Anda di halaman 1dari 6

Pencabutan Kewarganegaraan Paksa oleh Negara dalam Perfektif HAM

A. PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Seperti dikemukakan oleh para ahli, sudah menjadi kenyataan yang berlaku umum bahwa untuk
berdirinya negara yang merdeka harus dipenuhi sekurang-kurangnya tiga syarat, yaitu adanya
wilayah, adanya rakyat yang tetap, dan pemerintahan yang berdaulat. Ketiga syarat ini merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu sama lain. Tanpa adanya wilayah yang pasti, tidak mungkin
suatu negara dapat berdiri, dan begitu pula adalah mustahil untuk menyatakan adanya negara tanpa
rakyat yang tetap, serta adanya pemerintahan yag tetap guna menjalankan pemerintahan dan
melindungi hak-hak warga negaranya.
Rakyat yang menetap di suatu wilayah tertentu, dalam hubungannya dengan negara disebut warga
negara. Warga negara secara sendiri-sendiri merupakan subjek-subjek hukum yang menyandang hak-
hak dan sekaligus kewajiban-kewajiban dari dan terhadap negara. Setiap warga negara mempunyai
hakhak yang wajib diakui (recognized) oleh negara dan wajib dihormati (respected), dilindungi
(protected), dan difasilitasi (facilitated), serta dipenuhi (fulfilled) oleh negara. Sebaliknya, setiap
warga negara juga mempunyai kewajiban-kewajiban kepada negara yang merupakan hak-hak negara
yang juga wajib diakui (recognized), dihormati (respected), dan ditaati atau ditunaikan (complied)
oleh setiap warga negara.
Di zaman modern sekarang, perkembangan dinamika hubungan antarnegara sangat terbuka, maka
hubungan antara satu negara dengan dunia internasional tidak dapat dihindari. Oleh karena itu,
dalam setiap wilayah negara akan selalu ada warga negara sendiri dan orang asing atau warga negara
asing, yang kesemuanya sama-sama disebut penduduk. Artinya, tidak semua penduduk suatu negara
merupakan warga negara, karena mungkin saja dia adalah orang asing. Dengan demikian, penduduk
suatu negara dapat dibagi dua yaitu warga negara dan orang asing. Keduanya mempunyai kedudukan
yang berbeda dalam berhubungan dengan negara (state). Warga negara (citizens) mempunyai
hubungan yang tidak terputus walaupun yang bersangkutan berdomisili di luar negeri, asalkan yang
bersangkutan tidak memutus sendiri kewarganegaraannya.
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sendiri memberikan perlindungan
baik kepada setiap penduduk maupun setiap warga negara Republik Indonesia. Artinya, UUD 1945
juga menjamin perlindungan bagi setiap penduduk tanpa melihat apakah dia warga negara atau orang
asing.
Namun karena asas-asas yang berkenaan dengan kewarganegaraan baik asas Ius Soli maupun Ius
Sangius dapat menyebabkan terjadinya apatride atau bipatride. Pada umumnya, baik bipatride
maupun apatride adalah keadaan yang tidak disukai baik oleh negara di mana orang tersebut
berdomisili ataupun bahkan oleh yang bersangkutan sendiri. Keadaan bipatride membawa
ketidakpastian dalam status seseorang, sehingga dapat saja merugikan negara tertentu atau pun bagi
yang bersangkutan itu sendiri.
Sebaliknya, keadaan apatride juga membawa akibat bahwa orang tersebut tidak akan mendapat
perlindungan dari negara mana pun juga. Kedua keadaan itu, yaitu apatride dan bipatride sama-sama
pernah dialami oleh Indonesia.
Disebutkan keadaan dipatride maupun apatride adalah keadaan yang tidak disukai oleh negara,
sehingga secara konseptual seorang hanya harus memiliki satu kewargnegaraan saja, seandainya jika
terjadi seseorang menjadi warga negara Indonesia otomatis ia harus melepaskan kewarganegaraan
yang lama, jika diketahui pada kemudian hari orang tersebut memberikan dan menyatakan sesuatu
hal palsu atau dipalsukan. Maka kewarganegaraan Indonesia batal demi hukum, namun sementara ia
sudah melepaskan kewarganegaraanya. Otomatis ia akan apatride.
Pasal 28 Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia menyatakan
bahwa Setiap orang yang memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan keterangan
yang kemudian hari dinyatakan palsu atau dipalsukan, tidak benar, atau terjadi kekeliruan mengenai
orangnya oleh instansi yang berwenang, dinyatakan batal kewarganegaraannya.
Dengan demikian negara menjadikan seseorang tidak memiliki kewarganegaraan dengan Instrumen
hukum.

