Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA DASAR

ACARA II
PROTEIN (INHAL)










Disusun oleh :
Daniel D.I.P PT/06453
Yuni Setiyawati PT/06473
Ferdian M PT/06495
Nicko Yutadwiputra PT/06543
Asisten : Shifatul Latiefah
Insani Hubi Zulfa

LABORATORIUM BIOKIMIA NUTRISI
BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014

ACARA II
PROTEIN

Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui reaksi, sifat umum pada
protein, mengetahui ada dan tidaknya pengendapan, reaksi warna yang
terjadi dan hidrolisis protein terhadap protein.

Tinjauan Pustaka
Protein mengandung karbon, hidrogen, dan oksigen, akan tetapi
sebagai protein ada yang mengandung nitrogen. Beberapa protein
mengandung sulfur dan fosfor (Anggorodi, 1995).
Protein adalah salah satu kelompok bahan makronutrient lain (lemak
dan karbohidrat), protein sangat berperan penting dalam pembentukan
biomolekul daripada sebagai sumber energi. Karena molekulnya yang
besar (berat molekulnya sampai mencapai angka jutaan), maka protein
mudah mengalami perubahan bentuk fisis ataupun aktivitas biologisnya.
Banyak agensia yang dapat menyebabkan perubahan sifat alamiah
protein misalnya panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat,
radiasi sinar radioaktif (Sudarmadji, 2007).
Perubahan sifat fisis yang mudah diamati adalah terjadinya
penjedalan (menjadi tidak larut) atau pemadatan. Molekul protein sendiri
merupakan rantai panjang yang tersusun oleh mata rantai asam-asam
amino. Asam amino adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus
karboksil (-COOH) dan satu atau lebih gugus amino (-NH
2
) yang salah
saatunya terletak pada atom C tepat disebelah gugus karboksil (atau atom
C alfa). Asam-asam amino yang berbeda-beda ada dua puluh jenis dalam
protein alamiah bersambung melalui ikatan peptida yaitu ikatan antara
gugus karboksil satu asam amino dengan gugus amino dari asam amino
yang disampingnya seperti senyawa polimer lain (misalnya : selulosa, pati)
atau senyawa-senyawa hasil kondensasi beberapa unit molekul (misalnya
trigliserida) maka protein juga dapat dihidrolisa atau diuraikan menjadi
komponen unit-unitnya oleh molekul air. Protein maupun asam amino
yang mengandung asam alfa-amino akan memberikan reaksi dengan
ninhidrin membentuk warna biru (Sudarmadji, 2007).
Protein fungsional bukan rantai peptida, akan tetapi satu juta lebih
polipeptida yang dipelintir, dilipat, dan dililit secara tepat menjadi suatu
molekul dengan bentuk yang unik. Urutan asam amino suatu polipeptida
itulah yang menentukan bagaimana protein tersebut bekerja. Dalam
hamper setiap kasus, fungsi suatu protein bergantung pada
kemampuannya untuk mengenali dan berikatan dengan beberapa molekul
lain. Misalnya, suatu antibodi berikatan dengan suatu substansi asing
tertentu yang telah menyerang tubuh, dan suatu enzim mengenali dan
berikatan dengan substratnya, suatu substansi yang dipengaruhi oleh
enzim ( Campbell, 2002).
Dalam arsitektur kompleks suatu protein, kita dapat mengenali tiga
tingkatan struktur yang saling berhimpitan, yang dikenal sebagai struktur
primer, sekunder, dan tersier. Tingkatan keempat, struktur kuartener
terjadi ketika suatu protein terdiri atas dua atau lebih rantai peptida
struktur primer suatu protein adalah urutan uniknya yang terdiri dari asam
amino. Struktur sekunder merupakan sebagian besar. Protein yang
memiliki segmen-segmen dalam rantai polipeptidanya yang terlilit dan
terlipat secara berulang dalam pola yang membentuk protein secara
keseluruhan. Lapisan yang tumpang tindih diatas pola struktur sekunder
adalah struktur tersier protein, yang terdiri atas pemutarbalikan tak
beraturan dari ikatan antara rantai-rantai samping (gugus R) berbagai
asam amino. Struktur kuartener adalah keseluruhan struktur protein yang
dihasilkan dari penggabungan semua sub unit polipeptida ini ( Campbell,
2002).

Faktor faktor yang mempengaruhi koagulasi :
1. Pemilihan bahan kimia
Untuk melaksanakan pemilihan bahan kimia, perlu pemeriksaan
terhadap karakteristik air baku yang akan diolah yaitu suhu, pH,
alkalinitas, kekeruhan, dan warna.
Efek karakteristik tersebut terhadap koagulan adalah:
Suhu berpengaruh terhadap daya koagulasi dan memerlukan
pemakaian bahan kimia berlebih, untuk mempertahankan hasil yang
dapat diterima.
pH Nilai ekstrim baik tinggi maupun rendah, dapat berpengaruh
terhadap koagulasi. pH optimum bervariasi tergantung jenis koagulan
yang digunakan.
Alkalinitas yang rendah membatasi reaksi ini dan menghasilkan
koagulasi yang kurang baik, pada kasus demikian, mungkin
memerlukan penambahan alkalinitas ke dalam air, melalui
penambahan bahan kimia alkali/basa ( kapur atau soda abu)
Makin rendah kekeruhan, makin sukar pembentukkan flok.Makin
sedikit partikel, makin jarang terjadi tumbukan antar partikel/flok, oleh
sebab itu makin sedikit kesempatan flok berakumulasi.

