Anda di halaman 1dari 48

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.1.1 Menurut WHO Task Force in Stroke and other
Cerebrovascular Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik)
atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda
yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu.
2.1.2 Menurut WHO Monica Project
Manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global)
yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakir dengan kematian,
tanpa ditemukannya penyebab selain dari pada gangguan vaskular.
2.2 Epidemiologi Stroke
Insiden Stroke di negara maju cenderung menurun karena usaha prevensi primer yang
berhasil terutama dalam hal pencegahan terhadap hipertensi. Akan tetapi di negara berkembang
insiden ini justru menaik akibat pengaruh urbanisasi, perubahan gaya hidup, dan bertambahnya
umur harapan hidup (Alex Kalache 1995). Insiden stroke pada daerah perkotaan (urban) di
Indonesia diperkirakan 5 kali lebih besar daripada insiden di daerah pedesaan (rural) (Medical
8
Research Unit. FK Unpad 1994). Hal ini dapat dilihat dari jumlah pasien stroke yang dirawat di
rumah sakit terutama RS tipe B yang merupakan rumah sakit yang berada didaerah perkotaan.
Pertambahan kasus stroke yang tidak diimbangi dengan perbaikan penatalaksanaan di
rumah sakit menyebabkan dalam dekade terakhir stroke merupakan penyebab kematian nomor 1
di rumah-rumah sakit di Indonesia (Informasi Rumah Sakit. Depkes RI 1997).
Usia merupakan faktor resiko yang paling penting bagi semua jenis stroke. Insiden stroke
meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia. Di Oxfordshire, selama tahun 1981
1986, tingkat insiden (kasus baru per tahun) stroke pada kelompok usia 45-54 tahun ialah 57
kasus per 100.000 penduduk dibanding 1987 kasus per 100.000 penduduk pada kelompok usia
85 tahun keatas (Lumbantobing, 2001). Sedangkan di Aucland, Seland ia Baru, insiden stroke
pada kelompok usia 55 64 tahun ialah 20 per 10.000 penduduk dan di Soderhamn, Swedia,
insiden stroke pada kelompok usia yang sama 32 per 10.000 penduduk.
Pada kelompok usia diatas 85 tahun dijumpai insiden stroke dari 184 per 10.000 di
Rochester, Minnesota, dan 397 per 10.000 penduduk di Soderhamn, Swedia. Berdasarkan jenis
kelamin, insidens stroke di Amerika Serikat 270 per 100.000 pada pria dan 201 per 100.000 pada
wanita. Di Denmark, insidens stroke 270 per 100.000 pada pria dan 189 per 100.000 pada
wanita. Di Inggris insidens stroke 174 per 100.000 pada pria dan 233 per 100.000 pada wanita.
Di Swedia, insidens stroke 221 per 100.000 pada pria dan 196 per 100.000 pada wanita.
Data di Indonesia menunjukkan terjadinya kecendrungan peningkatan insidens stroke. Di
Yogyakarta, dari hasil penelitian morbiditas di 5 rumah sakit dari 1 Januari 1991 sampai dengan
31 Desember 1991 dilaporkan sebagai berikut :
9
(1) Angka insidensi stroke adalah 84,68 per 10.000 penduduk,
(2) Angka insidensi stroke wanita adalah 62,10 per 100.000 penduduk, sedangkan laki-laki
110,25 per 100.000 penduduk,
(3) Angka insidensi kelompok umur 30 50 tahun adalah 27,36 per 100.000 penduduk,
kelompok umur 51 70 tahun adalah 142,37 per 100.000 penduduk; kelompok umur > 70 tahun
adalah 182,09 per 100.000 penduduk,
(4) Proporsi stroke menurut jenis patologis adalah 74% stroke infark, 24% stroke perdarahan
intraserebral, dan 2% stroke perdarahan subarakhnoid
2.3 Klasifikasi Stroke
Dikenal bermacam- macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran
klinik, patologi anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang
berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan
prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa. Adapun klasifikasi tersebut, antara
lain :
2.3.1 Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
Stroke Infark
a. Infark aterotrombotik
b. Infark kardioemboli
10
c. Infark lakuner
Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intra serebral
b. Perdarahan subarakhnoid

