Anda di halaman 1dari 44

5

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Peranan Sektor Transportasi Dalam Pembangunan
Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sedang giat-giatnya
melakukan pembangunan disegala bidang baik pembangunan phisik, ekonomi,
budaya dan lainnya. Dalam pembangunan yang dimaksud tersebut prasarana
transportasi mempunyai posisi sentral mengingat peranannya sebagai sistem
penghubung suatu daerah dengan daerah-daerah lainnya sangat menonjol.
Walau bukan merupakan satu-satunya prasarana yang penting, prasarana
transportasi merupakan suatu syarat yang perlu (necessary condition), bagi
ekonomi suatu daerah untuk berkembang (LPM-ITB,1997). Khusus untuk
jaringan jalan, peranan ini sangat efektif mengingat sifatnya yang bisa
melayani kebutuhan transportasi door to door yang praktis tidak bisa disamai
oleh sistem jaringan transportasi lainnya. Secara umum peranan sistem
transportasi dapat dibedakan menjadi dua hal (LPM-ITB,1997), yaitu ;
1. Membangkitkan/memacu kebutuhan (generate the demand)
Peranan transportasi dalam membangkitkan kebutuhan merupakan suatu
hal yang sangat jelas. Namun peranan ini bisa bervariasi tingkat
kontribusinya dari suatu daerah ke daerah lainnya.





6
2. Mengikuti pertumbuhan kebutuhan (follow the demand)
Pada daerah-daerah yang sangat berkembang ekonominya, kekuatan pasar
akan menentukan prasarana transportasi atau perkembangan sistem
transportasi akan mengikuti tuntutan aktivitas ekonomi.

2.2 Studi Kelayakan Proyek
Studi kelayakan merupakan suatu tahap awal yang cukup penting dari
serangkaian kegiatan fisik, dimana hasil dari suatu studi kelayakan adalah
rekomendasi mengenai perlu tidaknya proyek yang dikaji untuk dilanjutkan ke
tahap berikutnya. Dewasa ini, studi kelayakan dirasakan sangat penting
dilakukan karena sumberdaya baik waktu, manusia maupun dana semakin sulit
diperoleh. Aspek yang dikaji dalam studi kelayakan ini tidak hanya terbatas
pada aspek finansial saja melainkan juga mengkaji aspek teknis, lingkungan,
manajerial dan administrasi, aspek organisasi, ekonomi, dan aspek sosial.

2.2.1 Pengertian Studi Kelayakan
Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), yang dimaksud dengan studi
kelayakan suatu proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek
(biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil.
Mengkaji kelayakan suatu proyek bertujuan untuk mempelajari usulan suatu
proyek dari segala segi secara profesional agar nantinya setelah diterima dan
dilaksanakan betul-betul dapat mencapai hasil sesuai rencana.
Menurut LPM-ITB (1997), yang dimaksud dengan studi kelayakan
suatu proyek adalah suatu kegiatan penelitian atau studi yang dilakukan secara


7
komprehensif dari berbagai aspek dalam usaha mengkaji tingkat kelayakan
suatu proyek.

2.2.2 Maksud dan Tujuan Studi Kelayakan
Maksud dan tujuan studi kelayakan proyek adalah mengkaji sejauh
mana kelayakan suatu proyek yang akan dilaksanakan, sehingga sumberdaya
yang terbatas dapat dialokasikan secara efisien, efektif dan tepat. Tujuannya
adalah hanya proyek yang benar-benar layak saja yang dapat dipilih karena
terbatasnya sumber-sumber yang tersedia sehingga proyek tersebut dapat
dipertanggung jawabkan secara ekonomis dan finansial (LPM-ITB, 1997).

2.3 Jalan
Sesuai dengan Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan,
yang dimaksud dengan Jalan adalah Prasarana transportasi darat yang meliputi
segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu-lintas, yang berada pada permukaan tanah dan/atau air,
serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.

2.3.1 Peran, Pengelompokan , dan Bagian bagian Jalan
Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting
dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan
dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Jalan yang merupakan satu


8
kesatuan sistem jaringan jalan menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah
Republik Indonesia.
Sesuai dengan Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004, jalan umum
dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status dan kelas. Menurut sistemnya
terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.
Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di
tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang
berwujud pusat pusat kegiatan. Sedangkan sistem jaringan jalan sekunder
merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang
dan jasa di dalam kawasan perkotaan.
Jalan umum berdasarkan fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan
arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan jalan lingkungan. Sedangkan jalan umum
berdasarkan statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi,
jalan kabupaten, jalan kota dan jalan desa.
Bagian bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan dan
ruang pengawasan jalan. Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran
tepi jalan, dan ambang pengamanannya. Ruang milik jalan meliputi ruang
manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan. Ruang
pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang ada
dibawah pengawasan penyelenggara jalan.




9
2.4 Prediksi Arus Lalu Lintas

2.4.1 Arus dan Komposisi Lalu Lintas
Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik
pengamatan tiap satuan waktu. Lalu lintas harian rata-rata (LHR) adalah
jumlah kendaraan yang melintasi suatu titik pengamatan pada suatu ruas jalan
dalam satu hari (Dep. PU, 1997). Berdasarkan cara memperoleh data tersebut
dikenal dua jenis lalu lintas harian rata-rata, yaitu lalu lintas harian rata-rata
tahunan (LHRT) dan lalu lintas harian rata-rata (LHR). LHRT adalah arus lalu
lintas rata-rata yang melewati satu jalur jalan selama 24 jam dan diperoleh dari
data selama satu tahun. LHR adalah arus lalu lintas yang diperoleh selama
pengamatan dibagi dengan lamanya pengamatan. LHR dan LHRT dinyatakan
dalam kendaraan/hari. Pada umumnya kendaraan pada suatu ruas jalan terdiri
dari berbagai komposisi kendaraan sehingga volume lalu lintas lebih praktis
dinyatakan ke dalam jenis kendaraan standar, yaitu mobil penumpang sehingga
dikenal istilah satuan mobil penumpang (smp). Untuk mendapatkan volume
dalam smp diperlukan faktor konversi dari berbagai jenis kendaraan menjadi
kendaraan penumpang. Menurut MKJI (1997) angka ekivalen kendaraan
penumpang (emp) adalah faktor dari berbagai tipe kendaraan dibandingkan
terhadap kendaraan ringan sehubungan dengan pengaruh kepada kecepatan
kendaraan ringan dalam arus campuran (untuk mobil penumpang dan
kendaraan ringan (LV) yang sama sasisnya ; emp = 1,0). Besarnya emp untuk
masing-masing tipe kendaraan pada jalan dua lajur dua arah tak terbagi
(2/2UD) seperti pada Tabel 2.1.


