Anda di halaman 1dari 21

1

Bab I
Status Pasien

1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 75 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Pasir jariah, cibeber
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal masuk : 11 Juni 2014
Diagnosa preop : Basal sel karsinoma
Jenis pembedahan : Biopsi Eksisi + Skin graft
Tehnik anastesi : GA dengan Endotrakeal tube no.7

1.2 Anamnesis (Autoanamnesis 11 juni 2014 )
Ny.R usia 75 tahun di diagnosa BCC , dengan keluhan luka pada pelipis
kanan yang tak kunjung sembuh. 1 tahun yang lalu SMRS pasien mengeluhkan
adanya benjolan sebesar biji beras yang menyerupai andeng-andeng. Benjolan terasa
gatal dan tumbuh semakin membesar. Akan tetapi, bila digaruk pada area benjolan
tersebut pasien terasa nyaman. 4 bulan yang lalu ketika digaruk benjolan tersebut
menjadi luka dan basah. Kemudian luka tersebut diobati menggunakan tumbukan
tanaman tetapi luka yang dialami tidak sembuh malah semakin parah dan melebar dari
luka awal. Daerah luka menjadi gatal dan sedikit nyeri. Pasien tidak merasa demam
selama ada luka, pasien sering merasa sakit kepala dan leher terasa tegang, BAB tidak
terganggu, BAK tidak terganggu, lemas tidak dirasakan oleh pasien.

Aktivitas sehari-hari hanya mengerjakan pekerjaan rumah yang ringan dan
tidak ada hambatan untuk aktivitasnya. Tidak merasa lelah maupun sesak napas atau
sakit dada bila berjalan jauh maupun naik tangga. Tidak memerlukan bantal
penyangga kepala saat tidur dan menyangkal keluhan batuk di malam hari.
2

Pasien menyangkal adanya keluhan cepat lelah, sesak, berat badan menurun,
suka merasa cemas, tangan basah, tangan terasa panas, keringat banyak. Pasien juga
menyangkal adanya keluhan batuk darah, demam atau keringat di malam hari.
Pasien menyatakan telah puasa sejak jam 12 malam atas saran dokter. Pasien
mengaku tidak mengunakan gigi palsu dan tidak terdapat gigi yang goyang.

Pasien mengaku memiliki riwayat darah tinggi, ttapi 2 minggu sebelum
dilakukan operasi sudah kontrol ke bagian penyakit dalam.alergi obat dan riwayat
operasisebelumnya disangkaloleh pasien.

1.3 Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis (GCS 15)
- Antropometri :
o Berat badan : 47 kg
o Tinggi badan : 150cm
o BMI :
- Tanda-tanda vital
o Tekanan darah : 169/100 mmHg
o Nadi : 97 x/ menit
o Suhu : 36,5
o
C
o Laju nafas : 20 x/ menit

Status generalis
Kepala : Normosepal,terdapat luka tebuka pada regio oksipital dextra.
Mata : Sklera ikterik(-/-),konj.anemis(-/-),pupil isokor,R.cahaya (+/+)
Hidung : Septum nasi di tengah, sekret -/-, darah -/-
Mulut : Mukosa oral kering , Mallampati II
Telinga : Sekret -/-
Leher :
o Tiroid : pembesaran (-)
o KGB : pembesaran (-)
o Thyromental Distance : 7,5cm
3

Paru
Inspeksi : Gerakan pernafasan simetris kanan dan kiri
Palpasi : Vocal fremitus simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Bunyi nafas vesikular, ronki +/+, wheezing -/-
Jantung
o Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
o Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS 5 midclavikularis sinistra
o Perkusi (batas jantung)
Atas : ICS II
Kanan : Linea parasternalis dekstra
Kiri : 1 cm lateral linea midklavikularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Datar
- Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus +, 8 x/menit
Ekstremitas : Capillary Refill Time < 2 detik, akral hangat, udem (-)
Status lokalis
Terdapat ulcer berkrusta berwarna kehitaman, basah, pus (+) pada bagian oksipital dextra
dengan ukuran 8 cm x 4cm , tepi irregular, nyeri (-)

1.4 Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium :
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 14,2 12-16 gr/dl
Leukosit 7,7 4,8- 10,8 . 10^3/uL
Hematokrit 42,5 37-47 %
4