organik bereaksi dengan koagulan, menyebabkan proses koagulasi
terganggu selama zat organik tersbut berada di dalam air baku dan
proses koagulasi semakin sukar tercapai
2. Penentuan dosis optimum koagulan
Untuk memperoleh koagulasi yang baik, dosis optimum koagulan
harus ditentukan. Dosis optimum mungkin bervariasi sesuai dengan
karakteristik dan seluruh komposisi kimiawi di dalam air baku, tetapi
biasanya dalam hal ini fluktuasi tidak besar, hanya pada saat-saat tertentu
dimana terjadi perubahan kekeruhan yang drastis (waktu musim
hujan/banjir) perlu penentuan dosis optimum berulang-ulang.
3. Penentuan pH optimum
Penambahan garam aluminium atau garam besi, akan menurunkan
pH air, disebabkan oleh reaksi hidrolisa garam tersebut, seperti yang telah
diterangkan di atas. Koagulasi optimum bagaimanapun juga akan
berlangsung pada nilai pH tertentu. (Ophart, C.E., 2003).
Apabila muatan koloid dihilangkan, maka kestabilan koloid akan
berkurang dan dapat menyebabkan koagulasi atau penggumpalan.
Penghilangan muatan koloid dapat terjadi pada sel elektroforesis atau jika
elektrolit ditambahkan ke dalam sistem koloid. Apabila arus listrik dialirkan
cukup lama ke dalam sel elektroforesis maka partikel koloid akan
digumpalkan ketika mencapai elektrode. Jadi, koloid yang bermuatan
negatif akan digumpalkan di anode, sedangkan koloid yang bermuatan
positif digumpalkan di katode. Koagulan yang paling banyak digunakan
dalam praktek di lapangan adalah alumunium sulfat [Al2(SO4)3], karena
mudah diperoleh dan harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan
jenis koagulan lain.
Mekanisme Koagulasi
1. Secara fisika
Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti :
Pemanasan, Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan tumbukan
antar partikel-partikel sol dengan molekul-molekul air bertambah
banyak. Hal ini melepaskan elektrolit yang teradsorpsi pada
permukaan koloid. Akibatnya partikel tidak bermuatan. contoh: darah
Pengadukan, contoh: tepung kanji
Pendinginan, contoh: agar-agar
2. Secara kimia
Sedangkan secara kimia seperti penambahan elektrolit,
pencampuran koloid yang berbeda muatan, dan penambahan zat kimia
koagulan. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan koloid bersifat
netral, yaitu:
Menggunakan Prinsip Elektroforesis. Proses elektroforesis adalah
pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan ke elektrode
dengan muatan yang berlawanan. Ketika partikel ini mencapai
elektrode, maka sistem koloid akan kehilangan muatannya dan bersifat
netral.
Penambahan koloid, dapat terjadi jika koloid yang bermuatan negatif
akan menarik ion positif (kation), sedangkan koloid yang bermuatan
positif akan menarik ion negatif (anion). Ion-ion tersebut akan
membentuk selubung lapisan kedua. Apabila selubung lapisan kedua
itu terlalu dekat maka selubung itu akan menetralkan muatan koloid
sehingga terjadi koagulasi. Makin besar muatan ion makin kuat daya
tariknya dengan partikel koloid, sehingga makin cepat terjadi koagulasi
(Sudarmo,2004)
Penambahan Elektrolit. Jika suatu elektrolit ditambahkan pada sistem
koloid, maka partikel koloid yang bermuatan negatif akan
mengadsorpsi koloid dengan muatan positif (kation) dari elektrolit.
Begitu juga sebaliknya, partikel positif akan mengadsorpsi partikel
negatif (anion) dari elektrolit. Dari adsorpsi diatas, maka terjadi
koagulasi.
Dalam proses koagulasi,stabilitas koloid sangat berpengaruh
stabilitas merupakan daya tolak koloid karena partikel-partikel mempunyai
muatan permukaan sejenis (negatif).
Beberapa gaya yang menyebabkan stabilitas partikel, yaitu:
1. Gaya elektrostatik yaitu gaya tolak menolak tejadi jikapartikel-partikel
mempunyai muatan yang sejenis
2. Bergabung dengan molekul air (reaksi hidrasi)
3. Stabilisasi yang disebabkan oleh molekul besar yang diadsorpsi pada
permukaan.
Suspensi atau koloid bisa dikatan stabil jika semua gaya tolak
menolk antar partikel leih besar dari ada gaya tarik massa, sehingga
dalam waktu tertentu tidak terjadi agregasi. Untuk menghilangkan kondisi
stabil, harus merubah gaya interaksi antara partikel dengan pembubuhan
zat kimia supaya gaya tarik menariklebih besar.
Untuk destabilisasi ada beberapa mekanisme yang berbeda:
1. Kompresi lapisan ganda listrik dengan muatan yang berlawanan.
2. Mengurangi potensial permukaan yang disebabkan oleh adsorpsi
molekul yang spesifik dengan muatan elektrostatik berlawanan.
3. Adsorpsi molekul organik diatas permukaan partikel bisa membentuk
jembatan moleku diantara partikel.
4. Penggabungan partikel koloid kedalam senyawa presipitasi yang
terbentuk dari koagulan.
Secara garis besar (bedasarkan uraian diatas), mekanisme koagulasi
adalah destabilisasi muatan negatif partikel oleh muatan positip dari
koagulan, tumbukan antar partikel, dan absorpsi (Sudarmono,2004).
Denaturasi protein
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi
terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa
terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovelen. Karena itu, denaturasi dapat
diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik,
ikatan garam dan aterbukanya lipatan atau wiru molekul protein. (Ophart,
C.E., 2003).
Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan
molekul bagian dalam yang ersifat hidrofobik akan keluar sedangkan
bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembakikkan akan
terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein akan menggumpal
dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul
mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga
akan meningkat (Ophart, C.E., 2003).
Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin
terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi
denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan peptida, dimana
struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Denaturasi
terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier
protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang
membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan
garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang
kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui
adalah proses presipitasi dan koagulasi protein (Ophart, C.E., 2003).

