Anda di halaman 1dari 2

B.

LATAR BELAKANG MASALAH


Autisme adalah perkembangan kekacauan otak dan gangguan pervasive yang ditandai
dengan terganggunya interaksi sosial, keterlambatan dalam bidang komunikasi, gangguan
dalam bermain, bahasa, perilaku, gangguan perasaan dan emosi, interaksi sosial, gangguan
dalam perasaan sensori, serta tingkah laku yang berulang-ulang. Gangguan yang membuat
seseorang menarik diri dari dunia luar dan menciptakan dunia fantasinya sendiri. Gejala
autisme dapat terdeteksi pada usia sebelum 3 tahun. Autis tidak mengacu pada suatu kondisi,
melainkan suatu gambaran yang dtandai dengan adanya sekelompok kegagalan yang
diperkenalkan oleh seorang psikiater berkebangsaan Inggris, dr. Loma Wing, untuk
menggambarkan dan mengkategorikan perilaku-perilaku individu yang digambar sebagai
sebuah spectrum atau continuum. Kelompok ini terdiri dari 3 elemen yang menggambarkan
kegagalan dalam hubungan sosial, komunikasi dan daya imajinasi (Kessick, 2009).
Prevalensi atis beberapa tahun terakhir ini mengalami kenaikan yang signifikan. Center
for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat pada bulan Maret 2013
melaporkan bahwa prevalensi autis meningkat menjadi 1:50 dalam kurun waktu setahunt
erakhit. Hal tersebut tidak hanya terjadi di negara-negara maju seperti Inggris, Australia,
Jerman dan Amerika namun juga terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Prevalensi
autis di dunia saat ini mencapai 15-20 kasus per 10.000 anak atau berkisar 0,15-0,20%. Jika
angka kelahiran di Indonesia 6 juta per tahun maka jumlah penyandang auits di Indonesia
bertambah 0,15% atau 6.900 anak per tahunnya. Ketua Yayasan Autisme Indonesia
menyatakan adanya peningkatkan yang luar biasa. Bila sepuluh tahun yang lalu jumlah
penyandang autisme di Indonesia diperkirakan 1:5000 anak, sekarang meningkat menjadi
1:500 anak. Tahun 2.000 silam, staf bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia juga memperkirakan terdapat kurang lebih 6.900 anak penyandang autisme di
Indonesia (Moore, 2010).
Penanganan autisme pada anak sebenarnya cukup kompleks. Banyak jenis penanganan
yang harus dilakukan secara berkelanjutan untuk mencapai hasil yang optimal dalam
menangani autisme pada anak. Beberapa cara tersebut diantaranya melalui pengobatan
medis, terapi psikologi, tatalaksana perilaku, dan pengaturan diet. Pengaturan terapi diet
dapat mempermudah encapaian gasil terapi lainnya. Menurut Soenardi (2002), salah satu hal
yang harus diperhatikan bagi penderita autis adalah makanannya, biasanya setelah anak
dinyatakan autis, dokter akan menyarankan untuk memperhatikan makanannya, yaitu harus
bebas gluten dan kasein.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji peran diet bebas gluten dan kasein
pada penderita autis.

Anda mungkin juga menyukai