Gambar 2.1 Perbandingan Hemorrhagic dan Ischemic Stroke
11

Gambar 2.2 Perbandingan antara thrombotic, embolic stroke, dan cerebral hemorrhage
2.3.2 Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu :
a. Serangan iskemik sepintas/ TIA
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilang dalam waktu 24 jam.
b. RIND
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak
lebih dari seminggu.
c. Progressing stroke atau SIE (stroke in evolution)
Gejala neurologik yang makin lama makin berat.
12
d. Completed stroke
Gejala klinis sudah menetap.
2.3.3 Berdasarkan sistem pembuluh darah :
a. Sistem Karotis
b. Sistem vertebro-basiler.
2.4 Faktor resiko stroke
Dalam penanganan pasien stroke perlu dicari faktor-faktor resiko yang mendasari
terjadinya perubahan patologik pembuluh darah otak.
2.4.1 Non-Modifiable
Umur-semakin tua, semakin beresiko.
Jenis Kelamin-sering pada pria dibanding wanita. Namun, kematian akibat stroke terjadi pada
wanita.
Ras dan etnik-sering pada orang berkulit hitam karena berpotensi untuk terkena hipertensi,
diabetes mellitus dan obesitas.
Herediter-terdapat stroke di kalangan anggota keluarga.
2.4.2 Modifiable/Modification
Hipertensi-antihipertensi
13
Penyakit jantung-antiplatlet, antikoagulan, antiaritmia
Diabetes mellitus-kontrol glukosa
Hiperkolestrolemia-obat penurun lipid
Rokok-berhenti merokok
Peminum alkohol berat-reduksi
TIA atau stroke sebelumnya-antiplatelet, antikoagulan
Stenosis karotis asimptomatik-antiplatelet, endarterektomi
2.5 Patofisiologi dan Gambaran Klinis
2.5.1 Stroke Infark
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) yang
menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi penurunan Cerebral
Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke
otak terganggu selama 30 detik, maka metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit
terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark.
Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat, kerusakan kemungkinan
bersifat reversibel.
Nilai kritis Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 23 ml/100 gram per menit (normal 55
ml). Penurunan CBF di bawah 10-12 ml/100 gram per menit dapat menyebabkan infark. Nilai
14
kritis CBF yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan adalah diantara 12 sampai 23 ml/100
gram per menit. Pada nilai tersebut terjadi keadaan isoelektrik. Dalam keadaan perfusi yang
marginal (ischemic penumbra), kadar kalium akan meningkat disertai penurunan ATP dan
kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat reversibel apabila sirkulasi dapat kembali
normal.
Iskemia akan menyebabkan gangguan hemostasis ion, terutama ion kalium dan kalsium.
Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan pembengkakan sel astroglia,
sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan makanan ke otak.
Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan neurotransmitter glutamat dan aspartat
yang akan menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel. Keadaan inilah yang
mendorong jejas sel menjadi irreversibel.
Nilai CBF 6 sampai 8 ml/100 gram per menit (infark) ditandai dengan penurunan ATP,
peningkatan kalium ekstraseluler, peningkatan kalsium intraseluler, dan asidosis seluler. Kalsium
yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran fosfolipid sehingga terjadi asam lemak
bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin
dan tromboksan A2. Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi
trombosit, sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi trombosit. Pada keadaan
normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam keseimbangan sehingga agregasi
trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini terganggu, akan terjadi agregasi trombosit.
Prostaglandin, leukotrien, dan radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler
terdenaturasi, setelah itu sel membengkak (edema seluler).
15
Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan kerusakan sel.
Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi apabila kadar glukosa darah
otak tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam keadaan iskemia.
a) Infark Atherotrombotik
Kebanyakan penyakit serebrovaskular dapat dikaitkan dengan atherosklerosis dan
hipertensi kronis. Keduanya saling mempengaruhi. Atherosklerosis akan mengurangi kelenturan
arteri besar, dan stenosis atherosklerotik yang terjadi pada arteri ginjal, keduanya dapat
mengakibatkan tekanan darah yang meningkat. Sedangkan hipertensi akan mendorong
atherosklerosis ke dinding arteri cabang kecil.
Proses atheromatous pada arteri otak identik dengan yang terjadi pada aorta, arter
koroner, dan arteri besar lainnya. Proses ini terjadi dengan progresif, berkembang tanpa gejala
dalam waktu puluhan tahun, dan dapat dipercepat oleh hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes.
Profil lipoprotein darah dengan kadar HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol yang rendah
dan LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol yang tinggi juga mempercepat proses terjadinya
plak atheromatous. Faktor resiko lainnya adalah merokok, yang akan menurunkan kadar HDL
kolesterol darah dan aliran darah otak.
Terdapat kecenderungan plak atheromatous untuk terbentuk pada percabangan dan
cekungan arteri otak. Tempat yang paling sering adalah:
A. carotis interna, pada pangkalnya yang berasal dari a. carotis communis.
A. vertebralis pars cervicalis dan pada peralihannya yang membentuk a. basiler
Pada batang maupun percabangan utama a. cerebri medial
16
Pada a. cerebri posterior yang memutar di otak tengah
A. cerebri anterior di lengkungan yang memutari corpus callosum
Gambaran Klinis
Harus terdapat riwayat episode prodromal sebelumnya untuk menegakkan diagnosis
trombosis otak, berupa serangan yang sifatnya sementara dan reversibel.
Bila sumbatan terjadi pada a. carotis dan a. cerebri media, gejala yang mungkin timbul pada
serangan awal adalah kebutaan sebelah mata, hemiplegia, hemianesthesia, gangguan bicara
dan bahasa, bingung dan lain-lain.
Bila sumbatan terjadi pada sistem vertebrobasiler, terjadi episode pusing, diplopia, kebas,