Denaturasi karena Panas:
Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan
interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat
meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein
bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan
molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi
selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi
protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam
mencerna protein tersebut (Ophart, C.E., 2003).
Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga
kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi
panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada
pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya
yang berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada
kisaran suhu yang sempit (Ophart, C.E., 2003).
Alkohol dapat merusak ikatan hidrogen:
Ikatan hidrogen terjadi antara gugus amida dalam struktur sekunder
protein. Ikatan hidrogen antar rantai samping terjadi dalam struktur tersier
protein dengan kombinasi berbagai asam amino penyusunnya (Ophart,
C.E., 2003).

Denaturasi karena Asam dan basa:
Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai ph
isoelektris yaitu ph dimana protein memiliki muatan positif dan negatif
yang sama, pada saat inilah protein mengalami denaturasi yang ditandai
kekeruhan meningkat dan timbulnya gumpalan. (Anna, P., 1994). Asam
dan basa dapat mengacaukan jembatan garam dengan adanya muatan
ionik. Sebuah tipe reaksi penggantian dobel terjadi sewaktu ion positif
dan negatif di dalam garam berganti pasangan dengan ion positif dan
negatif yang berasal dari asam atau basa yang ditambahkan. Reaksi ini
terjadi di dalam sistem pencernaan, saat asam lambung mengkoagulasi
susu yang dikonsumsi (Ophart, C.E., 2003).



Denaturasi karena Garam logam berat:
Garam logam berat mendenaturasi protein sama dengan halnya
asam dan basa. Garam logam berat umumnya mengandung Hg
+2
, Pb
+2
,
Ag
+1
Tl
+1
, Cd
+2
dan logam lainnya dengan berat atom yang besar. Reaksi
yang terjadi antara garam logam berat akan mengakibatkan terbentuknya
garam protein-logam yang tidak larut (Ophart, C.E., 2003).



Materi dan Metode

Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain, tabung reaksi,
gelas ukur, pipet tetes, penangas air, cawan petri.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah larutan protein
encer (albumin, kasein), Zn SO
4
, asam sulfosalisilat, esbach, kalium
ferosianida, asam asetat glasial, asam wolframat, asam metafosfat,
(NH
4
)
2
SO
4
, alcohol pekat, KOH, NaOH, CuSO
4
, HgSO
4
, NaNO
3
,
formaldehid encer, asam sulfosalisilat, Na
2
CO
3
, khlorofenol red, H
2
O,
kasein, brom kressol hijau, asam asetat, HNO
3
pekat, ammonium
molibdat, gelatin.

Metode
Uji Terhadan Pengendapan
Logam berat. Tabung 1 diisi dengan 1 ml larutan albumin dan
beberapa tetes 0,45 % ZnSO
4
encer kemudian amati yang terjadi lalu
tambahkan ZnSO
4
encer berlebihan. Tabung 2 diisi dengan 0,5 ml larutan
kasein amati perubahan yang terjadi.
Uji alkaloid. Alkaloid, tabung 1 diisi 1 ml larutan albumin dan 5
tetes asam sulfosalisilat 20 %. Tabung 2 diisi dengan 2 ml larutan albumin
dan 2 ml larutan esbach. Tabung 3 diisi dengan 2 ml larutan albumin
ditambah 2 ml larutan kalium ferrosianida dan 5 tetes asam asetat glasial.
Tabung 4 diisi dengan 2 ml larutan albumin ditanbah 20 % asam
wolframat hingga mengendap. Kemudian amati masing-masing tabung
dan catat perubahan yang terjadi.
Uji garam netral dan alkohol. Tabung 1 diisi dengan 5 ml larutan
albumin dan (NH
4
)
2
SO
4
padat lalu encerkan dengan aquades dan amati
perubahan yang terjadi. Tabung 2 masukkan 1-2 tetes larutan albumin
dan 2 ml alkohol pekat lalu encerkan dengan aquades, amati dan catat
perubahan yang terjadi.
Uji Warna
Uji Biuret, dalam 2 ml larutan peptida ditambahkan 2 ml KOH 10 %
atau NaOH 40 % dan beberapa tetes CuSO
4
0,1 % kemudian campur dan
amati warnanya.
Uji Millon, dalam 2 ml larutan albumin tambahkan 1 ml larutan
HgSO
4
1 % kemudian panaskan selama 10 mnit. Setelah dingin kemudian
teteskan larutan NaNO
3
sebanyak 5 tetes, lalu panaskan 10 menit amati
perubahan yang terjadi.
Uji Hopskin Cole. tambahkan 1 ml larutan albumin dengan 1 ml
larutan formaldehid encer dan 1 ml H
2
SO
4
pekat kemudian gojoglah dan
catat serta amati perubahan yang terjadi.
Uji Xanthoprotein. dalam 3 ml larutan albumin tambahkan 1 ml
asam nitrat pekatkemudian panaskan dsan catat perubahanya. Kemudian
dinginkan dan bagilah menjadi 2 tabung. Tabung 1 ditambah NH
4
OH
beberapa tetes sedangkan tabung 2 tidak. Selanjutnya bandingkan kedua
tabung dan catat perubahan yang terjadi.
Uji Molisch. tambahkan 1 ml larutan albumin dengan 2 ml reagen
molisch 5% dan 3 ml H
2
SO
4
pekat lewat dinding. Kemudian amati dan
catat perubahan yang terjadi.
Uji Albumin dan Globulin. tabung 1 diisi dengan 2 ml larutan
serum encer dan 2 tetes asam sulfosalisilat kemudian amati perubahan
yang terjadi.. Tabung 2 diisi dengan 2 ml larutan serum dan 1 tetes
klorofenol red kemudian catat warna endapan. Lalu pada tabung 2
ditambah asam asetat 2 % hingga warna larutan hilang kemudian masak
dan terjadi endapan, dinginkan, selanjutnya dibagi menjadi 2. Tabung A
ditambah 2 ml asam nitrat encer, tabung B ditambahkan 2 ml Na
2
CO
3

