Anda di halaman 1dari 21

Oleh:

Dr. Dra. Sumarni DW, M.Kes


1
2
a. Retardasi mental adalah keterbatasan dalam kecerdasan yang
menganggu adaptasi normal terhadap lingkungan, dimanifestasikan
dengan perkembangan abnormal dan berkaitan dengan kesukaran
belajar dan adaptasi sosial, (Sacharin, 1994).
b. (AAMR) American Association on mental Reterdation.
"Kelemahan/ ketidakmampuan kognitif muncul pada masa kanak-
kanak (sebelum 18 tahun) ditandai dengan fungsi kecerdasan
dibawah normal (IQ 70 75 atau kurang) dan disertai keterbatasan
lain pada sedikitnya dua area berikut: berbicara dan berbahasa;
keterampilan : merawat diri, ADL; keterampilan sosial penggunaan
sarana masyarakat; kesehatan dan keamanan; akademik
fungsional; bekerja dan rileks, dll.
3
2. . KIasifikasi menurut PAGE:
a.Idiot : ( IQ dibawah 20, umur mental dibawah 3 tahun)
b.Imbisil : (IQ antara 20 - 50, umur mental 3 - 7, 5 tahun).
c.Maron : (IQ 50 - 70, umur mental 7 ,5 - 10,5 tahun).
. -
3. Etiologi
a. Organik.
1) Faktor prekonsep.: Kelainan kromosom (tnsomi 21/ Down
syndrom)
2) Faktor Prenatal: Kelainan pertumbuhan otak selama kehamilan
(infeksi zat teratatogenik dan toxin, disfungsi plasenta).
3) Faktor perinatal: Prematuritas, perdarahan intrakranial, asfiksia
neonatorum, dll.
4) Masa Pasca natal: Infeksi paskanatal oleh virus dan bakteri,
keracunan oleh bahan seperti timah dan cedera kepala berat,
malnutrisi merupakan efek utama/
b. Non organik
1) Kemiskinan dan keluarga tidak harmonis.
2) Sosial kultural.
3) Interaksi anak kurang.
4) Penelentaraan anak
5) Faktor lain, pengaruh lingkungan dIn kelainan mental lain. 6.
4
a. Gangguan kognitif
b. Lambatnya keterampilan dan bahasa
c. Gagal melewati tahap perkembangan utama
d. Kemungkinan lambatnya pertumbuhan
e. Kemungkinan tonus otot abnormal
f Terlambatnya perkembangan motorik halus dan
kasar
5
Stigma Retardasi Mental dan Cacat
Fisik
Dimasukkan untuk mencari pesugihan
Kutukan Tuhan karena kesaalahan nenek
moyang, orang tua, keluarga
Merupakan aib dalam masyarakat
Dijauhi oleh saudara dan tetangga
6
Keluarga Pak S (cacat fisik) dan anaknya cacat mental
7
Kisah keadaan keluarga Bapak S yang menyakitkan
keluarga. Dalam suasana lebaran, sedikit orang yang
berkunjung ke rumah mereka. Bahkan saudara-saudara
mereka tidak ada yang datang mengunjungi mereka. Tidak
hanya itu, dalam kehidupan sehari-hari mereka juga tidak
luput dari tindak diskriminasi karena stigma yang terlanjur
melekat pada keluarga tersebut yang tidak normal,
dianggap mengalami kutukan dan menjadi aib bagi
masyarakat disekitarnya. Keluarga dengan sebagian besar
anggota keluarganya mengalami kecacatan fisik dan cacat
mentail. Ayah mengalami cacat fisik (kaki kiri buntung sejak
lahir, anak pertamanya An. H umur 16 tahun mengalami
penyakit spastic, dan anak kedua An. S umur 8 tahun
mengalami retardasi menta!
8
B. Pengertian
PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III) menempatkan schizophrenia pada kode F20.
Schizophrenia termasuk dalarn kelompok psikosis fungsional.
Psikosis fungsional merupakan penyakit mental secara fungsiona
yang non organis sifatnya, hingga terjadi kepecahan kepribadian
yang ditandai oleh desintegrasi kepribadian dan maladjustment
sosial yang berat, tidak marnpu mengadakan hubungan sosial
dengan dunia luar, bahkan sering terputus sama sekali dengan
realitas hidup; lalu menjadi ketidakmampuan secara sosial.