Rumusan Masalah
Demi kemampuan penulis perlu pembatasan masalah, yakni sebagi berikut:
1. Apakah penghetian kewarganegaraan secara paksa oleh negara yang mengakibatkan seseorang
Apatride melanggar Hak Asasi Manusia?
2. Bagaimana Perlindungan hukum terhadap orang yang mengalami Apatride?

B. LANDASAN TEORI
1. Warga negara, kewarganegaraan dan pewarganegaraan
Undang-Undang No 12 tahun 2006 menyebutkan pada ketentuan umum pasal 1 bahwa:
a. Warga Negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
b. Kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara.
c. Pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh Kewarganegaraan Republik
Indonesia melalui permohonan.

2. Asas kewarganegaraan dalam penentuan kewarganegaraan
Dalam berbagai literatur hukum dan dalam praktik, dikenal adanya tiga asas kewarganegaraan, yaitu
asas ius soli, asas ius sanguinis, dan asas campuran. Dari ketiga asas itu, yang dianggap sebagai asas
yang utama ialah asas ius soli dan ius sanguinis. Asas ius soli ialah bahwa kewarganegaraan seseorang
ditentukan menurut tempat kelahirannya. Untuk mudahnya asas ius soli dapat juga disebut asas
daerah kelahiran.
Sedangkan asas ius sanguinis dapat disebut sebagai asas keturunan atau asas darah. Menurut prinsip
yang terkandung dalam asas kedua ini, kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh garis keturunan
orang yang bersangkutan.sementara asas campuran adalah campuran dari kedua asas yang
disebutkan diatas.
3 Kehilangan kewarganegaraan
Di samping itu, seseorang dapat pula kehilangan kewarganegaraan karena 3 (tiga) kemungkinan cara.
a. Renunciation, yaitu tindakan sukarela seseoranguntuk menanggalkan salah satu dari dua atau lebih
status kewarganegaraan yang diperolehnya dari dua
b. negara atau lebih. Misalnya, dalam hal terjadi keadaan bipatride, yang bersangkutan dapat
menentukan pilihan kewarganegaraan secara sukarela dengan menanggalkan salah satu status
kewarganegaraannya (renunciation).
c. Termination, yaitu penghentian status kewarganegaraan sebagai tindakan hukum, karena yang
bersangkutan memperoleh kewarganegaraan dari negara lain. Jika seseorang mendapatkan status
kewarganegaraan dari negara lain, negara yang bersangkutan dapat memutuskan sebagai tindakan
hukum bahwa status kewarganegaraannya dihentikan.
d. Deprivation, yaitu suatu penghentian secara paksa, pencabutan, atau pemecatan dari status
kewarganegaraan berdasarkan perintah pejabat yang berwenang karena terbukti adanya kesalahan
atau pelanggaran yang dilakukan dalam cara perolehan status kewarganegaraan atau apabila orang
yang bersangkutan terbukti tidak setia atau berkhianat kepada negara dan undang-undang dasar.

