1.1 Pengertian belajar Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di dalam bidang kesehatan. Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu pedagogic praktis atau praktek pendidikan. Oleh sebab itu, konsep pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan. Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok, atau masyarakat. Beberapa pengertian belajar antara lain: a. Belajar adalah usaha untuk menguasai segala sesuatu yang berguna untuk hidup b. Belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman (Gagne) c. Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan faktor-faktor lain berdasarkan pengalaman- pengalaman sebelumnya (Galloway)
Kegiatan atau proses belajar dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Seseorang dapat dikatakan belajar apabila di dalam dirinya terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan menjadidapat mengerjakan sesuatu. Namun demikian tidak semua perubahan itu terjadi karena belajar saja, misalnya perkembangan anak dari tidak dapat berjalan menjadi dapat berjalan. Perubahan ini terjadi bukan hanya hasil proses belajar, tetapi juga karena proses kematangan. Dari uraian singkat ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut. a. Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar, baik aktual, maupun potensial b. Perubahan tersebut didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif lama c. Perubahan itu terjadi karena usaha dan disadari, bukan karena kebetulan
Menurut Morgan, belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut. a. Belajar adalah perubahan tingkah laku b. Perubahan terjadi karena latihan dan pengalaman, bukan karena pertumbuhan c. Perubahan tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama
Proses belajar meliputi latihan dan menambah atau memperolah tingkah laku baru. Latihan adalah penyempurnaan potensi tenaga-tenaga yang ada dengan mengulang aktivitas tertentu. Sedangkan menambah atau memperoleh tingkah laku baru memiliki pengertian bahwa belajar sebenarnya adalah suatu usaha untuk memperoleh hal-hal baru dalam tingkah laku (pengetahuan, kecakapan, keterampilan, dan nilai-nilai) dengan aktivitas kejiwaan sendiri.
1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa prinsip pokok pendidikan kesehatan adalah proses belajar. Di dalam kegiatan belajar terdapat tiga persoalan pokok, yaitu persoaan masukan (input), proses, dan persoalan keluaran (output). Persoalan masukan dalam pendidikan kesehatan adalah menyangkut sasaran belajar (sasaran didik) yaitu individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar itu sendiri dengan berbagai latar belakangnya.persoalan proses adalah mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan (perilaku) pada diri subjek belajar tersebut. Di dalam proses ini terjadi pengaruh timbal balik antara berbagai faktor, antara lain subjek belajar, pengajar (pendidik atau fasilitator), metode dan teknik belajar, alat bantu belajar, dan materi atau bahan yang dipelajari. Sedangkan keluaran adalah merupakan hasil dari belajar itu sendiri, yaitu berupa kemampuan atau perubahan perilaku dari subjek belajar. Proses kegiatan belajar tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Beberapa ahli pendidikan mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar ini ke dalam 4 kelompok besar, yaitu faktor materi (bahan belajar), lingkungan, instrumental, dan subjek belajar. Faktor instrumental terdiri dari perangkat keras (hardware) seperti perlengkapan belajar dan alat-alat peraga, dan perangkat lunak (software) seperti fasilitator belajar, metode belajar, organisasi, dan sebagainya. Dalam pendidikan belajar, subjek belajar ini dapat berupa individu, kelompok, atau masyarakat.
1.3 Hubungan proses blajar dengan perubahan perilaku Terbentuknya perilaku dapat terjadi karena proses kematangan dan dari proses interaksi dengan lingkungan. Cara yang kedua inilah yang paling besar pengaruhny terhadap perilaku manusia. Terbentuknya dan perubahan perilaku karena proses interaksi antara individu dengan lingkungan ini melaluib suatu proses yakni proses belajar. Oleh karena itu, perubahan perilaku adalah merupakan hasil dari proses belajar.
