Anda di halaman 1dari 6

Uretritis Non Spesifik

15AGU
URETRITIS NON SPESIFIK
Penulis : Irnizarifka
Erika Khairani
Pendahuluan
Sebelum tahun 1970 hampir 90% kasus uretritis belum diketahui penyebabnya, sedangkan 10% sudah diketahui
penyebabnya, yaitu Gonokok, Trichomonas vaginalis, Candida albicans dan benda asing. Dengan semakin
majunya fasilitas diagnostik sesudah tahun 1970, penyebab uretritis sudah diketahui 75%, sedangkan sisanya
25% lagi masih dalam taraf penelitian2.
Uretritis merupakan kondisi urologis yang normal terjadi dan sulit ditegakkan diagnosanya oleh dokter, sehingga
mempersulit pemberian pengobatan yang tepat. Organisme seperti Trichomonas vaginalis, Neiserria gonorrheae,
Chlamydial trachomatis dan Mycoplasma spp dilaporkan menjadi penyebab terjadinya uretritis. Meski demikian,
sebagian pasien dengan uretritis tidak memiliki organisme tersebut. Dengan demikian, diagnosa uretritis
khususnya pada pria dengan tidak adanya penanda inflamasi uretra menjadi sulit, karena belum adanya
informasi yang jelas mengenai komposisi flora uretra pada pria normal maupun penderita uretritis 5.
Pada sebuah studi yang dilakukan, didapatkan beberapa mikroorganisme gram positif yang menjadi mikroflora
pada uretra seseorang yang normal. Lactobacilli, Coagulase negative staphylococci dan Streptococcidilaporkan
juga menjadi bagian dari flora normal. Partisipasi dari beberapa flora normal ini diyakini menjadi bagian untuk
mencegah invasi mikroorganisme oportunistik5.
Uretritis merupakan kondisi inflamasi yang terjadi pada uretra yang dapat disebabkan oleh proses infeksi atau
non infeksi dengan manifestasi discar, disuria, atau gatal pada ujung uretra. Temuan fisik yang paling sering
ditemukan berupa discar uretra, sedangkan temuan laboratorium menunjukkan adanya peningkatan jumlah
leukosit polimorfonuklear dengan pengecatan Gram pada usapan uretra atau dari sedimen pancaran urin awal.
Untuk memudahkan dalam perawatan, seringkali infeksi uretritis diklasifikasikankan menjadi Uretritis Gonococcal
dan Uretritis Non-gonococcal (disebut pula uretritis non spesifik)3.
Disebut sebagai uretritis gonococcal jika pada pemeriksaan laboratorium ditemukan Neisseria gonorrhea,
sebaliknya jika tidak ditemukan N.gonorrhea disebut sebagai urethritia non gonococcal atau uretritis non spesifik.
Kedua klasifikasi diatas termasuk dalam kategori penyakit dengan transmisi secara seksual 7.
Infeksi Chlamidya trachomatis pada banyak negara merupakan penyebab utama infeksi yang ditularkan melalui
hubungan seksual. Laporan WHO tahun 1995 menunjukkan bahwa infeksi oleh C. trachomatis diperkirakan 89
juta orang. Di Indonesia sendiri sampai saat ini belum ada angka yang pasti mengenai infeksi C. trachomatis6.
Definisi
Uretritis Non Spesifik (UNS) memiliki pengertian yang lebih sempit dari Infeksi Genital Non Spesifik, dimana
peradangan hanya pada uretra yang disebabkan oleh kuman non spesifik. Yang dimaksud dengan kuman
spesifik adalah kuman yang dengan fasilitas laboratorium biasa atau sederhana dapat ditemukan seketika,
misalnya gonokok, Candida albicans, Trichomonas vaginalis dan Gardnerella vaginalis2.
Uretritis Non Spesifik ditandai dengan keluarnya sekret dan/atau disuria, tetapi mungkin juga
asmtomatik.Chlamydial trachomatis merupakan mikroorganisme tersering di negara maju yang menular melalui
kontak seksual. Mikroorganisme ini utamanya menyerang traktus genitalia4.
Epidemiologi
Uretritis Non Spesifik banyak ditemukan pada orang dengan keadaan sosial ekonomi lebih tinggi, usia lebih tua
dan aktivitas seksual yang lebih tinggi. Juga ternyata pria lebih banyak daripada wanita dan golongan
heteroseksual lebih banyak daripada golongan homoseksual 2.