encer kemudian amati perubahan yang terjadi.
Uji Kasein, tabung diisi dengan 2,5 ml kasein dan 2 ml NaOH
encer dan tambahkan 2 tetes brom kresel hijau dan asam asetat glacial 2
tetes kemudian amati dan catat perubahan yang terjadi.
Uji Neuman terhadap kasein. tabung 1 diisi dengan 2,5 ml kasein
cair ditambah 5 tetes HNO
3
pekat dan 10 tetes H
2
SO
4
pekat. Kemudian
panaskan diatas api kecil, goyang sampai keluar asap pitih, setelah itu
dinginkan lalu tambahkan 2 ml amonium molibdat dan dimasak 10 menit
catat warnanya.
Uji Gelatin. isi tabung dengan 1 sendok kecil gelatin dan 10 ml
aquades kemudian larutkan. Setelah 10 menit panaskan pada penangas
air lalu dinginkan dengan es batu, Kemudian panaskan lagi selama 10
menit selanjutnya diuji warna dengan biuret, milon, hopskin cole,
xanthoprotein, molisch kemudian catat perubahan yang terjadi.
Reaksi pengendapan. tabung 1 2 ml larutan gelatin ditambah
1sendok amonium sulfat padat kemudian amati warnanya. Setelah itu
tabung 2 diisi denganlarutan gelatin dan 2 ml larutan ferosianida kemudian
tambahkan beberapa tetes asam asetat glacial dan amati warnanya.

Hasil dan Pembahasan

Uji Terhadap Pengendapan
Logam berat. Tabung 1 diisi dengan 1 ml albumin ditambah 3-5
tetes

0,45% kemudian larutan membentuk endapan putih dan


ditambahkan dengan

larutan menjadi larut/bening . Tabung 2 diisi


dengan 0,5 ml larutan kasein 2% ditambah 2 ml

encer, kemudian
ditambahkan lagi

berlebihan namun laruttan tetap bening


menunjukkan hasil negatif. Pada tabung pertama dan kedua

pada

mengikat gugus karboksi (-COOH) pada protein sehingga


membentuk endapan putih namun penambahan

sudah lewat jenuh


menyebabkan protein telah lewat titik iisolistriknya dan ikatan Zn dengan
protein menjadi terlepas sehingga endapan yang terbentuk larut kembali.
Menurut Soedarmo et al.,(1988) bahwa garam logam berat seperti
Ag, Pb, Hg dan Zn akan berikatan dengan karboksilat bebas di dalam
molekul protein membentuk endapan logam proteinat. Ikatan yang
terbentuk amat kuat dan akan memutuskan jembatan garam, sehingga
protein mengalami denaturasi. Karena itu garam logam berat sangat
berbahaya bila sampai tertelan ke dalam tubuh Karena garam logam
tersebut akan mendenaturasikan sekaligus mengendapkan protein sel-sel
tubuh. Penggunaan Ag-nitrat dan Hg-khlorida sebagai zat antiseptik
Alkaloid. Tabung pertama diisi 1 ml larutan albumin dan 5 tetes
asam sulfosalisilat 20% menghasilkan sedikit filtrate/endapan putih dan
larutan bewarna putih. Tabung kedua diisi dengan 2 ml larutan albumin
dan 2 ml larutan esbach menghasilkan larutan kuning pekat dan
membentuk endapan kuning. Tabung ketiga diisi 2 ml larutan albumin, 2
ml kalium ferrosianida, dan 5 tetes asam asetat glacial menghasilkan
larutan bewarna putih keruh. Tabung keempat diisi 2 ml larutan albumin
dan asam wolframat 20% membentuk filtrate putih. Keempat tabung yang
diberi alkaloid dan direaksikan dengan protein membentuk endapan
karena gugus amin (