Input Proses Output 1.3.1 Perubahan-perubahan perilaku Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku adalah merupakan tujuan dari pendidikan atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan lainnya. a. Teori Stimulus-Organisme-Respon (S-O-R) Teori ini mendasarkan aumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organism. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya: kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok, atau masyarakat. Hostand, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakikatnya adalah sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari: 1. Stimulus yang diberikan pada organism dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus tersebut tidak efektif memengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti stimulus tersebut efektif mendapatkan perhatian dari individu. 2. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan akan diteruskan dengan proses berikutnya. 3. Setlah itu organism mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap). 4. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku). Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organism ini factor reinforcement memegang peranan penting. b. Tseori Festinger (Dissonance Theory) Finger (1957) ini telah banyak pengaruhnya dalam psikologi social. Teori ini sebenarnya sama dengan konsep imbalance (tidak seimbang). Hal ini berarti bahwa keadaan cognitive dissonance adalah merupakan keadaan ketidakseimbangan psikologis yang diliputi oleh keterangan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali. Apabila terjadi keseimbangan dalam diri individu, maka berarti sudah tidak terjadi ketegangan diri lagi, dan keadaan ini disebut consonance (keseimbangan). Dissonance terjadi karena dalam diri individu terdapat dua elemen kognisi yang salaing bertentangan. Yang dimaksud elemen kognisi adalah pengetahuan, pendapat atau keyakinan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau objek, dan stimulus tersebut menimbulkan pendapat atau keyakinan yang berbeda atau bertentangan di dalam diri individu sendiri, maka terjadilah dissonance. Teori ini menitik beratkan penyesuaian diri secara kognitif dalam penyelesaian konflik. c. Teori Fungsi Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku seseorang apabila stimulus tersebut dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan individu yang bersangkutan. Katz berasumsi bahwa: 1. Perilaku itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak (berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan kebutuhan. Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi kebutuhannya, seseorang berperilaku negatif. 2. Perilaku dapat berfungsi sebagai defence mechanism atau sebagai pertahanan diri dalam mengahadapi lingkungannya. Artinya dengan tindakan- tindakannya manusia dapat melindungi ancaman-ancaman yang dating dari luar. 3. Perilaku berfungsi sebagai peneriama objek dan memberikan arti. Dlam peranannya dengan tindakannya itu seseorang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan tindakan sehari-hari tersebu seseorang telah melakukan keputusan-keputusan sehubungan dengan objek atau stimulus yang dihadapai. Pengambilan keputusan yang mengakibatkan tindakan-tindakan terebut dilakukan secara spontan dan dalam waktu yang singkat. 4. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekpresif dari diri seseorang dalam menjawab suatu situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan merupakan pencerminan dari hati sanubari. Oleh karena itu, perilaku dapat merupakan layar dimana segala ungkapan diri seseorang dapat dilihat. Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku itu memiliki fungsi untuk menghadapi dunia luar individu, dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya menurut kebutuhannya. Oleh karena itu, di dalam kehidupan manusia, perilaku itu tampak terus-menerus dan berubah secara relative. d. Teori Kurt Lewin Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia itu adalah suatu keadaan yang seimbangantara kekuatan pendorong (driving forces) dan kekutan penahan (restrining forces). Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi ketidak seimbangan antara kedua kekuatan tersebut dalam diri seseorang. Sehingga adatiga kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang, yakni: 1. Kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan perilaku. 2. Kekuatan penahan menurun. Hal ini terjadi karena adanya stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut. 3. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun
1.4 Teori belajar Perkembangan teori proses belajar yang ada dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok besar, yakni stimulus-respons yang kurang memperhitungkan faktor internal dan teori transformasi yang telah memperhitungkan factor internal. Teori stimulus-respon yang berpangkal pada psikologi asosiasi dirintis oleh John Locke dan Heart. Di dalam teori ini apa yang terjadi pada diri subjek belajar adalah merupakan rahasia atau biasa dilihat sebagai kotak hitam (black box). Belajar adalah mengambil tanggapan-tanggapan dan menghubungkan tanggapan-tanggapan dengan proses pengulangan. Makin banyak dan sering diberikan stumulus, maka makin memperkaya tanggapan pada subjek belajar. Teori ini tidak memperhitungkan faktor internal yang terjadi pada subjek belajar. Kelompok teori proses belajar yang kedua sudah memperhitungkan faktor internal, antara lain: a. Teori transformasi yang berlandaskan pada psikologi kognitif, seperti yang dirumuskan oleh Neisser, yang mengatakan bahwa proses belajar adalah transformasi dari masukan, kemudian input tersebut direduksi, diuraikan, disimpan, ditemukan kembali, dan dimanfaatkan. Transformasi dari input sensoris bersifat aktif melalui proses seleksi untuk dimasukkan ke dalam ingatan. Meskipun teori ini dikembangkan berdasarkan psikologi kognitif, tetapi tidak membatasi penelaahannya pada domain pengetahuan (kognitif) saja, tetapi juga meliputi domain yang lain (afektif dan psikomotor). Para ahli psikologi kognitif juga memperhitungkan faktor eksternal dan internal dalam mengembangkan teorinya. Mereka berpendapat bahwa kegiatan belajar adalah merupakan proses yang bersifat internal dimana setiap proses tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, antara lain metode pengajaran.