10
Tabel 2.1
Ekivalen Kendaraan Penumpang (emp) untuk Jalan 2/2 UD



Keterangan :
LV : Light Vehicle (Kendaraan ringan) yaitu kendaraan beroda empat,
dengan dua gandar berjarak 2,0 3,0 m (termasuk kendaraan
penumpang, oplet, mikro bis, pick up dan truk kecil)
MHV : Medium Heavy Vehicle (Kendaraan berat menengah) yaitu
kendaraan bermotor dengan dua gandar, dengan jarak 3,5 5,0 m
(termasuk bis kecil, truk dua as dengan enam roda)
LT : Large Truk (Truk Besar) yaitu truk tiga gandar dan truk kombinasi
dengan jarak gandar (gandar pertama ke dua) < 3,5 m.
LB : Large Bus (Bis Besar) yaitu bis dengan dua atau tiga gandar
dengan jarak as 5,0 6,0 m
MC : Motorcycle (Sepeda Motor) yaitu sepeda motor dengan dua atau
tida roda (meliputi sepeda motor dan kendaraan roda tiga)


11
2.4.2 Metode Prediksi Arus Lalu Lintas
Prediksi arus lalu lintas didasarkan atas arus lalu lintas saat ini pada
jalan eksisting sebagai data awal dan menganalisis kebutuhan perjalanannya
untuk menghasilkan proyeksi lalu lintas yang akan melalui jalan rencana.
Secara kualitatif prediksi arus lalu lintas dapat memberikan gambaran umum
tentang pola arus lalu lintas, sehingga sangat penting bagi instansi terkait
maupun perencana dalam menetapkan kebijakan pembinaan jaringan jalan,
mengambil keputusan terhadap alternatif perbaikan jalan/infrastruktur lainnya
dan strategi untuk mengendalikan tata guna lahan disekitar jalur utama.
Salah satu metode untuk memprediksi arus lalu lintas dan pergerakan
adalah dengan menghitung faktor pertumbuhan lalu lintas dan selanjutnya
jumlah arus lalu lintas yang akan datang dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Q
n
= Q
0
( 1 + i )
n

...... (2.1)
Keterangan :
Q
n
= Arus lalu lintas n tahun yang akan datang (smp/jam)
Q
0
= Arus lalu lintas saat ini (smp/jam)
i = Faktor pertumbuhan lalu lintas (%/thn)
n = Jumlah tahun rencana (tahun)

Besarnya faktor pertumbuhan lalu lintas ( i % ) diperoleh melalui analisis
berdasarkan rata-rata pertumbuhan kepemilikan kendaraan lima tahun terakhir,


12
pertumbuhan ekonomi lima tahun terakhir, pertumbuhan LHR, pertumbuhan
lalu lintas jam puncak.

2.4.3 Kecepatan Arus Bebas
Kecepatan arus bebas (FV) didefinisikan sebagai kecepatan pada saat
tingkatan arus nol, sesuai dengan kecepatan yang akan dipilih pengemudi
seandainya mengendarai kendaraan bermotor tanpa halangan kendaraan
bermotor lain di jalan yaitu saat arus = 0 (MKJI 1997). Kecepatan arus bebas
kendaraan ringan telah dipilih sebagai kriteria dasar untuk kinerja segmen jalan
pada arus = 0. Persamaan untuk menentukan kecepatan arus bebas mempunyai
bentuk umum sebagai berikut:
FV = (FVo + FV
W
) x FFV
SF
x FFV
RC
................................. (2.2)


FFV = FVo FV .................................................................... (2.3)
FVL = FVL,o FFV x FVL,o / FVo .................................... (2.4)
Keterangan :
FV = kecepatan arus bebas kendaraan ringan (km/jam)
FVo = kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam), sesuai
Tabel 2.2
FV
W
= penyesuaian untuk lebar efektif jalur lalu lintas (km/jam), sesuai
Tabel 2.3
FFV
SF
= penyesuaian untuk kondisi hambatan samping, sesuai Tabel 2.4
FFV
RC
= faktor penyesuaian untuk kelas fungsi jalan, sesuai Tabel 2.5
FFV = penyesuaian kecepatan arus bebas kendaraan ringan (km/jam)
FVL = kecepatan arus bebas kendaraan selain kendaraan ringan


13
FVL
0
= kecepatan arus bebas dasar selain kendaraan ringan (km/jam),
sesuai Tabel 2.2

Tabel 2.2
Kecepatan Arus Bebas Dasar Untuk Jalan Luar Kota (FV
0
),
Tipe Alinyemen Biasa

Tabel 2.3
Penyesuaian akibat Lebar Jalur Lalu-Lintas (FV
W
) pada Kecepatan Arus
Bebas Kendaraan Ringan pada Berbagai Tipe Alinyemen

Lebar
efektif jalur
lalu lintas (Wc) Datar : KJP = Bukit
(m) A, B Datar KJP = C
Dua jalur Total :
tak terbagi 5 -11 -9 -7
6 -3 -2 -1
7 0 0 0
8 1 1 0
9 2 2 1
10 3 3 2
11 3 3 2
Sumber : MKJI 1997
Tipe Jalan
FV
W
(km/jam)
Gunung



14
Tabel 2.4
Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Hambatan Samping
dan Lebar Bahu (FFV
SF
) pada Kecepatan arus bebas kendaraan ringan


Tabel 2.5
Faktor Penyesuaian Akibat Kelas Fungsional Jalan dan Guna
Lahan (FFV
RC
) pada Kecepatan arus bebas kendaraan ringan


2.4.4 Kapasitas Jalan
Kapasitas Jalan Luar Kota didefinisikan sebagai arus maksimum yang
dapat dipertahankan persatuan jam yang melewati suatu titik di jalan dalam
kondisi yang ada (MKJI 1997). Untuk jalan dua-lajur dua-arah, kapasitas
didefinisikan untuk arus dua-arah (kedua arah kombinasi), tetapi untuk jalan


15
dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah perjalanan dan kapasitas
didefinisikan per lajur. Kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang
(smp).
Persamaan dasar untuk penentuan kapasitas adalah sebagai berikut :
C = C
0
x FC
W
x FC
SP
x FC
SF
........................................................ (2.5)
keterangan :
C = kapasitas sesungguhnya (smp/jam)
C
0
= kapasitas dasar (smp/jam)
F
CW
= faktor penyusaian lebar jalan
FC
SP
= faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi)
FC
SF
= faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan

Tabel 2.6
Kapasitas Dasar (C
0
) Pada Jalan 2/2 UD

Kapasitas Dasar
Total Kedua Arah
(smp/jam)
Dua lajur tak terbagi
- Datar 3100
- Bukit 3000
- Gunung 2900
Sumber : MKJI 1997
Tipe Jalan/Tipe Alinyemen










16
Tabel 2.7
Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas (FC
W
)



Tabel 2.8
Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Pemisahan Arah (FC
SP
)









17
Tabel 2.9
Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Hambatan Samping (FC
SF
)


2.4.5 Derajat Kejenuhan
Derajat Kejenuhan didefinisikan sebagai rasio arus lalu lintas terhadap
kapasitas jalan, digunakan sebagai faktor kunci dalam penentuan tingkat
kinerja suatu segmen jalan (MKJI 1997). Nilai Derajat Kejenuhan
menunjukkan apakah segmen jalan akan mempunyai masalah kapasitas atau
tidak.
DS = Q/C ..................................................................... (2.6)
keterangan :
DS = Derajat kejenuhan
Q = Volume arus lalu lintas (smp/jam)
C = Kapasitas Jalan (smp/jam)