Etiologi
1. Keturunan
2. Endokrin
3. Hiper Neurotransmiter
9
Tentang stigma pada penderita gangguan jiwa yang ada
di masyarakat
Desa Manik Saribu Kabupaten Simalungun adalah:
1. Adanya stigma masyarakat bahwa gangguan kejiwaan
itu merupakan suatu kutukan (pembawa sial) sebingga
bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa perlu di ungsikan sebab ada
anggapan di masyarakat menimbulkan dampak tertentu
misalnya gagal panen di desa tersebut
2. Adanya kecenderungan keluarga memiliki rasa malu
tersingkir dari masyarakat bila ada salah satu anggota
keluarganya mengalami gangguan jiwa sebingga
memilih untuk mengurungnya atau mengucilkannya dari
masyarakat.
3. Adanya anggapan di masyarakat batak bahwa
gangguan jiwa merupakan kutukan dari leluhur akibat
keluarga tidak mentaati ajaran nenek moyang
10
Pasien gangguan Jiwa di Klaten
Pada kenyataannya si Tentrem atau PO adalah satu contoh pengucilan
masyarakat terhadap penderita skizofrenia, sampai ia harus dirantai tangannya
dan adiknya belum berkeluarga padahal usianya sudah lebih dari cukup ini
dikarenakan mempunyai saudara yang skizofrenia.
"PO" Sering berontak bila duduk dan dirantai dikursi, ingin
berjalan-jalan tak ada tujuan.
11
Untuk saat ini Tn. P ditempatkan di sebuah ruangan berukuran kira-kira 1
meter x 2 m dengan model panggung, beralas papan, dengan dinding dari
bambu, di sudut dapur, bergabung dengan rumah utama, dan tidak dipasung,
hanya saja pintu ruangan tersebut selalu terantai atau terkunci.
Setiap kegiatan dilakukan Tn. P di tempat tersebut, dari makan, tidur maupun
buang air. Saat dipasung Tn. P masih mau memakai baju, tetapi akhir-akhir ini
Tn. P tidak mau mamakai baju dan masih sulit untuk diajak berkomunikasi,
lebih suka diam, meringkuk di sudut kamarnya, acuh terhadap lingkungan
sekitar, dan terkadang terlihat komat-kamit seperti sedang berbicara.
Kasus Gangguan jiwa di Cirebon
12
Gb. 4
Gudang Tua yang ditempati Sdr W
13
Gb. 1
Gb. 2
14
Dahulu sebelum mengalami gangguan kejiwaan menurut TnK Nn. W
adalah seorang yang baik dan ramah akan tetapi ketika sang ibu
mengaJami gangguan kejiwaan. Nn.W merasa malu dan sering
mengurung diri dirumah dan jarang keluar rumah sampai suatu ketika
ibunda dan No.Wmeninggai dunia.
Setelah ibunya meninggal tidak berapa lama Nn. W mengenal seorang
pemuda yang membuatnya jatuh cinta, akan tetapi hubungan itu
ditentang habis-habisan oleh keluarga si pemuda tadi karena dianggap
Nn. W merupakan wanita yang berasal dari keluarga yang tidak jelas
"bibit, bebet dan bobotnya" apalagi mengingat ibunya yang mengalami
gangguan jiwa. Sebingga pemuda idaman Nn. W dijodohkan dan
menikah dengan wanita lain yang dianggap memiliki bibit, bebet dan
bobot yang lebih baik. Keputusan dan kejadian tersebut membuat Nn.
W semakin merasa dirinya tak berbarga lagi. ia main, marah dan
menyesali nasibnya sebingga membuatnya depresi dan lama-
kelamaan mengalami gangguan jiwa sama seperti yang diaIami oleh
ibunda Nn. W.
15
Disuatu daerah di Tarakan tepatnya di kampung pukat pada suku
Banjar-Tidung terdapat seorang ibu yang menderita gangguan jiwa
yang diasingkan oleh keluarganya yang kemudian dievakuasi oleh
dinas kesehatan setempat untuk di rawat diruang jiwa RSU. Tarakan.
