediksi Indonesia di tahun 2000 dikatakan sebagai nomor 4 terbanyak diabetisi (8,4 juta orang)
pada tahun 2030 akan tetap nomor 4 di dunia tetapi dengan 21,3 juta diabetisi. Perkiraan jumlah ini akan menjadi
kenyataan apabila tidak ada upaya dari kita semua untuk mencegah atau paling tidak mengeliminasi faktor-faktor
penyebab ledakan jumlah tersebut (Depkes RI, 2007).
Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini telah dilaksanakan di Indonesia, kekerapan
diabetes berkisar antara 1,5 sampai dengan 2,3%, kecuali di Manado yang agak tinggi sebesar 6% (Utama, 2005).
Walaupun demikian prevalensi DM di daerah rural ternyata masih rendah. Di Tasikmalaya didapatkan prevalensi
sebesar 1,1% sedangkan di Kecamatan Sesean, suatu daerah terpencil di Tanah Toraja didapatkan prevalensi DM
hanya 0,8%. Di sini jelas ada perbedaan antara urban dengan rural, menunjukkan bahwa gaya hidup
mempengaruhi kejadian diabetes. Tetapi di Jawa Timur, perbedaan rural-urban tidak begitu tampak. Di Surabaya
pada penelitian epidemiologis yang dikerjakan di Puskesmas perkotaan mencakup penduduk di atas 20 tahun
(1991), didapatkan prevalensi sebesar 1,43% sedangkan di daerah rural (1989) juga didapatkan prevalensi yang
hampir sama yaitu 1,47% (Depkes RI, 2007). Hasil penelitian epidemiologis di Jakarta (urban) membuktikan
adanya peningkatan prevalensi penyakit DM tipe 2 dari 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993. Di
Makasar 1,5% (1981) menjadi 12,9% (1998).
Menurut Konsensus Pengelolaan DM tipe 2 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) 1998
berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat itu diperkirakan pada tahun 2020, di Indonesia akan terdapat
178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi diabetes mellitus sebesar 4%, akan ada
7 juta diabetisi (Depkes RI, 2007). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, menemukan prevalensi DM
di kalangan penduduk 25-64 tahun, 7,5% di Jawa dan Bali. Surveilans faktor risiko di Depok (2001) yang
dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Depkes dengan menggunakan
kriteria diagnostik DM yang benar, menemukan prevalensi DM tipe 2 pada usia 25- 64 tahun sebesar 12,8% dan
berubah menjadi 11,2% di tahun 2003 setelah dilakukan intervensi terhadap perilaku (Depkes RI, 2007).

2.3 klasifikasi
Diabetes Melitus Tipe I / Juvenile
Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile-onset dan tipe dependen insulin; namun, kedua tipe ini dapat
muncul pada sembarang usia. Insidens diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat
dibagi dalam dua subtipe: (a) autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta; dan (b)
idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya.

Diabetes Melitus Tipe II / Onset maturitas
Diabetes tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan tipe nondependen insulin. Obesitas
sering dikaitkan dengan penyakit ini.
3

Tabel 01: Perbedaan antara DM tipe 1 dengan DM tipe 2.
1,4
Type 1 (insulin dependent) Type 2 (non-insulin dependent)
Nama lama

Epidemiologi
DM Juvenil

Anak-anak/remaja(biasanya
berumur
< 30 tahun)
DM Dewasa

Orang tua (biasanya berumur > 30
tahun)
Berat badan Biasanya kurus Sering obesitas

Heredity HLA-DR3 or DR4 in > 90% Tidak ada hubungan HLA

Patogenesis Penyakit Autoimmune : Tidak berhubungan dengan
autoimun
Islet cell autoantibodies Insulin resistance
Insulitis

Klinikal Defisiensi Insulin Defisiensi Partial insulin
Berhubungan dengan
ketoacidosis
Berhubungan dengan hyperosmolar
Pengobatan Insulin, diet, olah raga Diet, olah raga, tablet, insulin
Biochemical Kemungkinan kehilangan
peptide C
Persisten peptida-C
3. Diabetes Melitus tipe lain
Kelainan pada diabetes tipe lain ini adalah akibat kerusakan atau kelainan fungsi kelenjar pankreas yang disebabkan
oleh bahan kimia, obat-obatan atau penyakit pada kelenjar tersebut.
8

4. Diabetes Gestational (kehamilan)
Diabetes hanya terjadi pada saat kehamilan dan menjadi normal kembali setelah persalinan.

2.4 etiologi
Diabetes mellitus tipe 1
Adanya gangguan produksi insulin akibat penyakit autoimun atau ididopatik. Tipe ini sering disebut insulin
dependent diabetes mellitus (IDDM) karena pasien mutlak membutuhkan insulin.
Diabetes mellitus tipe 2
Akibat resistensi insulin atau gangguan sekresi insulin. Pada tipe 2 ini tidak selalu dibutuhkan insulin, kadang-
kadang cukup dengan dietdan antidiabetik oral. Karenanya tipe ini disebut juga noninsulin dependent diabetes
mellitus (NIDDM)
Diabetes mellitus tipe lain
a. Defek genetik fungsi sel beta
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksopkrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Karena obat/ zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi (jarang)
h. Sindroma genetik lain

Diabetes mellitus gastesional/ pada kehamilan

Diabetes yang timbul selama kehamilan, artinya kondisi diabetes atau intoleransi glukosa yang didapati selama
masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua atau ketiga. Diabetes mellitus gestasional berhubungan dengan
meningkatnya komplikasi perinatal (di sekitarwaktu melahirkan), dan sang ibu memiliki resiko untuk dapat
menderita penyakit diabetes mellitus yang lebih besar dalam jangka waktu 5 sampai 10 tahun setelah melahirkan
(Woodley dan Wheland, 1995).
Beberapa faktor resiko dari diabetes mellitus adalah sebagai berikut :
1. Keturunan
Sekitar 50 % pasien diabetes tipe 2 mempunyai orangtua yang menderita diabetes, dan lebih sepertiga pasien
diabetes mempunyai saudara yang mengidap diabetes. Sedangkan untuk diabetes tipe 1, sekitar 20 % terjadi pada
penderita dengan riwayat keluarga terkena diabetes dan 80 % terjadi pada penderita yang tidak memiliki riwayat
keluarga dengan diabetes. (WHO, 2002).
2. Ras atau Etnis
Beberapa ras tertentu, seperti suku indian di Amerika, Hispanik, dan orang Amerika di Afrika, mempunyai resiko
lebih besar terkena diabetes tipe 2.Sedangkan diabetes tipe 1 sering terjadi pada orang Finlandia dengan
presentase mencapai 40 %.
3. Usia
Pada diabetes tipe 1, usia muda merupakan awal terjadinya penyakit tersebut, sedangkan pada diabetes tipe 2
umur puncak berada pada usia diatas 45 tahun.
4. Obesitas
Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe 2 adalah mereka yang mengalami kegemukan. Makin banyak
jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan makin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh
atau kelebihan berat badan terkumpul didaerah sentral atau perut. Lemak ini akan memblokir kerja insulin
sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah.
5. Sindroma Metabolik
Menurut WHO dan National Cholesterol Education Program : Adult Treatment Panel III, orang yang menderita
sindroma metabolic adalah mereka yang punya kelainan seperti : tekanan darah tinggi lebig dari 160/90mmHg,
trigliseridaa darah lebih dari 150mg/dl, kolesterol HDL <40 mg/dl, obesitas sentral dengan BMI lebih dari 30,
lingkar pinggang melebihi 102 cm pada pria atau melebihi 88 cm pada wanita, atau sudah terdapat
mikroalbuminuria.
6. Kurang Gerak Badan
Olahraga atau aktivitas fisik membantu untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah dibakar menjadi energi,
sel-sel tubuh menjadi lebih sensitive terhadap insulin.peredaran darah lebih baik dan resiko terjadinya diabetes
tipe 2 akan turun sampai 50%.


7. Faktor Kehamilan
9

Diabetes pada ibu hamil dapat terjadi pada 2-5 % kehamilan. Biasanya diabetes akan hilang setelah anak lahir.
Ibu hamil dengan diabetes dapat melahirkan bayi besar dengan berat badan lebih dari 4 kg. Apabila ini terjadi,
sangat besar kemungkinan si ibu akan mengidap diabetes tipe 2 kelak.
8. Infeksi
Infeksi virus dapat juga dijadikan penyebab timbulnya diabetes mellitus.Adapun virus-virus tersebut adalah virus
cytomegalovirus, virus rubella dan virus coxsackie.