Chlamydia trachomatis merupakan penyebab Uretritis Non Spesifik (UNS) terbanyak dibanding dengan
organisme lain. Dari berbagai studi dilaporkan bahwa 30 60 % dari penderita UNS dapat diisolasi C.
trachomatis, selanjutnya 4 43 % dari pria penderita gonore dan 0 7 % dari pria dengan uretritis asimtomatik6.
Etiologi
Uretritis non spesifik adalah inflamsi pada uretra yang disebabkan oleh infeksi selain gonococcal. Etiologi dari
uretritis non spesifik dapat disebabkan oleh bakterial, viral, ataupun parasit. Banyak organisme berbeda yang
berperan dalam terjadinya uretritis terutama agen bakteri basil Gram negative seperti E.Coli, Proteus,
Klebsiellaatau Enterobacter. Namun pada kasus uretritis non spesifik yang dapat ditularkan secara seksual agen
yang sangat berperan adalah8 :
Bakteri : Chlamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum, Haemophylus vaginalis, dan Mycoplasma genitalium.
Viral

: Herpes simpleks, Adenovirus.

Parasit : Trichomonas vaginalis.


Tabel I. Etiologi Uretritis Menular Seksual

Gonococcal:N. gonorrhea
Nongonococcal :
C. trachomatis, 15-40%
M. genitalium, 15-25 %
Lain-lain, 20-50 %
T. vaginalis, 5-15%
U. urealyticum. <15%
HSV, 2-3%
Adenovirus, 2-4%
Haemophilus sp., jarang
Tidak diketahui

1. Infeksi Chlamydial trachomatis


Telah terbukti bahwa lebih dari 50% kasus Uretritis Non Spesifik disebabkan oleh kuman ini. Chlamydial
trachomatis merupakan parasit intraobligat, menyerupai bakteri gram negatif. Chlamydial trachomatis penyebab
Uretritis Non Spesifik ini termasuk subgroup A dan mempunyai tipe serologic D-K2.
Mikroorganisme ini menginfeksi 3-5% wanita muda yang secara seksual aktif. Prevalensi kejadian pada pria tidak
diketahui tetapi diperkirakan rendah. Prevalensi secara keseluruhan diyakini meningkat, dikarenakan terdapat
banyak infeksi yang tidak diketahui sehingga tidak mendapatkan terapi. Terhitung 89 juta infeksi terjadi di dunia
setiap tahunnya, dengan 4-5 juta penderita berada di USA. Infeksi klamidial terjadi lebih banyak pada kelompok
usia di bawah 25 tahun, dengan 1 atau lebih partner seksual, minim kontrasepsi, pengguna pil kontrasepsi dan
pelaku aborsi kehamilan4.
Dalam perkembangannya, Chlamydial trachomatis mengalami 2 fase. Fase pertama (non infeksiosa) terjadi
keadaan laten yang dapat ditemukan pada genitalia maupun konjungtiva. Pada saat ini, kuman bersifat
intraseluler dan berada di dalam vakuol yang letaknya melekat pada inti sel hospes (disebut badan inklusi).
Sedangkan fase kedua (penularan) bila vakuola pecah kuman keluar dalam bentuk badan elementer yang dapat
menimbulkan infeksi pada sel hospes yang baru2.
Species C. trachomatis mempunyai 515 serovar, dimana serovar A,B dan C menyebabkan tarchoma, serovar D
sampai K menyebabkan infeksi genital, serovar L1 sampai L3 menyebabkan limfogranuloma venereum
(LGV)6.7. Chlamydia merupakan bakteri obligat intraselular, hanya dapat berkembang biak di dalam sel eukariot
hidup dengan membentuk semacam koloni atau mikrokoloni yang disebut Badan Inklusi