18
Berdasarkan Nilai Derajat Kejenuhan (DS) dapat dicari tingkat pelayanan
jalan, dengan menggunakan Tabel 2.10.

Tabel 2.10
Tingkat Pelayanan Jalan Berdasarkan Q/C

Tingkat Rasio
Pelayanan (Q/C)
Arus bebas dengan kecepatan tinggi, pengemudi
A dapat memilih kecepatan yang diinginkan tanpa 0.00 - 0.20
tundaan
Arus stabil, kecepatan mulai dibatasi oleh kondisi
B lalu lintas, pengemudi memiliki kebebasan yang 0.20 - 0.44
cukup untuk memilih kecepatan
Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan
C dibatasi oleh kondisi lalu lintas, pengemudi 0.45 - 0.74
dibatasi dalam memilih kecepatan
Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih
D dikendalikan oleh kondisi arus lalu lintas, rasio 0.75 - 0.84
Q/C masih bisa ditoleransi
Volume lalu lintas mendekati kapasitas, arus tidak
stabil, kecepatan terkadang terhenti
Arus lalu lintas macet, kecepatan rendah, antrean
panjang serta hambatan atau tundaan besar
Sumber : US-HCM (1985)
Kondisi Lapangan
E
F
0.85 - 1.00
> 1.00


2.4.6 Kecepatan dan Waktu Tempuh
Waktu tempuh adalah waktu rata-rata yang digunakan kendaraan
menempuh segmen jalan dengan panjang tertentu, termasuk semua tundaan dan
waktu berhenti dinyatakan dalam satu satuan waktu.
Kecepatan perjalanan adalah kecepatan rata-rata antara dua titik tertentu
yang ditentukan berdasarkan jarak perjalanan dibagi waktu tempuh rata-rata


19
kendaraan yang melalui segmen jalan, termasuk tundaan yang dialami selama
perjalanan dalam km/jam (MKJI 1997).
Kecepatan perjalanan yang rendah menyebabkan biaya operasi
kendaraan meningkat. Beberapa faktor yang menyebabkan kecepatan
perjalanan rata-rata rendah adalah ;
1. Lalu lintas harian dan volume jam puncak tinggi
2. Kondisi fisik, geometri dan lingkungan jalan
3. Komposisi kendaraan berat cukup besar
4. Aktifitas tata guna lahan sepanjang koridor jalan yang banyak
memanfaatkan badan jalan dan adanya jalan-jalan akses ke jalan utama,
sehingga dapat menghambat perjalanan.

Gambar 2.1
Kecepatan sebagai Fungsi Derajat Kejenuhan Pada Jalan 2/2 UD

Sumber : MKJI 1997


20
Selanjutnya dengan menggunakan grafik pada gambar 2.1 di atas dapat
diketahui kecepatan sesungguhnya sehingga waktu tempuh juga bisa dihitung
dengan rumus :
T = L / V ................. (2.7)
keterangan :
T = waktu tempuh (jam)
L = jarak (km)
V = kecepatan (km/jam)

2.5 Biaya Operasi Kendaraan (BOK)
Secara teoritis biaya operasi kendaraan dipengaruhi oleh sejumlah
faktor yaitu kondisi dan jenis kendaraan, lingkungan, kebiasaan pengemudi,
kondisi jalan serta arus lalu lintas. Dalam prakteknya biaya tersebut diestimasi
untuk jenis-jenis kendaraan yang mewakili golongannya dan dinyatakan dalam
satuan moneter per satuan jarak (Rp/km).

2.5.1 Model dan Metode Perhitungan BOK
Pada saat ini terdapat banyak model dan metode dalam menghitung
biaya operasi kendaraan (BOK). Model tersebut antara lain : Pacific
Consultans International (PCI), Highway Design and Maintenance (HDM)
World Bank, TRRL, Abelson, Nimpac (NAASRA), Indonesian Highway
Capacity Manual (IHCM) dan Central Road Research Institute (CRRI). Di
Indonesia juga terdapat beberapa model perhitungan BOK, khususnya yang
dikembangkan untuk keperluan sistem pengelolaan pemeliharaan jalan ataupun


21
untuk studi kelayakan jalan, salah satunya Pedoman yang dikeluarkan oleh
Departemen Pekerjaan Umum pada Tahun 2005. Pada Tabel 2.11 dapat dilihat
rangkuman model-model BOK yang dititik beratkan pada tingkat ketelitian
model yang ditinjau.

Tabel 2.11
Tingkat Ketelitian Model BOK

HDM-III PCI TRRL Abelson CRRI IHCM NIMPAC
Bahan Bakar *** * * *** *** ***
Olie *** * * ** ** ***
Ban *** * * * *** ** ***
Suku Cadang *** * * * *** * ***
Tenaga Kerja *** * ** * * *
Depresiasi * * ** * t.t t.t t.t
Bunga Modal * * t.t t.t t.t t.t t.t
Asuransi t.t * t.t t.t t.t t.t t.t
Overhead, dll ** * t.t t.t t.t t.t t.t
Komponen
Model Biaya Operasi Kendaraan

Sumber : LPM-ITB (1997)
Keterangan :
* = sederhana (mudah diterapkan)
** = menengah
*** = sangat detail dan memiliki tingkat kebutuhan data yang tinggi
t.t = tidak tersedia

Semua komponen BOK model PCI, dalam spesifikasinya tidak
ekstensif, misalnya geometrik jalan, kekasaran dan lain-lain. Model ini hanya
memasukkan kecepatan sebagai variabelnya. Ini merupakan model yang cukup
sederhana, dimana faktor-faktor yang berpengaruh terhadap komponen BOK
tidak dimodel secara eksplisit. Kemudian berdasarkan hasil studi LPM-ITB


22
(1997), dikembangkan model yang menyempurnakan model yang telah
digunakan sebelumnya dengan mereview seluruh model yang ada dan
melakukan survey pada beberapa jalan tol maupun non tol dengan kondisi
geometrik yang berbeda-beda. Model BOK yang dibuat hanya menggunakan
variabel yang sederhana dan mudah diukur seperti jarak, kecepatan dan rasio
volume dengan kapasitas. Komponen-komponen yang diperhitungkan adalah
yang berkontribusi besar terhadap BOK dan meskipun masih banyak
komponen lain yang perlu diperhitungkan, komponen tersebut tidak terlalu
dominan.
Model-model komponen BOK yang ada disusun berdasarkan data
empiris di negara-negara berkembang di luar Indonesia. Berdasarkan hal
tersebut Departemen Pekerjaan Umum pada Tahun 2005 mengeluarkan
Pedoman Teknik Nomor : Pd.T-15-2005-B tentang Pedoman Perhitungan
Biaya Operasi Kendaraan untuk biaya tidak tetap (running cost). Pedoman
tersebut disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di
Puslitbang Prasarana Transportasi dan adaptasi beberapa persamaan dan
parameter yang ada di HDM IV tahun 2000.