Trombosit 367 150-450 . 10^3/uL
Laju Endap Darah 40-67 7-17 mm/jam
Glukosa darah puasa 96 70-110 mg%
Fungsi hati
AST (SGOT) 23 <31 U/L
ALT (SGPT) 19 <32U/L
Fungsi ginjal
Ureum 19,1 10-50 mg%
Kreatinin 0,6 0,5-1 mg%
Elektrolit
Natrium 147,7 135-148 mEq/L
Kalium 4,51 3,50-5,30 mEq/L
Calsium ion 0,75 1,15-1,29 mmol/L
HbsAg Non reaktif Non reaktif
Imunologi
FT4 1,34 0,70-1,48 ng/dl
TSH 1,013 0,350-4,94uIu/ml

Rontgen Thorax :
Cor, sinus dan diafragma normal
Pulmo : hili kasar dan corakan bertambah
Tampak bercak lunak di perihiler
Kesan : Bronkopneumonia

Elektrokardiogram : sinus rhytem

1.5. Diagnosa Kerja
Basal cell Carnimona pro Biopsi eksisi+ skin graft



5

LAPORAN ANASTESI
1. PERIOPERATIF
Keadaan umum baik, GCS 15
Informed consent (+)
Puasa selama 9 jam 40 menit
Tidak ada gigi goyang atau pemakaian gigi palsu
IV line terpasang dengan infuse RL
Tanda-tanda vital preoperatif
a. Tekanan darah : 169/100 mmHg
b. Nadi : 97 x/menit
c. Pernafasan : 20 x/menit
d. Suhu : 36,5oC
e. Saturasi O2 : -
Status Fisik : ASA II

2.PREMEDIKASI ANASTESI
Mengurangi mual dan muntah : Ondansentron tab 4 mg bolus IV
Kontrol TD : Lanjutkan pengobatan captopril ( dari poli klinik )

3. PROSEDUR ANASTESI
Operasi dilaksanakan pada tanggal 11 Juni 2014 pukul ....... s/d ....WIB
Anestesi Umum :
Posisi : terlentang
Teknis Anestesi : ETT No. 7,0
Anestesi dengan :
Induksi : IV
Maintenance : O2 3 L, N2O 3 L v0l % dan sevoflurene 2%
Respirasi : Assist dan Spontan
Rencana Medikasi dan pelaksanaan pada kasus : fentanyl 30 mg, propofol 100 mg,
roculax 30 mg

6

Pemberian Cairan Perioperatif : RL 900 ml
Perhitungan Cairan
Kebutuhan maintenance/ rumatan : (BB= 47kg 50 kg)
10 kg pertama : 10 x 4 cc/kg/jam = 40 cc
10 kg kedua : 10 x 2 cc/kg/jam = 20 cc
30 kg sisanya : 30 x 1cc/kg/jam = 30 cc
Pasien puasa 8 jam preoperative : 8 x 100 cc/jam = 800 cc
Kebutuhan resusitasi intraoperatif
Pembedahan kecil : 0-2cc/kgBB
2x50 = 100 cc
Total pemberian cairan : 800 + 100 = 900cc

STEP BY STEP TINDAKAN ANASTESI
1. Pasien di baringkan di meja operasi, dipasang monitoring tekanan darah dan saturasi.
2. Diberikan medikasi dengan mengunakan fentanyl 30 mg, propofol 100 mg, roculax
30 mg
3. Memberikan oksigenasi, dengan mengunakan O2 sebanyak 3 liter dan dengan
mengunakan N2O sebanyak 3 liter dan sevlofuran sebanyak 3 liter.
4. Setelah itu dilakukan pemeriksaan reflek bulu mata dengan cara menyentuh bulu mata
pasien, setelah reflek bulu mata sudah (-) . tunggu selama 3 menit sambil pasien di
berikan oksigenasi, N2O, sevoflurans.
5. Bila reflek bulu mata sudah (-) melakukan intubasi oral :
o ekstensikan kepala. Buka mulut pasien.
o Pegang laringoskope dengan tangan kiri , lengkungan skope menghadap ke
depan.
o Memasukan skope melalui sudut mulut sebelah kanan ,menggeser lidah
dengan laringoskope sambil di tarik ke depan.
o Identifikasi epiglottis, pita suara, trakea
7