b. Teori Gestalt mendasarkan pada teori belajar pada psikologi Gestalt, yang beranggapan bahwa setiap fenomena terdiri dari suatu kesatuan esensial yang melebihi jumlah unsur-unsurnya. Bahwa keseluruhan itu lebih dari pada bagian-bagiannya. Di dalam peristiwa belajar, keseluruhan situasi belajar itu amat penting karena belajar merupakan interaksi antar subjek belajar dengan lingkungannya. Selanjutnya para ahli psikologi gestalt tersebut menyimpulkan, seseorang dikatakan belajar bila ia memperoleh pemahaman dalam situasi yang problematic. Pemahaman itu ditandai dengan adanya: (a) suatu perubahan yang tiba-tiba dari keadaan yang tak berdaya menjadi keadaan yang mempu menguasaiatau memecahkan masalah. (b) adanya retensi, dan (c) adanya peristiwa transfer. Pemahaman yang diperoleh dari situasi, dibawa dan dimanfaatkan atau ditransfer ke dalam situasi lain yang mempunyai pola atau struktur yang sama atau hamper sama secara keseluruhannya.
1.5 Teori Belajar Sosial Untuk melangsungkan kehidupan, manusia perlu belajar. Dalam hal ini ada dua macam belajar, yaitu belajar secara fisik, misalnya : menari, olahraga, mengendarai mobil, dsb, dan belajar psikis. Dalam belajar psikis ini termasuk juga belajar sosial, dimana seseorang mempelajari perannya dan peran-peran orang lain dalam konteks sosial. Selanjutnya orang tersebut akan menyesuaikan tingkah lakunya dengan peran orang lain atau peran sosial yang telah dipelajari. Cara yang sangat penting dalam belajar sosial menurut teori stimulus-respon adalah tingkah laku tiruan. Teori tentang tingkah laku tiruan yang penting disajikan di sini adalah teori dari Millers, NE. Dan Dollard, J. serta teori Bandura, A. dan Walter, RH 1.5.1 Teori Belajar Sosial dan Tiruan dari Millers dan Dollard Pandangan Millers dan Dollard bertitik tolak dari teori Hull yang kemudian dikembangkan menjadi teori tersendiri. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu merupakan hasil belajar. Oleh karena itu, untuk memahami tingkah laku sosial dan oroses belajar sosial, kita harus mengetahui prinsip-prinsip psikologi belajar. Prinsip belajar ini terdiri dari 4, yakni: dorongan (drive), isyarat (cue), tingkah laku balas (respons), dan ganjaran (reward). Keempat prinsip ini saling mengikat satu sama lain, yaitu dorongan menjadi isyarat, isyarat menjadi ganjaran dan seterusnya. Dorongan adalah rangsangan yang sangat kuat terhadap organisme (manusia) untuk bertingkah laku. Stimulus-stimulus yang cukup kuat pada umumnya bersifat biologis seperti: lapar, haus, seks, kejenuhan, dsb. Stimulus-stimulus ini disebut dorongan primer yang menjadi dasar utama untuk motivasi. Menurut Miller dan Dollard semua tingkah laku (termasuk tingkah laku tiruan) didasari oleh dorongan- dorongan primer ini. Isyarat adalah rangsangan yang menentukan bila dan dimana suatu proses akan timbul dan terjadi. Isyarat ini dapat disamakan dengan rangsangan diskriminatif. Di dalam belajar sosial, isyarat yang terpenting adalah tingkah laku orang lain, baik yang langsung ditujukan kepada orang tertentu maupun yang tidak. Misalnya: anggukan kepala merupakan isyarat untuk setuju, uluran tangan merupakan isyarat untuk berjabatan tangan. Mengenai tingkah laku balas (respons), mereka berpendapat bahwa manusia mempunyai hierakhi bawaan tingah laku. Pada saat manusia dihadapkan untuk pertama kali kepada suatu ragsangan tertentu, maka respons (tingkah laku balas) yang timbul didasarkan pada hierakhi bawaan tersebut. Setelah beberapa kali terajdi ganjaran dan hukuman, maka timbul tingkah laku balas yang sesuai dengan faktor-faktor penguat tersebut. Tingkah laku balas yang sudah disesuaikan dengan faktor-faktor penguat tersebut disusun menjadi hierakhi resultan. Di sinilah pentingnya belajar dengan cara coba-coba dan ralat (trial and error learning). Dalam tingkah laku sosial, belajar coba ralat dikurangi dengan belajar tiruan, di mana seseorang tinggal meniru tingkah laku orang lain untuk dapat memberikan respon yang tepat. Sehingga ia tidak perlu membuang waktu untuk belajar denga coba ralat. Ganjaran adalah rangsang yang meetapkan apakah tingkah laku balas diulang atau tidak dalam kesempatan yang lain. Menurut Miller dan Dollard ada dua reward atau ganjaran, yakni ganjaran primer yang memenuhi dorongan-dorongan primer dan ganjaran sekunder yang memenuhi