Gerakan kembali ke alam (back to nature) dalam industri panganmembawa dampak
makin meningkatnya permintaan terhadap produk pangan yanghanya mengalami sedikit proses pengolahan. Dalam pengolahan produk hortikultura, khususnya buah-buahan dan sayuran, gerakan ke alam ini mendorongpesatnya pengolahan buah-buahan tanpa menghilangkan sifat-sifat bahan segarnyaatau lebih dikenal dengan sebutan teknologi olah minimal (minimally processing),yaitu kegiatan pengolahan yg mencangkup mulai dari pencucian, sortasi,pembersihan, pengupasan, hingga pemotongan tetapi tetap tidak mempengaruhinilai gizinya. Teknologi olah minimal mempunyai sifat bertolak belakang denganpengolahan tradisional, karena teknologi ini digunakan untuk menjaga kesegarantinggi (seperti pada buah dan sayur), menjaga jaringan tetap hidup, keamananpangan terjamin, secara biologis dan fisiologis produk tetap aktif, umur simpandiperpanjang, siap dimakan (ready to eat or use), dan mempertahankan kualitasnutrisi dan sensori. Pemotongan pada buah dan sayur menyebabkan kesatuan jaringan selrusak, kompartemensasi enzim dengan substrat endogenesnya, fenolik & oksigen(pencoklatan enzimatis, pelunakan dinding sel), pembentukan senyawa melanin,kerusakan dinding sel, depolimerisasi hidrolisis pektin oleh poligalakturonase danpectikliase. Teknologi olah minimal ini dapat menyebabkan kerusakan pada jaringansel dan membran sel yang disebabkan oleh faktor-faktor diantaranya aktivitasenzim, pembentukan senyawa metabolit sekunder, peningkatan produksi etilen,peningkatan laju respirasi dan perubahan flora mikroba pada produk. Akibatnyaproduk yang dihasilkan memiliki umur simpan yang lebih lama. Oleh karena itumasalah tersebut harus diatasi dengan usaha-usaha yang dapat memperpanjangumur simpannya. Beberapa teknik yang dapat dilakukan diantaranya dengan penggunaan panas, pengawetan secara kimia, irradiasi dan penyimpannan denganatmosfer termodifikasi serta pengaturan suhu penyimpanan.Pengawetan dengan menggunakan panasTeknologi pengalengan makanan terus berkembang dan menjadi salah satuteknologi pengawetan makanan yang penting. Hal ini karena teknologipengalengan mampu memperpanjang masa simpan produk pangan hinggabeberapa bulan sampai beberapa tahun. Teknologi pengalengan telah diterapkanuntuk pengawetan aneka ragam produk pangan, seperti daging olahan, buah- buahan, sayuran, dan susu. Demikian juga, jenis kemasan yang digunakan punbervariasi ,baik dari jenis (seperti kaleng, gelas, dan kantung rebus), ukuranmaupun bentuk.Setelah diketahui bahwa makanan kaleng terdapat resiko perumbuhanmikroba anaerobik yang sangat berbahaya bagi manusia, yaitu Clostridiumbotulinum, perhatian terhadap keamanan pangan makanan kaleng pun makintinggi.Proses pengalengan sebagai suatu bagian dari ilmu rekayasa pangan mulaiberkembang sejak termokopel digunakan untuk mengukur suhu. Dengantermokopel ini, suhu makanan atau minuman dalam botol atau kaleng dapatdiukur secara tepat dan akurat, sehingga perancangan proses panas yang tepat dandapat menjamin inaktivassi mikroba pembusuk dan patogen dapat dilakukan.Proses termal telah diaplikasikan dalam makanan kaleng dan dapatmempertahanan daya awet produk pangan hingga 6 bulan lebih. Proses termalmelibatkan proses pemanasan pada suhu tinggi pada berbagai variasi suhu danwaktu. Prosesnya sendiri dapat dilakukan dalam sistem batch (in-container canning) atau dengan sistem kontinyu (aseptic processing). Berdasarkan padakriteria suhu, waktu dan tujuan pemanasan, proses termal dibagi menjadi prosespasteurisasi dan sterilisasi komersial
Penyimpanan di bawah suhu 15 o Cdan di atas titik beku bahan dikenal sebagai penyimpanan dingin (chilling storage). Penyimpanan buah-buahan dan sayur-sayuran memerlukan temperatur yang optimum untuk mempertahankan mutu dan kesegaran. Temperatur optimum dapat menyebabkan kerusakan karena pendinginan (chilling injury). Kerusakan pendinginan dari buah pisang pada temperatur kritis (13 o C) adalah warna kusam, perubahan cita rasa dan tidak bisa masak. Kondisi optimum pengundangan bagi buah pisang adalah 11 20 o C dan RH 85 95 persen. Pada kondisi ini metabolisme oksidatif seperti respirasi berjalan lebih sempurna. Pendinginan tidak mempengaruhi kualitas rasa, kecuali bila buah didinginkan secara berlebihan sehingga proses pematangan terhenti.
