Anda di halaman 1dari 20

Bab I

1. Proses Belajar dalam Pendidikan Kesehatan


1.1 Pengertian belajar
Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di dalam
bidang kesehatan. Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu
pedagogic praktis atau praktek pendidikan. Oleh sebab itu, konsep pendidikan
kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan.
Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam
pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah
yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok, atau
masyarakat. Beberapa pengertian belajar antara lain:
a. Belajar adalah usaha untuk menguasai segala sesuatu yang berguna untuk
hidup
b. Belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah
perilakunya akibat suatu pengalaman (Gagne)
c. Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi,
pengolahan informasi, emosi dan faktor-faktor lain berdasarkan pengalaman-
pengalaman sebelumnya (Galloway)

Kegiatan atau proses belajar dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan oleh
siapa saja. Seseorang dapat dikatakan belajar apabila di dalam dirinya terjadi
perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan menjadidapat
mengerjakan sesuatu. Namun demikian tidak semua perubahan itu terjadi karena
belajar saja, misalnya perkembangan anak dari tidak dapat berjalan menjadi dapat
berjalan. Perubahan ini terjadi bukan hanya hasil proses belajar, tetapi juga karena
proses kematangan. Dari uraian singkat ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar
memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu,
kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar, baik aktual, maupun
potensial
b. Perubahan tersebut didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk
waktu yang relatif lama
c. Perubahan itu terjadi karena usaha dan disadari, bukan karena kebetulan

Menurut Morgan, belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Belajar adalah perubahan tingkah laku
b. Perubahan terjadi karena latihan dan pengalaman, bukan karena pertumbuhan
c. Perubahan tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk waktu yang
cukup lama

Proses belajar meliputi latihan dan menambah atau memperolah tingkah laku
baru. Latihan adalah penyempurnaan potensi tenaga-tenaga yang ada dengan
mengulang aktivitas tertentu. Sedangkan menambah atau memperoleh tingkah laku
baru memiliki pengertian bahwa belajar sebenarnya adalah suatu usaha untuk
memperoleh hal-hal baru dalam tingkah laku (pengetahuan, kecakapan, keterampilan,
dan nilai-nilai) dengan aktivitas kejiwaan sendiri.

1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa prinsip pokok pendidikan kesehatan
adalah proses belajar. Di dalam kegiatan belajar terdapat tiga persoalan pokok, yaitu
persoaan masukan (input), proses, dan persoalan keluaran (output). Persoalan
masukan dalam pendidikan kesehatan adalah menyangkut sasaran belajar (sasaran
didik) yaitu individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar itu sendiri
dengan berbagai latar belakangnya.persoalan proses adalah mekanisme dan interaksi
terjadinya perubahan kemampuan (perilaku) pada diri subjek belajar tersebut. Di
dalam proses ini terjadi pengaruh timbal balik antara berbagai faktor, antara lain
subjek belajar, pengajar (pendidik atau fasilitator), metode dan teknik belajar, alat
bantu belajar, dan materi atau bahan yang dipelajari. Sedangkan keluaran adalah
merupakan hasil dari belajar itu sendiri, yaitu berupa kemampuan atau perubahan
perilaku dari subjek belajar. Proses kegiatan belajar tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut.

Beberapa ahli pendidikan mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi
proses belajar ini ke dalam 4 kelompok besar, yaitu faktor materi (bahan belajar),
lingkungan, instrumental, dan subjek belajar. Faktor instrumental terdiri dari
perangkat keras (hardware) seperti perlengkapan belajar dan alat-alat peraga, dan
perangkat lunak (software) seperti fasilitator belajar, metode belajar, organisasi, dan
sebagainya. Dalam pendidikan belajar, subjek belajar ini dapat berupa individu,
kelompok, atau masyarakat.

1.3 Hubungan proses blajar dengan perubahan perilaku
Terbentuknya perilaku dapat terjadi karena proses kematangan dan dari proses
interaksi dengan lingkungan. Cara yang kedua inilah yang paling besar pengaruhny
terhadap perilaku manusia. Terbentuknya dan perubahan perilaku karena proses
interaksi antara individu dengan lingkungan ini melaluib suatu proses yakni proses
belajar. Oleh karena itu, perubahan perilaku adalah merupakan hasil dari proses
belajar.