2.5.2 Komponen-komponen BOK
Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan
Umum, Biaya Operasi Kendaraan terdiri dari dua komponen utama yaitu
biaya tidak tetap (variable cost atau running cost), dan biaya tetap (standing
cost atau fixed cost), yang secara rinci terdiri dari komponen-komponen
sebagai berikut :


23
1. Biaya tidak tetap, terdiri dari
a. Konsumsi bahan bakar
b. Konsumsi minyak pelumas
c. Konsumsi suku cadang
d. Upah tenaga pemeliharaan
e. Konsumsi Ban
2. Biaya tetap
a. Depresiasi kendaraan
b. Bunga modal
c. Overhead

Faktor-faktor yang berpengaruh pada komponen BOK dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Konsumsi bahan bakar
Terdapat suatu hubungan mendasar antara konsumsi bahan bakar dan
kecepatan, dipengaruh geometrik dan kondisi lalu lintas.
2. Konsumsi minyak pelumas
Konsumsi minyak pelumas harus memperhatikan pengaruh dari kecepatan
perjalanan.
3. Konsumsi suku cadang
Konsumsi suku cadang dipengaruhi oleh kekasaran permukaan jalan (IRI)
dan harga kendaraan baru.




24
4. Upah biaya pemeliharaan
Kebutuhan jumlah jam pemeliharaan yang berkaitan dengan konsumsi
suku cadang.
5. Pemakaian ban
Ada tiga faktor yang mempengaruhi kondisi atau umur ban, yaitu gesekan
antara ban dengan permukaan jalan (rolling friction), gaya longitudinal dan
tranversal yang terjadi akibat pengereman, akselerasi dan tikungan yang
menyebabkan gesekan pada sebagian permukaan ban dan yang ketiga
adalah akibat tekanan udara yang terjadi pada saat kendaraan melakukan
tanjakan dan atau pengurangan kecepatan (driving force).
6. Penyusutan
Persamaan untuk biaya penyusutan (dipresiasi) besarnya berbanding
terbalik dengan kecepatan kendaraan.
7. Bunga modal
Persamaan komponen bunga modal besarnya juga berbanding terbalik
dengan kecepatan kendaraan
8. Asuransi
Persamaan komponen asuransi besarnya berbanding lurus dengan
kecepatan kendaraan.

2.5.3 Analisis Biaya Operasi Kendaraan (BOK) untuk Mobil
BOK untuk mobil dihitung berdasarkan Pedoman Penghitungan Biaya
Operasi Kendaraan yang dikeluarkan oleh Departemen PekerjaanUmum tahun
2005.


25
1. Pemakaian Bahan Bakar
Pemakaian bahan bakar merupakan komponen yang memberikan
sumbangan yang dominan dalam menghitung biaya operasi kendaraan.
Modelnya sangatlah bervariasi dari model seketika (ins antaneous) yang
sangat teliti, hingga model sederhana yang didasarkan pada kecepatan rata-
rata. Pengukuran bahan bakar bisa dilakukan dengan fuel meter. Akhir-
akhir ini terdapat alat yang secara otomatis dapat merekam pemakaian
bahan bakar secara teliti yang akan sangat memudahkan dalam
pengembangan model pemakaian bahan bakar.
Pada survai perbandingan pemakaian bahan bakar di Tokyo secara umum
diperoleh bahwa rata-rata kecepatan pada jalan tol sebesar 50 km/jam
sementara pada jalan arteri antara 30-35 km/jam.
Pemakaian bahan bakar untuk perhitungan BOK dihitung dengan
menggunakan persamaan-persamaan berikut:
KBBM
i
= (o + |
1
/V
R
+ |
2
x V
R
2
+ |
3
x R
R
+ |
4
x F
R
+ |
5
x F
R
2
+
|
6
x DT
R
+ |
7
x A
R
+ |
8
x SA + |
9
x BK + |
10
x BK x A
R
+
|
11
x BK x A
R
)/1000 ................................................. (2.8)
Keterangan :
KBBM
i
= konsumsi bahan bakar minyak untuk jenis kendaraan i
(liter/km)
o = konstanta (lihat tabel 2.12)
|
1
... |
11
= koefisien-koefisien parameter (lihat tabel 2.12)


26
V
R
= kecepatan rata-rata
R
R
= tanjakan rata-rata (lihat tabel 2.13)
F
R
= turunan rata-rata (lihat tabel 2.13)
DT
R
= derajat tikungan rata-rata (lihat tabel 2.14)
A
R
= percepatan rata-rata (persamaan 2.9)
SA = simpangan baku percepatan (persamaan 2.10)
BK = berat kendaraan

Percepatan rata-rata lalu lintas (A
R
) dalam suatu ruas jalan dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut :
A
R
= 0,0128 x ( V/C ) .............................................. (2.9)
Keterangan :
A
R
= percepatan lalu lintas
V = volume lalu lintas (smp/jam)
C = kapasitas jalan (smp/jam)

Simpangan baku percepatan lalu lintas (SA) dalam suatu ruas jalan dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
SA = SA max x 1,04 / (1 + e
a0 + a1 x V/C
) .............. (2.10)
Keterangan :
SA = simpangan baku percepatan (m/s2)



27
SA max = simpangan baku percepatan maksimum (m/s2)
(tipikal/ default = 0,75)
a0, a1 = koefisien parameter ( tipikal / default a0 = 5,140 ;
a1 = -8,264)
V = volume lalu lintas (smp/jam)
C = kapasitas jalan (smp/jam)



















28

1
/
V
R
V
R
2
R
R
F
R
F
R
2
D
T
R
A
R
S
A
B
K
B
K
x
A
R
B
K
x
S
A
R
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
1
0
|
1
1