hendaya penglihatan pada kedua lapang pandang dan dysarthria.
Serangan awal tersebut dapat terjadi dalam rentang wakt beberapa menit hingga beberapa
jam, umumnya tidak lebih dari 10 menit.
Stroke trombotik, dapat berkembang dengan berbagai cara, yaitu:
a. Stroke parsial dapat terjadi, alau berkurang sementara untuk beberapa jam, setelahnya
terjadi perubahan cepat menuju stroke lengkap. Episode awal dapat berlangsung lebih
lama dan berulang sebelum terjadi stroke yang lengkap.
b. Stroke trombotik dapat terjadi waktu tidur, pada saat terjaga, pasien lumpuh pada
tengah malam atau pagi. Pasien dapat bangkit dari tempat tidur, lalu terjatuh dan tidak
berdaya.
c. Gambaran stroke trombotik dapat terjadi sangat lamabt, sehingga menyerupai tumor
otak, abses ataupun subdural hematoma. Untuk menegakkan diagnosis stroke pada
kasus ini, riwayat penyakit terdahulu harus didapat dengan lengkap.
17
Trombosis arterial basanya tidak disertai nyeri kepala. Bila ada, lokasi nyeri berhubungan
dengan lokasi sumbatan arteri. Intensitas nyeri tidak parah dan rlebih regional dibandingkan
dengan perdarahan intraserebral maupun perdarahan subarachnoid.
Hipertensi, diabetes, kebiasaan merokok dan hiperlipidemia umum ditemukan apda pasien
dengan stroke infark atherotrombotik.
b) Infark Embolik
Stroke dapat ditimbulkan oleh emboli yang bersumber dari trombus di jantung. Trombus
yang terlepas akan terbawa oleh aliran pembuluh darah sampai pada percabangan arteri yang
terlalu kecil untuk dilewati.
Emboli yang berasal dari jantung dapat disebabkan oleh:
Fibrilasi atrial dan aritmia lainnya (dengan penyakit jantung rematik, atherosklerotik,
hipertensi, kongenital aupun sifilis)
Infark miokard dengan trombus mural
Endokarditis bakterial akut dan sub aut
Penyakit jantung tanpa aritmia maupun trombus mural(stenosis mitral, miokarditis)
Komplikasi bedah jantung
Katup jantung buatan
Vegetasi trombotik endokardial non bakterial
Prolaps katup mitral
Emboli paradoks dengan penyakit jantung kongenital (cont: patent foramen ovale)
Myxoma
18
Emboli yang tidak berasal dari jantung antara lain:
Atherosklerosis aorta dan a. carotis
Dari tempat pembelahan atau displasia a. carotis dan a. vertebrobasiler
Trombus pada v. pulmonalis
Lemak, tumor, udara
Komplikasi bedah leher dan thoraks
Trombosis pada panggul dan ekstremitas bawah pada right-to-left cardiac shunt
Gejala Klinis
Dari seluruh jenis stroke, kardioemboli merupakan jenis yang berkembang paling cepat.
Biasanya timbul pada saat beraktivitas, dan timbul mendadak, seperti saat di kamar mandi.
Kadang ditemukan; isolated homonymous hemianopsia atau isolated aphasia
Pada pencitraan otak :
o Melibatkan korteks, umumnya pada distribusi percabangan a. cerebri medial
o Terdapat kemungkinan infark perdarahan
2.5.2 Infark Lakuner
Stroke ini mempunyai kumpulan gejala klinis yang jelas dengan daerah kecil yang
mengalami iskemia dan terbatas pada daerah pembuluh darah tunggal yaitu pembuluh darah
yang berpenetrasi ke otak yang menembus kapsula interna, basal ganglia, thalamus, korona
radiata, dan daerah paramedian dari batang otak.
19
Stroke lakuner biasanya berhubungan dengan kombinasi antara hipertensi,
atherosklerosis dengan diabetes melitus.
Stroke lakuner dapat didiagnosa hanya melalui karakteristik gejala klinisnya yaitu
hemiparesis motorik murni, sindrom sensorik murni, clumsy hand, dysarthria, hemiparesis
dengan ataksia, sindrom sensorimotor.
2.5.3 Stroke Perdarahan Intraserebral
Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan intraserebri ditandai oleh adaya
perdarahan ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang
dari pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian
distalnya berupa anyaman kapiler. Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan
adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi aneurisma kecilkecil
(mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1 mm disebut aneurismas Charcot-Bouchard. Pada
suatu saat aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah yang meningkat sehingga terjadilan
perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini mendorong struktur otak dan merembes ke
sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid yang akan
bercampur dengan cairan serebrospinal dan merangsang meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat beraktivitas dan
disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran, kadang-kadang juga disertai
kejang. Distribusi umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua dan lebih sering dijumpai
pada laki-laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya dinding
pembuluh darah dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia lanjut,
20
penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy. Penyebab lainnya
dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi antikoagulan,
kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak dijumpai adanya riwayat
TIA.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons, serebelum dan
thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga mengenai kapsula interna dan
kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui system ventrikuler ke
dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering berakibat fatal. Perdarahan
pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas dalam parenkim otak.
Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup, adanya darah dan
jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang telah rusak sebagian
digantikan pleh jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan rongga kecil
yang terisi cairan. .
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma. Karakteristiknya berupa
sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang kejang pada saat permulaan. Kesadaran dapat
terganggu pada keadaan awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume
darah lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul gejala defisit neurologik
yang cepat menjadi berat dalam beberapa jam.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging (xanthocrome) pada
pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens) pada CT Scan.