Input Proses Output
1.3.1 Perubahan-perubahan perilaku
Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan
perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku adalah merupakan tujuan dari
pendidikan atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program
kesehatan lainnya.
a. Teori Stimulus-Organisme-Respon (S-O-R)
Teori ini mendasarkan aumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku
tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan
organism. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya: kredibilitas,
kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku
seseorang, kelompok, atau masyarakat.
Hostand, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada
hakikatnya adalah sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut
menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari:
1. Stimulus yang diberikan pada organism dapat diterima atau ditolak. Apabila
stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus tersebut tidak
efektif memengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila
stimulus diterima oleh organisme berarti stimulus tersebut efektif
mendapatkan perhatian dari individu.
2. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia
mengerti stimulus ini dan akan diteruskan dengan proses berikutnya.
3. Setlah itu organism mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan
untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
4. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka
stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan
perilaku).
Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila
stimulus yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang
dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat
meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organism ini factor reinforcement
memegang peranan penting.
b. Tseori Festinger (Dissonance Theory)
Finger (1957) ini telah banyak pengaruhnya dalam psikologi social. Teori ini
sebenarnya sama dengan konsep imbalance (tidak seimbang). Hal ini berarti bahwa
keadaan cognitive dissonance adalah merupakan keadaan ketidakseimbangan
psikologis yang diliputi oleh keterangan diri yang berusaha untuk mencapai
keseimbangan kembali. Apabila terjadi keseimbangan dalam diri individu, maka
berarti sudah tidak terjadi ketegangan diri lagi, dan keadaan ini disebut consonance
(keseimbangan).
Dissonance terjadi karena dalam diri individu terdapat dua elemen kognisi yang
salaing bertentangan. Yang dimaksud elemen kognisi adalah pengetahuan, pendapat
atau keyakinan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau objek, dan stimulus
tersebut menimbulkan pendapat atau keyakinan yang berbeda atau bertentangan di
dalam diri individu sendiri, maka terjadilah dissonance. Teori ini menitik beratkan
penyesuaian diri secara kognitif dalam penyelesaian konflik.
c. Teori Fungsi
Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu
tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat
mengakibatkan perubahan perilaku seseorang apabila stimulus tersebut dapat
dimengerti dalam konteks kebutuhan individu yang bersangkutan. Katz berasumsi
bahwa:
1. Perilaku itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan
memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak
(berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan kebutuhan. Sebaliknya
bila objek tidak dapat memenuhi kebutuhannya, seseorang berperilaku negatif.
2. Perilaku dapat berfungsi sebagai defence mechanism atau sebagai
pertahanan diri dalam mengahadapi lingkungannya. Artinya dengan tindakan-
tindakannya manusia dapat melindungi ancaman-ancaman yang dating dari
luar.
3. Perilaku berfungsi sebagai peneriama objek dan memberikan arti. Dlam
peranannya dengan tindakannya itu seseorang senantiasa menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Dengan tindakan sehari-hari tersebu seseorang telah
melakukan keputusan-keputusan sehubungan dengan objek atau stimulus yang
dihadapai. Pengambilan keputusan yang mengakibatkan tindakan-tindakan
terebut dilakukan secara spontan dan dalam waktu yang singkat.
4. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekpresif dari diri seseorang dalam menjawab
suatu situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan
merupakan pencerminan dari hati sanubari. Oleh karena itu, perilaku dapat
merupakan layar dimana segala ungkapan diri seseorang dapat dilihat.
Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku itu memiliki fungsi untuk menghadapi
dunia luar individu, dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya menurut
kebutuhannya. Oleh karena itu, di dalam kehidupan manusia, perilaku itu tampak
terus-menerus dan berubah secara relative.
d. Teori Kurt Lewin
Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia itu adalah suatu
keadaan yang seimbangantara kekuatan pendorong (driving forces) dan kekutan
penahan (restrining forces). Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi ketidak
seimbangan antara kedua kekuatan tersebut dalam diri seseorang. Sehingga adatiga
kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang, yakni:
1. Kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya stimulus
yang mendorong untuk terjadinya perubahan perilaku.
2. Kekuatan penahan menurun. Hal ini terjadi karena adanya stimulus yang
memperlemah kekuatan penahan tersebut.
3. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun

1.4 Teori belajar
Perkembangan teori proses belajar yang ada dapat dikelompokan ke dalam dua
kelompok besar, yakni stimulus-respons yang kurang memperhitungkan faktor
internal dan teori transformasi yang telah memperhitungkan factor internal. Teori
stimulus-respon yang berpangkal pada psikologi asosiasi dirintis oleh John Locke dan
Heart. Di dalam teori ini apa yang terjadi pada diri subjek belajar adalah merupakan
rahasia atau biasa dilihat sebagai kotak hitam (black box). Belajar adalah mengambil
tanggapan-tanggapan dan menghubungkan tanggapan-tanggapan dengan proses
pengulangan. Makin banyak dan sering diberikan stumulus, maka makin
memperkaya tanggapan pada subjek belajar. Teori ini tidak memperhitungkan faktor
internal yang terjadi pada subjek belajar.
Kelompok teori proses belajar yang kedua sudah memperhitungkan faktor
internal, antara lain:
a. Teori transformasi yang berlandaskan pada psikologi kognitif, seperti yang
dirumuskan oleh Neisser, yang mengatakan bahwa proses belajar adalah
transformasi dari masukan, kemudian input tersebut direduksi, diuraikan,
disimpan, ditemukan kembali, dan dimanfaatkan. Transformasi dari input
sensoris bersifat aktif melalui proses seleksi untuk dimasukkan ke dalam
ingatan. Meskipun teori ini dikembangkan berdasarkan psikologi kognitif,
tetapi tidak membatasi penelaahannya pada domain pengetahuan (kognitif)
saja, tetapi juga meliputi domain yang lain (afektif dan psikomotor).
Para ahli psikologi kognitif juga memperhitungkan faktor eksternal dan
internal dalam mengembangkan teorinya. Mereka berpendapat bahwa
kegiatan belajar adalah merupakan proses yang bersifat internal dimana setiap
proses tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, antara lain metode
pengajaran.

b. Teori Gestalt mendasarkan pada teori belajar pada psikologi Gestalt, yang
beranggapan bahwa setiap fenomena terdiri dari suatu kesatuan esensial yang
melebihi jumlah unsur-unsurnya.
Bahwa keseluruhan itu lebih dari pada bagian-bagiannya. Di dalam peristiwa
belajar, keseluruhan situasi belajar itu amat penting karena belajar merupakan
interaksi antar subjek belajar dengan lingkungannya. Selanjutnya para ahli
psikologi gestalt tersebut menyimpulkan, seseorang dikatakan belajar bila ia
memperoleh pemahaman dalam situasi yang problematic. Pemahaman itu ditandai
dengan adanya: (a) suatu perubahan yang tiba-tiba dari keadaan yang tak berdaya
menjadi keadaan yang mempu menguasaiatau memecahkan masalah. (b) adanya
retensi, dan (c) adanya peristiwa transfer. Pemahaman yang diperoleh dari situasi,
dibawa dan dimanfaatkan atau ditransfer ke dalam situasi lain yang mempunyai
pola atau struktur yang sama atau hamper sama secara keseluruhannya.