S
e
d
a
n
2
3
,
7
8



1
.
1
8
1
,
2
0

0
,
0
0
3
7


1
,
2
6
5




0
,
6
3
4




-
-
-
0
,
6
3
8
3
6
,
2
1



-
-
-

U
t
i
l
i
t
i
2
9
,
6
1



1
.
2
5
6
,
8
0

0
,
0
0
5
9


1
,
7
6
5




1
,
1
9
7




-
-
1
3
2
,
2
4
2
,
8
4



-
-
-

B
u
s

K
e
c
i
l
9
4
,
3
5



1
.
0
5
8
,
9
0

0
,
0
0
9
4


1
,
6
0
7




1
,
4
8
8




-
-
1
6
6
,
1
4
9
,
5
8



-
-
-

B
u
s

B
e
s
a
r
1
2
9
,
6
0

1
.
9
1
2
,
2
0

0
,
0
0
9
2


7
,
2
3
1




2
,
7
9
0




-
-
2
6
6
,
4
1
3
,
8
6



-
-
-

T
r
u
k

R
i
n
g
a
n
7
0
,
0
0



5
2
4
,
6
0




0
,
0
0
2
0


1
,
7
3
2




0
,
9
4
5




-
-
1
2
4
,
4
-
-
-
5
0
,
0
2






T
r
u
k

S
e
d
a
n
g
9
7
,
7
0



-
0
,
0
1
3
5


0
,
7
3
6
5


5
,
7
0
6




0
,
0
3
7
8


-
0
,
0
8
5
8
-
-
6
,
6
6
1


3
6
,
4
6


1
7
,
2
8






T
r
u
k

B
e
r
a
t
1
9
0
,
3
0

3
.
8
2
9
,
7
0

0
,
0
1
9
6


1
4
,
5
3
6


7
,
2
2
5




-
-
-
-
-
1
1
,
4
1


1
0
,
9
2





D
e
p
a
r
t
e
m
e
n

P
U
,

2
0
0
5
T
a
b
e
l


2
.
1
2
N
i
l
a
i

K
o
n
s
t
a
n
t
a

d
a
n

K
o
e
f
i
s
i
e
n
-
K
o
e
f
i
s
i
e
n

P
a
r
a
m
e
t
e
r

M
o
d
e
l

K
o
n
s
u
m
s
i

B
B
M
J
e
n
i
s

K
e
n
d
a
r
a
a
n
o


29
Tabel 2.13
Alinemen Vertikal yang Direkomendasi
Pada Berbagai Medan Jalan

Tanjakan Turunan
Rata-Rata Rata-Rata
(m/km) (m/km)
1 Datar 2,5 -2,5
2 Bukit 12,5 -12,5
3 Pegunungan 22,5 -22,5
Departemen PU 2005
No Kondisi Medan

Tabel 2.14
Nilai Tipikal Derajat Tikungan
Pada Berbagai Medan Jalan
Derajat Tikungan
(
o
/km)
1 Datar 15
2 Bukit 115
3 Pegunungan 200
Departemen PU, 2005
No Kondisi Medan


2. Pemakaian Minyak Pelumas
Pemakaian minyak pelumas/olie untuk masing-masing jenis kendaraan
dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
KO
i
= OHK
i
+ OHO
i
x KBBM
i
................................... (2.11)
Keterangan :
OHK
i
= oli hilang akibat kontaminasi (liter/km), sesuai persamaan 2.12
OHO
i
= oli hilang akibat operasi (liter/km), sesuai Tabel 2.15
KBBM
i
= konsumsi bahan bakar (liter/km)


30
Kehilangan oli akibat kontaminasi dihitung sebagai berikut :
OHK = KPO
i
/ JPO
i
....................................................... (2.12)
Keterangan :
KPO
i
= kapasitas oli (liter), sesuai Tabel 2.15
JPO
i
= jarak penggantian oli (km)

Tabel 2.15
Nilai Tipikal JPO
i
, KPO
i
dan OHO
i

Sedan 2.000 3,50 0,0000028
Utiliti 2.000 3,50 0,0000028
Bus Kecil 2.000 6,00 0,0000021
Bus Besar 2.000 12,00 0,0000021
Truk Ringan 2.000 6,00 0,0000021
Truk Sedang 2.000 12,00 0,0000021
Truk Berat 2.000 24,00 0,0000021
Departemen PU, 2005
Jenis
Kendaraan
JPO
i
(km)
KPO
i
(liter)
OHO
i
(liter/km)


3. Biaya Konsumsi Suku Cadang
Biaya suku cadang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
BP
i
= P
i
x HKB
i
/ 1.000.000 ....................................... (2.13)
Keterangan :
BP
i
= biaya suku cadang kendaraan untuk jenis kendaraan i (Rp./km)
HKB
i
= harga kendaraan baru rata-rata untuk jenis kendaraan i (Rp.)


31
P
i
= nilai relatif biaya suku cadang terhadap harga kendaraan baru
jenis i (sesuai persamaan 2.14)
i = jenis kendaraan

Nilai relatif biaya suku cadang terhadap harga kendaraan baru atau
konsumsi suku cadang untuk suatu jenis kendaraan dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut :
P
i
= ( | +
1
x IRI) x (KJT
i
/100.000) .................... (2.14)
Keterangan :
P
i
= konsumsi suku cadang kendaraan jenis i per juta kilometer
| = konstanta (lihat Tabel 2.16)

1
,
2
= koefisien-koefisien parameter (lihat Tabel 2.16)
IRI = kekasaran jalan, dalam m/km
KJT
i
= komulatif jarak tempuh kendaraan jenis i, dalam km
Tabel 2.16
Nilai Tipikal |,
1
dan
2


Sedan -0,69 0,42 0,10
Utiliti -0,69 0,42 0,10
Bus Kecil -0,73 0,43 0,10
Bus Besar -0,15 0,13 0,10
Truk Ringan -0,64 0,27 0,20
Truk Sedang -1,26 0,46 0,10
Truk Berat -0,86 0,32 0,40
Departemen PU, 2005
Koefisien Parameter
|
1

2
Jenis Kendaraan

2



32
4. Biaya Upah Tenaga Pemeliharaan (BU)
Biaya Upah Perbaikan Kendaraan untuk masing-masing jenis kendaraan
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
BU
i
= JP
i
x UTP/1000 ....................................................... (2.15)
Keterangan :
BU
i
= biaya upah perbaikan kendaraan (Rp/km)
JP
i
= jumlah jam pemeliharaan (jam/1000km), sesuai persamaan 2.16
UTP = Upah Tenaga Pemeliharaan (Rp/jam)

Kebutuhan jumlah jam pemeliharaan untuk masing-masing jenis
kendaraan dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
JP
i
= a
0
x P
i
............................................................... (2.16)
Keterangan :
JP
i
= jumlah jam pemeliharaan (jam/1000km)
P
i
= konsumsi suku cadang kendaraan jenis i
a
0
, a
1
= konstanta (sesuai Tabel 2.17)













a
1



33
Tabel 2.17
Nilai Tipikal a
0
dan a
1

Sedan 77,14 0,547
Utiliti 77,14 0,547
Bus Kecil 242,03 0,519
Bus Besar 293,44 0,517
Truk Ringan 242,03 0,519
Truk Sedang 242,03 0,517
Truk Berat 301,46 0,519
Departemen PU, 2005
Jenis Kendaraan a
0
a
1

5. Biaya Pemakaian Ban
Biaya konsumsi ban untuk masing-masing jenis kendaraan dapat dihitung
dengan rumus persamaan berikut, yaitu:
BB
i
= KB
i
x HB
j
/1000 ..................................................... (2.17)
Keterangan :
BB
i
= Biaya konsumsi ban untuk jenis kendaraan i, dalam rupiah/km
KB
i
= Konsumsi ban untuk jenis kendaraan i, dalam EBB/1000km,
sesuai persamaan 2.18
HB
j
= Harga ban baru jenis j, dalam rupiah/ban baru
Konsumsi ban untuk masing-masing kendaraan dapat dihitung dengan
rumus persamaan berikut, yaitu:
KB
i
= _ + o
1
x IRI + o
2
x TT
R
+ o
3
x DT
R
.................. (2.18)