o Masukan ett yang sudah diberi jelly ke lubang antara pita suara sampai balon
atau batas hitam melewati pita suara .
o Isi cuff / balon dengan udara secukupnya,hubungkan ett dengan mesin anastesi
o Periksa keadaan ett apakah sudah tepat , pompa bag sambil memeriksa suara
nafas di dada kiri dan kanan dengen stetoskope
o Bila suara nafas dada kanan dan kiri terdengar simetris serta dada kanan
terangkat simetris saat bag di pompa berarti ett sudah benar letaknya.
o Lakukan ventilasi dengan kebutuhan pasien ( 50 kg x10 liter /menit = 500 liter
permenit ) kalau balon nya berisi 2 liter berarti yang di pompa sebanyak
seperempat dari balon. Di pompa setiap 5 detik sekali. (60 menit: 12 x/menit =
5). Ketika awal di lakukan ventilasi yang cepat agar konsentrasi obat yang
masuk lebih banyak.
o Perkuat ett/ fiksasi dengan plester , pasang guedel supaya ett tidak tergigit jika
pasien mengalami kejang.
o Pompa bag di hentikan saat pasien sudah mengalami napas spontan.

4.PEMANTAUAN SELAMA ANASTESI
Melakukan monitoring terus menerus tentang keadaan pasien yaitu reaksi pasien terhadap
pemberian obat anastesi khususnya terhadap fungsi pernapasan dan jantung.
Kardiovaskuler : nadi setiap 15 menit
: tekanan darah setiap 15 menit
Respirasi : inspeksi pernapasan spontan pada pasien
: saturasi oksigen






8


PEMBAHASAN
Pada kasus seorang perempuan 75 tahun dilakukan operasi BE + skin graft oleh
karena BCC. Dilakukan anastesi umum dengan metode semi-closed intubation menggunakan
pipa endotrakeal nomor 7.

Anestesi umum (general anestesia) adalah suatu keadaan tidak sadar yang bersifat
sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh akibat pemberian obat
anestesia. Untuk mewujudkan trias anestesi berupa hipnotika, anestesia/analgesia, dan
relaksasi dapat diberikan obat anestesi tunggal maupun kombinasi.
Teknik anestesi umum dapat berupa :
- anestesi umum intravena
- anestesia umum inhalasi
- anestesi imbang (kombinasi anestesi intravena dan inhalasi).

Pada pasien ini dilakukan anestesi teknik inhalasi menggunakan pipa endotrakeal
metode nafas kendali. Metode ini cocok untuk dilakukan pada operasi yang berlangsung
lama, pada kasus ini memakan waktu 1 jam 30 menit.

Sebelum anestesi dilakukan, dilakukan evaluasi dan persiapan. Penilaian dan
persiapan pra anestesi dimulai dari anamnesis, yang meliputi riwayat penyakit sistemik yang
diderita, yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh anestesi, riwayat pemakaian obat
yang telah maupun sedang digunakan, riwayat operasi terdahulu, kebiasaan merokok, dan
riwayat alergi. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya untuk eliminasi
nikotin yang mempengaruhi sistem kardiovaskular, tetapi pada pasien ini tidak terdapat
riwayat merokok.

Pada Pemeriksaan fisik pasien tidak ditemukan penyulit untuk dilakukan tindakan
intubasi seperti gigi goyang, terdapat masa di leher,malampati score 2.

Evaluasi Preoperatif
Dua prinsip yang harus diingat pada saat melakukan evaluasi pre-operatif pasien geriatri
1. Pasien harus selalu dianggap mempunyai risiko tinggi menderita penyakit
yang berhubungan dengan penuaan. Penyakit- penyakit biasa pada pasien
9

dengan usia lanjut mempunyai pengaruh yang besar terhadap penanganan
anestesi dan memerlukan perawatan khusus serta diagnosis. Penyakit
kardiovaskuler dan diabetes umumnya sering ditemukan pada populasi
ini. Komplikasi pulmoner mempunyai insidens sebesar 5,5% dan
merupakan penyebab morbiditas ketiga tertinggi pada pasien usia lanjut yang
akan menjalani pembedahan non cardiac.4
2. Harus dilakukan pemeriksaan derajat fungsional sistem organ yang spesifik
dan pasien secara keseluruhan sebelum pembedahan