21
2.5.4 Stroke Perdarahan Subarachnoid
Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid. Onsetnya sangat
mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran dan muntah. Distribusi umur
penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan lebih banyak pada wanita.
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat rupture aneurisma,
kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi arterivenosa, dan terapi antikoagulan.
Aneurisma biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila aneurisma pecah,
darah segera mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke dalam parenkim otak yang letaknya
berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik akibat penekanan
aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya aneurisma mendadak dirasakan
sakit kepala hebat, muntah dan penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang meningen
positif berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan Kernigs sign, Perdarahan subhialoid
pada funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan menunjukkan adanya
darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme dapat terjadi > 48 jam setelah
onset dengan akibat terjadinya infark otak dan defisit neurologik fokal. Perdarahan ulang
kadang-kadang terjadi dalam beberapa minggu setelah kejadian pertama. Angka kematian cukup
tinggi 30-70% dan tergantung beratnya penyakit pada saat pertama kali muncul.


22
Tabel 3.1 Diagnosis banding stroke hemoragik
Perdarahan Intraserebri Perdarahan Subarachnoid
Onset Usia pertengahan - usia tua Usia muda
Jenis Kelamin >> >>
Etiologi Hipertensi Ruptur aneurisma
Lokasi Ganglia basalis, pons, thalamus,
serebelum
Rongga subarachnoid
Gambaran klinik Penurunan kesadaran, nyeri
kepala, muntah
Defisit neurologis (+)
Penurunan kesadaran, nyeri kepala,
muntah
Deficit neurologist (-)/ ringan
Rangsang meningen (+)
Pemeriksaan
Penunjang
- CSS seperti air cucian
daging/ xantochrome
(Pungsi lumbal)
- Area hiperdens pada CT
Scan
- Perdarahan subhialoid
(Funduskopi)
- CSS gross hemorrhagic
(Pungsi lumbal)
- Perdarahan dalam rongga
subarachnoid (CT Scan)

23

gambar 2.3 kiri : Berry Aneurysm, Penyebab Umum Perdarahan Subarachnoid. Kanan :
Micro-Aneurysms, Penyebab Umum Perdarahan Intraserebral.
Tabel 3.2 Perbedaan gejala pada stroke pada sistem karotis dan vertebrobasiler


24

2.6 Penegakan Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis, harus ditemukan empat hal yang menjadi pengertian stroke
sendiri :
Defisit neurologis fokal atau global.
Berlangsung > 24 jam atau menyebabkan kematian.
Akut atau mendadak.
Dikarenakan semata-mata kelainan pembuluh darah otak.
Jika terdapat empat ciri khas stroke di atas, maka bisa dikatakan bahwa pasien mengalami
stroke. Langkah selanjutnya adalah menentukan diagnosis etiologi, lokalisasi, dan faktor resiko
stroke. Untuk itu diperlukan anamnesa, pemeriksaan fisik, neurologis. Berkut tabel yang
menampilkan perbedaan masing-masing jenis stroke :




25
Tabel 3.3 Diagnosis Banding antara Stroke Infark, PIS dan PSA
KRITERIA INFARK PIS PSA
1. Anamnesa
TIA + - -
Istirahat + - -
Aktivitas - + +
Nyeri kepala - + ++
2. Pemeriksaan Fisik
Defisit neurologik + + +
Penurunan kesadaran - + +
Kaku kuduk - + +
Tekanan darah Sedang variasi Sedang
3. Pemeriksaan tambahan
Punksi lumbal Jernih Xantochrome Gross haemorrhagic

Tabel 3.4 Diagnosis Banding Berdasarkan Anamnesis
ANAMNESIS TROMBOSIS EMBOLI PIS PSA
Umur 50-70 tahun Semua umur 40-60 tahun Tak tentu (20-
30 tahun)
Awitan Bangun tidur Aktivitas Aktivitas Aktivitas
Gejala Bertahap Cepat Cepat Cepat
Peringatan + + - -
26
Sakit kepala - - ++ ++++
Muntah - - ++ ++++
Kejang - - ++ ++++
Vertigo +/- - - -