dorongan-dorongan sekunder. Lebih lanjut mereka membedakan adalah 3 macam mekanisme tingkah laku tiruan, yakni: a. Tingkah laku sama (same behavior) Tingkah laku ini terjadi dua orang yang bertingkah laku balas (respons) sama terhadap rangsangan atau isyarat yang sama. Contoh: dua orang yang berbelanja di toko yang sama ini tidak selalu hasil tiruan, maka tidak dibahas lebih lanjut oleh pembuat teori. b. Tingkah laku tergantung (matched dependent behavior) Tingkah laku ini timbul dalam interaksi antara dua pihak, dimana salah satu pihak mempunyai kelebihan (lebih pandai, lebih mampu, lebih tua, dsb) dari pihak yang lain. Dalam hal ini pihak yang lain atau pihak yang kurang tersebut akan menyesuaikan tingkah laku (match) dan akan tergantung (dependent) pada pihak yang lebih. c. Tingkah laku salinan (copying behavior) Seperti tingkah laku tergantung, pada tingkah laku salinan, peniru bertingkah laku atas dasar isyarat yang berupa tingkah laku pula yang diberikan oleh model. Demikian pula dalam tingkah laku salinan ini, pengaruh ganjaran dan hukuman sangat besar terhadap kuat atau lemahnya tingkah laku tiruan. Perbedaannya dengan tingkah laku tergantung adalah dalam tingkah laku tergantung ini si peniru hanya bertingkah laku terhadap isyarat yang diberikan oleh model pada saat itu saja. Sedangkan pada tingkah laku salinan, si peniru memperhatikan juga tingkah laku model di masa yang lalu maupun yang kan dilakukan di waktu mendatang. Hal ini berarti perkiraan tentang tingkah laku model dalam kurun waktu yang relatif panjang ini akan dijadikan parokan oleh si peniru untuk memperbaiki tingkah lakunya sendiri di masa yang akan datang, sehingga lebih mendekati tingkah laku model.
1.5.2 Teori Belajar dari Bandura dan Walter Teori belajar yang dikemukakan oleh Bandura dan Walter ini disebut teori proses pengganti. Teori ini menyatakan bahwa tingkah laku tiruan adalah suatu bentuk asosiasi dari rangsang dengan rangsang lainnya. Penguat (reinforcement) memang memperkuat tingkah laku balas (respons), tetapi dalam proses belajar sosial, hal ini tidak terlalu penting. Aplikasi teori ini adalah apabila seseorang melihat sesuatu rangsang dan ia melihat model bereaksi secara tertentu terhadap rangsang itu, maka dalam khayalan atau imajinasi orang tersebut terjadi rangkaian simbol- simbolnyang menggambarkan rangsang dari tingkah laku tersebut. Rangkaian simbol-simbol ini merupakan pengganti dari hubungan rangsang balas yang nyata dan melalui asosiasi, si peniru akan melakukan tingkah laku yang sama dengan tingkah laku model. Terlepas dari ada atau tidak adanya rangsang, proses asosiasi tersembunyi ini sangat dibantu oleh kemampuan verbal seseorang. Selain dari itu, dalam proses ini tidak ada cara coba dan ralat (trial and error) yang berupa tingkah laku nyata, karena semuanya berlangsung secara tersembunyi dalam diri individu. Hal yang penting di sini adalah pengaruh tingkah laku model pada tingkah laku peniru. Menurut Bandura, pengaruh tingkah laku model terhadap tingkah laku peniru ini dibedakan menjadi 3 macam yakni: a. Efek modeling (modelling effect), yaitu peniru melakukan tingkah laku- tingkah laku baru melalui asosiasi sehingga sesuai tingkah laku model. b. Efek menghambat (inhibition) dan menghapus hambatan (disinhibition), dimana tingkah laku-tingkah laku yang tidak sesuai dengan tingkah laku model yang dihambat timbulnya, sedangkan tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku model dihapuskan hambatannya sehingga timbul tingkah laku yang dapat menjadi nyata. c. Efek kemudahan (facilitation effect), yaitu tingkah laku yang sudah pernah dipelajari oleh peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah laku model. Akhirnya Bandura dan Walter menyatakan bahwa, teori proses pengganti ini dapat pula menerangkan gejala timbulnya emosi pada peniru yang sama dengan emosi yang ada pada model. Contohnya seseorang mendengar atau melihat gambar tentang kecelakaan yang mengerikan, maka ia berdesis, menyeringai, bahkan sampai menangis ikut merasakan penderitaan tersebut. 