2.5 Patogenesis
Dm1










Dm 2
10




2.6 Diagnosis
Anamnesis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat
keluhan klasik DM seperti:
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya
Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta
pruritus vulvae pada wanita
Gejala diabetes dapat dikelompokkan menjadi dua,yaitu :
a. Gejala Akut
Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi tiga serba banyak yaitu:
Banyak makan (polifagia)
Banyak minum (polidipsi)
Banyak kencing (poliuria)
11

Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus bertambah, karena pada saat itu jumlah
insulin masih mencukupi.
Apabila keadaan ini tidak segera diobati maka akan timbul keluhan lain yang disebabkan oleh kurangnya insulin. Keluhan
tersebut diantaranya:
nafsu makan berkurang
banyak minum
banyak kencing
berat badan turun dengan cepat
mudah lelah
Bila tidak segera diobati,penderita akan merasa mual bahkan penderita akan jatuh koma (koma diabetik).
b. Gejala Kronik
Gejala kronik akan timbul setelah beberapa bulan atau beberapa tahun setelah penderita menderita diabetes.
Gejala kronik yang sering dikeluhkan oleh penderita, yaitu:
Kesemutan
Kulit terasa panas
Terasa tebal dikulit
Kram
Lelah
Mudah mengantuk
Mata kabur
Gatal disekitar kemaluan
Gigi mudah goyah dan mudah lepas
Kemampuan seksual menurun
Bagi penderita yang sedang hamil akan mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau berat
bayi lahir lebih dari 4 kg.
Pemeriksaan fisik
Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai
isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang
air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan
penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang
seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.
Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat
badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit). Pada DM Tipe 2 gejala yang
dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai
beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2
umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita
hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui 3 cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) . ,eskipun TTGO dengan beban 75g glukosa lebih sensitif dan spesifik
dibanding dengan pemneriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.
TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktik sangat jarang dilakukan karena membutuhkan
persiapan khusus





12


Langkah-langkah diagnistik DM dan gangguan toleransi glukosa:























GDP : Gula darah Puasa
GDS : Gula darah sewaktu
GDPT : Glukosa darah Puasa terganggu
TGT : Toleransi glukosa terganggu
Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil:
1. Gejala klasik DM +glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat,
pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Atau
2. Gejala klasik DM
+
Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Atau
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO yang dilakukan dengan standare WHO, menggunakan beban glukosa
Yang setara dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air
Keluhan klinis diabetes
Keluhan khas (-) Keluhan khas (+)
GDP/
GDS
126
200
< 126
< 200
GDP/
GDS
GDP/
GDS
126
200
200
TGT
GDPT
Evaluasi status gizi
Evaluasi penyulit DM
Evaluasi dan perencanaan
makan sesuai kebutuhan
Nasihat umum
Perencanaan makan
Latihan jasmani
Berat idaman
Beklum perlu obat penurun glukosa
DIABETES MELLITUS
normal
<140 140-199
TTGO GD 2 jam < 126
< 200
Ulang GDS / GSP
< 110 110-125
110-199
126
200
13


Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi normal / DM, bergantuk pada hasil yang diperoleh, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggui (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
1. TGT: diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban
antara 140-199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L)
2. GDPT: diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100-125
mg/dL (5,6-6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam , 140 mg/dL.
Cara pelaksanaan TTGO:
Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang
cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap
diperbolehkan
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atai 1, 75 g/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan
diminum dalam waktu 5 mwenit
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa
selesai
Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa
Selama pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darh puasa.
Pemeriksaan penyaring ini bertujuan untuk penjaringan masal. Dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain/
general check up.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dL)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa
darah sewaktu
(mg/dL)

Kadar glukosa
darah puasa
(mg/dL)
Plasma vena

Darah kapiler

Plasma vena

Darah kapiler
<100

<90

<100

<90
100-199

90-199

100-125

90-99
200

200

126

100
Catatan:
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang
berusia . 45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
2.7 diagnosis banding

14



2.8 tatalaksana
Farmakologi
1. Obat antidiabetik Oral
Ada 5 golongan anti diabtik oral (ADO). Yaitu: sulfonilurea, meglitinid, biguanid, penghambat -glikosidase,
dan tiazolidinedion. Kelima golongan obat ini dapat diberikan pada DM tipe 2 yang tidak dapat dikontrol hanya
dengan diet dan latihan fisik saja.

a. Golongan Sulfonilurea
Dikenal 2 generasi sulfonilurea, generasi 1 terdiri dari: tolbutamid, asetoheksimid, dan klorpropamid. Generasi
2 yang potensi hipoglikemik lebih besar antaralain: gliburid (=glibenklamid), glipizid, gliklazid, dan glipepirid.
Mekanisme kerja:
Golongan obat ini sering disebut insulin secretagogues, kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul sel-
sel Langerhans pankras. Pada penggunaan jangka panjang atau dosis yang besar dapat menyebabkan hipoglikemia.

Farmakokinetik:
Absorbsi melalui saluran cerna cukup efektif. Untuk mencapai kadar optimal di plasma sulfonilurea dengan
masa paruh pendek akan lebih egfektif bila diminum 30 menit sebelum makan. Dalam plasma sekitar 90-99% terikat
protein plasma terutama albumin; ikatan ini paling kecil untuk kolpropamid dan paling besar untuk gliburid.
Masa paruh dan metabolesme sulfonilurea generasi 1 sangat berfariasi. Masa paruh asetoheksamid pendek tetapi
metabolitnya aktif. 1-hidroksiheksamid masa paruhnya lebih panjang sekitar 4-5 jam , sama dengan tolbutamid dan
tolazamid. Sebaiknya sediaan ini diberikan dengan dsois terbagi. Sekitar 10% dari metabolitnya diekskresi melaui
emedu dan keluar bersama tinja.
Kolpropamid dalam darah terikat albumin, masa paruhnya panjang 24-48jam, efeknya masi terlihat beberapa
hari setelah obat dihentikan. Metabolismenya di hepoar tidak lengkap, 20% dieksresi utuh di urin. Masa paruh
tolbutamid 4-7 jam. Dalam darah 91-96% tolbutamid terikat terikat protein plasma, dan di hepar diubah menjadi
karboksitolbutamid. Ekskresinya melalui ginjal.
Tolazamid absorbsi lebih lambat. Efeknya belum nyata pada glukosa setelah beberapa jam obat diberikan.
Masaparuh 7 jam, di hepar diubah menjadi p-karboksitolazamid, 4-hidroksimetiltolazamid dan senyawa lain. Sulfonilurea
generasi 2, umumnya potensi hipoglikemiknya hampir 100x lebih besar dari generasi 1. Meski masanya pendek, hanya 3-
5 jam, efek hipoglikemiknya berlangsung 12-24 jam, sering cukup diberikan 1x sehari.
Glipizid absorbsi lengkap, masa paruh 3-4jam. Dalam darah 98% terikat protein plasma. Metabolisme di hepar,
10% diekskresi melalui ginjal dalam keadaan utuh. Gliburid memiliki masa paruh 4 jam. Metabolisme di hepar, pada
pemberian dosis tunggal hanya 25% metabolitnya diekskresi melalui urin, sisanya melalui empedu. Karena semua
sulfonilurea dimetabolisme di hepar dan diekskresi melalui ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan
gati atau ginjal yang berat.
Efek samping:
Insiden efek samping generasi 1 lebih rendah dibandingkan dengan generasi 2 . hipoglikemia bahkan sampai
koma mungkin ditemukan pada pasien usia lanjut dengan gangguan hati atau ginjal. Efek samping lain: mual, muntah,
diare, gejala hematologik, susnan saraf pusat, mata, dsb. Efek samping gejala hipotiroideisme, iketrus obstruktif, yang
bersifat sementara dan lebih sering timbul akibat klorpropamid. Berkurangnya toleransi alkohol juga telah dilaporkan
pada pemakaian tolbutamid dan klorpropamid
Indikasi
Yang menentukan bukanlah umur pasien waktu terapi dimulai, melainkan usia pasien saat penyakit DM mulai
timbul. Pada umumnya hasil yang baik diperoleh pada pasien yang diabetesnya mulai timbul pada usia diatas 40 tahun.
Selama terapi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang harus tetap dilakukan secara teratur. Pada keadaan yang
gawat seperti stres, komlikasi, infeksi dan pembedahan, insulin tetap merupakan terapi standar
Kontraindikasi
Tidak boleh diberikan pada DM juvenil, pasien yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, DM berat, DM dengan
kehamilan dan keadaan gawat. Harus berhati-hati pada DM dengan gangguan fungsi hepar dan ginjal,infusiensi endokrin,
keadaan gizi buruk, alkoholisme akut, pasien yang mendapat diuretik tiazid, dan pada pasien yang mendapatkan obat
golongan lain
Interaksi
15

Obat yang meningkatkan resiko hipoglikemia sewaktu pengguanaan sulfonilurea ialah insulin, alkohol,
fenformin, sulfonamid, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenbutazon, probenezid, dikumarol, kloramfenikol,
penghambat MAO, guanitidin, anabolic steroid, fenfluramin dan klofibrat.
Propanolol dan penghambat adrenoseptor lainnya menghambat reaksi takikardi, berkeringat dan tremor pada
pasien hipoglikemia. Aulfonilurea terutama klorpropamid dapat menurunkan toleransi terhadap alkohol

b. Meglitinid
Replaginid dan neteglinid merupakan golongan meglitinid. Mekanisme kerjanya = sulfonilurea tetapi struktur
kimianya sangat berbeda. Golongan ADO ini merangsang insulin dengan menutup kanal K yang ATP-independent di
sel pancreas.
Pada pemberian oral absorbsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam waktu 1 jam. Masa paruhnya 1 jam,
karenanya harus diberikan beberapa kali sehari, sebelum makan. Metabolisme utamanya di hepar dan metabolitnya
tidak aktif. Sekitar 10% dimetabolisme di ginjal. Pada pasien dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal harus berhati-
hato. Efek samping utamanya hipoglikemik dan gangguan saluran cerna, reaksi alergi juga pernah dilaporkan.