34
Keterangan :
_ = konstanta (lihat Tabel 2.18)
o
1
...o
3
= koefisien-koefisien parameter (lihat Tabel 2.18)
TT
R
= Tanjakan+turunan rata-rata (lihat Tabel 2.19)
DT
R
= Derajat tikungan rata-rata (lihat Tabel 2.14)
Tabel 2.18
Nilai Tipikal _, o
1
, o
2
dan o
3


IRI TT
R
DT
R
o
1
o
2
o
3
Sedan -0,014710 0,01489 - -
Utiliti 0,019050 0,01489 - -
Bus Kecil 0,024000 0,02500 0,003500 0,000670
Bus Besar 0,101530 - 0,000963 0,000244
Truk Ringan 0,024000 0,02500 0,003500 0,000670
Truk Sedang 0,095835 - 0,001783 0,000184
Truk Berat 0,158350 - 0,002560 0,000280
Departemen PU, 2005
Jenis Kendaraan
_

Tabel 2.19
Nilai Tipikal Tanjakan dan Turunan
Pada Berbagai Medan Jalan

TT
(m/km)
1 Datar 5
2 Bukit 25
3 Pegunungan 45
Departemen PU, 2005
No Kondisi Medan





35
6. Biaya Penyusutan (Depresiasi)
Biaya depresiasi yang berlaku untuk perhitungan BOK model PCI pada
jalan tol maupun jalan arteri, besarnya berbanding terbalik dengan
kecepatan kendaraan. Biaya tersebut dihitung berdasarkan persamaan :
Untuk jalan arteri,
a. Kend. Ringan : Y = 1 / (2,5 S + 100) ..... (2.19)
b. Bus : Y = 1 / ( 9 S + 315) .. (2.20)
c. Truk : Y = 1 / ( 6 S + 210) ...... (2.21)
Keterangan :
Y = biaya penyusutan per 1000 km
S = Running Speed/kecepatan berjalan (km/jam)

7. Biaya Bunga Modal
Biaya suku bunga modal untuk perhitungan BOK model PCI baik pada
jalan tol maupun jalan arteri sesuai dengan persamaan berikut ini :
a. Kend. Ringan : Y = 150 / (500 S) .. (2.22)
b. Bus : Y = 150 / (2571,42857 S) (2.23)
c. Truk : Y = 150 / (1714,28571 S) (2.24)
Keterangan :
Y = biaya suku bunga kendaraan per 1000 km
S = Running Speed/kecepatan berjalan (km/jam)

9. Biaya Asuransi.
Komponen biaya asuransi pada perhitungan BOK model PCI berlaku pada
jalan tol maupun jalan arteri. Asuransi diasumsikan sebesar 3,8% per


36
tahun. Biaya asuransi dalam hubungannya dengan kecepatan dihitung
dengan cara yang sama seperti pada perhitungan biaya bunga modal,
dengan jarak tempuh tahunan. Untuk sepeda motor besarnya biaya
asuransi tidak diperhitungkan.
Persamaan yang dipakai untuk menghitung besarnya biaya asuransi adalah
sebagai berikut:
a. Kend. Ringan : Y = 38 / (500 S) (2.25)
b. Bus : Y = 60 / (2571,42857 S) .. (2.26)
c. Truk : Y = 61 / (1714,28571 S) .. (2.27)
Keterangan :
Y = biaya asuransi per 1000 km
S = Running Speed/kecepatan berjalan (km/jam)

2.5.4 Analisa BOK untuk Sepeda Motor
Sepeda motor adalah jenis kendaraan yang sangat banyak digunakan di
Bali dan berpengaruh signifikan terhadap karakteristik transportasi Bali. Untuk
menghitung BOK sepeda motor digunakan model hasil studi yang pernah
dilakukan di Bali yaitu PTS-BUIP/Public Transport Study Bali Urban
Infrastructur Project, 1999 (Pramana, 2003). Model yang digunakan khusus
untuk sepeda motor adalah;
VOC = a + b/V + c V
2
......................................................... (2.28)
Keterangan :
VOC = biaya operasi kendaraan (Rp./km)


37
a = konstanta (Rp./km) yang dipengaruhi oleh bahan bakar, oli, ban,
pemeliharaan dan depresiasi, untuk sepeda motor = 24
V = kecepatan rata-rata (km/jam)
b, c = koefisien, untuk sepeda motor dengan nilai b = 596 dan c = 0.0037

2.6 Nilai Waktu

2.6.1 Pengertian dan Kegunaannya
Nilai waktu atau nilai penghematan waktu didefinisikan sebagai jumlah
uang yang rela dikeluarkan oleh seseorang untuk menghemat satu satuan waktu
perjalanan (Hensher, et.al,1990). Besarnya nilai waktu bagi pengguna jalan
merupakan gambaran dari layanan konsumen yang diberikan oleh jalan kepada
pengguna jalan tersebut (LPKM-ITB, 1997).
Dalam studi kelayakan proyek jalan nilai waktu tersebut digunakan
untuk menghitung besarnya manfaat yang didapat oleh pengguna jalan akibat
adanya penghematan waktu jika melalui jalan baru. Nilai penghematan
persatuan waktu ini biasanya diambil perjam, yang nantinya menjadi masukan
dalam perhitungan total nilai penghematan harian.

2.6.2 Estimasi Nilai Waktu
Tidak ada nilai yang langsung dapat diterapkan untuk mencerminkan
kenyamanan pengguna jalan, namun dapat dikatakan bahwa banyak pengguna
jalan yang ingin mempersingkat waktu perjalanannya. Salah satu cara untuk
mengkuantifikasi nilai ini adalah dengan menggambarkan nilai waktu sebagai


38
opportunity cost yang dihasilkan akibat hilangnya kesempatan produktif karena
adanya kebutuhan perjalanan (bisnis atau non bisnis).
Dalam menentukan nilai waktu seseorang, penting untuk
mengidentifikasi perjalanan seseorang. Tujuan perjalanan umumnya dibagi
menjadi dua yakni tujuan bisnis dan non bisnis. Perjalanan bisnis tidak
termasuk perjalanan pergi ke kantor atau pulang ke rumah yang dilakukan
tidak pada jam kerja yang mana tidak mengakibatkan kerugian produksi
ekonomi. Perjalanan non bisnis termasuk semua bentuk perjalanan seperti ke
kantor, ke rumah, ke sekolah, berlibur dsb.
Nilai perjalanan bisnis dikuantifikasikan sebagai nilai waktu perjam
yang diasumsikan sama dengan nilai pendapatan perkapita. Sementara nilai
perjalanan non bisnis ditetapkan 25 % dari nilai perjalanan bisnis.
Pendekatan untuk perhitungan nilai waktu dalam studi ini adalah
pendapatan perkapita dari PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto)
Propinsi Bali. Berikut ini adalah data pendapatan perkapita Provinsi Bali mulai
tahun 2004 hingga 2008 sesuai Tabel 2.20
Tabel 2.20
PDRB Per Kapita Provinsi Bali

PDRB Per Kapita Pertumbuhan
(Rupiah) (%)
2004 5.876.262
2005 6.227.869 5,98
2006 6.464.849 3,81
2007 6.762.442 4,45
2008 7.082.094 4,88
Sumber : BPS Prov. Bali, 2009
Tahun




39
Oleh karena perjalanan seseorang umumnya menggunakan kendaraan maka
diperlukan nilai rata-rata jumlah penumpang per jenis kendaraan (average
Vehicle Occupancy). Pada Tabel 2.21 dapat dilihat jumlah penumpang per jenis
kendaraan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Parmini (2006).