2. Motivasi dalam Promosi Kesehatan 2.1 Definisi dan Pendekatan Mempelajari Motivasi Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu (Purwanto, 2000). Adapun menurut Danford, motivasi adalah hubungan antara Kebutuhan, Dorongan, dan Tujuan. Motivasi itu sendiri mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai kepuasan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Motivasi Promosi Kesehatan Motivasi dalam promosi kesehatan merupakan suatu kondisi yang berpengaruh untuk membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan masyarakat. Faktor- faktor yang mempengaruhi motivasi perilaku hidup sehat : a. Keinginan/kebutuhan akan adanya peningkatan kesehatan b. Adanya umpan balik dari tenaga kesehatan kepada masyarakat c. Adanya kesempatan untuk mencoba pendekatan baru dalam melakukan tindakan peningkatan kesehatan Motivasi dapat diartikan sebagai faktor pendorong yang berasal dalam diri manusia, yang akan mempengaruhi cara bertindak seseorang. Dengan demikian, motivasi kerja akan berpengaruh terhadap performansi pekerja. Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan Motivasi dapat berupa : 1. Motivasi yang bersifat intinsik adalah dimana sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat seorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status ataupun uang atau bisa juga dikatakan seorang melakukan hobinya. 2. Motivasi ekstrinsik adalah dimana elemen-elemen diluar pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat seorang termotivasi seperti status ataupun kompensasi.
2.2 Teori Motivasi berdasarkan Kebutuhan dari Maslow Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting. a. Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi seperti rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya b. Kebutuhan rasa aman yaitu merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya, contohnya keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional. c. Kebutuhan Sosial yaitu rasa akan cinta dan rasa memiliki (kasih sayang, diterima-baik, dan persahabatan) d. Kebutuhan akan penghargaan (mencakup faktor penghormatan internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.) e. Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya. Dalam prosesnya teori Maslow menjelaskan bahwa tingkatan kebutuhan hirarki diatas dapat dicapai setiap manusia secara bertahap. Suatu tingkatan kebutuhan memerlukan pemuasan yang optimal apabila ingin berpindah ke tingkatan selanjutnya. Sifat statis teori ini mengindikasikan bahwa orang akan terus menerus berupaya memenuhi tingkatan kebutuhanya yang belum terpenuhi hingga puas dan tidak memotivasi dirinya lagi. Jika keadaan sudah puas terjadi orang akan berpindah ke kebutuhan selanjutnya yang nilai kepuasanya lebih tinggi dan memerlukan upaya yang lebih tinggi lagi. Begitulah seterusnya hingga manusia mencapai kepuasan tertinggi yaitu kebutuhan aktualisasi diri di masyarakat. Namun, keadaan setiap individu yang berbeda beda baik dari segi ekonomi, status, jabatan dan lain lain menyebabkan kebutuhan setiap individu berbeda beda dan berada dalam berbagai tingkatan. Ini tentu jadi tantangan bagi pemimpin untuk memahami keberadaan motivasi karyawan karyawanya sehingga tidak ada kesalahan ketika memberikan sebuah perangkat motivator seperti bonus, promosi dll. Pemimpin yang mampu membaca tingkatan motivasi bawahan akan dapat dengan mudah menentukan paket motivator yang cocok bagi bawahanya. Lebih jauh Maslow menjelaskan bahwa tingkatan kebutuhan yang ia susun dibagi menjadi dua jenis kebutuhan umum, yaitu: 1. Kebutuhan order rendah yang mencangkup kebutuhan fisiologis dan keamanan 2. Kebutuhan order tinggi yang mencangkup kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri Kedua klasifikasi kebutuhan diatas membedakan sumber pemenuhan nya masing masing. Kebutuhan order rendah dipenuhi secara internal (dalam diri orang itu) sedangkan kebutuhan order tinggi dipenuhi secara eksternal (misal dengan upah, kontrak, masa kerja,dll). Walaupun teori Maslow memperoleh pengakuan luas dari berbagai kalangan terutama para manajer praktik karena teori ini mudah dipahami, namun toeri ini bukan tanpa cacat. Dukungan empiris yang kurang yang merupakan acuan diterimanya suatu teori menyebabkan teori ini menuai banyak kritik. Selain itu sifat statis teori ini juga mendapat kritikan tajam dari berbagai kalangan terutama akademisi, karena dinilai kurang bisa diterima jika seseorang akan terus menerus berupaya di satu tingkatan hingga puas tanpa bisa balik ke kebutuhan yang lebih rendah atau mengoptimalkan kebutuhan sebelumnya lagi.