) pada protein akan diikat oleh gugus anion pada


alkaloid dan akan menyebabkan terjadinya pengendapan.
Menurut Soedarmo et al., (1988) bahwa beberapa asam organik
tertentu seperti asam pikrat asam trikhlorosetat dikenal sebagai pereaksi
alkaloid. Pereaksi alkaloid ini mengendapkan protein karena ikatannya
dengan gugus amin protein yang bermuatan positif.
Garam netral dan alkohol. Tabung pertama diisi dengan 5 ml
larutan albumin dan (NH
4
SO
4
) padat lalu diencerkan dengan akuades
menghasilkan larutan tetap bening. Tabung kedua diisi 1-2 tetes larutan
albumin dan 2 ml alkohol pekat lalu diencerkan dengan 1-2 ml akuades
dan membentuk larutan menjadi keruh dan larut. Albumin/protein larut
dalam air dan garam encer namun albumin tidak larut dalam alkohool
pekat karena protein akan mengendap apabila ditambah garam pekat.
Sehingga pada tabung dua menggunakan alcohol pekat namun albumin
tetap larut walaupun larutannya keruh karena alcohol pekat telah
diencerkan dengan air sehingga menjadi alkohol encer dan dapat larut
Menurut Soedarmo et al.,(1988) bahwa garam logam berat Ag, Pb
dan Hg akan berikatan dengan karboksilat bebas di dalam molekul protein
membentuk endapan logam proteinat. Ikatan yang terbentuk amat kuat
dan akan memutuskan jembatan garam, sehingga protein mengalami
denaturasi. Karena itu garam logam, berat sangat berbahaya bila sampai
tertelan ke dalam tubuh karena garam logam tersebut akan
mendenaturasikan sekaligus mengendapkan protein sel-sel tubuh.
Penggunaan Ag-nitrat dan Hg-khlorida sebagai zat antiseptik.
Reaksi warna
Uji Biuret. Tabung diisi dengan 2 ml larutan peptide, 2 ml KOH 10%
atau NaOH 40% ditambah 3 tetes CuSO
4
0,1% larutan tetap bening
menunjukkan hasil negatif. Kemudian diberi beberapa tetes CuSO
4
dan
larutan berubah jadi ungu. Fungsi penambahan basa kuat adalah untuk
mengaktifkan Cu untuk berikatan dengan N dari peptide membentuk
cupripotasium biuret yang bewarna ungu.
Menurut Soedarmo et al., (1988) bahwa biuret akan memberi warna
ungu bila direaksikan dengan larutan basa kuat dan diteteskan sedikit
larutan tembaga sulfat encer. Hal ini tejadi karena pada biuret terdapat
ikatan yang sama dengan ikatan peptida pada protein. Uji ini umum bagi
protein dan positif untuk semua senyawa yang mengandung yang
mengandung dua atau lebih ikatan peptida. Warna ungu disebabkan
terbentuknya senyawa kompleks-tembaga-Na-biuret. Cincin ungu
semakin tua maka ikatan peptida di dalamnya semakin panjang. Semakin
muda cincin ungu dalam larutan maka semakin pendek ikatan peptidanya.
Uji Millon. Tabung diisi dengan 2 ml albumin ditambah dengan 1 ml
HgSO4 1% dipanaskan sepuluh menit. Setelah dingin ditetesi 5 tetes
NaNO3 kemudian dipanaskan kembali selama sepuluh menit. Sebelum
ditambahkan Nano3 larutan bewarna kuning pekat lalu ketika dipanaskan
dan ditambah NaNO3 terbentuk endapan. Ikatan Hg dengan gugus
hidroksifenil dari aa tirosin berikatan dengan NaNO3 membentuk HgNO3
dengan pemanasan membentuk endapan merah.
Menurut Poedjiadi,(1994) bahwa pereaksi Millon adalah larutan
merkuri dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini
ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih
yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Reaksi ini positif
untuk fenol-fenol arena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus
hidroksifenil yang bewarna.. Protein yang mengandung tirosin akan
memberikan hasil positif.
Uji Hopskin-Cole. 1 ml larutan Albumin ditambah dengan 1 ml
larutan Fomaldehid encer lalu ditambah lagi dengan 1 ml H
2
SO
4
pekat lalu
digojok. Hasilnya terbentuk cincin ungu tetapi setelah digojok hilang.
Kesimpulan gugus indol dari triptofan berikatan dengan aldehida dari
fomaldehid membentuk cincin ungu. Larutan protein yang mengandung
Triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopskin-Cole yang
mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat
dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan pereaksi
Hopskin-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga
membentuk lapisan dibawah larutan protein. Kemudian terjadi cincin ungu
pada batas antara kedua lapisan tersebut. Dasarnya reaksi Hopskin-Cole
memberi hasil positif khas untuk gugus indol dalam protein.
Menurut Poedjiadi, (1994) bahwa Triptofan dapat berkondensasi
dengan beberapa aldehid dengan bantuan asam kuat dan membentuk
senyawa yang berwarna. Larutan protein yang mengandung Triptofan
dapat direaksikan dengan pereaksi Hopskin-Cole yang mengandung
asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk
magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan pereaksi Hopskin-Cole,
asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan
dibawah larutan protein. Kemudian terjadi cincin ungu pada batas antara
kedua lapisan tersebut. Dasarnya reaksi Hopskin-Cole memberi hasil
positif khas untuk gugus indol dalam protein.
Uji Xanthoprotein. Tabung diisi dengan 3 ml albumin dan 1 ml asam
nitrat pekat kemudian dipanaskan dan larutan menjadi kuning. Larutan
dibagi dua kemudian ditambahkan NH
3
beberapa tetes membuat larutan
semakin pekat dan membentuk endapan. Penambahan NH
4
OH
mengakibatkan terjadinya nitrasi pada inti benzene dalam asam amino
aromatik yang terkadang menghasilkan aroma yang wangi.
Menurut Poedjiadi, (1994) bahwa larutan asam nitrat pekat
ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah dicampur
terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila
dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang
terdapat pada molekul protein. Jadi reaksi ini positif untuk protein yang
mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.