1.5 Teori Belajar Sosial
Untuk melangsungkan kehidupan, manusia perlu belajar. Dalam hal ini ada dua
macam belajar, yaitu belajar secara fisik, misalnya : menari, olahraga, mengendarai
mobil, dsb, dan belajar psikis. Dalam belajar psikis ini termasuk juga belajar sosial,
dimana seseorang mempelajari perannya dan peran-peran orang lain dalam konteks
sosial. Selanjutnya orang tersebut akan menyesuaikan tingkah lakunya dengan peran
orang lain atau peran sosial yang telah dipelajari. Cara yang sangat penting dalam
belajar sosial menurut teori stimulus-respon adalah tingkah laku tiruan. Teori
tentang tingkah laku tiruan yang penting disajikan di sini adalah teori dari Millers,
NE. Dan Dollard, J. serta teori Bandura, A. dan Walter, RH
1.5.1 Teori Belajar Sosial dan Tiruan dari Millers dan Dollard
Pandangan Millers dan Dollard bertitik tolak dari teori Hull yang kemudian
dikembangkan menjadi teori tersendiri. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku
manusia itu merupakan hasil belajar. Oleh karena itu, untuk memahami tingkah laku
sosial dan oroses belajar sosial, kita harus mengetahui prinsip-prinsip psikologi
belajar. Prinsip belajar ini terdiri dari 4, yakni: dorongan (drive), isyarat (cue),
tingkah laku balas (respons), dan ganjaran (reward). Keempat prinsip ini saling
mengikat satu sama lain, yaitu dorongan menjadi isyarat, isyarat menjadi ganjaran
dan seterusnya.
Dorongan adalah rangsangan yang sangat kuat terhadap organisme (manusia)
untuk bertingkah laku. Stimulus-stimulus yang cukup kuat pada umumnya bersifat
biologis seperti: lapar, haus, seks, kejenuhan, dsb. Stimulus-stimulus ini disebut
dorongan primer yang menjadi dasar utama untuk motivasi. Menurut Miller dan
Dollard semua tingkah laku (termasuk tingkah laku tiruan) didasari oleh dorongan-
dorongan primer ini.
Isyarat adalah rangsangan yang menentukan bila dan dimana suatu proses akan
timbul dan terjadi. Isyarat ini dapat disamakan dengan rangsangan diskriminatif. Di
dalam belajar sosial, isyarat yang terpenting adalah tingkah laku orang lain, baik yang
langsung ditujukan kepada orang tertentu maupun yang tidak. Misalnya: anggukan
kepala merupakan isyarat untuk setuju, uluran tangan merupakan isyarat untuk
berjabatan tangan. Mengenai tingkah laku balas (respons), mereka berpendapat
bahwa manusia mempunyai hierakhi bawaan tingah laku. Pada saat manusia
dihadapkan untuk pertama kali kepada suatu ragsangan tertentu, maka respons
(tingkah laku balas) yang timbul didasarkan pada hierakhi bawaan tersebut. Setelah
beberapa kali terajdi ganjaran dan hukuman, maka timbul tingkah laku balas yang
sesuai dengan faktor-faktor penguat tersebut. Tingkah laku balas yang sudah
disesuaikan dengan faktor-faktor penguat tersebut disusun menjadi hierakhi resultan.
Di sinilah pentingnya belajar dengan cara coba-coba dan ralat (trial and error
learning). Dalam tingkah laku sosial, belajar coba ralat dikurangi dengan belajar
tiruan, di mana seseorang tinggal meniru tingkah laku orang lain untuk dapat
memberikan respon yang tepat. Sehingga ia tidak perlu membuang waktu untuk
belajar denga coba ralat.
Ganjaran adalah rangsang yang meetapkan apakah tingkah laku balas diulang atau
tidak dalam kesempatan yang lain. Menurut Miller dan Dollard ada dua reward atau
ganjaran, yakni ganjaran primer yang memenuhi dorongan-dorongan primer dan
ganjaran sekunder yang memenuhi dorongan-dorongan sekunder. Lebih lanjut
mereka membedakan adalah 3 macam mekanisme tingkah laku tiruan, yakni:
a. Tingkah laku sama (same behavior)
Tingkah laku ini terjadi dua orang yang bertingkah laku balas (respons) sama
terhadap rangsangan atau isyarat yang sama. Contoh: dua orang yang berbelanja di
toko yang sama ini tidak selalu hasil tiruan, maka tidak dibahas lebih lanjut oleh
pembuat teori.
b. Tingkah laku tergantung (matched dependent behavior)
Tingkah laku ini timbul dalam interaksi antara dua pihak, dimana salah satu
pihak mempunyai kelebihan (lebih pandai, lebih mampu, lebih tua, dsb) dari pihak
yang lain. Dalam hal ini pihak yang lain atau pihak yang kurang tersebut akan
menyesuaikan tingkah laku (match) dan akan tergantung (dependent) pada pihak
yang lebih.
c. Tingkah laku salinan (copying behavior)
Seperti tingkah laku tergantung, pada tingkah laku salinan, peniru bertingkah
laku atas dasar isyarat yang berupa tingkah laku pula yang diberikan oleh model.
Demikian pula dalam tingkah laku salinan ini, pengaruh ganjaran dan hukuman
sangat besar terhadap kuat atau lemahnya tingkah laku tiruan. Perbedaannya
dengan tingkah laku tergantung adalah dalam tingkah laku tergantung ini si peniru
hanya bertingkah laku terhadap isyarat yang diberikan oleh model pada saat itu
saja. Sedangkan pada tingkah laku salinan, si peniru memperhatikan juga tingkah
laku model di masa yang lalu maupun yang kan dilakukan di waktu mendatang.
Hal ini berarti perkiraan tentang tingkah laku model dalam kurun waktu yang
relatif panjang ini akan dijadikan parokan oleh si peniru untuk memperbaiki
tingkah lakunya sendiri di masa yang akan datang, sehingga lebih mendekati
tingkah laku model.