Faktor-faktor yang mempengaruhi respons farmakologi pasien berusia lanjut meliputi :
1. Ikatan protein plasma.
Protein pengikat plasma yang utama untuk obat-obat yang bersifat asam adalah
albumin dan untuk obat-obat dasar adalah 1-acid glikoprotein. Kadar sirkulasi
albumin akan menurun sejalan dengan usia, sedangkan kadar 1-acid
glikoprotein meningkat. Dampak gangguan protein pengikat plasma terhadap
efek obat tergantung pada protein tempat obat itu terikat, dan menyebabkan
perubahan fraksi obat yang tidak terikat. Hubungan ini kompleks, dan umumnya
perubahan kadar protein pengikat plasma bukanlah faktor redominan yang
menentukan bagaimana farmakokinetik akan mengalami perubahan sesuai dengan
usia.5
2. Perubahan komposisi tubuh
Perubahan komposisi tubuh terlihat dengan adanya penurunan massa tubuh,
peningkatan lemak tubuh, dan penurunan air tubuh total. Penurunan air tubuh
total dapat menyebabkan mengecilnya kompartemen pusat dan peningkatan
konsentrasi serum setelah pemberian obat secara bolus. Selanjutnya, peningkatan
lemak tubuh dapat menyebabkan membesarnya volume distribusi, dengan
potensial memanjangnya efek klinis obat yang diberikan. 5
3. Metabolisme obat
Gangguan hepar dan klirens ginjal dapat terjadi sesuai dengan penambahan
usia. Tergantung pada jalur degradasi, penurunan reversi hepar dan ginjal dapat
mempengaruhi profil farmakokinetik obat.5
4. Farmakodinamik.
Respons klinis terhadap obat anestesi pada pasien usia lanjut mungkin disebabkan
karena adanya gangguan sensitivitas pada target organ ( farmakodinamik).
10

Bentuk sediaan obat yang diberikan dan gangguan jumlah reseptor atau
sensitivitas menentukan pengaruh gangguan farmakodinamik efek anestesi pada
pasien usia lanjut. Umumnya, pasien berusia lanjut akan lebih sensitif terhadap
obat anestesi. Jumlah obat yang diperlukan lebih sedikit dan efek obat yang
diberikan bisa lebih lama. 5
Respons hemodinamik terhadap anestesi intravena bisa menjadi berat karena
adanya interaksi dengan jantung dan vaskuler yang telah mengalami penuaan.
Kompensasi yang diharapkan sering tidak terjadi karena perubahan fisiologis
berhubungan dengan proses penuaan normal dan penyakit yang berhubungan
dengan usia. Apapun penyebab efek farmakologik yang terganggu, pasien berusia
lanjut biasanya memerlukan penurunan dosis pengobatan yang secukupnya

MANAGEMENT PASIEN HIPERTENSI DARI SUDUT PANDANG ANASTESI.
Pada kasus ini pasien mengalami hipertensi yang tidak terkontrol dan pasie menggunakan
obat hipertensi captopril ( golongan ACE Inhibitor) maka pemberian ACE inhibitor harus
dihentikan sementara mengingat dapat terjadi hipotensi saat operasi berlangsung.

Premedikasi pada pasien hipertensi
Premedikasi mengurangi kecemasan preoperasi dan sangat dibutuhkan pada pasien-
pasien hypertensi. Hipertensi preoperasi yang ringan sampai moderat sering membaik setelah
pemberian obat anxiolitik, seperti midazolam.dari buku morgan dikatakan, beberapa klinisi
menghentikan sementara ACE inhibitor oleh karena adanya peningkatan insiden hipotensi
intraoperasi. Agonis 2-adrenergik pusat dapat bermanfaat sebagai ajuvan untuk premedikasi
pasien-pasien hipertensi,clonidine (0,2 mg) meningkatkan sedasi, mengurangi pemberian
obat anestesi intraoperatif, dan mengurangi hipertensi perioperatif.

Manajemen intraoperasi pada pasien hipertensi
Tujuan
Rencana anestesi menyeluruh untuk pasien hipertensi adalah memelihara satu batas tekanan
darah yang stabil. Pasien-pasien dengan hipertensi borderline bisa diperlakukan sebagai
pasien normotensif. Mereka yang sudah lama hipertensi atau kurang terkontrol,
bagaimanapun, telah terjadi perubahan autoregulasi aliran darah serebral; sehingga tekanan
darah rata-rata (mean lood pressure) yang lebih tinggi dibanding normal diperlukan untuk
memelihara aliran darah serebral yang cukup. Karena kebanyakan pasien-pasien dengan
11

hipertensi lama diasumsikan memiliki CAD dan hipertropi jantung, peningkatan tekanan
darah berlebihan tidak diharapkan. Hipertensi, terutama yang disertai takikardia, dapat
memicu atau memperburuk iskemia miokardium, disfungsi ventrikel, atau kedua-duanya.
Tekanan darah arteri biasanya dijaga supaya berada di kisaran 1020% dari ukuran
preoperatif. Jika hipertensi (>180/120 mmHg) didapatkan preoperasi, tekanan darah arteri
harus dipertahankan pada normal tinggi (150140/9080 mm Hg).