Tabel 2.21
Rata-rata jumlah penumpang untuk Tiap Jenis Kendaraan

Jenis Kendaraan Rata-Rata Jumlah
Penumpang (orang)
1 Sepeda Motor 1,35
2 Kendaraan Ringan 2,70
3 Bus 17,40
4 Truck 1,98
Sumber : Parmini, 2006
No.



2.7 Pengertian Kecelakaan
Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak
diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna
Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda
(Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan).
Di dalam terjadinya suatu kejadian kecelakaan selalu mengandung
unsur tidak sengaja atau tidak disangka-sangka serta menimbulkan rasa kaget,
heran dan tercengang serta trauma bagi orang yang mengalaminya (Ngurah A
T. 2008).
Berdasarkan UU No 22 Tahun 2009 pasal 229 ayat 1, kecelakaan lalu
lintas digolongkan atas:


40
a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan, merupakan kecelakaan yang
mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang
b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang, merupakan kecelakaan yang
mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang
c. Kecelakaan Lalu Lintas berat, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan
korban meninggal dunia atau luka berat.
Kecelakaan Lalu Lintas dapat disebabkan oleh kelalaian Pengguna Jalan,
ketidaklaikan Kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan dan/atau lingkungan.

2.7.1 Daerah Rawan Kecelakaan
Untuk menentukan dimana lokasi rawan kecelakaan (Black Spot) pada
ruas jalan sangatlah sulit, tergantung dari penyelidikan dalam mengambil
asumsi, karena banyak ahli negara maju yang telah mengembangkan teori-teori
dalam menentukan Black Spot. Ada 3 (tiga) cara dalam menentukan lokasi
rawan kecelakaan adalah :
1. Berdasarkan jumlah korban mati.
2. Korban mati rata-rata per populasi.
3. Korban mati rata-rata per jarak.
Sedangkan Pignataro (1973) menentukan kriteria yang dapat digunakan
untuk menentukan daerah rawan kecelakaan adalah :
1. Pada daerah jalan tertentu (Black Spot), ketentuan yang dipakai adalah :
a. Jumlah kecelakaan pada periode tertentu melebihi satu nilai tertentu.
b. Tingkat kecelakaan (accident rate) per kendaraan untuk suatu periode
melebihi suatu nilai tertentu.


41
c. Jumlah kecelakaan dan tingkat kecelakaan melebihi nilai tertentu.
2. Pada suatu ruas jalan tertentu (Black Site), berlaku ketentuan :
a. Jumlah kecelakaan melebihi nilai tertentu
b. Jumlah kecelakaan per-km melebihi nilai tertentu
c. Tingkat kecelakaan atau jumlah kecelakaan per-kendaraan melebihi
nilai tertentu.
2.7.2 Biaya Kecelakaan Lalu Lintas
Merupakan biaya yang ditimbulan akibat terjadinya suatu kecelakaan
lalu lintas, biaya tersebut meliputi : biaya perawatan korban, biaya kerugian
harta benda, biaya penanganan kecelakaan dan biaya kerugian produktivitas
korban (Puslitbang Prasana Transportasi, Pedoman Perhitungan Besaran
Biaya Kecelakaan Lalu lintas)

2.7.2.1 Biaya Satuan Korban Kecelakaan Lalu Lintas (BSKO)
Adalah biaya yang diperlukan untuk perawatan korban kecelakaan lalu
lintas untuk setiap tingkat kategori korban (Puslitbang Prasana Transportasi,
Pedoman Perhitungan Besaran Biaya Kecelakaan Lalu lintas). Biaya satuan
korban kecelakaan lalu lintas (BSKO) terdiri dari :
1. Biaya ambulans
2. Biaya perawatan rumah sakit
3. Biaya rehabilitasi
4. Biaya asuransi
5. Biaya kerugian akibat kehilangan pekerjaan/penghasilan
6. Biaya kerugian akibat kematian


42
7. Biaya duka
8. Kerugian akibat rasa sakit dan penderitaan
9. Kerugian pada keluarga dan kerabat
Adapun besaran biaya satuan korban kecelakaan lalu lintas pada tahun 2003,
BSKOj(T0), dapat diambil dari Tabel 2.22

Tabel 2.22
Biaya satuan korban kecelakaan lalu lintas BSKO
j
(T
0
)
Tahun 2003
.
Biaya Satuan Korban
(Rp./korban)
1 Korban Mati 119.016.000
2 Korban Luka Berat 5.826.000
3 Korban Luka Ringan 1.045.000
Sumber : Puslitbang Prasana Transportasi, 2005
No. Katagori Korban


2.7.2.1 Biaya Satuan Kecelakaan Lalu Lintas (BSKE)
Adalah biaya kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh suatu
kejadian kecelakaan lalu lintas untuk setiap kelas kecelakaan lalu lintas
(Puslitbang Prasana Transportasi, Pedoman Perhitungan Besaran Biaya
Kecelakaan Lalu lintas). Biaya satuan kecelakaan lalu lintas (BSKE), terdiri
dari :
1. Biaya akibat kerusakan kendaraan
2. Biaya kerusakan dan atau kehilangan barang pribadi
3. Biaya akibat kerusakan barang yang diangkut
4. Biaya mobil derek


43
5. Biaya akibat kerusakan jalan dan perlengkapan jalan
6. Biaya akibat kemacetan lalu lintas
7. Biaya adminsitrasi
8. Biaya penanganan dan penyelidikan lapangan
9. Biaya persidangan pengadilan
Adapun besaran biaya satuan kecelakaan lalu lintas pada tahun dasar 2003
BSKEi (T0) dapat diambil dari Tabel 2.23.

