ACARA II
PROTEIN (INHAL)
Disusun oleh :
Daniel D.I.P PT/06453
Yuni Setiyawati PT/06473
Ferdian M PT/06495
Nicko Yutadwiputra PT/06543
Asisten : Shifatul Latiefah
Insani Hubi Zulfa
LABORATORIUM BIOKIMIA NUTRISI
BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
ACARA II
PROTEIN
Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui reaksi, sifat umum pada
protein, mengetahui ada dan tidaknya pengendapan, reaksi warna yang
terjadi dan hidrolisis protein terhadap protein.
Tinjauan Pustaka
Protein mengandung karbon, hidrogen, dan oksigen, akan tetapi
sebagai protein ada yang mengandung nitrogen. Beberapa protein
mengandung sulfur dan fosfor (Anggorodi, 1995).
Protein adalah salah satu kelompok bahan makronutrient lain (lemak
dan karbohidrat), protein sangat berperan penting dalam pembentukan
biomolekul daripada sebagai sumber energi. Karena molekulnya yang
besar (berat molekulnya sampai mencapai angka jutaan), maka protein
mudah mengalami perubahan bentuk fisis ataupun aktivitas biologisnya.
Banyak agensia yang dapat menyebabkan perubahan sifat alamiah
protein misalnya panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat,
radiasi sinar radioaktif (Sudarmadji, 2007).
Perubahan sifat fisis yang mudah diamati adalah terjadinya
penjedalan (menjadi tidak larut) atau pemadatan. Molekul protein sendiri
merupakan rantai panjang yang tersusun oleh mata rantai asam-asam
amino. Asam amino adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus
karboksil (-COOH) dan satu atau lebih gugus amino (-NH
2
) yang salah
saatunya terletak pada atom C tepat disebelah gugus karboksil (atau atom
C alfa). Asam-asam amino yang berbeda-beda ada dua puluh jenis dalam
protein alamiah bersambung melalui ikatan peptida yaitu ikatan antara
gugus karboksil satu asam amino dengan gugus amino dari asam amino
yang disampingnya seperti senyawa polimer lain (misalnya : selulosa, pati)
atau senyawa-senyawa hasil kondensasi beberapa unit molekul (misalnya
trigliserida) maka protein juga dapat dihidrolisa atau diuraikan menjadi
komponen unit-unitnya oleh molekul air. Protein maupun asam amino
yang mengandung asam alfa-amino akan memberikan reaksi dengan
ninhidrin membentuk warna biru (Sudarmadji, 2007).
Protein fungsional bukan rantai peptida, akan tetapi satu juta lebih
polipeptida yang dipelintir, dilipat, dan dililit secara tepat menjadi suatu
molekul dengan bentuk yang unik. Urutan asam amino suatu polipeptida
itulah yang menentukan bagaimana protein tersebut bekerja. Dalam
hamper setiap kasus, fungsi suatu protein bergantung pada
kemampuannya untuk mengenali dan berikatan dengan beberapa molekul
lain. Misalnya, suatu antibodi berikatan dengan suatu substansi asing
tertentu yang telah menyerang tubuh, dan suatu enzim mengenali dan
berikatan dengan substratnya, suatu substansi yang dipengaruhi oleh
enzim ( Campbell, 2002).
Dalam arsitektur kompleks suatu protein, kita dapat mengenali tiga
tingkatan struktur yang saling berhimpitan, yang dikenal sebagai struktur
primer, sekunder, dan tersier. Tingkatan keempat, struktur kuartener
terjadi ketika suatu protein terdiri atas dua atau lebih rantai peptida
struktur primer suatu protein adalah urutan uniknya yang terdiri dari asam
amino. Struktur sekunder merupakan sebagian besar. Protein yang
memiliki segmen-segmen dalam rantai polipeptidanya yang terlilit dan
terlipat secara berulang dalam pola yang membentuk protein secara
keseluruhan. Lapisan yang tumpang tindih diatas pola struktur sekunder
adalah struktur tersier protein, yang terdiri atas pemutarbalikan tak
beraturan dari ikatan antara rantai-rantai samping (gugus R) berbagai
asam amino. Struktur kuartener adalah keseluruhan struktur protein yang
dihasilkan dari penggabungan semua sub unit polipeptida ini ( Campbell,
2002).