1.5.2 Teori Belajar dari Bandura dan Walter
Teori belajar yang dikemukakan oleh Bandura dan Walter ini disebut teori
proses pengganti. Teori ini menyatakan bahwa tingkah laku tiruan adalah suatu
bentuk asosiasi dari rangsang dengan rangsang lainnya. Penguat (reinforcement)
memang memperkuat tingkah laku balas (respons), tetapi dalam proses belajar sosial,
hal ini tidak terlalu penting. Aplikasi teori ini adalah apabila seseorang melihat
sesuatu rangsang dan ia melihat model bereaksi secara tertentu terhadap rangsang itu,
maka dalam khayalan atau imajinasi orang tersebut terjadi rangkaian simbol-
simbolnyang menggambarkan rangsang dari tingkah laku tersebut. Rangkaian
simbol-simbol ini merupakan pengganti dari hubungan rangsang balas yang nyata dan
melalui asosiasi, si peniru akan melakukan tingkah laku yang sama dengan tingkah
laku model. Terlepas dari ada atau tidak adanya rangsang, proses asosiasi
tersembunyi ini sangat dibantu oleh kemampuan verbal seseorang. Selain dari itu,
dalam proses ini tidak ada cara coba dan ralat (trial and error) yang berupa tingkah
laku nyata, karena semuanya berlangsung secara tersembunyi dalam diri individu.
Hal yang penting di sini adalah pengaruh tingkah laku model pada tingkah laku
peniru. Menurut Bandura, pengaruh tingkah laku model terhadap tingkah laku peniru
ini dibedakan menjadi 3 macam yakni:
a. Efek modeling (modelling effect), yaitu peniru melakukan tingkah laku-
tingkah laku baru melalui asosiasi sehingga sesuai tingkah laku model.
b. Efek menghambat (inhibition) dan menghapus hambatan (disinhibition),
dimana tingkah laku-tingkah laku yang tidak sesuai dengan tingkah laku
model yang dihambat timbulnya, sedangkan tingkah laku yang sesuai
dengan tingkah laku model dihapuskan hambatannya sehingga timbul
tingkah laku yang dapat menjadi nyata.
c. Efek kemudahan (facilitation effect), yaitu tingkah laku yang sudah pernah
dipelajari oleh peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati
tingkah laku model.
Akhirnya Bandura dan Walter menyatakan bahwa, teori proses pengganti ini
dapat pula menerangkan gejala timbulnya emosi pada peniru yang sama dengan
emosi yang ada pada model. Contohnya seseorang mendengar atau melihat gambar
tentang kecelakaan yang mengerikan, maka ia berdesis, menyeringai, bahkan sampai
menangis ikut merasakan penderitaan tersebut.
2. Motivasi dalam Promosi Kesehatan
2.1 Definisi dan Pendekatan Mempelajari Motivasi
Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu
(Purwanto, 2000). Adapun menurut Danford, motivasi adalah hubungan antara
Kebutuhan, Dorongan, dan Tujuan.
Motivasi itu sendiri mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan dan
mencapai kepuasan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Motivasi Promosi Kesehatan
Motivasi dalam promosi kesehatan merupakan suatu kondisi yang
berpengaruh untuk membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang
berhubungan dengan lingkungan masyarakat.
Faktor- faktor yang mempengaruhi motivasi perilaku hidup sehat :
a. Keinginan/kebutuhan akan adanya peningkatan kesehatan
b. Adanya umpan balik dari tenaga kesehatan kepada masyarakat
c. Adanya kesempatan untuk mencoba pendekatan baru dalam melakukan
tindakan peningkatan kesehatan
Motivasi dapat diartikan sebagai faktor pendorong yang berasal dalam diri
manusia, yang akan mempengaruhi cara bertindak seseorang. Dengan demikian,
motivasi kerja akan berpengaruh terhadap performansi pekerja.
Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk
melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai
rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup.
Dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan
Motivasi dapat berupa :
1. Motivasi yang bersifat intinsik adalah dimana sifat pekerjaan itu sendiri yang
membuat seorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan
pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status ataupun uang atau bisa
juga dikatakan seorang melakukan hobinya.
2. Motivasi ekstrinsik adalah dimana elemen-elemen diluar pekerjaan yang melekat di
pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat seorang termotivasi seperti
status ataupun kompensasi.