Tabel 3.5 Diagnosis Banding Berdasarkan Gambaran Klinis
Klinis Trombosis Emboli PIS PSA
Kesadaran Normal Normal Menurun Menurun/Normal
GCS > 7 > 7 < 6 < 6
Kaku kuduk - - -/+ +
Kelumpuhan Hemiparese Hemiparese Hemiplegia Hemiplegia
Aphasia ++/- ++/- - -
Angiografi Oklusi/stenosis Oklusi/stenosis Midline shift Aneurisma/AVM
Parese N 3,4,6 - - + +/-
LP - - +/- ++++
CT Scan Hipodens ke
sentral setelah
4-7 hari
Hipodens
perifer khas
seperti baji
setelah 4-7 hari
Hiperdensitas
seperti massa
darah
Hiperdensitas di
subarachnoid


27
Tabel 3.6 Diagnosis Banding Berdasarkan Faktor Risiko
FAKTOR RISIKO TROMBOSIS EMBOLI PIS PSA
Hipertensi +/- - HT Maligna +/-
Kardial ASHD RHD HHD -
Diabetes Melitus ++ - - -
Dislipidemia ++ - - -

2.7 Pemeriksaan Penunjang
2.7.1 CT scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke infark
dengan stroke perdarahan. Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah
didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran
hiperdens.

Gambar 2.4 Gambaran CT Scan Pada Penderita Stroke

CT scan
28
2.7.2 Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat
sensitif).
2.7.3 Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau
vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada pembuluh
darah.

Gambar 2.5 Gambaran Angiografi Pada Penderita Stroke

2.7.4 Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial, menentukan ada
tidaknya stenosis arteri karotis.
Angiografi
29

Gambar 2.6 Gambaran USG pada Penderita Stroke

2.7.5 Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI. Pada stroke PIS didapatkan
gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS
yang gross hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).
2.7.6 Pemeriksaan Penunjang Lain.
Pemeriksaan untuk menetukan faktor resiko seperti darah rutin, komponen kimia darah (ureum,
kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar), elektrolit darah, Thoraks Foto, EKG,
Echocardiografi.
30

Gambar 2.7 Siriraj Stroke Score
Cara penghitunga :
SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x
atheroma) 12
Nilai SSS Diagnosa
> 1 : Perdarahan otak
< -1 : Infark otak
-1 < SSS < 1 : Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT Scan)

Siriraj Stroke Score (SSS)
31

Gambar 2.8 Skor Gajah Mada
Menggunakan 3 variabel pemeriksaan yaitu :
Penurunan Kesadaran
Nyeri Kepala
Refleks Babinski
2.8 Manajemen Terapi
2.8.1 Pedoman pada stroke iskemik akut
Sebagian besar ahli tidak merekomendasikan terapi hipertensi pada stroke iskemik akut
kecuali terdapat hipertensi berat yang menetap, yaitu tekanan darah sistolik >220 mmHg atau
diastolik > 120 mmHg. Pendapat lain menyebutkan obat-obat anti-hipertensi yang sudah ada
sebelum serangan stroke, diteruskan pada fase awal stroke dan menunda pemberian obat anti-
hipertensi yang baru sampai dengan 7-10 hari pasca awal serangan stroke.
Skor Gajah Mada (SGM)
32
- Tekanan darah diastolik > 140 mmHg atau > 110 mmHg bila akan dilakukan terapi
trombolisis, diperlakukan sebagai penderita hipertensi emergensi, berupa drip kontinyu
nikardipin, diltiazem, nimodipin, dll.
- Tekanan darah sistolik > 230 mmHg dan atau tekanan diastolik 121-140 mmHg,
diberikan labetalol IV selama 1-2 menit. Dosis labetalol dapat diulang tiap 10-20 menit
sampai penurunan darah yang memuaskan. Setelah pemberian dosis awal, labetalol dapat
diberikan 6-8 jam, bila diperlukan (bila emergensi).
- Jika tekanan darah sistolik 180-230 mmHg dan atau tekanan darah diastolik 105-120
mmHg terapi darurat harus ditunda tanpa adanya tanda perdarahan intraserebral atau
gagal ventrikel jantung kiri. Jika tekanan darah menetap pada dua kali pengukuran selang
60 menit, maka diberikan 200-300 mg labetalol 2-3 kali sehari. Pengobatan alternative,
selain labetalol, adalah nifedipin oral 10 mg tiap 6 jam atau captopril 6,25-12,5 mg tiap 8
jam (urgensi).
- Tekanan sistolik < 180 mmHg dan atau tekanan diastolik < 105 mmHg, terapi hipertensi
biasanya tak diperlukan.
a) Obat Trombolitik rtPA
Biasanya obat ini digunakan untuk infark jantung akut untuk melarutkan bekuan darah
yang diperkirakan menyumbat arteri yang terlibat dalam proses stroke iskemik. Syarat utama
adalah waktu pemberian adalah harus sesegera mungkin setelah stroke iskemik terjadi (< 3 jam),
agar belum terjadi perubahan sekunder pada dinding pembuluh darah yang tersumbat dan
terutama daerah otak yg diperdarahinya. Kriteria eksklusi penggunaan obat ini diantaranya:
33
- Bila ada riwayat penggunaan heparin dalam 48 jam sebelumnya dan masa tromboplastin
partial memanjang.
- Trombosit < 100.000/mm.
- Stroke sebelumnya atau trauma kapitis hebat 3 bulan sebelumnya.
- Operasi besar dalam waktu 14 hari.
- Sistolik sebelum pengobatan > 185 mmHg atau diastolik > 110 mmHg.
- Defisit neurologis ringan.
- Riwayat perdarahan intracranial.
- Glukosa darah < 50 mg/dL atau > 400 mg/dL.
- Kejang pada permulaan stroke.
- Perdarahan GI atau urin dalam 21 hari.
- Infark miokard baru.
- Permulaan stroke tidak dapat dipastikan.
Dosis rtPA IV 0,9 mg/kg BB (maksimal 90 mg). 10% dari dosis sebagai bolus pada
menit pertama, sisanya sebagai infus selama 60 menit monitor terus di ICU 24 jam akan
adanya perburukan neurologis dan perdarahan.
b) Peranan Neuroprotektif pada Stroke Iskemik Akut
Obat-obat ini diperkirakan dapat melindungi neuron dari zat-zat destruktif yang
dihasilkan oleh proses biokimia yang terjadi pada kematian neuronal, seperti glutamat, kalnat
dan lain-lain yang toksik terhadap neuron. Di samping itu kerusakan sel-sel neuron dapat
menyebabkan gangguan membran sel akibat kerusakan pada pompa ion Ca, Na, K. Ada dua jenis
neuroproteksi :
34
- Neuroproteksi yang mencegah kematian sel akibat iskemik injury:
Free Radical Scavenger (tirilazad, citicoline, cerovive)
Stabilisasi Membran (citicholine dan piracetam)
- Neuroprotektan yang mencegah reperfusi injury: Abelximab
Neuroprotektan yang ada di Indonesia, yaitu:
- Piracetam
- Citicholin
Terapi bedah :
- Carotid endarterectomy
- Angioplasty
- Catheter embolectomy
Merupakan terapi terpilih saat ini. Kriteria inklusinya adalah: NIHSS > 10, maksimal 8
jam sejak onset serangan.
2.8.2 Penatalaksanaan Stroke Perdarahan
Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang sering berat dan banyak
penyebabnya. Tujuan terapi antara lain mencakup:
1. Mencegah akibat buruk dari meningkatnya tekanan intrakranial.
35
2. Mencegah komplikasi sekunder akibat menurunnya kesadaran, misalnya gangguan
pernapasan, aspirasi, hipoventilasi.
3. Identifikasi sumber perdarahan yang mungkin dapat diperbaiki dengan tindakan bedah.
a) Terapi Umum
1. Tirah baring total dengan kepala ditinggikan paling sedikit 15-30, paling sedikit dua
minggu
2. Fisioterapi pasif beberapa kali sehari, fisioterapi aktif tidak dianjurkan dalam dua minggu
pertama
3. Diet makanan sesuai faktor resiko
4. Monitoring tanda-tanda vital
b) Terapi Hipertensi pada Stroke Perdarahan
Tekanan darah pada fase akut tidak boleh diturunkan lebih dari 20%. Penurunan tekanan
darah rata-rata tidak boleh lebih dari 25% dari tekanan darah arteri rata-rata. Kriteria penurunan:
1. Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik > 140 mmHg pada dua
kali pengukuran tekanan darah selang 5 menit, berikan natrium nitroprusid atau
nitrogliserin drip.
2. Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan diastolik 105-140 mmHg atau tekanan
darah arteri rata-rata 130 mmHg pada dua kali pengukuran tekanan darah selang 20 menit
berikan labetalol injeksi atau enalapril.
3. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolik < 105 mmHg, maka pemberian
obat anti-hipertensi ditangguhkan.
36
c) Terapi Khusus
1. Pemberian sedasi misalnya diazepam 5 mg tiap 6 jam atau phenobarbital 30-60 mg/p.o
atau IV tiap 6 jam untuk pasien gelisah dan analgetik untuk nyeri kepala.
2. Nyeri kepala hebat narkotika. Misalnya demetol 100-150 mg IM tiap 4 jam. Dapat
digunakan kodein 30-60 mg p.o tiap 2-3 jam
3. Pemakaian obat yang mempengaruhi fungsi platelet sebaiknya dihindari karena dapat
memperpanjang perdarahan.
4. pemberian manitol 20% 1 gr/kgBB diberikan dalam 20 menit diikuti 0,25 gr/kgBB tiap 4
jam untuk edema serebri.
5. Bila terdapat fasilitas pemantaun tekanan intrakranial, tekanan perfusi otak harus
dipertahankan lebih dari 70 mmHg.
6. Untuk kelainan jantung akibat PSA dapat diberikan -blocker seperti propanolol yang
dilaporkan dapat menurunkan efek samping ke jantung.
7. Untuk perdarahan saluran cerna, dapat dilakukan lavage lambung dengan NaCl, transfusi,
pemberian cairan yang adekuat, dan antasida.
8. H2-blocker, misalnya ranitidin, untuk mengurangi resiko terjadinya stress ulcer.
9. Untuk mual muntah dapat diberikan antiemetik.
10. Bila kejang dapat diberikan anti-konvulsan : fenitoin 10-15 mg/kg IV (loading dose),
kemudian diturunkan menjadi 100 mg per 8 jam atau phenobarbital 30-60 mg tiap 6-8
jam.