Monitoring
Kebanyakan pasien hipertensi tidak memerlukan monitor khusus intraoperasi.
Monitoring langsung tekanan darah intraarterial (direct intraarterial pressure monitoring)
perlu dilakukan untuk pasien-pasien dengan perubahan tekanan darah yang lebar dan bagi
mereka yang dilakukan prosedur operasi besar sehubungan dengan perubahan yang cepat dan
bermakna pada preload dan afterload jantung. Monitoring Electrokardiografi terfokus pada
deteksi tanda-tanda iskemia. Pengeluaran urin perlu dimonitor ketat dengan kateter urin yang
terus terpasang pada pasien-pasien gagal ginjal yang sedang mengalami prosedur operasi
lebih dari 2 jam.
Salah satu dari beberapa teknik yang bisa digunakan sebelum intubasi untuk menipiskan
respon hypertensi:
Memperdalam anestesia dengan volatil yang kuat selama 510 min.
memberikan opioid secara bolus (fentanyl, 2,55 g/kg; alfentanil, 1525 g/kg;
sufentanil, 0,250,5 g/kg; atau remifentanil, 0,51 g/kg).
Memberikan lidokain, 1,5 mg/kg intravena atau intratrachea.
Memblokade -adrenergik dengan esmolol, 0.31.5 mg/kg; propranolol, 13 mg; atau
labetalol, 520 mg.

Pemilihan obat anastesi pada pasien hipertensi
Obat induksi
Keunggulan suatu obat hipertensi atau teknik dibanding yang lain belum jelas.
Bahkan setelah anestesia regional, pasien-pasien hipertensi sering mengalami penurunan tensi
yang besar dibanding pasien-pasien normotensi. Propofol, bariturat, benzodiazepin, dan
etomidate mempunyai keamanan yang sama untuk induksi anestesi umum pada kebanyakan
pasien hypertensi.

Obat maintenance
Anestesia bisa dilanjutkan dengan aman dengan volatil (dengan atau tanpa nitro
oxida), teknik balance (opioid + nitro oxida + pelemas otot), atau teknik intravena secara
12

total. Tanpa memperlihatkan teknik pemeliharaan yang digunakan, penambahan volatil atau
vasodilator intravena umumnya membuat kendali tekanan darah intraoperasi lebih
memuaskan. Vasodilasi dan depresi miokardium yang relatif cepat dan refersibel oleh volatil
menyebabkan pemberian obat dilakukan secara titrasi sehingga efeknya dapat menghambat
tekanan darah arteri. Beberapa klinisi percaya bahwa opioid, sufentanil paling kuat dalam
mensupresi sistem otonom dan mengendalikan tekanan darah.

Relaxan muscle
Kecuali pancuronium yang diberikan secara bolus dalam jumlah besar, setiap pelemas
otot (disebut juga neuromuscular blocking agent) dapat digunakan secara rutin. Pancuronium
menyebabkan blokade vagal dan pelepasan katekolamin oleh syaraf sehingga dapat
menimbulkan hipertensi pada pasien-pasien yang kurang terkontrol tekanan darahnya. Ketika
pancuronium diberi pelan-pelan dengan peningkatan dosis kecil, peningkatan bermakna pada
denyut jantung dan tekanan darah mungkin lebih sedikit. Selain itu, pancuronium bermanfaat
dalam mengurangi tonus vagal yang meningkat akibat pemberian opioid atau manipulasi
pembedahan.

Tabel 207. Obat Parenteral untuk Pengobatan Cepat Hipertensi
Obat Dosis Onset Durasi
Nitroprusside 0.510 g/kg/min 3060 15 min
Nitroglycerin 0.510 g/kg/min 1 min 35 min
Esmolol 0.5 mg/kg lebih dari 1 min; 50300 g/kg/min 1 min 1220 min
Labetalol 520 mg 12 min 48 jam
Propranolol 13 mg 12 min 46 jam
Trimethaphan 16 mg/min 13 min 1030 min
Phentolamine 15 mg 110 min 2040 min
Diazoxide 13 mg/kg perlahan 210 min 46 jam
Hydralazine 520 mg 520 min 48 jam
Nifedipine (sublingual) 10 mg 510 min 4 jam
Methyldopa 2501000 mg 23 jam 612 jam
Nicardipine 0.250.5 mg 15 min 34 jam
515 mg/h
Enalaprilat 0.6251.25 mg 615 min 46 jam
Fenoldopam 0.11.6 mg/kg/min 5 min 5 min



13


Manajemen post operasi pasien hipertensi
Monitoring ketat tekanan darah harus dilanjutkan di ruang pemulihan dan periode
awal sesudah operasi. Pada iskemia miokardium dan gagal jantung kongestif, dengan
peningkatan tekanan darah yang menetap dapat berperan untuk pembentukan hematoma dan
pecahnya pembuluh darah pada tempat jahitan.