(BI). Chlamydia membelah secara benary fision dalam badan intrasitoplasma. C. trachomatis berbeda dari
kebanyakkan bakteri karena berkembang mengikuti suatu siklus pertumbuhan yang unik dalam dua bentuk yang
berbeda, yaitu berupa Badan Inisial6.
Chlamydial trachomatis merupakan bakteri pathogen intraseluler yang mengakibatkan reaksi inflamasi.
Pathogenesis dari sekuel inflamasi kronis dipercaya dimediasi oleh agen imunologis. Tetapi hal ini masih dalam
penelitian4.
Chlamydial trachomatis adalah bakteri Gram negatif obligat intraseluler, dan merupakan penyebab penyakit
menular seksual yang paling sering terjadi. Diperkirakan terjadi 4 juta kasus infeksi Chlamydia tiap tahunnya
dengan angka prevalensi > 10 %, atau 15-40% dari kasus uretritis non spesifik atau dua kali prevalensi dari
kasus Gonorrhea. Traktus urogenital merupakan daerah yang paling sering terinfeksi oleh C. trachomatis.
Transmisi terjadi melalui rute oral, anal, atau melalui hubungan seksual. Gejala terjadi dalam 1-3 minggu setelah
infeksi. Namun demikian, sering terjadi infeksi asimtomatik sebesar 80% pada wanita dan 50 % pada pria. Coinfeksi dengan penyakit menular seksual lainnya sering kali terjadi terutama gonorrhea 7.
Manifestasi penyakit yang paling umum terjadi pada infeksi C. trachomatis adalah uretritis, ditandai dengan
discharge encer atau mukoid pada uretra, dapat disertai dengan disuria. Pada infeksi rectum menyebabkan
proktitis pada wanita maupun pria. Infeksi juga dapat termanifestasi sebagai Lymphogranuloma venerum 3.
Infeksi menular melalui kontak penetrasi seksual termasuk seks oral. Pada beberapa kasus didapatkan
penularan non kontak seksual, tetapi sangat jarang terjadi. Kebanyakan wanita yang terinfeksi akan mengalami
periode asimtomatik dalam hitungan bulan hingga tahun, tetapi 10-40% akan mengalami penyakit peradangan
pelvis. Masa inkubasinya tidak diketahui. Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi akan mengalami konjungtivitis
klamidial (30-50%) atau pneumonia. Pada pria, uretritis dikeluhkan dalam kurun waktu 1 bulan setelah mendapat
pajanan infeksi, tetapi sekitar 50% kasus asimtomatik 4.
Terapi yang direkomendasikan adalah doksisiklin 100 mg bd untuk 7 hari atau azitromisin 1 gram per oral dosis
tunggal. Keduanya sama secara klinis sama efektif. Pada wanita hamil, eritromisin 500 md bd untuk 14 hari atau
amoksisilin 500 mg td adalah obat pilihan, tetapi penggunaan amoksisilin masih dalam perdebatan 4.

2. Infeksi Ureaplasma urealyticum dan Mycoplasma hominis


Ureaplasma urealyticum merupakan 25% sebagai penyebab Uretritis Non Spesifik dan sering bersamaan
dengan infeksi Chlamydial trachomatis. Dahulu dikenal dengan nama T-strain mycoplasma. Mycoplasma
hominis juga sering bersama-sama dengan infeksi Ureaplasma urealyticum. Mycoplasma hominis sebagai
penyebab Uretritis Non Spesifik masih diragukan, karena kuman ini bersifat komensal yang dapat menjadi
pathogen dalam kondisi tertentu. Ureaplasma urealyticum merupakan mikroorganisme paling kecil, gram
negative dan sangat pleomorfik karena tidak memiliki dinding sel yang kaku2.

3. Infeksi Mycoplasma genitalium


Mycoplasma sp. merupakan salah satu mikroorganisme terkecil yang dapt berkoloni di traktur respirasi dan
urogenital. Mycoplasma memiliki 13 spesies, 4 diantaranya menginfeksi traktus genital, yaitu Mycoplasma
hominis, M. genitalium, Ureaplasma parvum, dan U. urealyticum. Sekitar 40-80 % wanita yang aktif secara
seksual mengalami kolonisasi genital dari ureaplasma. Organisme ini juga berperan dalam 20-30% kasus
uretritis nonspesifik8.
Pasien dengan infeksi mycoplasma genital sering tidak terdiagnosis, karena gejala yang timbul biasanya
dikaitkan dengan patogen lain yang lebih umum seperti Chlamydia. Seperti halnya Chlamydia,
infeksimycoplasma genital mengakibatkan uretritis, cervicitis, PID, endometritis, salpingitis, dan chorioamnionitis.
Spesies lainnya dpat menyebabkan infeksi pernapasan, arthritis septic, pneumonia neonatal, dan meningitis 8.