c. Biguanid
Sebenarnya dikenal 3 jenis ADDO dari golongan biguanid: fenformin, buformin, dan metformin. Tapi yang
pertama telah ditarik dari peredaran karena sering menyebabkan asidosis laktat. Sekarang yang banyak digunakan
adalahmetformin.
Mekanisme kerja
Metformin menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan sensitifitas jaringan otot dan adiposa
terhadap insulin. Efek ini terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel.
Biguanid tidak merangsang ataupun mengambat perubahan glukosa menjadi lemak. Pada pasien diabetes yang
gemuk, biguanid dapat menurunkan berat badan dengan mekanisme yang belum jelas pula. Pada orang nondiabetik
yang gemuk, tidak timbul penurunan berat badan dan kadar glukosa darah.
Farmakokinetik
Metformin oral akan mengalami absorbsi di intestin, dalam darah tidak terikat protein plasma, ekskresinya
melalui urin dalam keadaan utuh. Masa paruhnya sekitar 2 jam. Dosis awal 2x500mg, umunya dosis pemeliharaan
3x500mg, dosis maksimal 2,5g. Obat diminum pada waktu makan. Pasien DM yang tidak memberikan respin dengan
obat golongan sulfonilurea dapatdiatasio dengan metformin, atau dapat pula diberikan sebagai terapi kombinasi
dengan insulin atau sulfenilurea.
Efek samping
Hampir 20% pasien metformin mengalami mual , muntah, diare, serta kecap logam ; tetapi keluhan tersebut
segera hilang. Kadang-kadang juga dapat menimbulkan ketosis yang disertai dengan hiperglikemia. Pasien dengan
gangguan fungsi ginjal atau sistem kardiovaskular , pemberian biguanid dapat menimbulkan peningkatan kadar asam
laktat dalam darah, sehingga hal ini dapat mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan tubuh.
I ndikasi
Sediaan biguanid tidak dapat menggantikan fungsi insulin endogen, dan digunakan pada terapi diabetes dewasa
Kontraindikasi
Biguanid tidak boleh diberikan pada kehamilan, pasien penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremia, dan
penyakit jantung kongesif dan penyakit paru dengan hipoksia kronik pada pasien yang akan diberikan zat kontras
intravena atau yang akan dioperasi, pemberian obat ini sebaiknya dihentikan dulu. Setelah lebih dari 48 jam biguanid
baru boleh diberikan dengan catatan fungsi ginjal harus tetap normal.

d. Penghambat -glikosidase
Mekanisme kerja
Obat golongan penghambat enzim -glikosidase ini dapt memperlambat absorbsi polisakarida, dekstrin, dan
disakarida di intestin. Dengan menhambat kerja enzim -glikosidase di brush border intestin , dapat mencegah
peningkatan glukosa plasma pada orang normal atau pasien DM. Karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin,
maka tidak akan menyebabkan efek samping hipoglikemia. Akarbose dapat digunakan sebagai monoterapi pada DM
uasia lanjut atau DM yang glukosa postprandialnya sangat tinggi. Di klinik sering digunakan bersama antidiabetik oral
lain/ insulin
16

Farmakokinetik
Akarbose paling efektif bila diberikan bersama makanan yang berserat, mengandung polisakarida, dengan sedikit
mengandung glukosa dan sukrosa. Bila diberikan bersama insulin, atau golongan sulfenilurea , dan menimbulkan
hipoglikemia, pemberian glukosa akan lebih baik daripada pemberian sukrose, polisakarida, atau maltosa.
Efek samping
Bersifat dose-dependent, antaralain: malabsorbsi, flatulen, diare, dan abdominal bloating
e. Tiazolidinedion
Mekanisme kerja
Tiazolidinedion merupakan agonist potent dan selektif PPAR (Peroxisome Proliferators-activeted receptor-),
mengaktifkan V mrmbrntuk kompleks PPAR-RXR dan terbentuklah GLUT baru. Di jaringan adipose PPAR
mengurangi keluarnya asam lemak ke dalam otot, dan karebnanya dapat mengurangi resistensi insulin. Glitazon
menurunkan kadar glukosa hepar, menurunkan asam lemak bebas di plasma dan remodeling jaringan adipose.
Pioglitazon dan resiglitazon dapat menurunkan HbA1C dan berkecenderungan meningkatkan HDL, sedangefeknya
pada trigliserida dan LDL bervariasi
Farmakodinamik
Absorbsi tidak dipengaruhi makanan, berlangsung sekitar 2 jam. Metabolisme di hepar, oleh sitokrom P-450.
Ekskresi melalui ginjal .
Efek samping
Peningkatan berat badan, edema, menambah volume plasma dan memperburuk gagal jantung kongesif. Edema
sering terjadi karena penggunaannya bersama insulin.

2. Terapi Insulin
Insulin masih merupakan obat utama untuk DM tipe 1 dan 2. Suntikan insulin dapat dilakukan dengan cara IV,
IM, dan umumnya pada penggunaan jangka panjang lebih disukai cara subkutan. Dosis dan konsentrasi insulin
dinyatakan dengan Unit (U)

Klasifikasi insulin
Preparat dengan mula kerja cepat dan lama kerja singkat antara lain solusio regular / crystalline zinc insulin
dalam buffer dengan pH normal.
Sifat berbagai sediaan insulin
Jenis-Sediaan Bufer Mula kerja Puncak * Masa kerja * Kombinasi
dengan *
Kerja cepat
Regular soluble
(kristal)
Lispro
Keja sedang
NPH (isophan)
Lente
Kerja panjang
Protamin zinc
Ultralente
Glargin

-

Fosfat

Fosfat
Asetat

Fosfat asetat
-

0.1-0.7

0.25

1-2
1-2

4-6
4-6
2-5

1.5-4

0.5-1.5

6-12
6-12

14-20
16-18
5-24

5-6

2-5

18-24
18-24

24-36
20-36
18-24

Semua jenis

Lente

Reguler
Semilente

Reguler
Catatan* dalam jam, nilai ini bervariasi
NPH = neutral protamin hagedorn / suspensi isofen insulin
Lente = suspensi zinc insulin
Indikasi
1. Semua penderita DM Tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin endogen oleh sel-sel kelenjar
pankreas tidak ada atau hampir tidak ada
2. Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin apabila terapi lain yang diberikan
tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah
3. Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke
4. DM Gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan terapi insulin, apabila diet saja tidak dapat
mengendalikan kadar glukosa darah.
5. Ketoasidosis diabetik
6. Insulin seringkali diperlukan pada pengobatan sindroma hiperglikemia hiperosmolar non-ketotik.
17

7. Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori untuk memenuhi
kebutuhan energi yang meningkat, secara
bertahap memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama
periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
9. Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO

Cara Pemberian
Sediaan insulin saat ini tersedia dalam bentuk obat suntik yang umumnya dikemas dalam bentuk vial. Kecuali
dinyatakan lain, penyuntikan dilakukan subkutan (di bawah kulit). Lokasi penyuntikan yang disarankan ditunjukan pada
gambar 4 disamping ini. Penyerapan insulin dipengaruhi oleh beberapa hal. Penyerapan paling cepat terjadi didaerah
abdomen, diikuti oleh daerah lengan, paha bagian atas dan bokong. Bila disuntikkan secara intramuskular dalam, maka
penyerapan akan terjadi lebih cepat, dan masa'kerjanya menjadi lebih singkat. Kegiatan fisik yang dilakukan segera
setelah penyuntikan akan mempercepat waktu mula kerja (onset) dan juga mempersingkat masa kerja.
Selain dalam bentuk obat suntik, saat ini juga tersedia insulin dalam bentuk pompa (insulin pump) atau jet
injector, sebuah alat yang akan menyemprotkan larutan insulin ke dalam kulit. Sediaan insulin untuk disuntikkan atau
ditransfusikan langsung ke dalam vena juga tersedia untuk penggunaan di klinik. Penelitian untuk menemukan bentuk
baru sediaan insulin yang lebih mudah diaplikasikan saat ini sedang giat dilakukan. Diharapkan suatu saat nanti dapat
ditemukan sediaan insulin per oral atau per nasal.
Cara penyuntikkan:
Bila menggunakan insulin campuran atau Mix maka jangan lupa untuk mencampur atau menggoyang-
goyangkannya dengan baik agar campuran menjadi rata.
Orang kurus dengan lapisan lemak yang sedikit sebaiknya mencubit kulitnya sebelum menyuntikkan insulin. Bila
lapisan lemak cukup tebal maka regangkanlah sedikit kulit daerah yang akan disuntik.
Tusukkan jarum suntik agak jauh dari lokasi suntikan sebelumnya dan hindarilah pembuluh darah yang tampak
dipermukaan kulit.
Posisikan alat suntuk tegak lurus permukaan kulit dan tusukkan jarum sepanjang jarum tersebut sebelum
menyuntikn insulinnya. Jangan suntik terlalu cepat atau tekan terlalu keras pada alat pendorong suntikan.
Setelah alat pendorong suntikan ditekan biarkanlah beberapa detik agar insulin dapat masuk ketubuh sebelum
suntikan ditarik atau dicabut. Cara ini akan mengurangi kebocoran insulin. Janganlah terkejut bila kadang-kadang
terdapat tetesan darah atau insulin, keadaan seperti ini normal.