2.2 Teori Motivasi berdasarkan Kebutuhan dari Maslow
Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua
manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang
berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat
kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari
kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya
akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat
paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya
menjadi penentu tindakan yang penting.
a. Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi seperti rasa
lapar, rasa haus, dan sebagainya
b. Kebutuhan rasa aman yaitu merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya,
contohnya keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.
c. Kebutuhan Sosial yaitu rasa akan cinta dan rasa memiliki (kasih sayang,
diterima-baik, dan persahabatan)
d. Kebutuhan akan penghargaan (mencakup faktor penghormatan internal seperti
harga diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor eksternal seperti status, pengakuan,
dan perhatian.)
e. Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan
menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan;
kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari
potensinya.
Dalam prosesnya teori Maslow menjelaskan bahwa tingkatan kebutuhan
hirarki diatas dapat dicapai setiap manusia secara bertahap. Suatu tingkatan
kebutuhan memerlukan pemuasan yang optimal apabila ingin berpindah ke tingkatan
selanjutnya. Sifat statis teori ini mengindikasikan bahwa orang akan terus menerus
berupaya memenuhi tingkatan kebutuhanya yang belum terpenuhi hingga puas dan
tidak memotivasi dirinya lagi. Jika keadaan sudah puas terjadi orang akan berpindah
ke kebutuhan selanjutnya yang nilai kepuasanya lebih tinggi dan memerlukan upaya
yang lebih tinggi lagi. Begitulah seterusnya hingga manusia mencapai kepuasan
tertinggi yaitu kebutuhan aktualisasi diri di masyarakat.
Namun, keadaan setiap individu yang berbeda beda baik dari segi ekonomi,
status, jabatan dan lain lain menyebabkan kebutuhan setiap individu berbeda beda
dan berada dalam berbagai tingkatan. Ini tentu jadi tantangan bagi pemimpin untuk
memahami keberadaan motivasi karyawan karyawanya sehingga tidak ada kesalahan
ketika memberikan sebuah perangkat motivator seperti bonus, promosi dll. Pemimpin
yang mampu membaca tingkatan motivasi bawahan akan dapat dengan mudah
menentukan paket motivator yang cocok bagi bawahanya.
Lebih jauh Maslow menjelaskan bahwa tingkatan kebutuhan yang ia susun
dibagi menjadi dua jenis kebutuhan umum, yaitu:
1. Kebutuhan order rendah yang mencangkup kebutuhan fisiologis dan
keamanan
2. Kebutuhan order tinggi yang mencangkup kebutuhan sosial, penghargaan dan
aktualisasi diri
Kedua klasifikasi kebutuhan diatas membedakan sumber pemenuhan nya
masing masing. Kebutuhan order rendah dipenuhi secara internal (dalam diri orang
itu) sedangkan kebutuhan order tinggi dipenuhi secara eksternal (misal dengan upah,
kontrak, masa kerja,dll).
Walaupun teori Maslow memperoleh pengakuan luas dari berbagai kalangan
terutama para manajer praktik karena teori ini mudah dipahami, namun toeri ini
bukan tanpa cacat. Dukungan empiris yang kurang yang merupakan acuan
diterimanya suatu teori menyebabkan teori ini menuai banyak kritik. Selain itu sifat
statis teori ini juga mendapat kritikan tajam dari berbagai kalangan terutama
akademisi, karena dinilai kurang bisa diterima jika seseorang akan terus menerus
berupaya di satu tingkatan hingga puas tanpa bisa balik ke kebutuhan yang lebih
rendah atau mengoptimalkan kebutuhan sebelumnya lagi.

Anda mungkin juga menyukai