Uji Molisch. Tabung diisi 1 ml albumin ditambah 2 ml reagen molisch
5% dan 3 ml H
2
SO
4
pekat lewat dinding tabung membentuk larutan
bewarna coklat. Sakarida pada protein jika dipanaskan dengan asam kuat
akan mengalami dehidrasi menjadi furfural dan membentuk senyawa
bewarna jika bereaksi dengan afta naftol atau timol.
Menurut Soedarmo et al.,(1988) bahwa uji ini bukan uji spesifik
untuk karbohidrat akan tetapi hasil reaksi yang negatif menunjukkan
bahwa larutan yang diperiksa tidak mengandung karbohidrat. Warna ungu
kemerah-merahan menyatakan reaksi positif sedangkan warna hijau
adalah negatif. Berarti dengan kata lain jika percobaan ini menghasilkan
warna ungu berarti albumin mengandung karbohidrat. Reaksi ini
berdasarkan pembentukan furfural atau turunan-turunannya dari
karbohidrat yang didehidrasi oleh asam pekat. Hasilnya bereaksi dengan
alpha-naftol membentuk senyawa bewarna ungu kemerah-merahan jika
terdapat karbohidrat.
Uji perbedaan sifat
Albumin dan globulin. Tabung pertama diisi 2 ml larutan serum
encer dan 2 tetes asam sulfosalisilat dan terbentuk endapan putih.
Tabung 2 diisi dengan 2 ml larutan serum ditambah 1 tetes klorofenol red
(pink) membentuk larutan bewarna ungu. Kemudian tabung 2
ditambahkan asam asetat 2% hingga warna larutan hilang.Kemudian
masak dan terjadi endapan, dinginkan.Larutan dibagi menjadi dua. Bagian
pertama ditambah 2 ml asam nitrat encer, larutan menjadi kuning keruh.
Bagian kedua ditambahkan 2 ml Na
2
CO
3
larutan tetap ungu. Pemanasan
tidak menyebabkan terbentuknya endapan justru menyebabkan
berkurangnya volume. Serum encer didapatkan dari darah tanpa
ditambahkan antiglobulin lalu didiamkan satu malam dan ada lapisan
kuning diatasnya yang terbentuk. Albumin langsung larut dalam air +
garam encer sedangkan globulin harus melalui proses salting out.
Indikator warna khlorofenol red bekerja di ph range dan menyebabkan
keasaman menghilang dan pada basa membentuk warna pink/ungu
muda.
Menurut Soedarmo et al.,(1988) bahwa suatu protein bila tidak
mudah diendapkan berarti tidak mencapai pH isolistriknya. Kemudian
tabung 2 ini ditambahkan lagi dengan asam Asetet 2% hingga warna
larutannya hilang, kemudian masak dan terjadi endapan lalu dinginkan.
Kemudian dibagi menjadi 2. Tabung 2A diisi 2 ml asam Nitrat encer.
Hasilnya ada endapan dengan warna agak kuning. Tabung 2B diisi 2 ml
Na
2
CO
3
encer. Hasilnya ada endapan dengan warna keunguan.
Kesimpulan albumin dan globulin larut dalam asam dan garam encer.
Menurut Soedarmo et al.,(1988) bahwa albumin dan globulin ini
merupakan protein yang larut dalam garam encer. Ditandai dengan warna
keunguan. Penambahan laruan garam sampai jenuh akan mengendapkan
albumin karena terjadi penetralan partikel protein sekaligus dehidrasi.
Penggaraman ini dikenal dengan salting-out. Bentuk dan sifat protein
dalam pengendapan ini umumnya tetap dipertahankan atau utuh (native).
Albumin larut dalam air dan larutan garam encer. Sedangkan Globulin
tidak larut dalam air tetapi larut dalam encer garam netral.
Uji Kasein. Tabung diisi 2,5 ml larutan kasein, 1 ml akuades, 2 ml
NaOH encer, 2 tetes brom kresol hijau dan 2 tetes asam asetat glasial
membentuk 3 lapisan warna. Lapisan biru pada bagian atas, lapisan
bening pada bagian tengah dan terdapan endapan putih kehijauan
didasar. Penambahan NaOH menyebabkan larutan menjadi biru. Brom
kresol hijau berfungsi sebagai indikator warna yang bekerja pada ph
range, member warna pekat pada suasana basa. Asam asetat
meyebabkan repitasi yakni membentuk endapan kehijauan karena terjadi
penurunan pH, mencapai titik isolistrik dan mengalami koagulasi
(membentuk endapan).
Menurut Poedjiadi,(1994) bahwa protein mengalami penggumpalan
atau koagulasi karena mengalami perubahan konformasi serta posisinya,
sehingga aktivitasnya berkurang atau kemampuannya menunjang
aktivitas organ tubuh tertentu hilang. Pengggumpalan protein biasanya
didahului oleh proses denaturasi yang berlangsung dengan baik pada titik
isolistrik protein tersebut. Koagulasi atau penggumpalan ini hanya terjadi
apabila larutan protein berada pada titik isolistriknya. Protein yang
terdenaturasi pada titik isolistriknya masih dapat larut pada pH di luar titik
isolistrik tersebut.
Uji Neuman terhadap Kasein. Tabung diisi 2,5 ml Kasein cair
ditambah 5 tetes HNO
3
pekat lalu ditambah 10 tetes H
2
SO
4
pekat,
dipanaskan di atas api kecil dan digoyangkan hingga keluar asap putih.
Setalah itu didinginkan lalu ditambah dengan 2 ml Amonium Molibdat
kemudian dipanaskaan lagi selama 10 menit.Hasilnya warna sebelumnya
putih keruh sesudah dipanaskan dan sampai keluar asap putih menjadi
oranye agak keruh dan diatas permukaan ada endapan oranye . Setelah
diberi amonium molibdat jadi kuning dan muncul presipitat jadi bening
kekuning-kuningan dan endapan tadi menempel pada dinding tabung
reaksi. Kesimpulan kasein mengandung fosfat, HNO
3
dan H
2
SO
4
untuk
mendenaturasikan kasein dengan tujuan supaya fosfat terlepas. Setelah
dipanaskan terbentuk asap. Itu tandanya pospat sudah lepas lalu pospat
diikat olah ammonium molibdat membentuk ammonium fosfomolibdat
(warna kuning).
Menurut Soedarmo et al.,(1988) bahwa kasein mengandung fosfat,
HNO
3
, dan H
2
SO
4
untuk mendenaturasikan kasein. Asap setelah
pemanasan merupaka fosfat yang telah terlepas. Amonium molibdat
mengikat fosfat membentuk warna kuning. Ini merupakan amonium
fosfomolibdat.
Gelatin. 1 sendok kecil gelatin ditambah 10 ml aquades kemudian
dilarutkan. Kemudian setelah 10 menit lalu dipanaskan pada penangas air
selama 10 menit, lalu didinginkan dengan digojog pada air mengalir