Pada tubuh manusia, insulin secara konstan merespons naik turunnya glukosa darah. Saat ini belum ada alat sederhana
yang dapat mengukur kadar glukosa darah dan memberi insulin sebagaimana dilakukan pankreas. Maka untuk
menghindari pemberian insulin yang terlalu sering, berbagai bentuk insulin telah ditemukan bekerja pada waktu yang
berbeda, yaitu:
Insulin kerja-cepat
18

Sediaan paling baru dan paling cepat waktu kerjanya. Insulin mulai menurunkan gula darah dalam waktu 5 menit
setelah diberikan, waktu puncak sekitar 1 jam dan tidak aktif dalam 3 jam. Insulin kerja-cepat merupakan
kemajuan yang mutakhir karena membebaskan orang dengan diabetes untuk menyuntik insulin sesaat sebelum
makan. Pada insulin kerja pendek (insulin reguler), orang dengan diabetes harus menyuntik dan makan dalam
waktu 30 menit, atau dapat terjadi hipoglikemia, karena aktivitasnya berakhir dengan sangat cepat. Sementara
Insulin kerja-cepat tidak menimbulkan hipoglikemia sesering insulin pendahulunya. Contohnya: NOVO RAPID,
APIDRA.
Insulin reguler kerja-pendek
Insulin reguler membutuhkan 30 menit untuk mulai menurunkan glukosa darah, puncaknya 3 jam, dan hilang
efeknya setelah 6-8 jam. Insulin jenis ini digunakan sebelum makan untuk menjaga kadar glukosa darah yang
rendah sampai jam makan berikutnya. Contohnya: ACTRAPID.
Insulin kerja-menengah
Insulin ini mulai menurunkan glukosa darah dalam waktu 2 jam setelah pemberian dan melanjutkan kerjanya
selama 10-12 jam. Insulin ini dapat terus aktif sampai dengan 24 jam. Tujuan penggunaannya adalah
menyediakan insulin secara terus menerus selama setengah hari sehingga insulin aktif dengan konsentrasi rendah
tetap ada di dalam tubuh. Maksudnya supaya menyerupai situasi yang berlangsung di dlaam tubuh. Contohnya:
INSULATARD.
Insulin kerja-panjang
Insulin ini mulai bekerja 6 jam dan menyediakan kerja insulin intensitas ringan selama 24/jam. Insulin ini
diciptakan untuk mengendalikan secara terus menerus, basal, yang membutuhkan hanya satu kali suntik per hari.
Contohnya: LANTUS.
Insulin premix
Insulin ini mengandung NPH Insulin 70% dan reguler 30% atau campuran 25 : 75. Insulin ini sangat membantu
bagi orang yang memiliki kesulitan mencampur insulin ke dalam satu alat suntik dan mempunyai penglihatan
yang buruk. Contohnya MIXTARD.

Pemilihan tipe insulin tergantung pada beberapa factor, yaitu :
Respon tubuh individu terhadap insulin (berapa lama menyerap insulin ke dalam tubuh dan tetap aktif di dalam
tubuh sangat bervariasi dari setiap individu)
Pilihan gaya hidup seperti : jenis makanan, berapa banyak konsumsi alcohol, berapa sering berolah raga, yang
semuanya mempengaruhi tubuh untuk merespon insulin.
Berapa banyak suntikan per hari yang ingin dilakukan.
Berapa sering melakukan pengecekan kadar gula darah.
Usia
Target pengaturan gula darah.

Bebepa hal yang perlu diketahui:
Insulin dapat disimpan pada suhu kamar selama 4 minggu atau disimpan pada kulkas sampai tanggal kadaluarsa
yang tercetak pada label. Apabila tidak disimpan di kulkas, insulin yang sudah disimpan lebih dari satu bulan
harus dibuang.
Insulin tidak tahan terhadap udara dingin yang berlebihan. Maka hindarkan insulin dari keadaan tersebut.
Misalnya dari sinar matahari langsung, api, komper menyala dan freezer.
Jika menggunakan kurang dari 50 unit sekali suntik, maka tersedia suntikan cc yang akan memudahkan
pengukuran sampai 50 unit.
Jarum yang lebih pendek akan lebih nyaman digunakan, terutama untuk anak-anak. Tetapi, kedalaman suntikan
menentukan seberapa cepat insulin dapat bekerja.
Boleh menggunakan kembali suntikan habis pakai sebanyak 2 kali.
Suntikan dan jarum yang sudah terpakai harus dibuang ke dalam kantong anti bocor yang ditutup rapat, sebelum
dibuang ke tempat sampah khusus.

Penggolongan sediaan insulin berdasarkan mula dan masa kerja (IONI, 2000 dan Soegondo, 1995b).
Jenis Sediaan Insulin
Mulal
kerja(jam)
Puncak(jam)
Masa
kerja(jam)
Masa kerja Singkat (Short acting/lnsulin), disebut juga insulin reguler

0,5 1-4 6-8
Masa kerja Sedang 1-2 6-12 18-24
Masa kerja Sedang, Mula kerja cepat 0-5 4-15 18-24
Masa kerja Panjang 4-6 14-20 24-36

19


SEDIAAN INSULIN YANG BEREDAR DI INDONESIA

Dalam tabel berikut disajikan beberapa produk obat suntik insulin yang beredar di Indonesia (IONI, 2000 dan
Soegondo, 1995b).

Tabel Profil beberapa sediaan insulin yang beredar di Indonesia

Nama Sediaan Golongan

Mulai Kerja
(jam)
Puncak
(jam)
Masa Kerja
(jam)
Sediaan

Actrapid HM Masa kerja
singkat
0,5 1-3 8 40 Ul/ml
Actrapid HM
Penfill
Masa kerja
singkat
0,5 2-4 6-8 100 Ul/ml
Insulatard HM Masa Kerja
Sedang.
Mula kerja
cepat
0,5 4-12 24 40 Ul/ml
Insulatard HM
Penfill
Masa kerja
sedang,Mu
kerja cepat
0,5 4-12 24 100 Ul/ml
Monotard HM Masa Kerja
Sedang, Mula
kerja cepat

2,5 7-15 24 40 Ul/ml
dan 100
Ul/ml

Protamin Zinc
Sulfat
Kerja lama 4-6 14-20 24
Humulin 20/80 Sediaan
Campuran
0,5 1,5-8 14-16 40 Ul/ml

Humulin 30/70 Sediaan
Campuran
0,5 1-8 14-15 100 Ul/ml
Humulin 40/60 Sediaan
Campuran
0,5 1-8 14-15 40 Ul/ml

Mixtard 30/70
Penfill
Sediaan
Campuran
100 Ul/ml

Untuk tujuan terapi, dosis insulin dinyatakan dalam unit internasional (Ul). Satu Ul merupakan jumlah yang diperlukan
untuk menurunkan kadar gula darah kolinci sebanyak 45 mg%. Sediaan homogen human insulin mengandung 25-30
U/mg
PENYIMPANAN SEDIAAN INSULIN (Soegondo, 1995b)
Insulin harus disimpan sesuai dengan anjuran produsen obat yang bersangkutan. Berikut beberapa hal yang perlu
diperhatikan :
Insulin harus disimpan di lemari es pada temperatur 2-8C Insulin vial Eli Lily yang sudah dipakai dapat disimpan
selama 6 bulan atau sampai 200 suntikan bila dimasukkan dalam lemari es. Vial Novo Nordisk insulin yang sudah
dibuka, dapat disimpan selama 90 hari bila dimasukkan lemari es.
Insulin dapat disimpan pada suhu kamar dengan penyejuk 15-20 C bila seluruh isi vial akan digunakan dalam satu
bulan. Penelitian menunjukkan bahwa insulin yang disimpan pada suhu kamar lebih dari 30 C akan lebih cepat
kehilangan potensinya. Penderita dianjurkan untuk memberi tanggal pada vial ketika pertama kali memakai dan sesudah
satu bulan bila masih tersisa sebaiknya tidak digunakan lagi.
Diet
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 60-75% total asupan energi
Pembatasan karbohidrat total , 130g/hari tidak dianjurkan
Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi
Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama dengan keluarga yang lain
Sukrosa tidak boleh . 5% total asupan energi
20

Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai gula, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian
Makan 3 kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Jika diperlukan dapat diberikan
makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari
Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan
energi
Lemak jenuh , 7% kebutuhan kalori
Lemak tidak jenuh ganda , 10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal
Makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antaralain: daging
berlemak dan susu penuh
Anjuran konsumsi kolestero , 200 mg/hari
Protein
Dibutuhkan sebesar 10-15% total asupan energi
Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang,cumi, dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produksi
susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe
Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kgBB perhari atau 10% dari
kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi
Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak
lebih dari 3000 mg atau = 6-7 g (1sdt) garam dapur
Mereka yang hipertensi pembatasanNa sampai 2400 mg garam dapur
Sumber na antaralain: garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit
Serat
Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari kacang-
kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat karena mengandung vitamin, mineral,
serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
Anjuran konsumsi seraty adalah 25g/hari
Pemanis alternatif
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori. Termasuk pemanis berkalori
adalah gula alkohol dan fruktosa
Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol, dan xylitol
Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari
kebutuhan kalori sehari
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping pada lemak darah.
Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antaralain: aspartam, sakarin, acesulfame pottasium,
sukralose, dan neotame
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
Penghitungan Jumlah Kalori
Perhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani. Penetuan
stasu s gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.
Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT
IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi badan (dalam meter) kuadrat.
Berat badan kurang <18,5
Berat badan normal 18,5-22,9
Berat badan lebih 23,0
Dengan resiko 23-24.9
Obes I 25-29,9
Obes II 30
Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus Brocca
21

Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus:
berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.

Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%
Berat badan kurang BB <90% BBI
Berat badan normal BB 90-110% BBI
Berat badan lebih BB 110-120% BBI
Gemuk BB>120% BBI
Penentuan kebutuhan kalori perhari:
1. Kebutuhan basal:
Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kalor
Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori
2. Koreksi atau penyesuaian:
Umur diatas 40 tahun : -5%
Aktivitas ringan : +10%
Aktifitas sedang : +20%
Aktifitas berat : +30%
Berat badan gemuk : -20%
Berat badan lebih : -10%
Berat badan kurus : +10%
3. Stress metabolik : +10-30%
4. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori
5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (25%), serta 2-3 porsi ringan
(10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dengan
pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai
kondisi dan kebiasaan penderita
Olahraga
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit),
merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan
tangga, berkbun, dll harus tetap dilakukan latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindari kebiasaan hidup yang kurang gerak atau
bermalas-malasan.
2.9 Komplikasi
1. Komplikasi Metabolik Akut

HIPOGLIKEMI

Hipoglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih rendah dari 60 mg % dan gejala yang muncul yaitu palpitasi,
takhicardi, mual muntah, lemah, lapar dan dapat terjadi penurunan kesadaran sampai koma.