Pada suku Banjar-Tidung terdapat kepercayaan bahwa setiap
kelahiran harus mempersembahkan sesajen kepada sang penjaga
pantai beringin. Pada saat kelahiran Ny.I sang ayah memberikan sesaji
kepada penjaga pantai beringin tetapi sesaji tersebut kurang. Pada
saat dewasa Ny.I menikah dan tinggal di Sulawesi bersama suaminya
dan dikaruniai 2 orang anak, kehidupan rumah tangganya mengalami
kesulitan keuangan dalam rumah tangganya, hal ini membuat Ny.I
mengalami stress. Pada saat berkunjung ke rumah ayahnya setelah
berada ditempat ayahnya selama 3 hari Ny.I mengalami kelainan yaitu
Ny.I mendengar ada seseorang yang menyuruhnya untuk berjalan
keluar tanpa menggunakan pakaian. Dari kejadian tersebut Ny.I
langsung diungsikan kesuatu tempat yang jauh dari keramaian selama
satu tahun setelah sebelumnya telah diobati dengan menggunakan
acara "belian" yaitu upacara pengusiran rob halus. Menurut ayah Ny.I,
Ny I menderita 'gila' karena sesaji yang diberikan olehnya pada saat
kelahiran Ny I kurang dari yang diminta sehingga sang penjaga pantai
beringin marah dan memberikan kutukannya kepada Ny I. Setelah
mengalami gangguan jiwa sang suami menceraikannya karena malu.
16
Berikut ini beberapa foto Nn. H dikamar tempat pengurunangan Nn.H di
Kabupaten Bangka Tengah Propinsi Bangka Belitung
17
Stigma pada penderita gangguan jiwa ini adalah Nn.H berusia 26
tahun. Nn. H adalah anak ke-3 dari 5 bersaudara. Nn. H telah
dikurung selama 1 tahun, hal ini dilakukan karena Nn. H dianggap
gila dan mempermalukan keluarga. Kamar yang menjadi tempat
pengurungan Nn. H ini berukuran 2x2 m, dengan jendela tertutup
sehingga kamar sangat kurang cahaya. Selama dikurung Nn. H
mendapat makan 3x sehari, makan tersebut tidak akan dimakan oleh
Nn. H jika . ridak dipaksakan oleh keluarganya, oleh karena itu Nn. H
terlihat sangat kurus. Jika Nn. H mau mandi, BAB, BAK, keluarga
mengeluarkannya untuk ke kamar mandi terdekat, setelah itu Nn. H
dimasukan lagi ke kamar kurungan. Keluarga Nn. H sangat tertutup,
sehingga untuk memperoleh informasi tentang penyebab Nn. H
mengalami gangguan jiwa tidak dapat saya peroleh.
Selama mengalami gangguan jiwa, keluarga tidak mau membawa Nn.
H ke Rumah Sakit, walaupun keluarga ini termasuk keluarga yang
mampu di desa. Hal ini juga dikarenakan keluarga sangat malu
dengan keadaan Nn. H hanya diobati kepada dukun. Menurut
keluarga, dengan berobat ke dukun selain tidak malu, tapi juga biaya
18
Hasil Penelitian Sumarni dan
Renang A
Tingginya stigma pada anak ADHD
menyebabkan depresi pada ibunya
Bentuk stigma :
Karena perbuatan ibu masa lalu yang
tidak benar
Karena kutukan Allah
Karena membuat malu keluarga
Karena manfaat masa depan suram
19
UPAYA PENANGGULANGAN
STIGMA GANGGUAN JIWA
1. Pendidikan terus menerus terhadap masyarakat melalui
berbagai media
2. Pemanfaatan media massa
3. Pembaharuan peraturan perundangan dan kebijakan
(kebijakan yang berkaitan dengan gangguan jiwa
menjadi lebih berpihak dan menjadi pelindung bagi
penderita gangguan jiwa (PKBTK, 2006))
4. Kerjasama dengan lembaga non pemerintah
5. Peningkatan pelayanan kesehatan jiwa:
a. Pengembangan SDM di bidang kesehatan jiwa
b. Pelayanan kesehatan jiwa di Pelayanan kesehatan
Daerah
20
c. Ketersediaan obat psikotropika di berbagai tingkat
pelayanan
d. Mendorong inovasi baru dalam penanganan gangguan
jiwa terlayani secara holistik
e. Mendorong peran serta masyarakat dan keluarga
f. Perawatan kesehatan jiwa di masyarakat
g. Kerjasama antar sektor (pendidikan,hukum, tenaga
kerja, agama)
h. Pemantauan pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat
i. Mendorong pelaksanaan etika kedokteran
j. Penelitian tentang kesehatan jiwa di bidang biologi,
psikososial, budaya, agama terkait penyebab dan
penatalaksanaannya
(PKBTK, 2006)
(Pusat Kajian Bencana dan tindakan Kekerasan)
21

Anda mungkin juga menyukai