Faktor faktor yang mempengaruhi koagulasi :
1. Pemilihan bahan kimia
Untuk melaksanakan pemilihan bahan kimia, perlu pemeriksaan
terhadap karakteristik air baku yang akan diolah yaitu suhu, pH,
alkalinitas, kekeruhan, dan warna.
Efek karakteristik tersebut terhadap koagulan adalah:
Suhu berpengaruh terhadap daya koagulasi dan memerlukan
pemakaian bahan kimia berlebih, untuk mempertahankan hasil yang
dapat diterima.
pH Nilai ekstrim baik tinggi maupun rendah, dapat berpengaruh
terhadap koagulasi. pH optimum bervariasi tergantung jenis koagulan
yang digunakan.
Alkalinitas yang rendah membatasi reaksi ini dan menghasilkan
koagulasi yang kurang baik, pada kasus demikian, mungkin
memerlukan penambahan alkalinitas ke dalam air, melalui
penambahan bahan kimia alkali/basa ( kapur atau soda abu)
Makin rendah kekeruhan, makin sukar pembentukkan flok.Makin
sedikit partikel, makin jarang terjadi tumbukan antar partikel/flok, oleh
sebab itu makin sedikit kesempatan flok berakumulasi.
organik bereaksi dengan koagulan, menyebabkan proses koagulasi
terganggu selama zat organik tersbut berada di dalam air baku dan
proses koagulasi semakin sukar tercapai
2. Penentuan dosis optimum koagulan
Untuk memperoleh koagulasi yang baik, dosis optimum koagulan
harus ditentukan. Dosis optimum mungkin bervariasi sesuai dengan
karakteristik dan seluruh komposisi kimiawi di dalam air baku, tetapi
biasanya dalam hal ini fluktuasi tidak besar, hanya pada saat-saat tertentu
dimana terjadi perubahan kekeruhan yang drastis (waktu musim
hujan/banjir) perlu penentuan dosis optimum berulang-ulang.
3. Penentuan pH optimum
Penambahan garam aluminium atau garam besi, akan menurunkan
pH air, disebabkan oleh reaksi hidrolisa garam tersebut, seperti yang telah
diterangkan di atas. Koagulasi optimum bagaimanapun juga akan
berlangsung pada nilai pH tertentu. (Ophart, C.E., 2003).
Apabila muatan koloid dihilangkan, maka kestabilan koloid akan
berkurang dan dapat menyebabkan koagulasi atau penggumpalan.
Penghilangan muatan koloid dapat terjadi pada sel elektroforesis atau jika
elektrolit ditambahkan ke dalam sistem koloid. Apabila arus listrik dialirkan
cukup lama ke dalam sel elektroforesis maka partikel koloid akan
digumpalkan ketika mencapai elektrode. Jadi, koloid yang bermuatan
negatif akan digumpalkan di anode, sedangkan koloid yang bermuatan
positif digumpalkan di katode. Koagulan yang paling banyak digunakan
dalam praktek di lapangan adalah alumunium sulfat [Al2(SO4)3], karena
mudah diperoleh dan harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan
jenis koagulan lain.