4. Infeksi Trichomonas vaginalis

Organisme lain seperti Trichomonas vaginalis dan virus herpes simpleks hanya berperan kecil dalam kejadian
kasus uretritis non spesifik. T. vaginalis merupakan protozoa yang menyebabkan kondisi yang dinamakan
trikomoniasis. T. vaginalis menginfeksi epitel vagina dan uretra, menyebabkan ulserasi. Infeksi pada wanita
menyebabkan timbulnya keputihan yang berbau, berwarna kuning kehijauan, disertai pruritus, eritema dan
dispareunia. Pada pria seringkali asimtomatis, keluhan yang muncul berupa discar uretra, nyeri berkemih yang
terasa panas, dan frekuensi8.

5. Alergi
Ada dugaan bahwa Uretritis Non Spesifik disebabkan oleh reaksi alergi terhadap komponen sekret alat
urogenital pasangan seksualnya. Alasan ini dikemukakan karena pada pemeriksaan sekret Uretritis Non Spesifik
tersebut ternyata steril dan pemberian obat antihistamin dan kortikosteroid mengurangi gejala penyakit2.

6. Bakteri
Mikroorganisme penyebab Uretritis Non Spesifik ini adalah Staphylococcus dan Diphteroid. Sesungguhnya
bakteri ini dapat tumbuh komensal dan menyebabkan uretritis hanya pada beberapa kasus 2.
Gejala Klinis
Tanda dan gejala Uretritis Gonococcal (UG) dan Uretritis Non-Gonococcal (UNG) pada dasarnya adalah sama,
namun berbeda pada derajat keparahan gejala yang timbul. Kedua uretritis baik gonococcal maupun nongonococcal menyebabkan adanya lendir, dysuria, dan gatal pada uretra. Lendir yang sangat banyak, dan
purulen lebih sering pada gonorrhea, sedangkan pada kondisi UNG, lendir yang dihasilkan lebih sedikit dan
mukoid. Pada UNG, lendir sering hanya muncul pada pagi hari, atau hanya terlihat seperti krusta yang melekat di
meatus atau terlihat seperti bercak pada pakaian dalam. frekuensi, hematuria, dan urgensi sering terjadi pada
kedua jenis infeksi. Masa inkubasi jauh lebih pendek pada infeksi gonorrhea, yaitu dalam 2-6 hari, sedangkan
pada UNG, gejala muncul dalam 1-5 minggu setelah infeksi, dengan masa inkubasi rata-rata 2-3 minggu7.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kreiger yang membandingkan manifestasi klinis uretritis gonococcal,
chlamydial, dan trichomonal. Hanya 55% pria dengan trichomoniasis yang mengalami lendir uretra, dibandingkan
pada infeksi Chlamydia 82%, dan 93% pada gonorrhea. Lendir yang dihasilkan pada infeksi N. gonorrhea, 82%
berjumlah sangat banyak dan purulen. Berbeda dengan infeksi Chlamydia dan Trichomonaldengan sedikit lendir
berwarna jernih atau mukoid7.
Tanda pada Pria
Gejala baru mulai timbul biasanya setelah 1-3 minggu kontak seksual dan umumnya tidak seberat gonore.
Gejalanya berupa disuria ringan, perasaan tidak enak di uretra, sering kencing dan keluarnya duh tubuh
seropurulen. Dibandingkan dengan gonore, perjalanan penyakit lebih lama karena masa inkubasi yang lebih
lama dan ada kecenderungan kambuh kembali. Pada beberapa keadaan tidak terlihat keluarnya cairan duh
tubuh, sehingga menyulitkan diagnosis. Dalam keadaan demikian sangat diperlukan pemeriksaan laboratorium.
Komplikasi yang dapat terjadi berupa prostatitis, vesikulitis, epididimitis dan striktur uretra 2.