Penatalaksanaan

a) Stadium permulaan (sadar) :
Pemberian gula murni + 30 g (2 sendok makan) atau sirop, permen dan makanan yang mengandung hidrat
arang.
Stop obat hipoglikemik sementara, periksa glukosa darah sewaktu.
b) Stadium lanjut (koma hipoglikemi) :
Penanganan harus cepat.
22

Berikan larutan glukosa 40% sebanyak 2 flakon (50 cc), melalui vena setiap 10-20 menit hingga pasien sadar disertai
pemberian cairan dextrose 10% per infus 6 jam per kolf, untuk mempertahankan glukosa darah dalam nilai normal
atau di atas normal.Bila belum teratasi dapat dberikan antagonis insulin seperti kortison dosis tinggi atau glukagon 1
mg intravena.


KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)
Kriteria diagnostik KAD:
Klinis: adanya riwayat diabetes mellitus sebelumnya, kesadaran menurun, nafas kussmaul dan berbau aseton, adanya
tanda-tanda dehidrasi.
Aktor pencetus yang biasa menyertai: infeksi akut, IMA dan stroke.
Lab: Gula darah > 250mg/dl, asidosis metabolik (pH <7,3, bikarbonat < 15 meq/L), ketosis (ketonemia dan
ketouria).

Penatalaksanaan
Setelah diagnosis KAD ditegakkan maka pengobatan harus segera dimulai dan akan memberikan hasil yang baik
bila dilakukan secara tepat dan intensif.
Pemasangan Sonde HidungLambung; diperlukan untuk mengosongkan lambung supaya aspirasi isi lambung dapat
dicegah bila pasien muntah
Kateter Urin, untuk memonitor jumlah cairan yang masuk dan keluar
Pemasangan kanula di vena perifer, namun bila memungkinkan pasang di vena sentral (CVC) terutama pada pasien
usia lanjut.

Prinsip terapi:
1. Rehidrasi
2. Insulin
3. Bikarbonat
4. Kalium
5. Antibiotika

1. Rehidrasi
Rehidrasi cepat merupakan tindakan awal yang harus segera dilakukan. Cairan yang dipilih adalah NaCl 0,9%, tapi
bila kadar Natrium > 145 gunakan NaCl 0,45%. Pemberian cairan sebanyak 1 liter pada 30 menit pertama kemudian
0,5 liter pada 30 menit kedua, jadi berjumlah 3 liter pada jam pertama.Setelah itu cairan diberikan sesuai tingkat
dehidrasi. Pada keadaan syok dapat digunakan plasma expander . Bila kadar glukosa darah < 200 mg/dl, NaCl 0,9%
segera diganti dengan dextrose 5%.

2. Insulin
Insulin mulai diberikan pada jam ke-2, dalam bentuk bolus (intravena) dosis 180 mU/Kg BB, dilanjutkan dengan
drip insulin 90 m U/jam/kgBB dalam NaCl 0,9%. Bila glukosa darah < 200 mg %, kecepatan dikurangi menjadi 45
m U/jam/kg BB. Bila glukosa darah
stabil sekitar 200-300 mg% selama 12 jam, dilanjutkan dengan drip insulin 1-2 unit/jam dan dilakukan sliding scale
setiap 6 jam.

3. Bikarbonat
Koreksi natrium bikarbonat dilakukan bila pH <7,1. Pemberian bikarbonas berlebihan dan tidak tepat akan
menimbulkan asidosis serebral.
4. Kalium
Pemberian kalium agak penting terutama pada pasien yang tidak mengalami syok. Cara pemberian tergantung skema
pengobatan yang dipergunakan. Suplementasi kalium dapat dilakukan perinfus atau bila pasien sadar dapat diberikan
peroral. Bila pH naik, kalium akan turun, oleh karena itu pemberian Natrium Bikarbonat disertai dengan pemberian
kalium.
23
























P
e
m
a
n
t
a
u
a
n

Kadar glukosa darah tiap jam (glukometer)
Elektrolit tiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya
tergantung keadaan
Analisis gas darah;
bila PH kurang dari 7 periksa kembali setiap 6
jam sampai PH lebih dari 7,1
selanjutnya tiap hari sampai stabil
Pengukuran TNSP: tekanan darah, tekanan nadi, frekuensi
napas dan suhu tiap jam
Keadaan hidrasi, balans cairan
Waspada terhadap kemungkinan DIC

HIPEROSMOLAR NON KETOTIK (HONK)
Kriteria diagnostik HONK:
- Orang tua umur > 40 tahun.
- Adanya hiperglikemia disertai osmolaritas darah yang
tinggi >320 Osm.
- Tanpa disertai asidosis dan ketosis.
Penatalaksanaan
2. Komplikasi Metabolik Kronik
Komplikasi kronik pada dasarnya terjadi pada
semua pembuluh darah di seluruh bagian tubuh
(Angiopati diabetik). Angiopati diabetik untuk
24

memudahkan dibagi menjadi dua yaitu: makroangiopati (makrovaskuler) dan mikroangiopati (mikrovaskuler), yang
tidak berarti bahwa satu sama lain saling terpisah dan tidak terjadi sekaligus bersamaan. Komplikasi kronik DM yang
sering terjadi adalah sebagai berikut:
a. Mikrovaskuler :
1) Ginjal.
2) Mata.
b. Makrovaskuler :
1) Penyakit jantung koroner.
2) Pembuluh darah kaki.
3) Pembuluh darah otak.
c. Neuropati: mikro dan makrovaskuler
d. Mudah timbul ulkus atau infeksi : mikrovaskuler dan makrovaskuler

RETINOPATI DIABETIK
Dijelaskan di LI 6
NEFROPATI DIABETIK
Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang DM dimulai dengan adanya mikroalbuminuria, dan kemudian berkembang
menjadi proteinuria secara klinis, berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan keadaan
gagal ginjal yang memerlukan pengelolaan dengan pengobatan substitusi. Pemeriksaan untuk mencari mikroalbuminuria
selalu dilakukan pada saat diagnosis DM ditegakkan dan setelah itu diulang setiap tahun. Beberapa keadaan dapat
memberikan hasil positif palsu, seperti misalnya latihan jasmani, infeksi saluuran kemih, hematuria, minum berlebihan,
cara penampungan yang tidak tepat dan juga semen.

Penatalaksanaan
1) Pengendalian gula darah (olahraga, diet, obat anti diabetes)
2) Pengendalian tekanan darah (diet rendah garam, obat antihipertensi)
3) Perbaikan fungsi ginjal (diet rendah protein, pemberian ACE inhibitor dan atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
4) Pengendalian faktor-faktor ko-morbiditas lain (pengendalian kadar lemak, megurangi obesitas, dll)

Terapi non farmakologis nefropati diabetik berupa gaya hidup yang sehat meliputi olahraga rutin, diet, menghentikan
merokok serta membatasi konsumsi alkohol. Olahraga rutin yang dianjurkan ADA adalah 3-5 km/hari dengan kecepatan
sekitar 10-12 menit/km, 4 sampai 5 kali seminggu. Pembatasan asupan garam adalah 4-5 g/hari (atau 68-85 mEq/hari)
serta asupan protein hingga 0,8 g/kg/berat badan ideal/hari.

Setelah berbagai cara pencegahan konservatif tidak berhasil menghambat laju perburukan filtrasi glomerular, dan
kemudian sudah mencapai tahap gagal ginjal-penyakit ginjal tahap terminal (laju filtrasi glomerulus mencapai 10-12
ml/menit atau setara dengan klirens kreatinin < 15 ml/menit atau serum kreatinin > 6 mg/dl), dapat dilakukan pengganti
untuk membantu fungsi ginjal, baik berupa hemodialisis maupun dialisis peritoneal. Disamping kedua modalitas tersebut
diatas, transplantasi ginjal merupakan pilihan lain terapi pengganti fungsi ginjal yang dapat dilakukan pada penyandang
DM dengan gagal ginjal.

PENYAKIT JANTUNG KORONER

Diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada pasien DM tipe 1, yang umumnya datang tanpa disertai faktor-faktor resiko tradisional, lamanya mendertita DM
dapat dijadikan sebagai prediktor penting terhadap timbulnya Penyakit Jantung Koroner. Karena DM tipe 1 sering terjadi
pada usia muda, Penyakit Jantung Koroner dapat terjadi pada usia antara 30 sampai 40 tahun.
Sebaliknya pada pasien DM tipe 2 sering disertai dengan berbagai faktor resiko, dan biasanya terjadi pada usia 50 tahun
keatas. Seringkali, DM baru terdiagnosis pada saat pasien datang dengan keluhan angina, infark miokard atau payah
jantung. Sedangkan pada pasien DM dengan SMI, gejala yang timbul biasanya tidak khas seperti mudah capek, dyspnoe
deffort atau dispepsia.
The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:
Elektrokardiografi (EKG) sebagai pemeriksaan awal terhadap setiap pasien DM
Uji latih (Treadmill test) dilakukan terhadap pasien DM dengan:
- Gejala-gejala angina pectoris
- Dyspnoe deffort
- Gejala gastrointestinal
25

- EKG istirahat menunjukkan tanda-tanda iskemi atau infark miokard
- Disertai penyakit arteri perifer atau oklusi arteri karotis
Disertai adanya 2 atau lebih faktor-faktor resiko kardiovaskular sebagai berikut: kolesterol total 240 mg/dl, kolesterol
LDL 160 mg/dl, kolesterol HDL 35 mg/dl, tekanan darah > 140/90 mmHg, merokok, riwayat keluarga menderita
PJK, mikroalbuminuria atau proteinuria
Penatalaksanaan
Berdasarkan rekomendasi ADA, penatalaksanaan terhadap semua pasien DM terutama ditujukan terhadap penurunan
resiko kardiovaskular secara komperhensif, yaitu meliputi:
Pengobatan hiperglikemi dengan diet, obat-obat hipoglikemik oral atau insulin
Pengobatan terhadap dislipidemia
Pemberian aspirin
Pengobatan terhadap hipertensi untuk mencapai tekanan darah <130/80 mmHg dengan ACE inhibitor,
angiotensin receptor blockers (ARB) atau beta blocker dan diuretik.
Menasehati pasien untuk berhenti merokok.
Tindakan melebarkan pembuluh darah koroner secara peniupan dengan balon dan pemasangan gorong-gorong (stent)
merupakan cara yang banyak dimanfaatkan untuk memperbaiki fungsi pembuluh darah koroner jantung. Beberapa kasus
lain memerlukan tindakan operatif bedah pintas koroner untuk memperbaiki fungsi jantungnya
NEUROPATI DIABETIK
Diagnosis
Distal symmetrical sensorytmotor polyneuropathy (DPN) merupakan jenis kelainan ND yang paling sering terjadi. DPN
ditandai dengan berkurangnya fungsi sensorik secara progresif dan fungsi motorik (lebih jarang) yang berlangsung pada
bagian distal yang berkembang ke arah proksimal.