37
d) Pedoman Tatalaksana Hiperglikemia pada Stroke Akut
- Indikasi dan syarat pemberian insulin:
1. Stroke hemoragik dan non-hemoragik dengan IDDM dan NIDDM
2. Bukan stroke lakunar dengan diabetes mellitus
- Kontrol gula darah selama fase akut stroke
Tabel 3.7 Insulin reguler dengan Skala Luncur
Glukosa (mg/dl) Insulin tiap 6 jam subkutan
< 80 Tidak diberikan Insulin
80-150 Tidak diberikan Insulin
151-200 2 unit
201-250 4 unit
251-300 6 unit
301-350 8 unit
351-400 10 unit
> 400 12 unit
1. Bila kadar gula darah sulit dikendalikan dengan skala luncur, diperlukan infus kontinyu
dengan dosis dimulai dengan 1 unit/jam dan dapat dinaikkan sampai 10 unit/jam. Kadar
gula darah harus dimonitor dengan ketat setiap 1-2 jam sehingga kecepatan infus dapat
disesuaikan.
2. Bila hiperglikemia hebat >500 mg/dL diberikan bolus pertama 6-10 unit insulin reguler
tiap jam.
38
3. Setelah kadar glukosa darahg stabil dengan insulin skala luncur atau infus kontinyu maka
dimulai pemberian reguler subkutan.
- Kontrol gula darah masa kesembuhan
Bila penderita stabil makan biasa, dan motorik dan kognitif sudah pulih, mulai berikan
insulin basal (NPH atau lente insulin)
1. NPH insulin diberikan tiap 12 jam dengan dosis awal kira-kira 0,2 0,3 unit/kgBB per
hari
2. Insulin reguler tambahan sebelum makan dapat diteruskan untuk disesuaikan tergantung
pada kadar glukosa darah waktu puasa (sasaran kadar glukosa darah 100-200 mg/dL).
3. Bila kadar glukosa darah pada pemantauan stabil (<200 mg%) dengan kebutuhan insulin
<15 unit/hari, terapi dimulai dengan anti-diabetika oral sebelumnya (pada penderita DM
tipe II)
e) Terapi Pembedahan
Dikeluarkan dalam keadaan darurat untuk penanganan tekanan tinggi intra kranial,
mengeluarkan hematoma dan penanganan hidrosefalis akut, juga untuk mencegah perdarahan
ulang dan meminimalkan terjadinya vasospasme.
- Untuk hidrosefalus akut, dapat dilakukan pemasangan ventriperitoneal shunt.
Hidrosefalus akut dapat diterapi dengan steroid, manitol, atau pungsi lumbal berulang.
- AVM tidakan pembedahan berupa block en resectio atau obliterasi dengan cara ligasi
pembuluh darah atau embolisasi melalui kateter intra-arterial lokal. Kala resiko
39
perdarahan sekunder < pada AVM, dibandingkan aneurisma, maka tindakan pembedahan
dilakukan secara efektif setelah episode perdarahan.
- Aneurisme terapi perdarahan definit terdiri dari clipping atau wrapping aneurisme.
Pada pasien dengan kesadaran penuh atau hanya dengan penurunan kesadaran ringan,
tindakan pembedahan memperlihatkan hasil yang baik. Sebaliknya pada pasien yang
stupor atau koma tidak diperoleh keuntungan dari tindakan tersebut.
2.9 Pencegahan Stroke
a) Mengatur Pola Makan yang Sehat
1. Makan yang membantu menurunkan kadar kolesterol
Serat larut yang banyak terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah, jagung dan
gandum.
Obat akan menurunkan kadar kolesterol total dan LDL, menurunkan tekanan darah
dan menekan nafsu makan bila dimakan di pagi hari (memperlambat pengosongan
usus)
Kacang kedele beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid serum, menurunkan
kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida.
Mekanisme kerja: menambah ekskresi asam empedu, meningkatkan aktivitas
estrogen dari isoflavon, memperbaiki elastisitas arterial dan meningkatkan aktivitas
antioksidan yang menghalangi oksidasi LDL
Kacang-kacangan: menurunkan kolesterol LDL dan mungkin mencegah
aterosklerosis
40
2. Makanan Lain Yang Berpengaruh Terhadap Prevensi Stroke
Makanan/zat yang membantu memecah homosistein seperti asam folat vitamin B6,
B12 dan riboflavin
Susu dan kalsium mempunyai efek protektif terhadap stroke
Ikan terutamanya yang berlemak (tuna,salmon) mangandung omega-3,
eicosapentenoic (EPA) dan docosahexonoeic acid (DHA) yang merupakan pelindung
jantung dengan efek melindungi terhadap risiko kematian mendadak, mengurangi
risiko aritmia, menurunkan kadar trigliserida, menurunkan kecenderungan adhesi
platelet, sebagai prekursor prostaglandin, inhibisi sitokin, anti inflamasi dan stimulasi
NO endothelial. Dianjurkan untuk mengkonsumsi 2 kali/minggu.
Makanan yang kaya vitamin C, E dan beta karoten buahan dan biji-bijian adalah
sebagai sumber antioksidan
Buah-buahan dan sayuran
3. Rekomendasi Tentang Makanan :
Menambah asupan kalium dan mengurangi asupan natrium
Minimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi asupan trans fatty acids
seperti kue-kue, krakers, makan yang digoreng dan mentega.
Mengutamakan makanan yang mengandung poly unsaturated fatty acids,
monosaturated fatty acids, makanan berserat dan protein nabati.
Jangan makan berlebihan dan perhatikan menu seimbang
Makanan sebaiknya bervariasi dan tidak tunggal
Hindari makan dengan densitas kalori rendah dan kualitas nutrisi rendah
41
Utamakan makanan yang mengandung polisakarida (nasi, roti, pasta, sereal dan
kentang)
b) Menghentikan Rokok
Bisa menyebabkan peninggian koagubilitas, viskositas darah, meninggikan tekan darah,
menaikkan hematokrit dan menurunkan HDL.
c) Menghindari Minum Alkohol dan Penyalahgunaan Obat
Penyalahgunaan obat seperti kokain, heroin penilpropanolamin dan mengkonsumsi
alkohol dalam dosis berlebihan dan jangka panjang (abuse alcohol) akan memudahkan
terjadinya stroke.
d) Melakukan Olahraga yang Teratur
Melakukan aktivitas fisik aerobik (jalan cepat, bersepeda, berenang dll) secara teratur
minimum 3 kali seminggu akan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki
kebiasaan makan dan menurunkan berat badan.
Efek biologis: penurunan aktivitas platelet, reduksi fibrinogen plasma dan menaiknya
aktivitas tissue plasminogen activator dan konsentrasi HDL.
e) Menghindari Stres dan Beristirahat yang Cukup
Istirahat yang cukup dan tidur teratur 6-8 jam sehari
42
Mengendalikan stress dengan cara berfikir positif sesuai dengan jiwa sehat menurut
WHO, menyelesaikan pekerjaan satu demi satu, bersikap ramah dan mendekatkan diri
pada Tuhan YME.
2.10 Tindakan Medis pada Prevensi Sekunder Stroke
Sebagian penderita stroke atau dengan riwayat TIA berisiko untuk terserang stroke atau
TIA kembali, untuk itu diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya TIA atau stroke berulang
dan kejadian vaskular lainnya. Upaya untuk mencegah serangan ulang stroke selain dari
pengendalian dengan gaya hidup sehat, juga mengendalikan faktor risiko yang dapat diubah,
terapi farmakologi dan terapi bedah.
Obat-Obatan Anti Trombotik Untuk Prevensi Sekunder Stroke
1. Antiplatelet
a) Aspirin
Dosis dan cara pemberian: 50-325 mg peroral sekali sehari
Mekanisme kerja: anti platelet, menghambat jalur siklooksigenase
Efek samping: iritasi dan atau perdarahan gastrointestinal
b) Clopidogrel
Dosis dan cara pemberian: 75mg peroral sekali sehari
Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi reseptor adenosine difosfat
43
Efek samping: rash, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal, perdarahan gastrointestinal,
purpura trombotik trombositopenia.
c) Ticlopidin
Dosis dan cara pemberian: 250 mg peroral 2 kali sehari
Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi reseptor adenosine difosfat
Efek samping: rash, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal, perdarahan gastrointestinal,
purpura trombotik trombositopenia.
d) Aspirin + Dipiridamol
Dosis dan cara pemberian: aspirin 25mg + Dipiridamol SR 200mg 2 kali sehari
Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi jalur siklooksigenase, fosfodiesterase, dan ambilan
kembali adenosin
Efek samping: sakit kepala, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal
e) Cilostazol
Dosis dan cara pemberian : 100mg peroral 2 kali sehari
Mekanisme kerja: anti platelet, meningkatkan siklik AMP dengan cara menghambat
aktivitas fosfodiesterase III
Efek samping: palpitasi, infak miokad, unstable angina, sakit kepala, mual, gangguan
fungsi hati, rash.