selama 5 menit kemudian dipanaskan lagi 10 menit selanjutnya diuji
warnanya. Biuret hasilnya terbentuk cincin ungu. Hal ini terjadi karena
pada biuret terdapat ikatan yang sama dengan ikatan pepetida pada
potein. Warna ungu disebabkan terbentuknya senyawa kompleks-
tembaga-Na-biuret. Millon hasilnya kuning dan ada presipitat.
Kesimpulannya tidak terdapat asam amino tirosin dalam gelatin. Apabila
pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan
endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan.
Reaksi ini positif untuk fenol-fenol karena terbentuknya senyawa merkuri
dengan gugus hidroksifenil yang bewarna. Protein yang mengandung
tirosin akan memberikan hasil positif. Berarti percobaan kali ini negatif
untuk uji Millon sehingga dapat disimpulkan gelatin tidak mengandung
tirosin. Hopskin-Cole hasilnya tidak ada cincin ungu, ada endapan coklat,
bening tak ada endapan. Kesimpulannya dalam gelatin tidak ada asam
amino triptofan. Larutan protein yang mengandung triptofan dapat
direaksikan dengan pereaksi Hopskin-Cole yang mengandung asam
glioksilat. Kemudian terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan
tersebut. Dasarnya reaksi Hopskin-Cole memberi hasil positif khas untuk
gugus indol dalam protein. Berarti percobaan kali ini negatif untuk uji
Hopskin-Cole sehingga pada gelatin tidak terdapat triptofan.
Xanthoprotein hasilnya tabung 1 tanpa diisi NH
3
larutan menjadi kuning
bening dan tabung 2 diisi dengan NH
3
menjadi berasap dan kuning
bening. Kesimpulan dalam gelatin tidak terdapat asam amino aromatik.
Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi
kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti
benzena yang terdapat pada molekul protein. Jadi reaksi ini positif untuk
protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan. Percobaan kali
negatif untuk uji Xanthoprotein sehingga dapat disimpulkan bahwa gelatin
tidak mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan. Molisch hasilnya
terbentuk cincin ungu. Kesimpulan dalam gelatin terdapat karbohidrat.
Warna ungu kemerah-merahan menyatakan reaksi positif. Berarti dengan
kata lain jika percobaan ini menghasilkan warna ungu berarti gelatin
mengandung karbohidrat. Reaksi ini berdasarkan pembentukan furfural
atau turunan-turunannya dari karbohidrat yang didehidrasi oleh asam
pekat. Hasilnya bereaksi dengan alpha-naftol membentuk senyawa
bewarna ungu kemerah-merahan jika terdapat karbohidrat.
Menurut Poedjiadi,(1994) bahwa triptofan dapat berkondensasi
dengan beberapa aldehid dengan bantuan asam kuat dan membentuk
senyawa yang bewarna. Larutan protein yang mengandung triptofan dapat
direaksikan dengan pereaksi Hopskin-Cole yang mengandung asam
glioksilat. Kemudian terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan
tersebut. Dasarnya reaksi Hopskin-Cole memberi hasil positif khas untuk
gugus indol dalam protein. Berarti percobaan kali ini negatif untuk uji
Hopskin-Cole sehingga pada gelatin tidak terdapat triptofan.
Xanthoprotein hasilnya tabung 1 tanpa diisi NH
3
larutan menjadi kuning
bening dan tabung 2 diisi dengan NH
3
menjadi berasap dan kuning
bening. Kesimpulan dalam gelatin tidak terdapat asam amino aromatik.
Menurut Poedjiadi,(1994 ) bahwa larutan asam nitrat pekat ditambahkan
dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi
endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan.
Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada
molekul protein. Jadi reaksi ini positif untuk protein yang mengandung
tirosin, fenilalanin dan triptofan. Percobaan kali negatif untuk uji
Xanthoprotein sehingga dapat disimpulkan bahwa gelatin tidak
mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan. Molisch hasilnya terbentuk
cincin ungu. Kesimpulan dalam gelatin terdapat karbohidrat. Menurut
Soedarmo,(1988) bahwa uji ini bukan uji spesifik untuk karbohidrat akan
tetapi hasil reaksi yang negatif menunjukkan bahwa larutan yang diperiksa
tidak mengandung karbohidrat. Warna ungu kemerah-merahan
menyatakan reaksi positif. Berarti dengan kata lain jika percobaan ini
menghasilkan warna ungu berarti gelatin mengandung karbohidrat. Reaksi
ini berdasarkan pembentukan furfural atau turunan-turunannya dari
karbohidrat yang didehidrasi oleh asam pekat. Hasilnya bereaksi dengan
alpha-naftol membentuk senyawa bewarna ungu kemerah-merahan jika
terdapat karbohidrat.
Hal Reaksi Pengendapan. 2 ml larutan gelatin ditambah dengan
ammonium sulfat padat 1 sendok penuh. Hasilnya terbentuk endapan
putih. Kesimpulan ammonium sulfat merupakan garam sehingga jika
protein ditambah garam akan mengalami denaturasi dibuktikan dengan
adanya endapan putih dan bila digojok endapan akan hilang.
Penggaraman ini dikenal dengan istilah salting-out. Bentuk dan sifat
protein dalam pengendapan ini umumnya tetap dipertahankan atau untuk
(native). 5 ml larutan gelatin ditambah 1 ml Kalium ferrosianida lalu
ditambahkan lagi beberapa tetes Asam Asetat Glasial. Hasilnya tidak
terbentuk endapan, terbentuk larutan warna kuning jernih. Kesimpulan
gelatin ditambah alkaloid tidak bisa membentuk endapan. Pereaksi
alkaloid ini mengendapkan protein karena ikatan anionnya dengan gugus
amin protein yang bermuatan positif. Gelatin merupakan gugus amin
protein yang bermuatan negatif. Sehingga tidak terbentuk endapan.
Menurut Soedarmo et al.,(1988) bahwa asam organik seperti asam
pikrat, asam tanat, asam trikhlorosetat dan asam asetat merupakan
pereaksi alkaloid. Pereaksi alkaloid ini mengendapkan protein karena
ikatan anionnya dengan gugus amin protein yang bermuatan positif.
Gelatin merupakan gugus amin protein yang bermuatan negatif. Sehingga
tidak terbentuk endapan.