Pada evaluasi tahunan, perlu dilakukan pengkajian terhadap: 1) refleks motorik; 2) fungsi serabut saraf besar dengan tes
kuantitatif sensasi kulit seperti tes rasa getar (biotesiometer) dan rasa tekan (estesiometer dengan filamen mono Semmes-
Weinstein); 3) fungsi serabut saraf kecil dengan tes sensasi suhu; 4) untuk mengetahui dengan lebih awal adanya
gangguan hantar saraf dapat dikerjakan elektromiografi.

Bentuk lain ND yang juga sering ditemukan ialah neuropati otonom (parasimpatis dan simpatis) atau diabetic autonomic
neuropathy (DAN).
Uji komponen parasimpatis DAN dilakukan dengan: 1) Tes respons denyut jantung terhadap mauever valsava; 2) Variasi
denyut jantung (interval RR) selama napas dalam (denyut jantung maksimum-minimum)
Uji komponen simpatis DAN dilakukan dengan: 1) Respons tekanan darah terhadap berdiri (penurunan sistolik); 2)
Respons tekanan darah terhadap genggaman (peningkatan diastolik)

Penatalaksanaan
Perawatan Umum/Kaki
Jaga kebersihan kulit, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit. Cegah trauma berulang pada neuropati kompresi

Pengendalian Glukosa Darah
Berdasarkan patogenesisnya, maka langkah pertama yang harus dilakukan ialah pengendalian glukosa darah dan monitor
HbA1c secara berkala. Disamping itu pengendalian faktor metabolik lain seperti hemoglobin, albumin, dan lipid sebagai
komponen tak terpisahkan juga perlu dilakukan.

Terapi Medikamentosa
Sejauh ini, selain kendali glikemik yang ketat, belum ada bukti kuat suatu terapi dapat memperbaiki atau mencegah
neuropati diabetik. Namun demikian, untuk mencegah timbulnya atau berlanjutnya komplikasi kronik DM termasuk
neuropatim saat ini sedang diteliti penggunaan obat-obat yang berperan pada proses timbulnya komplikasi kronik
diabetes, yaitu:
Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan sorbitol dan fruktosa
Penghambat ACE
Neurotropin
- Nerve growth factor
- Brain-derived neurotrophic factor
Alpha Lipoic Acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan radikal hidroksil, superoksida peroksil serta
membentuk kembali glutation.
Penghambat protein kinase C
Gangliosides, merupakan komponen utama membran sel
26

Gamma liolenic acid (GLA), suatu prekursor membran fosfolipid
Aminoguanidin, berfungsi menghambat pembentukan AGEs
Human intravenous immunoglobulin, memperbaiki gangguan neurologik maupun non neurologik akibat penyakit
autoimun.

Pedoman pengelolaan ND dengan nyeri, yang dianjurkan ialah:
NSAID (ibuprofen 600mg 4x/hari, sulindac 200mg 2x/hari)
Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150mg malam hari, imipramin 100mg/hari, nortriptilin 50-150mg malam
hari, paroxetine 40mg/hari)
Antikonvulsan (gabapentin 900mg 3x/hari, karbamazepin 200mg 4x/hari)
Antiaritmia (mexelletin 150-450mg/hari)
Topikal: capsaicin 0,075% 4x/hari, fluphenazine 1mg 3x/hari, transcutaneous electrical stimulation.





2.10 Pencegahan
Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada 3 jenit yaitu:
2. Pencegahan primer.
Semua aktivitas yang ditunjukkan untuk pencegahan timbulnya hiperglikemia pada individu yang beresiko untuk
menjadi diabetes
3. Pencegahan sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin,. Dengan demikian pasien diabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosis
dapat terjaring, sehingga dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi
masih reversible.
4. Pencegahan tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi tersebut. Usaha ini meliputi:
Mencegah timbulnya komplikasi
Mencegah progresi daripada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan organ
Mencegah kecacatan tubuh

2.11 prognosis
Sekitar 60% pasien DM tipe 1 yang dapat terapi insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal. Sisanya dapat
mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik dan kemungkinan meninggal lebih cepat. Pada pasien dengan DM 2
bersifat kronik, tidak dapat sembuh namun dapat dicegah dan dapat dikontrol kadar gulanya. Apabila kadar gula
tidak terkontrol dapat mengakibatkan komplikasi.

3 Memahami dan menjelaskan retinopati diabetika
3.1 Definisi
Retinopati diabetik retinopati (kerusakan retina) yang disebabkan oleh komplikasi diabetes mellitus, yang akhirnya
dapat menyebabkan kebutaan.
27

Diabetic retinopathy adalah hasil dari perubahan retina mikrovaskuler. Hyperglycemia-akibat kematian pericyte
intramural dan penebalan membran basement menyebabkan inkompetensi dinding pembuluh darah. Kerusakan ini
mengubah pembentukan penghalang darah-retina dan juga membuat pembuluh darah retina menjadi lebih permeabel.
Retinopati diabetik merupakan komplikasi kronis diabetes melitus berupa mikroangiopati progresif yang ditandai oleh
kerusakan mikro vaskular pada retina dengan gejala penurunan atau perubahan penglihatan secara perlahan.

3.2 Epidemiologi
3.3 Klasifikasi
Retinopati diabetik nonproliferatif
Retinopati diabetik nonproliferatif merupakan bentuk yang paling ringan dan sering tidak memperlihatkan gejala.
Stadium ini sulit dideteksi hanya dengan pemeriksaan oftalmoskopi langsung maupun tidak langsung. Cara yang paling
baik adalah dengan menggunakan foto fundus dan FFA (fundal fluorescein angiography). Mikroaneurisme yang terjadi
pada kapiler retina merupakan tanda paling awal yang dapat dilihat pada RNDP (retinopati diabetik nonproliferatif).
Dengan oftalmoskopi atau foto warna fundus , mikroaneurisme tampak berupa bintik merah dengan diameter antara 15-
60cm dan dan sering terlihat pada bagian posterior. Meskipun belum jelas penyebabnya, namun terjadinya
mikroaneurisma terjadi karena berhubungan dengan faktor vasoproliferatif yang dihasilkan endotel, kelemahan dinding
kapiler akibat berkurangnya sel perisit serta meningkatnya intraluminal kapiler. Kelainan morfologi ialah penebalan
membran basalis, pendarahan ringan, eksudat keras yang tampak sebagai bercak berwarna kuning dan eksudat lunak yang
tampak sebagai cotton wool spot. Perdarahan terjadi akibat kebocoran eritrosit. Eksudat terjadi akibat kebocoran cairan
plasma . RDNP berat sering disebut juga sebagai retinopati diabetik iskemik, obstruktif, atauproliferatif. Gambaran yang
dapat ditemukan yaitu bentuk kapiler yang berkelok tidak teratur akibat dilatasi yang tidak beraturan dan catton wool
spot, yaitu daerah retina dengan gambaran bercak berwarna putih pucat dimana kapiler mengalami sumbatan.
Retinopati diabetik proliferatif
Retinodiabetik proliferatif (RDP) ditandai dengan pembentukan pembuluh darah baru. Pembuluh darah baru
tersebut hanya terdiri dari satu lapisan endotel tanpa sel perisit dan membran basalis sehingga bersifat sangat rapuh dan
mudah mengalami perdarahan.pembuluh darah baru tersebut berbahaya karena tumbuh secara abnormal keluar dari retina
dan meluas
sampai ke viterus, menyebabkan perdarahan disana dan menimbulkan kebutaan. Perdarahan viterus akan menghalangi
transmisi cahaya ke dalam mata dan memberi penampakan berupa bercak berwarna merah, abu-abu, atau hitam pada
lapangan pandangan. Papabila perdarahan terus berulang dapat terjadi jaringan fibrosa dan sikatriks pada retina. Oleh
karena retina hanya berupa lapisan tipis yang terdiri dari beberapa lapis sel saja, maka sikatriks dan jaringan fibrosis yang
terjadi dapat menarik retina sampai terlepas sehingga terjadi ablasio retina. Pembuluh darah baru dapat juga terbentuk di
dalam stroma dari iris dan bersama dengan jaringan fibrosis yang terjadi dapat meluas sampe ke sudut dari chamber
anterior. Keadan tersebut dapat menghambat aliran keluar dari aqueous humor dan menimbulkan glaukoma neuvaskular
yang ditandai dengan meningkatnya tekanan intraokuler. Kebutaan dapat terjadi apabila ditemukan pembuluh darah baru
yang meliputi daerah diskus, adanya perdarahan pre-retina , pembuluh darah baru yang terjadi dimana saja yang
disertai perdarahan , atau perdarahan di lebih dari separuh daerah diskus atau viterus

28


3.4 Etiologi
Penyebab belum diketahui, namun lamanya terpapar pada hiperglikemia (kronis) menyebabkan perubahan fisiologi
dan biokimia sehingga terjadi kerusakan endotel pembuluh darah.