Tanda pada Wanita


Infeksi lebih ringan terjadi di serviks bila dibandingkan dengan vagina, kelenjar Bartholin atau uretra sendiri.
Sama seperti pada gonore, umumnya wanita tidak menunjukkan adanya gejala. Sebagian kecil dengan keluhan
keluarnya duh tubuh vagina, disuria ringan, sering kencing, nyeri daerah pelvis dan dispareunia. Pada
pemeriksaan serviks dapat dilihat tanda-tanda servisitis yang disertai adanya folikel-folikel kecil yang mudah
berdarah. Komplikasi dapat berupa bartholinitis, proktitis, salfingitis dan sistitis. Peritonitis dan perihepatitis juga
pernah dilaporkan2.
Diagnosis
Diagnosis secara klinis sukar untuk membedakan infeksi karena gonore atau non-gonore. Menegakkan
diagnosis servisitis atau uretritis oleh klamidia, perlu pemeriksaan khusus untuk menemukan atau menentukan

adanya C. trachomatis. Pemeriksaan laboratorium yang umum digunakan sejak lama adalah pemeriksaan
sediaan sitologi langsung dan biakan dari inokulum yang diambil dari specimen urogenital. Baru pada tahun
1980an ditemukan tehnologi pemeriksaan terhadap antigen dan asam nukleat C. trachomatis2.
Pemeriksaan menyeluruh pada pasien dengan penyakit menular seksual, termasuk uretritis, sangat penting
dalam mengarahkan terapi yang tepat. Kuantitas discar pada uretritis dapat dikategorikan banyak (mengalir
secara spontan dari uretra), sedikit (keluar hanya jika uretra di ekspos), sedang (keluar secara spontan,
namun hanya sedikit). Warna dan karakter discharge uretra harus diperhatikan. Lendir berwarna kekuningan
atau hijau disebut sebagai lender purulen. Lendir berwarna putih yang bercampur cairan jernih dinamakan lender
mukoid. Jika hanya lendir bening, dinamakan jernih. Adanya inflamasi pada meatus uretra, edema penis, dan
pembesaran kelenjar limfe juga harus diperhatikan 7.
Pemeriksaan sitologi langsung dengan pewarnaan giemsa memiliki sensitivitas tinggi untuk konjungtivitis (95%),
sedangkan untuk infeksi genital rendah (pria 15%, wanita 41%). Sitologi dengan Papaniculou sensitivitasnya juga
rendah, 62%. Hingga saat ini pemeriksaan biakan masih menjadi baku emas pemeriksaan klamidia.
Spesifitasnya mencapai 100%, tetapi sensitivitasnya bervariasi bergantung pada laboratorium yang digunakan
(nilai berkisar 75-85%). Prosedur, tehnik dan biaya pemeriksaan biakan ini tinggi serta perlu waktu 3 hingga 7
hari2.
Metode pendeteksian antigen ada beberapa cara, yaitu Direct Fluorescent Antibody (DFA) yang menggunakan
antibodi monoklonal atau poliklonal dengan mikroskop imunofluoresen dan Enzyme Immuno Assay (EIA) atau
Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) yang menggunakan antibodi monoklonal atau poliklonal dengan
alat spektrofotometri. Metode pendeteksian terbaru adalah dengan cara mendeteksi asam nukleat C.trachomatis.
Hibridisasi DNA Probe (Gen Probe) mendeteksi DNA CT lebih sensitive dibanding Elisa karena dapat
mendeteksi DNA dalam jumlah kecil melalui proses hibridisasi. Cara lain menggunakan Amplifikasi Asam
Nukleat (Polimerase Chain Reaction dan Ligase Chain Reaction) 2.
Dalam sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2008, didapatkan hasil bahwa tidak diperlukan adanya
investigasi lebih lanjut menggunakan mikroskopi pada penderita yang asimtomatik karena hanya presentase
kecil penderita didapatkan hasil yang positif akan bakteri patogen 1.
Penegakan diagnosis uretritis didasarkan pada tanda klinis serta pemeriksaan laboratorium, sebagai berikut:
1.
2.

3.

Discar purulen atau mukopurulen.