Mekanisme Koagulasi
1. Secara fisika
Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti :
Pemanasan, Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan tumbukan
antar partikel-partikel sol dengan molekul-molekul air bertambah
banyak. Hal ini melepaskan elektrolit yang teradsorpsi pada
permukaan koloid. Akibatnya partikel tidak bermuatan. contoh: darah
Pengadukan, contoh: tepung kanji
Pendinginan, contoh: agar-agar
2. Secara kimia
Sedangkan secara kimia seperti penambahan elektrolit,
pencampuran koloid yang berbeda muatan, dan penambahan zat kimia
koagulan. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan koloid bersifat
netral, yaitu:
Menggunakan Prinsip Elektroforesis. Proses elektroforesis adalah
pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan ke elektrode
dengan muatan yang berlawanan. Ketika partikel ini mencapai
elektrode, maka sistem koloid akan kehilangan muatannya dan bersifat
netral.
Penambahan koloid, dapat terjadi jika koloid yang bermuatan negatif
akan menarik ion positif (kation), sedangkan koloid yang bermuatan
positif akan menarik ion negatif (anion). Ion-ion tersebut akan
membentuk selubung lapisan kedua. Apabila selubung lapisan kedua
itu terlalu dekat maka selubung itu akan menetralkan muatan koloid
sehingga terjadi koagulasi. Makin besar muatan ion makin kuat daya
tariknya dengan partikel koloid, sehingga makin cepat terjadi koagulasi
(Sudarmo,2004)
Penambahan Elektrolit. Jika suatu elektrolit ditambahkan pada sistem
koloid, maka partikel koloid yang bermuatan negatif akan
mengadsorpsi koloid dengan muatan positif (kation) dari elektrolit.
Begitu juga sebaliknya, partikel positif akan mengadsorpsi partikel
negatif (anion) dari elektrolit. Dari adsorpsi diatas, maka terjadi
koagulasi.
Dalam proses koagulasi,stabilitas koloid sangat berpengaruh
stabilitas merupakan daya tolak koloid karena partikel-partikel mempunyai
muatan permukaan sejenis (negatif).
Beberapa gaya yang menyebabkan stabilitas partikel, yaitu:
1. Gaya elektrostatik yaitu gaya tolak menolak tejadi jikapartikel-partikel
mempunyai muatan yang sejenis
2. Bergabung dengan molekul air (reaksi hidrasi)
3. Stabilisasi yang disebabkan oleh molekul besar yang diadsorpsi pada
permukaan.
Suspensi atau koloid bisa dikatan stabil jika semua gaya tolak
menolk antar partikel leih besar dari ada gaya tarik massa, sehingga
dalam waktu tertentu tidak terjadi agregasi. Untuk menghilangkan kondisi
stabil, harus merubah gaya interaksi antara partikel dengan pembubuhan
zat kimia supaya gaya tarik menariklebih besar.
Untuk destabilisasi ada beberapa mekanisme yang berbeda:
1. Kompresi lapisan ganda listrik dengan muatan yang berlawanan.
2. Mengurangi potensial permukaan yang disebabkan oleh adsorpsi
molekul yang spesifik dengan muatan elektrostatik berlawanan.
3. Adsorpsi molekul organik diatas permukaan partikel bisa membentuk
jembatan moleku diantara partikel.
4. Penggabungan partikel koloid kedalam senyawa presipitasi yang
terbentuk dari koagulan.
Secara garis besar (bedasarkan uraian diatas), mekanisme koagulasi
adalah destabilisasi muatan negatif partikel oleh muatan positip dari
koagulan, tumbukan antar partikel, dan absorpsi (Sudarmono,2004).
Denaturasi protein
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi
terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa
terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovelen. Karena itu, denaturasi dapat
diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik,
ikatan garam dan aterbukanya lipatan atau wiru molekul protein. (Ophart,
C.E., 2003).
Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan
molekul bagian dalam yang ersifat hidrofobik akan keluar sedangkan
bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembakikkan akan
terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein akan menggumpal
dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul
mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga
akan meningkat (Ophart, C.E., 2003).
Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin
terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi
denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan peptida, dimana
struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Denaturasi
terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier
protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang
membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan
garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang
kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui
adalah proses presipitasi dan koagulasi protein (Ophart, C.E., 2003).