Natrium Benzoat
Gambar I Struktur Natrium benzoat Ilmu Farmasi : Natrium benzoat (C 7 H 5 NaO 2 ) mengandung tidak kurang dari 99% dan tidak lebih dari 100,5% C 7 H 5 NaO 2 , dihitung terhadap zat anhidrat. Berbentuk granul atau serbuk hablur, putih, tidak berbau, atau praktis tidak berbau, stabil di udara. Kelarutannya mudah larut di air, agak sukar larut dalam etanol dan lebih mudah larut dalam etanol 90%. Simpan dalam wadah tertutup baik (DepKes RI, 1995:584). Natrium benzoat atau kalium benzoat lebih banyak digunakan karena lebih mudah larut. Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai pangan dan minuman seperti sari buah minuman ringan, saus tomat, saus sambal, selai, jeli, manisan, kecap dan lain-lain. Untuk pembuatan saos konsentrasi yang digunakan yaitu 0,15-0,25% (Wade, 1994:459-461) Salah satu cara untuk menghambat pertumbuhan mikroba adalah dengan menambahkan zat pengawet ke dalam makanan tersebut. Pengawet merupakan zat yang ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan tujuan meningkatkan umur simpan. Kemampuan suatu zat pengawet dalam menghambat pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi zat pengawet, jenis, jumlah, umur dan keadaan mikroba, suhu, waktu, dan sifat-sifat kimia serta fisik dari makanan termasuk kadar air, pH, jenis dan komponen yang ada di dalamnya (Fardiaz, 1982). Menurut Winarno (1986), asam benzoat merupakan bahan pengawet yang sering digunakan pada bahan makanan yang bersifat asam, karena kelarutannya lebih besar maka biasa digunakan dalam bentuk garam. Tranggono (1989) menyatakan benzoat berfungsi untuk memperpanjang umur simpan suatau makanan dengan cara menghambat pertumbuhan mikroba oleh karena itu benzoat sering juga disebut sebagai senyawa anti mikroba. Natrium benzoat merupakan garam natrium dari asam benzoat yang sering digunakan pada bahan makanan. Natrium benzoat memiliki karakteristik stabil, tanpa bau, berbentuk kristal putih, larut air dan etanol (Kabara dan Eklund, 1991). Di dalam bahan pangan, natrium benzoat akan terurai menjadi bentuk aktifnya yaitu asam benzoat (DeMan, 1997). Pengawet yang digunakan adalah asam benzoat atau sodium benzoat. Senyawa ini dapat menghambat pertumbuhan kapang, khamir dan bakteri. Efektivitas fungsi senyawa benzoat dapat bertambah jika produk yang dibuat mengandung garam dan gula pasir. Penggunaan pengawet ini diperbolehkan digunakan dalam jumlah tertentu. Pada produk makanan senyawa benzoat hanya boleh digunakan dengan kisaran konsentrasi 400-1000 mg/kg bahan (Hambali, Suryani, dan Ihsanur, 2007:21). Benzoat merupakan unsur alami yang terdapat dalam beberapa tumbuhan dan sering digunakan sebagai anti bakteri atau anti jamur untuk mengawetkan makanan. Penambahan ini menghasilkan dalam penurunan kapasitas buffer diet, dan setelah itu akan meningkatkan keasaman dari urin (Mroz et al., 2000). Penambahan benzoat dalam minuman ringan dengan konsentrasi tidak lebih dari 0.1% tidak membahayakan tubuh (Splittoesser, 1981). Tubuh manusia