3.5 Patogenesis

Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi menyatakan bahwa hiperglikemi kronis
merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ. Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan
perfusi yang kurang adekuat akibat kerusakan jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu sendiri.
Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga berhubungan dengan timbulnya
retinopati diabetik, antara lain:
1) Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur poliol terjadi karena
peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan
dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak
dapat melewati membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel
terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol
berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi
syaraf. Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf.
Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase (sorbinil) yang bekerja menghambat
pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada
manusia belum menunjukkan perlambatan dari progresifisitas retinopati.
2) Pembentukan protein kinase C (PKC)
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular meningkat akibat peningkatan
sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki
pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan
PKC secara relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah
vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah
intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan
terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos
vaskular dan matriks ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding
vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin
menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi
vaskular retina.
3) Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan
menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel
endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina.
29

AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi AGE mendahului terjadinya
kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit
saja kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada
intrasel daripada ekstrasel.
4) Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)
ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2),
superokside (O2-). Pembentukan ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE.
Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel.

Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis terjadi pada jaringan saraf
(saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan konduksi saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan
hambatan fungsi retina dalam menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian impuls listrik ke otak. Proses
ini akan dikeluhkan penderita retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan
kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan
hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi.
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena
angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya
disebut Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan dinding
vaksular terjadi karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan
penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada
dinding vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga
tampak sebagai mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa
mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga
terjadi
bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi.
Bercak perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters atau
benda yang melayang-layang pada penglihatan.
Kebutaan pada Retinopati Diabetik
Penyebab kebutaan pada retinopati diabetik dapat terjadi karena 4 proses berikut, antara lain:
1) Retinal Detachment (Ablasio Retina)
Peningkatan sintesis growth factor pada retinopati diabetik juga akan menyebabkan peningkatan
jaringan fibrosa pada retina dan corpus vitreus. Suatu saat jaringan fibrosis ini dapat tertarik
30

karena berkontraksi, sehingga retina juga ikut tertarik dan terlepas dari tempat melekatnya di koroid. Proses inilah yang
menyebabkan terjadinya ablasio retina pada retinopati diabetik.
2) Oklusi vaskular retina
Penyempitan lumen vaskular dan trombosis sebagai efek dari proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis pada
akhirnya akan menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina. Oklusi vena sentralis retina akan menyebabkan terjadinya
vena berkelok-kelok apabila oklusi terjadi parsial, namun apabila terjadi oklusi total akan didapatkan perdarahan pada
retina dan vitreus sehingga mengganggu tajam penglihatan penderitanya. Apabila terjadi perdarahan luas, maka tajam
penglihatan penderitanya dapat sangat buruk hingga mengalami kebutaan. Perdarahan luas ini biasanya didapatkan pada
retinopati diabetik dengan oklusi vena sentral, karena banyaknya dinding vaskular yang lemah.
Selain oklusi vena, dapat juga terjadi oklusi arteri sentralis retina. Arteri yang mengalami penyumbatan tidak akan dapat
memberikan suplai darah yang berisi nutrisi dan oksigen ke retina, sehingga retina mengalami hipoksia dan terganggu
fungsinya. Oklusi arteri retina sentralis akan menyebabkan penderitanya mengeluh penglihatan yang tiba-tiba gelap tanpa
terlihatnya kelainan pada mata bagian luar. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat seluruh retina berwarna pucat.
3) Glaukoma
Mekanisme terjadinya glaukoma pada retinopati diabetik masih belum jelas. Beberapa literatur menyebutkan bahwa
glaukoma dapat terjadi pada retinopati diabetik sehubungan dengan neovaskularisasi yang terbentuk sehingga menambah
tekanan intraokular.
3.6 Diagnosis
Gejala Retinopati Diabetik
Pandangan kabur
Floaters (benda yang melayang-layang pada penglihatan)
Diabetes diabetik sering memiliki peringatan awal ada tanda-tanda. Bahkan degenerasi edema, yang dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan lebih cepat, mungkin tidak memiliki tanda-tanda peringatan untuk beberapa
waktu.
Secara umum, namun, orang dengan degenerasi edema cenderung memiliki kabur visi, sehingga sulit untuk
melakukan hal-hal seperti membaca atau drive. Dalam beberapa kasus, visi akan menjadi lebih baik atau lebih buruk
selama hari.
Sebagai bentuk pembuluh darah baru di belakang mata sebagai bagian dari '' proliferatif diabetic retinopathy'' (PDR),
mereka dapat berdarah (pendarahan) dan blur visi. Pertama kali hal ini terjadi, itu mungkin tidak akan sangat parah.
Dalam kebanyakan kasus, akan meninggalkan beberapa bintik darah, atau bintik-bintik, mengambang di bidang visual
seseorang. Tempat ini sering diikuti dalam beberapa hari atau minggu oleh kebocoran darah, yang mengaburkan visi
jauh lebih besar. Dalam kasus ekstrim, orang hanya akan dapat memberi tahu cahaya dari gelap di mata.
Mungkin butuh darah di mana saja dari beberapa hari untuk bulan atau bahkan bertahun-tahun untuk menghapus dari
dalam mata, dan dalam beberapa kasus darah akan tidak jelas. Jenis besar hemorrhages cenderung terjadi lebih dari
sekali, sering selama tidur.
Pada uji funduscopic, dokter akan melihat bintik-bintik kapas, hemorrhages api (leisons serupa juga disebabkan oleh
alpha-racun '' Clostridium novyi''), dan dot-blot hemorrhages.
Diagnosis:
Diabetic retinopathy terdeteksi selama pemeriksaan mata yang meliputi:
Tes ketajaman Visual : Tes ini menggunakan grafik mata untuk mengukur seberapa baik seseorang melihat pada
berbagai jarak.
Oftalmoskopi: Ini adalah pemeriksaan retina di mana perawatan mata profesional: (1) terlihat melalui perangkat
dengan lensa pembesar khusus yang memberikan pandangan sempit retina, atau (2) mengenakan headset dengan
cahaya terang, terlihat melalui kaca pembesar khusus dan keuntungan pandangan luas retina. Perhatikan bahwa
oftalmoskopi genggam tidak cukup untuk menyingkirkan retinopati diabetes yang signifikan dan diobati
Tomografi koherensi optik': Ini adalah suatu modalitas pencitraan optik berdasarkan gangguan, dan analog dengan
USG. Ini menghasilkan gambar penampang dari retina (B-scan) yang dapat digunakan untuk mengukur ketebalan
retina dan untuk menyelesaikan lapisan utama, memungkinkan pengamatan kebocoran pembengkakan dan atau.
Program Skrining retina digital: program sistematis untuk deteksi dini penyakit mata termasuk retinopati diabetik
menjadi lebih umum, seperti di Inggris, di mana semua orang dengan diabetes mellitus yang ditawarkan skrining
retina setidaknya setiap tahun. Ini melibatkan mengambil gambar digital dan transmisi gambar ke pusat rujukan
membaca digital untuk evaluasi dan pengobatan. Lihat Vanderbilt Kedokteran Imaging Center dan Program Skrining
Inggris Retinopati Diabetik Nasional
Celah ''Lampu Biomicroscopy Program Skrining retina: program sistematis untuk deteksi dini retinopati diabetes
menggunakan celah-lampu biomicroscopy. Ini ada baik sebagai skema mandiri atau sebagai bagian dari program
Digital (di atas) di mana foto digital dianggap kurang jelas cukup untuk deteksi dan / atau diagnosis kelainan retina.
31

Profesional perawatan mata akan melihat retina tanda-tanda awal penyakit, seperti: (1) bocor pembuluh darah, (2)
pembengkakan retina, seperti edema makula, (3) pucat, deposit lemak pada retina (eksudat) - tanda-tanda bocor
pembuluh darah, (4) saraf jaringan yang rusak (neuropati), dan (5) perubahan dalam pembuluh darah.