C. PEMBAHASAN
1. Pencabutan paksa kewarganegaraan oleh negara dalam presfektif HAM
Berdasarkan konsep hilang kewarganeraan Deprivation, yaitu suatu penghentian secara paksa,
pencabutan, atau pemecatan dari status kewarganegaraan berdasarkan perintah pejabat yang
berwenang karena terbukti adanya kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan dalam cara perolehan
status kewarganegaraan atau apabila orang yang bersangkutan terbukti tidak setia atau berkhianat
kepada negara dan undang-undang dasar.
Hilangnya status kewarganegaraan itu bisa saja terjadi karena kelalaian, karena alasan politik, karena
alasan teknis yang tidak prinsipil, ataupun karena alasan bahwa yang bersangkutan memang secara
sadar ingin melepaskan status kewarganegaraannya sebagai warganegara Indonesia.
Sebab atau alasan hilangnya kewarganegaraan itu hendaknya dijadikan pertimbangan yang penting,
apabila yang bersangkutan ingin kembali mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia. Proses
yang harus dilakukan untuk masing-masing alasan tersebut sudah semestinya berbeda-beda satu
sama lain. Yang pokok adalah bahwa setiap orang haruslah terjamin haknya untuk mendapatkan
status kewarganegaraan, sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi stateless atau tidak
berkewarganegaraan.
Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap negara tidak boleh membiarkan seseorang memilki dua
status kewarganegaraan sekaligus. Itulah sebabnya diperlukan perjanjian kewarganegaraan antara
negaranegara modern untuk menghindari status dwi-kewarganegaraan tersebut. Oleh karena itu, di
samping pengaturan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan melalui proses pewarganegaraan
(naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang lebih sederhana, yaitu melalui registrasi
biasa.
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak asasi Manusia memuat pengakuan yang luas
terhadap hak asasi manusia. Hak-hak yang dijamin didalamnya mencakup mulai dari pengakuan
terhdap hak-hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya hingga hak-hak kolektif.
Sementara Hak untuk menjadi seorang warga negara adalah salah satu hak yang harus ada pada
seorang manusia didalam ranah hukum publik sebagai konsekuensi adanya konsep negara. Ini juga
merupakan implimentasi dari hak-hak sosial dan politik.
Indonesia sendiri yang mengakui diri sebagai negara hukum sebagai mana dicantumkan pada
undang-undang dasar 1945 pada pasal 1 ayat (3), konsep negara hukum harus kongroen dengan hak
asasi manusia. Perlindungan terhadap hak asasi manusia tersebut dimasyarakatkan secara luas dalam
rangka mempromosikan penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia sebagai
ciri yang penting suatu Negara Hukum yang demokratis. Setiap manusia sejak kelahirannya
menyandang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang bersifat bebas dan asasi.
Terbentuknya Negara dan demikian pula penyelenggaraan kekuasaan suatu Negara tidak boleh
mengurangi arti atau makna kebebasan dan hak-hak asasi kemanusiaan itu. Karena itu, adanya
perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia itu merupakan pilar yang sangat
penting dalam setiap Negara yang disebut sebagai negara hukum. Jika dalam suatu negara, hak asasi
manusia terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan penderitaan yang ditimbulkannya tidak dapat
diatasi secara adil, maka negara yang bersangkutan tidak dapat disebut sebagai negara hukum dalam
arti yang sesungguhnya.
Pasal 28 Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia menyatakan Setiap
orang yang memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan keterangan yang
kemudian hari dinyatakan palsu atau dipalsukan, tidak benar, atau terjadi kekeliruan mengenai
orangnya oleh instansi yang berwenang, dinyatakan batal kewarganegaraannya.
Jelas pasal ini pada nantinya akan berimplikasi akan menghilang kewarganegaraan seseorang, apabila
orang tersebut melakukan pemalsuan syarat-syarat berkenaan dengan kewarganegaraan. Sementara
negara tidak boleh membiarkan seseorang memilki dua status kewarganegaraan sekaligus.
Sehingga secara norma dan konsep penghentian/pencabutan kewarganegaraan seseorang secara
paksa yang mengakibatkan seseorang tersebut apatride adalah pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan oleh negara. Dimana dan kapanpun hak asasi itu tidak boleh dikurangi apalagi dicederaai
meski orang tersebut melakukan suatu pelanggaran.
Ini berarti negara telah melakukan suatu pengamputasian terhadap hak-hak sosial dan politik
seseorang dalam bernegara, atau lebih tepatnya perwarganegaraan negara.
2. Perlindungan hukum terhadap orang yang mengalami Apatride
Sebenarnya kondisi apatride maupun bipatride adalah hal yang diusahakan oleh setiap negara agar
tidak terjadi pada seorangpun, undang-undang kewarganegaraan dibuat sedemikian untuk menutup
kemungkinan kondisi aptride maupun bipatride, namun karena adanya konsep asas pewarganegaraan
dan kondisi politik tetap membuka celah terjadinya bipatride maupun apatride.
Khusus apatride implikasi dari kondisi ini adalah orang tersebut tidak akan mendapat perlindungan
dari negara mana pun juga baik perlindungan hukum, sipil dan politik.
Dengan demikian kondisi apatride ini merupakan bentuk pengkebirian terhadap hak-hak sipil dan
politik seseorang, oleh karena itu perlindungan terhadap mereka multak harus diberikan oleh negara
terakhir yang ia miliki maupun dari subjek negara lainnya sebagai bentuk tanggung jawab bersama
berkenaan dengan kewarganegaraan.
Bagi mereka, jika ingin tetap berkewarganegaraan Indonesia, dapat mengajukan pernyataan tertulis
kepada Pejabat atau Perwakilan RI kecuali berakibat berkewarganegaraan ganda.
Seseorang yang kehilangan kewarganegaraan RI dapat memperoleh kembali kewarganegaraannya
melalui proses pewarganegaraan. Khusus bagi mereka yang kehilangan kewarganegaraan RI akibat
perkawinan atau karena tinggal lebih dari 5 tahun secara terus menerus di luar negeri, dapat
memperoleh status WNI melalui proses memperoleh kembali kewarganegaraan tersendiri.