mampu melakukan proses detoksifikasi terhadap asam benzoat. Melalui reaksi antara asam benzoat dengan asam amino glisin, maka akan terbentuk asam hipurat. Asam hipurat akan dibuang oleh tubuh misalnya melalui urin (Winarno, 1997). Na-benzoat efektif digunakan pada pH 2.5 sampai 4. Daya awetnya akan menurun dengan meningkatnya pH, karena keefektifan dan mekanisme anti mikroba berada dalam bentuk molekul yang tidak terdisosiasi (Winarno dkk., 1980). Mekanisme kerja asam benzoat atau garamnya berdasarkan pada permeabilitas membran sel mikroba terhadap molekul-molekul asam yang tidak terdisosiasi. Isi sel mikroba mempunyai pH yang selalu netral. Bila pH sitoplasma mikroba menjadi asam atau basa, maka akan terjadi gangguan pada organ-organ sel sehingga metabolisme terhambat dan akhirnya sel mati. Membran sel mikroba hanya permeabel terhadap molekul asam yang tidak terdisosiasi, maka untuk mendapatkan efektivitas yang tinggi sebaiknya asam-asam tersebut digunakan dalam lingkungan asam. Hal ini juga disebabkan pada pH netral dan basa, asam-asam organik terurai menjadi ion-ionnya (Winarno dan Sri Laksmi, 1974). Batas atas benzoat yang diijinkan dalam makanan 0,1% di Amerika Serikat, sedangkan untuk negara-negara lain berkisar antara 0,15-0,25%. Untuk negara-negara Eropa batas benzoat berkisar antara 0,015-0,5% (Ibekwe dkk., 2007). Sodium benzoat diproduksi dengan menetralisasi dari asam benzoat dengan sodium hidrosida. Dunia mulai memproduksi sodium benzoate tahun 1997 yang diperkirakan sekitar 55000-60000 ton. Produsen sodium benzoat terbesar adalah Netherlands, Estonia, Amerika Serikat, dan Cina. Walaupun tidak disosialisasikan asam benzoat agen yang efektif untuk antimikroba untuk tujuan pengawetan, sodium benzoat lebih disukai dalam penggunaannya karena 200 kali lebih mudah larut dibandingkan asam benzoat. Sekitar 0,1% umumnya cukup untuk pengawetan pada produk yang telah dipersiapkan untuk diawetkan dan disesuaikan ke pH 4,5 atau dibawahnya. Pasar utama dari sodium benzoat adalah dalam pengawetan soft drink, minuman sirup fruktosa jagung yang tinggi, sodium benzoat jarang digunakan sebagai pengawet dalam acar, saus, dan jus buah. Sodium benzoat juga digunakan dalam pembuatan obat dengan tujuan pemeliharaan (batas atas 1,0% dalam larutan obat) dan mengobati cara hidup dalam perlakuan dari pasien dengan peredaran urea enzymopathies(Wibbertmann et al., 2000). Asam benzoat dan garamnya mempunyai aktivitas antimikroorganisme tergantung pada pH dan substrat, karena pH substrat sangat menentukan jumlah asam yang terdisosiasi. Pada pH 2,19 asam yang tidak terdisosiasi adalah 99%, pada pH 4,2 asam yang tidak terdisosiasi adalah 50%. Natrium benzoat sebagai antimikroorganisme berperan dalam mengganggu permeabilitas membran sel. Asam benzoat mempunyai pH optimal untuk menghambat mikroorganisme yaitu pH 2,5-4,0. Asam benzoat dan natrium benzoat digunakan untuk menghambat pertumbuhan khamir dan bakteri tetapi kurang efektif untuk kapang (Afrianti, 2010:57).