44
2. Anti Koagulan
Tujuan: pencegahan sekunder stroke dengan factor risiko fibrilasi atrium
Warfarin
Dikumarol
3. Lain-lain:
Statin
Ace inhibitor
2.11 Komplikasi Stroke
2.11.1 Komplikasi Neurologik :
a) Edema otak (herniasi otak)
Merupakan komplikasi yan penting stok akibat infark maupun karena perdarahan. Pada
kasus infark, edema terjadi secara vasogenik dan sitoksik, pada intra dan extraseluler. Edema
mencapai maksimum setelah 4-5 hari paska infark, diikuti dengan mengaburnya alur gyrus
kortikal dan seiring pembesaran infak, terjadi pergeseran garis tengah otak (midline shift).
Setelah terjadi midline shift, herniasi transtentorial pun terjadi dan mengakibatkan iskemia serta
perdarahan di batang otak bagian rostral.


45
b) Infark berdarah (pada emboli otak)
Emboli otak pada prinsipnya berasal dari jantung dan pembuluh darah besar
ekstrakranial. Emboli yang berasal dari pembuluh darah arteri leher, biasanya dibentuk dari
kombinasi keping darah dan fibrin atau dengan kolesterol. Atheroma akan mengenai intima,
awalnya terdapat deposit dari fatty streak, lalu diikuti oleh plak fibromuskuloelastis pada sel otot
intima yang diisi lemak. Atheroma ini biasanya memiliki ukuran yang lebih besar daripada
ukuran pembuluh darah. Jika terjadi pelebaran yang mendadak dari plak akibat meningkatnya
perdarahan pada tempat tersebut, maka endotel yang mengandung fibrin dan bekuan darah tadi
akan robek, dan terjadi perdarahan. Kebanyakan cenderung sepanjang perbatasan yang
diperdarahai oleh anastomosis A.meningeal atau bila di A.serebri media terdapat di ganglia
basalis. Kesadaran pasien tiba-tiba menurun dan pernafasan mengorok. Pada pemeriksaan pungsi
lumbal ditemukan cairan serebrospinal berdarah.
c) Vasospasme (terutama pada PSA)
Fisher dkk, menemukan bahwa spasme sering terjadi pada pembuluh darah arteri yang
dikelilingi oleh sejumlah besar darah subarachnoid. Vasospasme ini timbul sebagai akibat
langsung dari darah atau sebagian produk darah, seperti hematin atau produk keping darah, pada
dinding adventitia dari pembuluh darah arteri. Gejala vasospasme berupa penurunan kesadaran
(misalnya bingung, disorientasi (drowsiness) dan defisit neurologis fokal tergantung pada
daerah yang terkena. Gejala-gejala berfluktuatif dan dapat menghilang dalam beberapa hari atau
secara gradual menjadi lebih berat.
46
Mekanisme lain terjadinya vasospasme ialah sebagai respon miogenik langsung terhadap
pecahnya pembuluh darah serta adanya substansi vasotaktif seperti serotonin, prostaglandin dan
katekolamin.
d) Hidrosefalus
Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah, merembes ke dalam
sistem ventrikel atau membanjiri ruang subarachnoid bagaian basal, darah tersebut akan
memasuki foramen Luschka dan Magendie. Dimana pasien akan mengalami penurunan
kesadaran hingga pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus akut. Gejala akan membaik jika
dilakukan draining ventrikel, dengan ventrikulostomi eksternal, atau pada beberapa kasus dapat
dilakukan punksi lumbal. Hidrosefalus sub akut dapat terjadi akibat blokade jalur cairan
serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4 minggu. Keadaan ini biasanya didahului oleh nyeri
kepala, penurunan kesadaran dan inkontinen.
e) Higroma
Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat kelainan osmotik.
2.11.2 Komplikasi Non-neurologik (Akibat Proses di Otak) :
a) Tekanan darah meninggi
Peninggian tekanan darah pada fase akut merupakan respon fisiologis terhadap iskemia
otak, dan tekanan darah akan turun kembali setelah fungsi oatk membaik kembali. Selian itu
tekanan darah tinggi intrakranial, dimana terjadi iskemia batang otak atau penekanan batang
47
otak. Bila neuron yang menghambat aktivitas simpatis di batang otak menjadi tidak aktif karena
penekanan batang otak maka akan terjadi hipertensi.
b) Hiperglikemi
Pada stroke, sama seperti iskemi daerah hipothalamus, dapat terjadi reaksi hiperglikemi.
Kadar gula darah sampai 150-175 mg% pada fase akut tidak memerlukan pengobatan. Penderita
dengan perdarahan subarakhnoid ditemukan gangguan fungsi vegetatif yang bersifat glukosuria
dan keadaan ini berhubungan dengan konsentrasi katekolamin yang tinggi dalam sirkulasi.
c) Edema paru
Edema paru dapat terjadi pada penderita perdarahan intraserebral dan perdarahan
subarakhnoid. Edema paru akut dapat didahului oleh disfungsi kardiovaskuler secara primer,
misalnya infark miokard atau sekunder akibta kelainan susunan saraf pusat; atau edema paru
akibat langsung dari pusat edemagenic seebral. Proses terjadinya edema paru akibat kelaianan
susunan saraf pusat yaitu secara langsung melalui sistem saraf otonom terutama mekanisme
vagal. Mekanisme lain disebutkan, bahwa edema paru merupakan akibat pelepasan simpatis
berlebihan disertai hipertensi sistemik dan hipertensi pulmonal mengakibatkan peninggian
permeabilitas vaskuler pada paru. Pelepasan simpatis tersebut dicetuskan oleh tekanan tinggi
intrakranial, hipoksia otak atau lesi di hipothalamus.
d) Kelainan jantung
Kelainan jantung berupa gangguan ritme jantung atau aritmia jantung, terjadi pada strok
fase akut. Sebanyak 50% menunjukkan ventrikuler ektopik berat, kelainan lain berupa
48
ventrikuler takikardia, blok AV komplit, dan asistolik. Kelainan ini lebh sering pada gangguan
sirkulasi anterior (sistem karotis). Pada penderita perdarahan subarakhnoid, aritmia jantung dapat
menyebabkan kematian. Kelainan jantung lainnya pada penderita strok fase akut berupa
kerusakan miokard disertai peninggian kadar enzim jantung pada serum, aritmia jantung dan
peninggian kadar katekolamin plasma.
e) Kelainan EKG
Perubahan EKG yang ditemukan pada penderita dengan kerusakan susunan saraf pusat
terutama perdarahan subarakhnoid yaitu ST-T abnormal, gelombang T besar atau terbalik,
pemanjangan interval QT dan gelombang U yang menonjol. Kelainan EKG sering menyerupai
penyakit jantung iskemia dan kadang miokard infark. Frekuensi saat dan lamanya kelainan
tersebut tidak dapat dipastikan, dan dalam pengalaman biasanya timbul selambat-lambatnya
dalam 8 hari setelah onset.
f) Syndrome Inappropiate Anti Diuretik Hormon (SIADH)
Rangsangan lesi pada daerah hipothalamus dapat menyebabkan diabetes insipidus atau
SIADH, dengan gejala sebagai berikut:
Gejala intoksikasi air (anoreksia, mual, muntah, letargi, hiperiritabilitas, delirium, bahkan koma).
g) Natriuresis.
Perdarahan subarakhnoid pada binatang percobaan, menimbulkan hiponatremia dan
natriuresis disertai gangguan sekresi hormon anti diuretik. Keadaan ini terjadi pada hari ke 5-6
setelah onset dan dapat dijumpai pada setiap penderita dengan kelainan intrakranial.
49
h) Retensi cairan tubuh.
2.11.3 Komplikasi Non-Neurologik (Akibat Imobilisasi):
a) Bronkopneumonia
Merupakan infeksi paru dan sebagai penyebab kematian tersering pada strok. Keadaan ini
sering terjadi pada penderita yang berbaring terus, terutama disertai gangguan menelan,
gangguan reflek muntah dan reflek batuk dan akibat gerakan paru yang berkurang. Riwayat
merokok dan infeksi paru misalnya bronkhitis kronis dakan meningkatkan resiko terjadinya
bronkopneumonia.
b) Tromboplebitis
Trombosis vena dalam menimbulkan gejala klinik berupa pembengkakan pada paha dan
betis, sering disertai pitting edem, nyeri lokal dengan peninggian suhu. Trombosis vena dalam
paha pada penderita strok sering terjadi pada tungkai yang lumpuh dan sering bersifat subklinis.
Tetapi edem pada tungkai yang lumpuh dan disertai nyeri belum tentu suatu trombosis vena
dalam. Insidensi kelainan ini terjadi pada penderita strok fase akut. Trombosis vena dalam
terjadi selama 14 hai sesudah onset strok dengan puncaknya pada hari ke-5 atau sekitar hari ke-
10 setelah onset. Pada penderita yang dirawat di rumah sakit, hampir 50% terjadi pada betis,
35% pada paha dan 15% mulai betis yang menjalar ke paha. Trombosis vena dalam dapat
menyebabkan bekuan dalam darah dan bila menjalar ke kranial dapat menyebabkan emboli paru.