PENUTUP
Kesimpulan
Bahwa tindakan pemerintah yang mengakibatkan hilangnya kewarganegaraan serta mengakibatkan
seseorang tidak memiliki kewarganegaraan adalah perbuatan melanggar hak asasi manusia jika
dipandang dalam prefpektif HAM. Sekalipun orang tersebut telah melakukan suatu perbuatan
melawan hukum.
Undang-undang kewarganegaraan dibuat sedemikian untuk menutup kemungkinan kondisi aptride
maupun bipatride, namun karena adanya konsep asas pewarganegaraan dan kondisi politik tetap
membuka celah terjadinya bipatride maupun apatride.
Secara normatif bagi mereka yang kehilangan kewarganegaraan indonesia dan ingin tetap
berkewarganegaraan Indonesia, dapat mengajukan pernyataan tertulis kepada Pejabat atau
Perwakilan RI kecuali berakibat berkewarganegaraan ganda. Seseorang yang kehilangan
kewarganegaraan RI dapat memperoleh kembali kewarganegaraannya melalui proses
pewarganegaraan.

Anda mungkin juga menyukai

  • BAB 1 Stryrene
    BAB 1 Stryrene
    Dokumen18 halaman
    BAB 1 Stryrene
    beni276
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen7 halaman
    Bab I
    beni276
    Belum ada peringkat
  • D500040057
    D500040057
    Dokumen15 halaman
    D500040057
    Fransisco Hendroni Udjan
    Belum ada peringkat
  • Gula MK
    Gula MK
    Dokumen5 halaman
    Gula MK
    beni276
    Belum ada peringkat
  • Proposal Tugas Akhir
    Proposal Tugas Akhir
    Dokumen22 halaman
    Proposal Tugas Akhir
    beni276
    Belum ada peringkat
  • BAB I Pendahuluan BR
    BAB I Pendahuluan BR
    Dokumen2 halaman
    BAB I Pendahuluan BR
    beni276
    Belum ada peringkat
  • BAB I Asetanilida
    BAB I Asetanilida
    Dokumen16 halaman
    BAB I Asetanilida
    beni276
    Belum ada peringkat
  • Kawan
    Kawan
    Dokumen1 halaman
    Kawan
    beni276
    Belum ada peringkat
  • Sahabat Ku
    Sahabat Ku
    Dokumen1 halaman
    Sahabat Ku
    Ine Naimungkar
    Belum ada peringkat
  • Sahabat Ku
    Sahabat Ku
    Dokumen1 halaman
    Sahabat Ku
    Ine Naimungkar
    Belum ada peringkat
  • Tentang Aku
    Tentang Aku
    Dokumen1 halaman
    Tentang Aku
    beni276
    Belum ada peringkat
  • PERSAHABATAN
    PERSAHABATAN
    Dokumen1 halaman
    PERSAHABATAN
    beni276
    Belum ada peringkat
  • Tentang Aku
    Tentang Aku
    Dokumen1 halaman
    Tentang Aku
    beni276
    Belum ada peringkat
  • Sahabat Itu
    Sahabat Itu
    Dokumen1 halaman
    Sahabat Itu
    beni276
    Belum ada peringkat
  • BURUH
    BURUH
    Dokumen1 halaman
    BURUH
    Beni Prasetyo
    Belum ada peringkat
  • Kawan
    Kawan
    Dokumen1 halaman
    Kawan
    beni276
    Belum ada peringkat
  • Tentang Sebuah Gerakan
    Tentang Sebuah Gerakan
    Dokumen1 halaman
    Tentang Sebuah Gerakan
    beni276
    Belum ada peringkat
  • Nyanyian Akar Rumput
    Nyanyian Akar Rumput
    Dokumen1 halaman
    Nyanyian Akar Rumput
    beni276
    Belum ada peringkat
  • Conveyor
    Conveyor
    Dokumen11 halaman
    Conveyor
    beni276
    Belum ada peringkat
  • Tentang Sebuah Gerakan
    Tentang Sebuah Gerakan
    Dokumen1 halaman
    Tentang Sebuah Gerakan
    beni276
    Belum ada peringkat
  • Sehari Saja Kawan
    Sehari Saja Kawan
    Dokumen3 halaman
    Sehari Saja Kawan
    Beni Prasetyo
    Belum ada peringkat
  • Conveyor
    Conveyor
    Dokumen11 halaman
    Conveyor
    beni276
    Belum ada peringkat