Kesimpulan

Protein merupakan senyawa yang terdiri dari asam-asam amino yang
berikatan secara kovalen menjadi peptida. Protein dapat menggumpal jika
dipanaskan. Penggumpalan ini dan sebagainya koagulasi. Koagulasi
adalah salah satu akibat dari denaturasi. Denaturasi merupakan
penyimpangan protein dari bentuk alamiahnya. Selain panas maka
perubahan pH larutan protein juga menyebabkan protein mengalami
denaturasi dan selanjutnya menggumpal. Besarnya pH dimana protein
menggumpal disebut titik isolistrik. Bila mana direaksikan dengan pereaksi
tertentu maka protein itu akan berwarna. Pembentukan warna disebabkan
karena reaksi antara gugus asam amino yang terdapat dalam protein dan
pereaksi tertentu.

Daftar Pustaka

Anggorodi, H. R. 1995. Biokimia 1. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Campbell, Neil A, J. B. Reece, and L. G. Mitchell. 2002. Biology 1.
Benjamin Cummings, California.

Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. University Indonesia Press.
Jakarta
Soedarmo, M.Aisjah G, Abdul M, H.Mansjur, K.Eman , B.Maria,
Sulistiyani. 1988. Biokimia. Pusat Antar Universitas IPB. Bogor

Sudarmadji, Slamet. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Sudarmo, Unggul. 2004.Kimia Jilid 2. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Ophart, C.E., 2003. Virtual Chembook. Elmhurst College.

Anda mungkin juga menyukai

  • Defoliasi
    Defoliasi
    Dokumen7 halaman
    Defoliasi
    Yuni Setiyawati
    Belum ada peringkat
  • Status Faali
    Status Faali
    Dokumen9 halaman
    Status Faali
    Yuni Setiyawati
    Belum ada peringkat
  • Laporan Praktikum
    Laporan Praktikum
    Dokumen16 halaman
    Laporan Praktikum
    Yuni Setiyawati
    Belum ada peringkat
  • Komoditas Babi
    Komoditas Babi
    Dokumen17 halaman
    Komoditas Babi
    Yuni Setiyawati
    Belum ada peringkat
  • Acara 6
    Acara 6
    Dokumen9 halaman
    Acara 6
    Yuni Setiyawati
    Belum ada peringkat
  • Acara 9
    Acara 9
    Dokumen13 halaman
    Acara 9
    Yuni Setiyawati
    100% (1)
  • Acara 3
    Acara 3
    Dokumen20 halaman
    Acara 3
    Yuni Setiyawati
    Belum ada peringkat