Hipertensi pada periode penyembuhan sering disebabkan banyak faktor dan diperkuat
oleh kelainan pernapasan, nyeri, kelebihan volume cairan, atau distensi kandung kencing.
Penyebab yang menyokong harus dikoreksi dan obat antihipertensi parenteral diberikan jika
perlu. Labetalol intravena terutama bermanfaat dalam mengendalikan tekanan darah tinggi
dan takikardia, sedangkan nicardipine bermanfaat dalam mengendalikan tekanan darah pada
kondisi denyut jantung yang lambat, terutama jika dicurigai iskemia myokard atau terdapat
bronkospasme. Ketika pasien mulai boleh makan per oral, pengobatan yang diberikan
sebelum operasi harus dimulai kembali.

Fungsi Ginjal pada Geriatri
Aliran darah ginjal dan massa ginjal dan laju filtrasi glomerulus dan bersihan
kreatinin menurun. Gangguan penanganan natrium, kemampuan konsentrasi, dan kapasitas
pengenceran memberi kecenderungan pasien usia lanjut untuk mengalami dehidrasi atau
overload cairan.
Fungsi ginjal menurun, mempengaruhi kemampuan ginjal untuk mengekskresikan
obat. Penurunan kemampuan ginjal untuk menangani air dan elektrolit membuat
penatalaksanaan cairan yang tepat menjadi lebih sulit; pasien usia tua lebih cenderung untuk
mengalami hipokalemia dan hiperkalmeia. Hal ini diperparah oleh penggunaan diuretik yang
sering pada populasi usia lanjut.
Pada kasus diberikan terapi cairan yang sudah dihitung sesuai dengan kebutuhan
pasien mengingat pada pasien geriatri lebih banyak mengalami gangguan elektrolit.cairan
yang diberikan sebanyak 900ml.

Sistem Respirasi pada geriatri
Pada paru dan sistem pernafasan elastisitas jaringan paru berkurang,
kontraktilitas dinding dada menurun, meningkatnya ketidakserasian antara ventilasi dan
perfusi, sehingga mengganggu mekanisme ventilasi, dengan akibat menurunnya kapasitas
14

vital dan cadangan paru, meningkatnya pernafasan diafragma, jalan nafas menyempit
dan terjadilah hipoksemia. Menurunnya respons terhadap hiperkapnia, sehingga dapat
terjadi gagal nafas. Proteksi jalan nafas yaitu batuk, pembersihan mucociliary berkurang,
refleks laring dan faring juga menurun sehingga berisiko terjadi infeksi dan
kemungkinan aspirasi isi lambung lebih besar .
Pencegahan terjadinya hipoksia perioperatif meliputi, periode preoksigenasi yang
lebih panjang, pemberian konsentrasi oksigen inspirasi yang lebih tinggi selama anastesi,
kenaikan kecil pada tekanan positive end expiratory dan toilet pulmoner yang agresif.
Aspirasi pneumonia adalah komplikasi yang umum dan berpotensial untuk membahayakan
nyawa. Predisposisi dari terjadi nya aspirasi pneumonia adalah adanya penurunan protektic
laryngeal reflek yang terjadi seiring dengan penuaan.

Premedikasi ialah pemberian obat sebelum induksi anestesi dengan tujuan untuk
melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi, diantaranya:Meredakan kecemasan
dan ketakutan, Memperlancar induksi anesthesia, Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan
bronkus, Meminimalkan jumlah obat anestetik, Mengurangi mual-muntah pasca bedah,
Menciptakan amnesia, Mengurangi isi cairan lambung, dan Mengurangi reflek yang
membahayakan.

Dalam kasus ini, diberikan ondansentron 4 mg IV .Ondansetron ialah suatu antagonis
5-HT3 yang sangat selektif yang dapat menekan mual dan muntah karena pada pasien geriatri
Ph lambung cenderung meningkat dan pengosongan lambung memanjang.