Denaturasi karena Panas:
Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan
interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat
meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein
bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan
molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi
selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi
protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam
mencerna protein tersebut (Ophart, C.E., 2003).
Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga
kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi
panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada
pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya
yang berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada
kisaran suhu yang sempit (Ophart, C.E., 2003).
Alkohol dapat merusak ikatan hidrogen:
Ikatan hidrogen terjadi antara gugus amida dalam struktur sekunder
protein. Ikatan hidrogen antar rantai samping terjadi dalam struktur tersier
protein dengan kombinasi berbagai asam amino penyusunnya (Ophart,
C.E., 2003).
Denaturasi karena Asam dan basa:
Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai ph
isoelektris yaitu ph dimana protein memiliki muatan positif dan negatif
yang sama, pada saat inilah protein mengalami denaturasi yang ditandai
kekeruhan meningkat dan timbulnya gumpalan. (Anna, P., 1994). Asam
dan basa dapat mengacaukan jembatan garam dengan adanya muatan
ionik. Sebuah tipe reaksi penggantian dobel terjadi sewaktu ion positif
dan negatif di dalam garam berganti pasangan dengan ion positif dan
negatif yang berasal dari asam atau basa yang ditambahkan. Reaksi ini
terjadi di dalam sistem pencernaan, saat asam lambung mengkoagulasi
susu yang dikonsumsi (Ophart, C.E., 2003).
Denaturasi karena Garam logam berat:
Garam logam berat mendenaturasi protein sama dengan halnya
asam dan basa. Garam logam berat umumnya mengandung Hg
+2
, Pb
+2
,
Ag
+1
Tl
+1
, Cd
+2
dan logam lainnya dengan berat atom yang besar. Reaksi
yang terjadi antara garam logam berat akan mengakibatkan terbentuknya
garam protein-logam yang tidak larut (Ophart, C.E., 2003).
Materi dan Metode
Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain, tabung reaksi,
gelas ukur, pipet tetes, penangas air, cawan petri.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah larutan protein
encer (albumin, kasein), Zn SO
4
, asam sulfosalisilat, esbach, kalium
ferosianida, asam asetat glasial, asam wolframat, asam metafosfat,
(NH
4
)
2
SO
4
, alcohol pekat, KOH, NaOH, CuSO
4
, HgSO
4
, NaNO
3
,
formaldehid encer, asam sulfosalisilat, Na
2
CO
3
, khlorofenol red, H
2
O,
kasein, brom kressol hijau, asam asetat, HNO
3
pekat, ammonium
molibdat, gelatin.
Metode
Uji Terhadan Pengendapan
Logam berat. Tabung 1 diisi dengan 1 ml larutan albumin dan
beberapa tetes 0,45 % ZnSO
4
encer kemudian amati yang terjadi lalu
tambahkan ZnSO
4
encer berlebihan. Tabung 2 diisi dengan 0,5 ml larutan
kasein amati perubahan yang terjadi.
Uji alkaloid. Alkaloid, tabung 1 diisi 1 ml larutan albumin dan 5
tetes asam sulfosalisilat 20 %. Tabung 2 diisi dengan 2 ml larutan albumin
dan 2 ml larutan esbach. Tabung 3 diisi dengan 2 ml larutan albumin
ditambah 2 ml larutan kalium ferrosianida dan 5 tetes asam asetat glasial.
Tabung 4 diisi dengan 2 ml larutan albumin ditanbah 20 % asam
wolframat hingga mengendap. Kemudian amati masing-masing tabung
dan catat perubahan yang terjadi.
Uji garam netral dan alkohol. Tabung 1 diisi dengan 5 ml larutan
albumin dan (NH
4
)
2
SO
4
padat lalu encerkan dengan aquades dan amati
perubahan yang terjadi. Tabung 2 masukkan 1-2 tetes larutan albumin
dan 2 ml alkohol pekat lalu encerkan dengan aquades, amati dan catat
perubahan yang terjadi.