Pengecatan Gram pada sekresi uretra menunjukkan adanya >5 leukosit per lapang pandang. Pengecatan
Gram merupakan tes diagnostik yang umum digunakan untuk mengevaluasi uretritis. Pemeriksaan ini cukup
sensitif dan spesifik untuk menentukan adanya uretritis dan ada tidaknya infeksi gonococcal. Infeksi
gonococcal ditegakkan jika ditemukan diplococcus intraseluler pada leukosit.
Tes leukosit esterase pada pancaran urin pertama yang menunjukkan hasil positif atau pemeriksaan
mikroskopis pancaran urin pertama menunjukkan 10 leukosit per lapang pandang besar.

Jika tidak ada kriteria diatas yang positif, pasien harus di tes untuk konfirmasi infeksi N. gonorrhea atau C.
trachomatis. Jika hasil tes menunjukkan infeksi N. gonorrhea atau C.trachomatis, pasien harus diberikan
perawatan yang sesuai, pasangan seksual ikut untuk menjalani tes 7.
Penatalaksanaan
Secara umum, manajemen obat yang paling efektif adalah golongan tetrasiklin dan eritromisin. Di samping itu
dapat juga digunakan gabungan sulfa-trimetoprim, spiramisin dan kuinolon2. Beberapa dosis obat yang dapat
digunakan sebagai pada tabel berikut.
Tabel II. Medikamentosa

Medikasi

Dosis

Tetrasiklin HCl

4 x 500mg sehari selama 1 minggu


atau4 x 250mg sehari selama 2 minggu

Oksitertrasiklin

4 x 250mg sehari selama 2 minggu

Doksisiklin

2 x 100mg sehari selama 1 minggu


4 x 500mg sehari selama 1 minggu
atau4 x 250mg sehari selama 2 minggu
(untuk penderita tidak tahan tetrasiklin,
hamil, atau < 12 tahun)

Eritromisin
Sulfa-trimetoprim

2 x 2 tablet sehari selama 1 minggu

Azitromisin

1 gram dosis tunggal

Spiramisin

4 x 500mg sehari selama 1 minggu

Ofloksasin

2 x 200 mg sehari selama 10 hari

Pasien dengan infeksi klamidia harus dimonitor selama 2 minggu. Pemberian informasi kepada pasangan,
pencegahan hubungan seksual sementara serta penyelesaian terapi dengan benar harus dicek. Dalam hal ini
pasangan maupun semua orang yang memiliki kontak seksual langsung dengan penderita harus diidentifikasi
dan diberikan saran untuk mendapatkan terapi serupa 4.
Pengobatan untuk infeksi mycoplasma genital, sama dengan pengobatan pada chlamydia. Fluorokuinolon dapat
digunakan sebagai terapi alternatif untuk M. Hominis dan Ureaplasma sp. pada kondisi resistensi terhadap
antibiotik lain3.
Prognosis
Kadang-kadang tanpa pengobatan, penyakit lambat laun berkurang dan akhirnya sembuh sendiri (50-70% dalam
waktu sekitar 3 bulan). Setelah pengobatan, kira-kira 10% penderita akan mengalami eksaserbasi atau
rekurensi2.
REFERENSI

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Blume A. et al, 2008. Should Men with Asymptomatic Non Specific Uretritis be Identified and
Treated.International Journal of STD and AIDS.
Djuanda A. dkk, 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran Indonesia.
Fauci K.B., Jameson H.B., 2005. Harrisons Principles of Internal Medicine 16th Edition. USA : Mc Graw Hill
Companies.
Horner P., 2002. Chlamydia and Nonspecific Uretritis. Journal of Paediatrics, Obstetrics and Gynaecology.
Ivanov Y.B., 2005. Microbiological Features of Persistent Nonspecific Uretritis in Men. Journal of
Microbiology, Immunology and Infection 2007;40:157-161.
Karmila N., 2001. Infeksi Chlamidia Trachomatis. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.
Odom R.B., 2000. Andrews Diseases of the Skin Clinical Dermatology 9th Edition. Saunders Philadelpia.
Wolff K. et al, 2008. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th Edition Volume 1 and 2. McGraw Hill
Medical.

Anda mungkin juga menyukai