Medikasi pada kasus
Pada pasien ini digunakan obat-obat:
Anestesi IV : Propofol 100mg
Muscle relaksan :Roculax 30 mg
Analgetik : Fentanyl 30 mg
Anti muscle relaksan : Neostigmin
Anti kolinergik : Sulfas Atrophine 0,25 mg
O2 : 3 liter/menit
Volatil : sefovlurane 2% dan N2O 3 liter/menit


15

Nama obat Dosis Onset of Action Duration of Action
Propofol 2-2,5mg/kgBB 1-1,5menit 30-45 menit
Rocuronium 0,6-1mg/kgBB 30 detik 5-10 menit
Fentanyl 2-50ug/kgBB 2 menit 45 menit-2jam
Neostigmin 0,04-0,08mg/kgBB < 3 menit 40-60 menit
Sulfas atropin 0,01-0,02mg/kgBB 45-60 detik 1-2 jam
Anestesi intravena- Propofol ( 2,6 diisopropylphenol )
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan
lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi
pada tahun 1977 sebagai obat induksi.
Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada
pasien dewasa dan pasien anak anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung lecitin, glycerol
dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya asam
etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat
obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik
dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg).
a. Mekanisme kerja
Diduga efek sedatif hipnotik melalui interaksi dengan reseptor GABA A (Gamma
Amino Butired Acid), neurotransmitter inhibitori utama pada sistem saraf pusat.
b. Farmakokinetik
Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma,
eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh
propofol diperkirakan berkisar antara 2 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh
lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi
cepat menyebabkan sedasi ( rata rata 30 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih juga relatif
singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni
tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot.

16

c. Farmakodinamik
Pada sistem saraf pusat, dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam
dosis yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada
pemberian dosis induksi (2mg /kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat.
Pada sistem kardiovaskular, dapat menyebakan depresi pada jantung dan pembuluh
darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi,
pengaruh terhadap frekuensi jantung juga sangat minim.
Sistem pernafasan, dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam
beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian
diprivan
d. Dosis dan penggunaan
o Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
o Sedasi : 25 to 75 g/kg/min dengan I.V infuse
o Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 150 g/kg/min IV (titrate to
effect). Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau
apabila digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
o Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang
minimal0,2%.
e. Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa
muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan
dengan menggunakan lidocain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2
menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara
I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien
setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga
pemberiannya harus hati hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti
hiperlipidemia dan pankreatitis.


17

Muscle relaxan- Recuronium
Obat relaksan otot adalah obat yang digunakan untuk melemaskan otot rangka atau
untuk melumpuhkan otot. Biasanya digunakan sebelum operasi untuk mempermudah suatu
operasi atau memasukan suatu alat ke dalam tubuh.
Relaksasi otot skeletal dapat terjadi dengan anestesi inhalasi yang dalam, blok syaraf
regional atau dengan obat yang memblok pertemuan neuromuskular. Golongan obat yang
disebut terakhir ini sering disebut sebagai obat pelumpuh otot, dimana obat ini dapat
menimbulkan paralisis dari otot skeletal tanpa menyebabkan amnesia, tidak sadar dan juga
tidak menimbulkan analgesi.
Berdasarkan mekanisme kerja obat pelumpuh otot pada pertemuan neuromuskular,
obat ini dapat digolongkan dalam dua golongan. Golongan obat yang menimbulkan
depolarisasi, secara fisik menyerupai asetilkolin (ACh) sehingga akan terikat pada reseptor
ACh dan menimbulkan potensial aksi dari otot skeletal karena terbukanya kanal natrium.
Obat golongan non-depolarisasi juga terikat pada reseptor ACh namun tidak
menyebabkan terbukanya kanal natrium sehingga tidak terjadi kontraksi otot skeletal, karena
tidak timbul potensial aksi pada lempeng akhir motorik.


Analgetik Fentanyl
Fentanil adalah sebuah analgesik opioid yang potent. Nama kimiawinya adalah N-
Phenyl-N-(1-2-phenylethyl-4-piperidyl) propanamide. Fentanil terutama bekerja sebagai
agonis reseptor . Seperti Morfin, Fentanil menimbulkan analgesia, sedasi, euphoria, depresi
nafas dan efek sental lain. Efek analgesia Fentanil serupa dengan efek analgesik Morfin. Efek
analgesic Fentanil mulai timbul 15 menit setelah pemberian per oral dan mencapai puncak
18

dalam 2 jam. Efek analgesik timbul lebih cepat setelah pemberian subkutan atau
intramuskulus yaitu dalam 10 menit, mencapai puncak dalam waktu 1 jam dan masa kerjanya
3-5 jam. Efektivitas Fentanil 75-100 g parenteral kurang lebih sama dengan Morfin 10 mg.
Karena bioavaibilitas oral 40-60 % maka efektifitas sebagai analgesik bila diberikan peroral
setengahnya dari bila diberikan parenteral