Tabel 2.23
Biaya satuan kecelakaan lalu lintas BSKE
j
(T
0
)
Tahun 2003
.
Biaya Satuan Korban
(Rp./korban)
1 Fatal 224.541.000
2 Berat 22.221.000
3 Ringan 8.589.000
Sumber : Puslitbang Prasana Transportasi, 2005
No. Klasifikasi Kecelakaan



2.8 Penghematan Biaya Pemakai Jalan
Nilai manfaat pembangunan jalan baru bagi pengguna jalan adalah
berupa penghematan biaya pemakai jalan yang terdiri dari penghematan biaya
operasi kendaraan dan penghematan nilai waktu perjalanan. Besarnya
penghematan kedua komponen tersebut dapat dihitung berdasarkan rumus
dibawah ini :
PB = (BOK
ek
x D
ek
BOK
alt
x D
alt
) + {(D
ek
/V
ek
D
alt
/V
alt
) x Tv} .......... (2.29)



44
keterangan :
PB = Penghematan biaya pengguna (Rp/km)
BOK
ek
= Biaya operasi kendaraan di jalan eksisting (Rp./km)
BOK
alt
= Biaya operasi kendaraan di jalan alternatif/tol (Rp./km)
D
ek
= Panjang jalan eksisting (km)
D
alt
= Panjang jalan alternatif (km)
V
ek
= Kecepatan di jalan eksisting (km/jam)
V
alt
= Kecepatan di jalan alternatif/baru (km/jam)
Tv = Nilai waktu kendaraan (Rp./jam)

2.9 Biaya Proyek
Berbeda dengan biaya yang dihitung saat studi awal (preliminary
design) yang biasanya masih kasar, biaya proyek yang dihitung untuk studi
kelayakan ini lebih baik nilainya. Biaya proyek secara lebih detail dapat
dihitung karena ada rancangan detail dari proyek (DED)
Biaya suatu proyek dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni biaya
modal dan biaya operasional (LPM ITB, 1997) sebagai berikut :
1. Biaya modal adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menyiapkan dana
proyek, melakukan studi, penyiapan dokumen pembangunan/pelaksanaan
konstruksi, pengawasan pembangunan dan manajemen proyek.
2. Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk operasional
(menjalankan proyek, pemeliharaan, perbaikan serta pengelolaan selama
masa pelayanan).



45
2.10 Pendekatan Kelayakan Investasi
Untuk menentukan layak tidaknya suatu investasi pembangunan jalan
dari segi ekonomi dua metode yang sering digunakan adalah:
1. Cost Benefit Analysis (Analisis Biaya Manfaat)
2. Cost Effectiveness
Metode pertama digunakan untuk menyatakan kelayakan proyek berdasarkan
perbandingan manfaat yang akan diperoleh dan biaya yang akan dikeluarkan.
Metode ini digunakan dalam kondisi dimana dana terbatas. Sedangkan metode
kedua biasanya dilakukan pada kondisi dimana dana yang tersedia cukup
banyak sehingga untuk membandingkan dua alternatif proyek hanya dilakukan
dengan membandingkan biaya yang diperlukan (Adler, 1969).
Kriteria dasar untuk mengukur manfaat suatu investasi di bidang transportasi
adalah dengan melakukan perhitungan dengan dan tanpa (with and
without) pembangunan jalan baru, sehingga diketahui keuntungan yang
timbul karena adanya pembangunan jalan baru tersebut.
Kriteria evaluasi dalam analisis ekonomi maupun analisis finansial
umumnya adalah Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), Internal
Rate of Return (IRR), Payback Period dan Analisis Sensitifitas.

2.10.1 Net Present Value (NPV)
Metode Net Present Value adalah metode yang membandingkan semua
komponen biaya dan manfaat suatu kegiatan dengan acuan yang sama agar
dapat diperbandingkan satu dengan lainnya (Kodoatie, 1995). Dalam hal acuan


46
yang digunakan adalah besaran netto saat ini (Net Present Value), artinya
semua besaran biaya dan manfaat diubah dalam besaran nilai sekarang.
Selanjutnya NPV didefinisikan sebagai selisih antara Present Value dari
komponen manfaat dan Present Value komponen biaya. Secara matematis
rumusnya adalah sebagai berikut:
NPV = PV B PV C

=
t
t
t t
i
C B
NPV
) 1 (
(2.30)
keterangan :
PV B = Present Value Benefit
PV C = Present Value Cost
Bt = besaran total dari komponen manfaat proyek pada tahun t
Ct = besaran total dari komponen biaya pada tahun t
i = tingkat suku bunga (%/tahun)
t = jumlah tahun
Berdasarkan kriteria ini dapat dikatakan bahwa proyek layak dikerjakan
jika nilai NPV > 0, sementara jika nilai NPV < 0 artinya proyek tidak layak
dan jika nilai NPV = 0 artinya tingkat pengembaliannya setara dengan suku
bunga patokan (bank) atau dapat dikatakan bahwa proyek mengembalikan
dananya persis sebesar Opportunity Cost of Capital (OCC), mengingat ada
penggunaan lain yang lebih menguntungkan




47
2.10.2 Benefit Cost Ratio (BCR)
Metode ini pada prinsipnya membandingkan semua pemasukan yang
diterima (dihitung pada kondisi saat ini) dengan semua pengeluaran yang telah
dilakukan (dihitung pada kondisi saat ini).
Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
BCR = PV B/PV C (2.31)

+
=
t
t
t
t
t
t
i
C
i
B
BCR
) 1 (
) 1 (

keterangan :
Bt = besaran total dari komponen manfaat proyek pada tahun t
Ct = besaran total dari komponen biaya pada tahun t
i = tingkat suku bunga (%/tahun)
t = jumlah tahun

Ada beberapa kriteria nilai BCR terkait dengan perumusan diatas, yakni ;
Pertama bila nilai indeks BCR lebih besar dari 1 (BCR>1) maka proyek
dikatakan layak untuk dikerjakan, kedua jika nilai indeks BCR < 1 (BCR < 1)
maka proyek tidak layak untuk dikerjakan mengingat biaya (cost) lebih besar
dari pada manfaat (benefit) yang diterima. Namun hal ini tidak sepenuhnya
dapat ditentukan bahwa proyek layak jika BCR-nya > 1, karena hal tersebut
hanya menunjukkan bahwa manfaat lebih besar dari pada biaya yang
dikeluarkan. Sementara untuk lebih teliti menyatakan layak tidaknya suatu


48
proyek harus dibandingkan dengan discount rate yang berlaku. Dengan kata
lain harus diketahui nilai laju pengembalian modalnya/Internal Rate of Return
(IRR) untuk dapat dibandingkan dengan discount rate yang berlaku.

2.10.3 Internal Rate of Return (IRR)
Yang dimaksud dengan Internal Rate of Return adalah besaran yang
menunjukkan harga discount rate pada saat NPV sama dengan nol. Internal
Rate of Return sering disebut sebagai laju pengembalian modal. Dalam hal ini
laju pengembalian modal dapat dianggap sebagai tingkat keuntungan atas
investasi bersih dalam suatu proyek Jika besarnya laju pengembalian modal ini
melebihi nilai discount rate maka sudah pasti dapat dikatakan bahwa proyek
menguntungkan dan layak untuk dikerjakan, namun jika lebih kecil dari
discount rate sekalipun nilai BCR-nya > 1, kelayakan proyek masih perlu
ditinjau lagi karena secara finansial lebih baik mengendapkan modal di bank.
Jadi kriteria untuk menetapkan kelayakan suatu proyek adalah bila IRR-
nya lebih besar dari discount rate (tingkat suku bunga).

Anda mungkin juga menyukai