Tanda Retinopati Diabetik
Dengan pemeriksaan funduskopi didapatkan
Mikroaneurisma
Edema makula
Perdarahan retina
Neovaskularisasi
Proliferasi jaringan fibrosis retina
3.7 diagnosis banding
3.8 tatalaksana
Ada tiga pengobatan utama untuk retinopati diabetes, yang sangat efektif dalam mengurangi kehilangan
penglihatan dari penyakit ini. Pada kenyataannya, bahkan orang dengan retinopathy memiliki kesempatan 90% dari
menjaga visi mereka ketika mereka mendapatkan perawatan sebelum retina rusak parah. Ketiga perawatan bedah
laser, injeksi triamcinolone ke dalam mata dan vitrectomy.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun pengobatan ini sangat sukses, mereka tidak menyembuhkan diabetes
retinopati. Perhatian harus dilakukan dalam perawatan dengan pembedahan laser karena menyebabkan hilangnya
jaringan retina. Hal ini sering lebih bijaksana untuk menyuntik triamcinolone. Pada beberapa pasien itu menghasilkan
peningkatan ditandai dari visi, terutama jika ada edema makula. Menghindari penggunaan tembakau dan koreksi dari
hipertensi terkait langkah-langkah terapi yang penting dalam pengelolaan diabetes retinopati :
1. Laser photocoagulation
Laser photocoagulation dapat digunakan dalam dua skenario untuk perawatan retinopati diabetes. Hal ini
banyak digunakan untuk tahap awal retinopati proliferatif.
3. Panretinal photocoagulation
Panretinal photocoagulation, atau PRP (juga disebut pencar perawatan laser), digunakan untuk mengobati
diabetes retinopati proliferatif (PDR). Tujuannya adalah untuk menciptakan 1.000 - 2.000 luka bakar di retina
dengan harapan mengurangi permintaan oksigen retina, dan karenanya kemungkinan iskemia.
Dalam mengobati retinopati diabetes maju, luka bakar yang digunakan untuk menghancurkan pembuluh
darah abnormal yang terbentuk di retina. Hal ini telah ditunjukkan untuk mengurangi resiko kehilangan
penglihatan berat untuk mata pada risiko dengan 50%.
Sebelum laser, dokter mata pupil dan berlaku tetes anestesi untuk mematikan mata. Dalam beberapa
kasus, dokter mungkin juga mati rasa daerah di belakang mata untuk mencegah ketidaknyamanan apapun. Pasien
duduk menghadap mesin laser sementara dokter memegang lensa khusus untuk mata. Dokter dapat menggunakan
laser titik tunggal atau laser memindai pola untuk dua pola dimensi seperti kotak, cincin dan busur. Selama
prosedur, pasien dapat melihat kilatan cahaya. Ini berkedip akhirnya dapat menciptakan sensasi menyengat tidak
nyaman bagi pasien. Setelah perawatan laser, pasien harus disarankan untuk tidak drive untuk beberapa jam
sementara murid-murid masih melebar. Visi mungkin tetap agak kabur untuk sisa hari itu, meskipun tidak boleh
ada banyak kepedihan di mata.
Pasien mungkin kehilangan sebagian penglihatan periferal mereka setelah operasi ini, tetapi prosedurnya
menyimpan sisa dari pandangan pasien. Operasi laser juga dapat sedikit mengurangi warna dan penglihatan pada
malam hari.
Seseorang dengan retinopati proliferatif akan selalu berisiko untuk perdarahan baru, serta glaukoma, komplikasi
dari pembuluh darah baru. Ini berarti bahwa beberapa perawatan mungkin diperlukan untuk melindungi penglihatan.
3. Intravitreal triamcinolone acetonide
Triamcinolone adalah persiapan yang panjang steroid akting. Ketika disuntikkan dalam rongga vitreous, itu
mengurangi edema makula (penebalan retina pada makula) disebabkan karena maculopathy diabetes, dan hasil dalam
peningkatan ketajaman visual. Efek dari triamcinolone bersifat sementara, yang berlangsung sampai tiga bulan, yang
memerlukan suntikan berulang untuk menjaga efek yang menguntungkan. Komplikasi injeksi triamcinolone
intravitreal termasuk katarak, glaukoma diinduksi steroid dan endophthalmitis
4. Vitrectomy
Alih-alih operasi laser, beberapa orang membutuhkan operasi mata disebut vitrectomy untuk memulihkan
penglihatan. Sebuah vitrectomy dilakukan ketika ada banyak darah di vitreous. Ini melibatkan menghapus vitreous
keruh dan menggantinya dengan larutan garam. Studi menunjukkan bahwa orang yang memiliki vitrectomy segera
32

setelah perdarahan besar lebih mungkin untuk melindungi visi mereka dari seseorang yang menunggu untuk memiliki
operasi.
Awal vitrectomy sangat efektif pada orang dengan insulin-dependent diabetes, yang mungkin berada pada risiko
lebih besar kebutaan dari pendarahan ke dalam mata. Vitrectomy sering dilakukan dengan anestesi lokal. Dokter
membuat sayatan kecil di sclera, atau putih mata. Selanjutnya, alat kecil ditempatkan ke dalam mata untuk menghapus
vitreous dan masukkan larutan garam ke dalam mata. Pasien mungkin dapat pulang segera setelah vitrectomy, atau
mungkin diminta untuk tinggal di rumah sakit semalam. Setelah operasi, mata akan merah dan sensitif, dan pasien
biasanya harus memakai penutup mata yang selama beberapa hari atau minggu untuk melindungi mata. Obat tetes
mata juga diresepkan untuk melindungi terhadap infeksi.
3.9 komplikasi
3.10 pencegahan
Pada tahun 2010, The American Diabetes Association menetapkan beberapa rekomendasi pemeriksaan untuk
deteksi dini retinopati DM. Pertama, orang dewasa dan anak berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM tipe I
harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah diagnosis DM
di- tegakkan. Kedua, penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata
segera setelah didiagnosis DM. Ketiga, pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II harus dilakukan secara rutin
setiap tahun oleh dokter spesialis mata. Keempat, frekuensi pemeriksaan mata dapat dikurangi apabila satu atau lebih
hasil pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan dapat ditingkatkan apabila ditemukan tanda retinopati progresif.
Kelima, perempuan hamil dengan DM harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak trimester pertama sampai dengan
satu tahun setelah persalinan karena risiko terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM meningkat, dan ia harus
menerima penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut
3.11 prognosis
Pasien RDNP minimal dengan hanya ditandai mikroaneurisma yang memiliki prognosis baik sehingga cukup
dilakukan pemeriksaan ulang setiap 1 tahun. Pasien RDNP sedang tanpa disertai edema macula, perlu dilakuakn
pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan karena sering progresif. Pasien RDNP derajat ringan hingga sedang dengan
disertai edema macula perlu diperiksa kembali dalam waktu 4-6 bulan. Pasien RDNP berat memiliki risiko tinggi
menjadi RDP, sedangkan pasien dengan RDP risiko tinggi harus segera diterapi dengan fotokoagulasi ( scatter
photocoagulation).

4 Memahami dan menjelaskan makanan yang halal dan baik menurut ajaran islam
Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang halal dan baik / Halalan Thoyyiban Al Quran, Surat Al
Maidah : 88 yang artinya:
dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah
kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya
Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang bukan cuma halal, tapi juga baik (Halalan Thoyyiban) agar
tidak membahayakan tubuh kita. Bahkan perintah ini disejajarkan dengan bertaqwa kepada Allah, sebagai sebuah perintah
yang sangat tegas dan jelas. Perintah ini juga ditegaskan dalam ayat yang lain, seperti yang terdapat pada Surat Al
Baqarah : 168 yang artinya:
Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syetan; karena sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu
Pertama kita ketahui, halal itu bukan sekedar halal makanannya, tapi juga dari sumber bagaimana mendapatkannya pun
harus halal. Kalau sumbernya haram seperti korupsi, mencuri, merampok, menggusur tanah rakyat dengan harga yang
rendah, maka makanan yang dimakan pun meski sebetulnya halal, tetap haram. Dan akan membuat si pemakannya disiksa
di api neraka. Nabi berkata:
Tiap tubuh yang tumbuh dari (makanan) yang haram maka api neraka lebih utama membakarnya. (HR. Ath-
Thabrani)
Sesungguhnya Allah baik dan tidak menerima kecuali yang baik-baik. Allah menyuruh orang mukmin
sebagaimana Dia menyuruh kepada para rasul, seperti firmanNya dalam surat Al Mukminun ayat 52: Hai rasul-
rasul, makanlah dari makanan-makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal yang shaleh. Allah juga
berfirman dalam surat Al Baqarah 172: Hai orang-orang yang beriman makanlah di antara rezeki yang baik-
baik. Kemudian Rasulullah menyebut seorang yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan wajahnya
kotor penuh debu menadahkan tangannya ke langit seraya berseru: Ya Robbku, Ya Robbku, sedangkan
33

makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dia diberi makan dari yang haram pula. Jika
begitu bagaimana Allah akan mengabulkan doanya? (HR. Muslim)
Selain halal, makanan juga harus baik. Meski halal tapi jika tidak baik, hendaknya tidak kita makan. Di antara kriteria
makanan yang baik adalah:
1. Bergizi tinggi
2. Makanan lengkap dan berimbang. Waktu SD kita belajar makanan 4 sehat 5 sempurna seperti nasi/jagung,
lauk/pauk, sayuran, buah-buahan, dan terakhir susu. Semua makanan tersebut mengandung karbohidrat, protein,
vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh
3. tubuh kita. Ada baiknya ditambah dengan herbal seperti madu, pasak bumi, habbatus saudah, minyak zaitun, dan
sebagainya agar tubuh kita sehat.
4. Tidak mengandung zat-zat yang membahayakan bagi kesehatan kita, misalnya kolesterol tinggi atau bisa memicu
asam urat kita.
5. Alami. Tidak mengandung berbagai zat kimia seperti pupuk kimia, pestisida kimia, pengawet kimia (misalnya
formalin), pewarna kimia, perasa kimia (misalnya biang gula/aspartame, MSG, dsb)
6. Masih segar. Tidak membusuk atau basi sehingga warna, bau, dan rasanya berubah
7. Tidak berlebihan. Makanan sebaik apa pun jika berlebihan, tidak baik
DAFTAR PUSTAKA
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed 2. Jakarta : EGC
Dapus Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik. Jakarta. Price, SA dan LM Wilson. 1995. Patofisiologi: Konsep, Klinis, Proses-
proses Penyakit. Edisi 4. EGC. Jakarta
Informatorium Obat Nasional Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 2000

Greenstein, B. 2001. Endokrinology at a Glance. Blackwell science. Pp:76-80
Yuniarti, Endang. 2011. Penggunaan Insulin pada Penderita Diabetes.
http://www.rspkujogja.com/beritaartikel/info-kesehatan/127-penggunaan-insulin-pada-penderita-diabetes
PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta :
Sekretariat Departemen IPD FKUI
Ratna Sitompul. Diabetic Retinopathy. J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 8, Agustus 2011
http://www.nscretinopathy.org.uk/
FKUI, Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010. Daftar Bahan Makanan Penukar, Edisi
3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai