Anda di halaman 1dari 7

Diagnosis tifoid

Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang diperkuat oleh
pemeriksaan laboratorium penunjang. Sampai saat ini masih dilakukan berbagai penelitian yang
menggunakan berbagai metode diagnostik untuk mendapatkan metode terbaik dalam usaha
penatalaksanaan penderita demam tifoid secara menyeluruh.
A. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan sangat bervariasi yang
sesuai dengan patogenesis demam tifoid. Spektrum klinis demam tifoid tidak khas dan sangat
lebar, dari asimtomatik atau yang ringan berupa panas disertai diare yang mudah disembuhkan
sampai dengan bentuk klinis yang berat baik berupa gejala sistemik panas tinggi, gejala septik
yang lain, ensefalopati atau timbul komplikasi gastrointestinal berupa perforasi usus atau
perdarahan. Hal ini mempersulit penegakan diagnosis berdasarkan gambaran klinisnya saja.
1,2

Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua
penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi
parah dengan gejala yang menyerupai septisemia oleh karena Streptococcus atau Pneumococcus
daripada S. typhi. Menggigil tidak biasa didapatkan pada demam tifoid tetapi pada penderita
yang hidup di daerah endemis malaria, menggigil lebih mungkin disebabkan oleh malaria.
Namun demikian demam tifoid dan malaria dapat timbul bersamaan pada satu penderita. Sakit
kepala hebat yang menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di sisi lain S.
typhi juga dapat menembus sawar darah otak dan menyebabkan meningitis. Manifestasi gejala
mental kadang mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma. Nyeri
perut kadang tak dapat dibedakan dengan apendisitis. Pada tahap lanjut dapat muncul gambaran
peritonitis akibat perforasi usus.
3

B. Pemeriksaan penunjang demam tifoid
Penegakan diagnosis demam tifoid cukup sulit karena gejala klinik penyakit ini tidak khas,
sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan
diagnosis penyakit ini antara lain pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan bakteriologis dengan
isolasi dan biakan kuman, pemeriksaan serologis, dan pemeriksaan kuman secara molekuler.
4

a. Pemeriksaan rutin
5

Darah perifer : leukopenia, dapat pula normal atau leukositosis (dapat terjadi
walau tanpa infeksi sekunder). Dapat ditemukan anemia ringan trombositopenia.
Laju Endap Darah : dapat meningkat.
SGOT dan SGPT : seringkali meningkat, normal kembali setelah sembuh.
b. Uji Widal
5

Uji Widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S. Typhi. Pada uji Widal
terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S. Typhi dengan antibodi yang
disebut aglutinin. Antigen yang digunakam pada uji Widal adalah suspensi Salmonella
yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid, yaitu:
a. Aglutinin O (dari tubuh kuman)
b. Aglutinin H (flagela kuman)
Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian
meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-empat, dan tetap tinggi
selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti
dengan aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai
setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh
karena itu uji Widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.
Belum ada kesamaan pendapat tentang titer aglutinin yang bermakna untuk diagnosis
demam tifoid hingga saat ini. Batas titer aglutinin yang sering digunakan hanya
kesepakatan saja, berlaku setempat, dan bahkan dapat berbeda di berbagai laboratorium 4
c. Uji TUBEX
5

Merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit) dan mudah
untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibodi anti-S. Typhi O9 pada serum pasien,
dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti O9 yang terjkonjugasi pada partikel
latex yang berwarna dengan lipopolosakarida S. Typhi yang terkonjugasi pada
partikel magnetix latex. Hasil positif uji Tubex ini menunjukkan terdapat infeksi
Salmonellae serogroup D walaupun tidak secara spesifik menunjuk pada S. Typhi.
Infeksi oleh S. Paratyphi akan memberikan hasil negatif.
Secara imunologi, antigen O9 bersifat imunidominan sehingga dapat merangsang
respons imun secara independen terhadap timus dan merangsang mitosis sel B tanpa
bantuan dari sel T. Karena sifat-sifat tersebut, respon terhadap anti-gen O9
berlangsung cepat sehingga deteksi terhadap anti-O9 dapat dilakukan lebih dini, yaitu
pada hari ke 4-5 untuk infeksi primer dari hari ke 2-3 unuk infeksi sekunder. Perlu
diketahui bahwa ujiTubex hanya dapat mendeteksi IgM dan tidak dapat mendeteksi
IgG sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai modalitas unuk mendeteksi infeksi
lampau.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam komponen, meliputi:
1. Tabung berbentuk V, yang juga berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas
2. Reagen A, yang mengandung partikel magnetik yang diselubungi dengan anigen
S. Typhi O9
3. Reagen B, yang mengandung partikel lateks berwarna biru yang diselubungi
dengan anibodi monoklonal spesifik untuk antigen O9.
Untuk melakukan prosedur pemeriksaan ini, satu tetes serum (25L) dicampurkan ke
dalam tabung dengan satu tetes (25L) reagen A. Setelah itu dua tetes reagen B
(50L) ditambahkan kedalam tabung. Hal tersebut di lakukan pada kelima tabung
lainnya. Tabung0tabung tersebut kemudian diletakkan pada rak tabung yang
mengandung magnet dan diputar selama 2 menit dengan kecepatan 250 rpm.
Interpretasi hasil dilakukan berdasarkan warna larutan campuran yang dapat
bervariasi dari kemerahan hingga kebiruan. Berdasarkan warna inilah sitentukan skor,
yang interpretasinya dapat dilihat pada tabel berikut

skor Interpretasi
<2 Negative Tidak menunjukkan infeksi tifoid aktif.
3 Borderline Pengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi pengujian,
apabila masih meragukan lakukan pengulangan beberapa
hari kemudian.
4-5 Positif Menunjukkan infeksi tifoid aktif.
>6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid.

Konsep pemeriksaan ini dapat diterangkan sebagai berikut. Jika serum tidak
mengandung antibodi terhadap O9, reagen B ini bereaksi dengan reagen A. Ketika
diletakkan pada daerah mengandung medan magnet (magnet rak), komponen magnet
yang dikandung reagen A akan tertarik pada magnet rak, dengan membawa serta
pewarna yang dikandung oleh reagen B. Sebagai akibatnya, terlihat warna merah
pada tabung yang sesungguhnya merupakan gambaran serum yang lisis. Sebaliknya,
bila serum mengandung antibodi terhadap O9, antibodi pasien akan berikatan dengan
reagen A menyebabkan reagen B tidak tertarik pada magnet rak dan memberikan
warna biru pada larutan. Berdasarkan penelitian Karen H Keddy tahun 2011,
pemeriksaan Tubex memiliki sensitivitas hingga 83,4%, spesifisitas 84,7%, PPV
70,5%, dan NPV 92,2%.
5

d. Uji Typhidot
5

Uji ini dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein membran
luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah
infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap
antigen S. Typhi seberat 50kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.
Didapatkan sensitivitas uji ini sebesar 98%, spesifisitas sebesar 76,6% dan efisiensi
uji sebesar 84% pada penelitian yang dilakukan oleh Gopalakhrisnan dkk (2002) yang
dilakukan pada 144 kasus demam tifoid. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh
Olsen dkk, sisapatkan sensitifitas dan spesifitas uji ini hampir sama dengan uji Tubex
yaitu 79% dan 89% dengan 78% dan 89%.
e. Uji IgM Dipstick
5

Uji ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S. Typhi pada
spesimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung
antigen lipopolisakarida (LPS) S. Typhi dan anti IgM (sebagai kontrol), reagen
deteksi yang mengandung antibodi anti IgM yang dilekati dengan lateks pewarna,
cairan membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan serum pasien, tabung
uji. Komponen perlengkapan ini stabil untuk disimpan selama 2 tahun pada suhu 4-
25C di tempat kering tanpa paparan sinar matahari. Pemeriksaan dimulai dengan
inkubasi strip pada larutan campuran reagen deteksi dan serum, selama 3 jam pada
suhu kamar. Setelah inkubasi, strip dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan.
Secara semi kuantitatif, diberikan penilaian terhadap garis uji dengan
membandingkannya dengan reference strip. Garis kontrol harus terwarna dengan
baik.
Pemeriksaan ini mudah dan cepat (dalam 1 hari) dilakukan tanpa peralatan khusus
apapun, namun akurasi hasil didapatkan bila pemeriksaan dilakukan 1 minggu setelah
timbulnya gejala.
f. Kultur Darah
5

Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif
tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah
telah mendapat antibiotik, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat
dan hasil mungkin negatif
2. Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah). Bila darah yang
dibik terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang diambil sebaiknya
secara bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu (oxgall) untuk
pertumbuhan kuman
3. Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lampau menimbulkan antibodi dalam darah.
Antibodi (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia hngga biakan darah dapat
negatif
4. Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin
meningkat.
1. Darmowandowo D. Demam Tifoid. Dalam : Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak
XXXIII. Surabaya : Surabaya Intellectual Club, 2003:19-34.
2. Tumbelaka AR. Tata laksana terkini demam tifoid pada anak. Simposium Infeksi Pediatri
Tropik dan Gawat Darurat pada Anak. IDAI Cabang Jawa Timur. Malang : IDAI Jawa
Timur, 2005, hal.37-50.
3. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soegijanto S, Ed.
Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi 1. Jakarta : Salemba Medika,
2002:1-43.
4. Rachman AF. 2011. Uji diagnostik tes serologi widal dibandingkan dengan kultur darah
sebagai baku emas untuk diagnosis demam tifoid pada anak di RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
5. Sudoyo AW. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Kapan demam perlu diobati
Indikasi utama pemberian obat penurun panas adalah membuat anak merasa nyaman dan
mengurangi kecemasan orangtua, bukan menurunkan suhu tubuh.
1
Pemberian obat penurun
panas diindikasikan untuk anak demam dengan suhu 38C (pengukuran dari lipat ketiak).
Dengan menurunkan suhu tubuh maka aktivitas dan kesiagaan anak membaik, dan perbaikan
suasana hati (mood) dan nafsu makan juga semakin membaik.
2
Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) merekomendasikan penggunaan parasetamol pada anak 2 bulan sampai 5 tahun dibatasi
pada demam dengan suhu rektal >39C.
3

1. Nizet V, VinciRJ, Lovejoy FH. Fever in children. Pediatrics in rewiew 2008;15:127-35.
2. Drwal-Klein LA, Phelps SJ. Antipyretic therapy in the febrile child. Clin Pharm. 1992
Dec;11:1005-21.
3. Soedibyo, Soepardi, Elsye Souvriyanti. Gambaran Persepsi Orang Tua tentang Penggunaan
Antipiretik sebagai Obat Demam. Sari Pediatri, Vol. 8, No. 2, September 2006
Pencegahan DBD
Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk penyakit demam berdarah.
Pencegahan utama demam berdarah terletak pada menghapuskan atau mengurangi vector
nyamuk demam berdarah. Insiatif untuk menghapus kolam-kolam air yang tidak berguna
(misalnya di pot bunga) telah terbukti berguna untuk mengontrol penyakit yang disebabkan
nyamuk, menguras bak mandi setiap seminggu sekali, dan membuang hal - hal yang dapat
mengakibatkan sarang nyamuk demam berdarah Aedes Aegypti.
Hal-hal yang harus dilakukan untuk menjaga kesehatan agar terhindar dari penyakit
demam berdarah, sebagai berikut:
1. Melakukan kebiasaan baik, seperti makan makanan bergizi, rutin olahraga, dan istirahat
yang cukup.
2. Memasuki masa pancaroba, perhatikan kebersihan lingkungan tempat tinggal dan
melakukan 3M, yaitu menguras bak mandi, menutup wadah yang dapat menampung air,
dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang perkembangan jentik-
jentik nyamuk, meski pun dalam hal mengubur barang-barang bekas tidak baik, karena
dapat menyebabkan polusi tanah. Akan lebih baik bila barang-barang bekas tersebut
didaur-ulang.
3. Fogging atau pengasapan hanya akan mematikan nyamuk dewasa, sedangkan
bubuk abate akan mematikan jentik pada air. Keduanya harus dilakukan untuk
memutuskan rantai perkembangbiakan nyamuk;

Anda mungkin juga menyukai

  • Konsep Mutu Dan Keselamatan Pasien
    Konsep Mutu Dan Keselamatan Pasien
    Dokumen56 halaman
    Konsep Mutu Dan Keselamatan Pasien
    Elina
    Belum ada peringkat
  • Dysp
    Dysp
    Dokumen1 halaman
    Dysp
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • Fishbone
    Fishbone
    Dokumen1 halaman
    Fishbone
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • Bebek
    Bebek
    Dokumen1 halaman
    Bebek
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Anestesi
    Lapkas Anestesi
    Dokumen15 halaman
    Lapkas Anestesi
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • Tatalaksana Jalan Napas
    Tatalaksana Jalan Napas
    Dokumen34 halaman
    Tatalaksana Jalan Napas
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • Fotografi Forensik Merujuk Pada Pembuatan Gambar Untuk Merekam Objek
    Fotografi Forensik Merujuk Pada Pembuatan Gambar Untuk Merekam Objek
    Dokumen1 halaman
    Fotografi Forensik Merujuk Pada Pembuatan Gambar Untuk Merekam Objek
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Sklera
    Anatomi Sklera
    Dokumen2 halaman
    Anatomi Sklera
    Anonymous uQsrb3
    Belum ada peringkat
  • Kala
    Kala
    Dokumen1 halaman
    Kala
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • Surat Pengunduran Diri
    Surat Pengunduran Diri
    Dokumen1 halaman
    Surat Pengunduran Diri
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • Pem 2 FCP
    Pem 2 FCP
    Dokumen7 halaman
    Pem 2 FCP
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • DT - Fina Herlinda Nur
    DT - Fina Herlinda Nur
    Dokumen26 halaman
    DT - Fina Herlinda Nur
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • Dysp
    Dysp
    Dokumen1 halaman
    Dysp
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • Patologi
    Patologi
    Dokumen1 halaman
    Patologi
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • Vertigo Vestibular Sentral
    Vertigo Vestibular Sentral
    Dokumen35 halaman
    Vertigo Vestibular Sentral
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen15 halaman
    Bab I
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • Blep Tatalaksana
    Blep Tatalaksana
    Dokumen1 halaman
    Blep Tatalaksana
    Anonymous uQsrb3
    Belum ada peringkat
  • Refer at
    Refer at
    Dokumen10 halaman
    Refer at
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • Epidemiologi
    Epidemiologi
    Dokumen1 halaman
    Epidemiologi
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen1 halaman
    Bab V
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen3 halaman
    Bab Iv
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Anonymous uQsrb3
    Belum ada peringkat
  • Bahan Pemicu 2
    Bahan Pemicu 2
    Dokumen4 halaman
    Bahan Pemicu 2
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • Take Home Exam MP
    Take Home Exam MP
    Dokumen7 halaman
    Take Home Exam MP
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • Ii Iii
    Ii Iii
    Dokumen2 halaman
    Ii Iii
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • Falciparum
    Falciparum
    Dokumen2 halaman
    Falciparum
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • Tugas Metodologi Penelitian
    Tugas Metodologi Penelitian
    Dokumen9 halaman
    Tugas Metodologi Penelitian
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat
  • PLTN
    PLTN
    Dokumen5 halaman
    PLTN
    Fina Herlinda Nur
    Belum ada peringkat