Anestesi inhalasi (Volatil)-Isoflurane 2% dan N2O 2liter/menit
Obat anestesia inhalasi adalah obat anestesia yang berupa gas atau cairan mudah
menguap, yang diberikan melalui pernafasan pasien. Campuran gas atau uap obat anestesia
dan oksigen masuk mengikuti udara inspirasi, mengisi seluruh rongga paru, selanjutnya
mengalami difusi dari alveoli ke kapiler sesuai dengan sifat fisik masing-masing gas.
Nitrous oksida merupakan gas inhalan yang digunakan sebagai agen pemelihara
anestesi umum. Penggunaan nitrous oksida bersama dengan oksigen atau udara. Efek anestesi
nitrous oksida menurun bila digunakan secara tunggal, sehingga perlu pula penambahan agen
anstetik lainnya dengan dosis rendah. Nitrous oksida memiliki efek analgetik yang baik.
Penggunaan campuran nitrous oksida dengan oksigen 50:50 v/v disebut entonox, yang
digunakan sebagai analgesi daripada anestesi.
Sevofluran memiliki nama kimia fluorometil heksafluoroisopropil eter, merupakan
agen anestesi inhalasi berbagu manis, tidak mudah meledak, yang merupakan hasil fluorinasi
metil isopropil eter. Sevofluran memiliki titik didih 58,6 oC dan nilai MAC 2 vol%.
Penggunaan sevofluran dapat diberikan bersama oksigen dan N2O. Onset kerja obat sangat
cepat, dan konsentrasinya dalam darah relatif rendah
Terapi cairan perioperatif
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-
batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander)
secara intravena.
Terapi cairan perioperatif berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum
dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti
perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.

Terapi rumatan (kebutuhan cairan rutin)
19

Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Orang
dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-
2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.
Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan
urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau
dikenal dengan insensible water losses.
Estimasi kebutuhan cairan yang dibutuhkan yakni :
10 kg pertama 4ml/KgBB/ jam
10 kg kedua 2ml/KgBB/ jam
Sisa berat badan berikutnya 1ml/KgBB/ jam

Terapi cairan resusitasi
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh
atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Pada
pembedahan, tergantung dari besar kecilnya pembedahan/ derajat trauma jaringan :
Derajat ringan (cth :herniorafi) 0-2 ml/KgBB
Derajat ringan (cth : kolesistektomi) 2-4 ml/KgBB
Derajat ringan (cth : reseksi usus) 4-8 ml/KgBB


Penanganan Nyeri Akut Post Operatif
Penelitian klinis dan eksperimen mendukung adanya penurunan persepsi sakit sejalan
dengan bertambahnya usia. Tetapi, tetap belum jelas apakah perubahan yang terjadi
disebabkaan karena proses penuaan atau akibat dari efek penuaan lainnya, seperti
adanya penyakit comorbid (penyerta).
1. Beberapa prinsip umum harus diingat saat menangani pasien usia lanjut yang
rentan : Penting untuk mencoba membandingkan berbagai jenis analgetik, seperti
analgetik yang diberikan intravena, dan blok saraf regional, untuk meningkatkan
analgesia dan menurunkan toksisitas narkotik. Prinsip ini terutama pada pasien
berusia lanjut yang rentan, dengan toleransi yang buruk terhadap nar kotik
sistemik.
2. Penggunaan analgetik dengan daerah kerja spesifik akan sangat membantu,
seperti pada ekstremitas atas untuk blok saraf lokal.
20

3. Bila mungkin digunakan obat anti inflamasi untuk memisahkan narkotik,
analgetik, dan menurunkan mediator inflamasi. Kecuali terdapat kontra indikasi,
atau kecenderungan terjadi hemostasis atau ulserasi peptikum, maka obat anti
inflamasi non steroid harus diberikan. Penanganan nyeri post operatif dengan opioid
dapat digunakan setelah dosisnya disesuaikan dengan usia.2
























21

Daftar Pustaka


1. Morgan, Edward; Mikhail, Maged; Murray, Michael. Clinical Anesthesiology. 2007.
McGraw Hill: USA
2. Latief, Said A. Dkk Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi kedua. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta, 2007.
3. Robinson, Neville. How to survive in anaesthesia. BMJ Books.
4. General anesthesia available at www.emedicine.com
5. Soerasdi, Erasmus. Obat-obat anestesia.Bandung. 2010

Anda mungkin juga menyukai