Uji Warna
Uji Biuret, dalam 2 ml larutan peptida ditambahkan 2 ml KOH 10 %
atau NaOH 40 % dan beberapa tetes CuSO
4
0,1 % kemudian campur dan
amati warnanya.
Uji Millon, dalam 2 ml larutan albumin tambahkan 1 ml larutan
HgSO
4
1 % kemudian panaskan selama 10 mnit. Setelah dingin kemudian
teteskan larutan NaNO
3
sebanyak 5 tetes, lalu panaskan 10 menit amati
perubahan yang terjadi.
Uji Hopskin Cole. tambahkan 1 ml larutan albumin dengan 1 ml
larutan formaldehid encer dan 1 ml H
2
SO
4
pekat kemudian gojoglah dan
catat serta amati perubahan yang terjadi.
Uji Xanthoprotein. dalam 3 ml larutan albumin tambahkan 1 ml
asam nitrat pekatkemudian panaskan dsan catat perubahanya. Kemudian
dinginkan dan bagilah menjadi 2 tabung. Tabung 1 ditambah NH
4
OH
beberapa tetes sedangkan tabung 2 tidak. Selanjutnya bandingkan kedua
tabung dan catat perubahan yang terjadi.
Uji Molisch. tambahkan 1 ml larutan albumin dengan 2 ml reagen
molisch 5% dan 3 ml H
2
SO
4
pekat lewat dinding. Kemudian amati dan
catat perubahan yang terjadi.
Uji Albumin dan Globulin. tabung 1 diisi dengan 2 ml larutan
serum encer dan 2 tetes asam sulfosalisilat kemudian amati perubahan
yang terjadi.. Tabung 2 diisi dengan 2 ml larutan serum dan 1 tetes
klorofenol red kemudian catat warna endapan. Lalu pada tabung 2
ditambah asam asetat 2 % hingga warna larutan hilang kemudian masak
dan terjadi endapan, dinginkan, selanjutnya dibagi menjadi 2. Tabung A
ditambah 2 ml asam nitrat encer, tabung B ditambahkan 2 ml Na
2
CO
3
encer kemudian amati perubahan yang terjadi.
Uji Kasein, tabung diisi dengan 2,5 ml kasein dan 2 ml NaOH
encer dan tambahkan 2 tetes brom kresel hijau dan asam asetat glacial 2
tetes kemudian amati dan catat perubahan yang terjadi.
Uji Neuman terhadap kasein. tabung 1 diisi dengan 2,5 ml kasein
cair ditambah 5 tetes HNO
3
pekat dan 10 tetes H
2
SO
4
pekat. Kemudian
panaskan diatas api kecil, goyang sampai keluar asap pitih, setelah itu
dinginkan lalu tambahkan 2 ml amonium molibdat dan dimasak 10 menit
catat warnanya.
Uji Gelatin. isi tabung dengan 1 sendok kecil gelatin dan 10 ml
aquades kemudian larutkan. Setelah 10 menit panaskan pada penangas
air lalu dinginkan dengan es batu, Kemudian panaskan lagi selama 10
menit selanjutnya diuji warna dengan biuret, milon, hopskin cole,
xanthoprotein, molisch kemudian catat perubahan yang terjadi.
Reaksi pengendapan. tabung 1 2 ml larutan gelatin ditambah
1sendok amonium sulfat padat kemudian amati warnanya. Setelah itu
tabung 2 diisi denganlarutan gelatin dan 2 ml larutan ferosianida kemudian
tambahkan beberapa tetes asam asetat glacial dan amati warnanya.
Hasil dan Pembahasan
Uji Terhadap Pengendapan
Logam berat. Tabung 1 diisi dengan 1 ml albumin ditambah 3-5
tetes
encer, kemudian
ditambahkan lagi
pada