c) Emboli paru
50
Insiden emboli paru yang berasal dari vena femoralis dan vena bagian ilio-ingiuinal lebih
tinggi dibandingkan vena di betis. Emboli paru biasanya terjadi secara mendadak dan merupakan
kasus darurat medik. Emboli paru ditemukan pada 50% penderita strok yang meninggal dan
kadang-kadang sebagai penyebab kematian.
d) Depresi
Gangguan emosi terutama kecemasan, frustasi, dan depresi merupakan masalah tersering
pada penderita strok. Depresi sering disalahtaksirkan dengan motivasi yang kurang, terutama
pada penderita dengan gangguan komunikasi bermakna. Umumnya depresi yang terjadi karena
adanya masalah-masalah yang kompleks misalnya biaya, pekerjaan, kemungkinan cacat seumur
hidup (menetap) dan hubungan dalam perkawinan. Depresi dapat dijumpai walaupun pada
penderita strok dengan cacat yang ringan, karean apada dasarnya setiap cacat akan mengganggu
kehidupan normal yang ada sebelumnya.
e) Nyeri dan kaku pada bahu
Nyeri dan kaku pada bahu sisi tubuh yang hemiplegi sangat sering dijumpai dan biasanya
akibat kesalahan berbaring serta kesalahan letak/posisi anggota gerak yang lumpuh pada fase
akut. Nyeri dan kaku pada bahu dapat terjadi akibat:
Kontraktur akibat spastis
Shoulder-hand syndrome atau post-hemiplegic reflex sympathetic dystrophy. Pada
kasus berat terjadi demineralisasi kaput dan kollum humerus.
Inflamasi pada jaringan lunak disekeliling sendi. Keadaan ini terjadi di akromio-
klavikula, sendi gleno-humeral, tendon biseps dan bursa subdeltoid.
51
Kalsifikasi ektopik pada jaringan periartikuler
Fraktur kollum humerus.
Dislokasi sendi bahu, terutama terjadi pada keadaan flasid.
f) Spastisitas umum
Biasanya bersifat ringan, ditemukan pada penderita strok fase kronik/lanjut.
g) Radang kandung kemih
Infeksi traktus urinarius terutama pada penderita yang menggunakan kateter.
h) Kelumpuhan saraf tepi
Pada penderita strok dapat terjadi lesi kompresi radiks dan saraf tepi yang bervariasi,
terutama akibat anggota gerak yang lumpuh, tidak diletakkan dalam posisi yang baik. Saraf tepi
yang sering terkena adalah N. Radialis, N. Ulnaris, N. Peroneus komunis dan N. Iskhiadikus.
i) Kontraktur dan deformitas
Kontraktur dapat terjadi mengikuti spastisitas berat yang berlangsung lama. Terjadinya
kontraktru akibat adanya perubahan jaringan lunak disekitar sendi yang bersifat ireversibel.
Kadang-kadang dijumpai keadaan kombinasi kontraktur dan spastisitas, misalnya deformitas
equinovarus dan deformitas pronasi-fleksi lengan dan tangan.
j) Dekubitus
Dekubitus terjadi pada pasien yang berbaring lama.
52
k) Atrofi otot
2.11. Rehabilitasi
Terbagi menjadi 2 yaitu fase akut dan fase lanjutan aktif.
1. Fase Akut
biasanya 48-72 jam pertama setelah serangan stroke
keadaan pasien belum stabil pasien harus berbaring di tempat tidur
Hal-hal yang harus diperhatikan:
1. Sikap dan posisi pasien harus diperhatikan untuk mencegah kecacatan serta
memberikan rasa nyaman kepada pasien.
2. Latihan-latihan pasif anggota gerak atas dan bawah yang berguna untuk
mencegah kekakuan otot dan sendi
A. POSISI PASIEN
Posisi pasien harus dirubah setiap 2-3 jam berupa:
terlentang
miring ke sisi yang sehat
miring ke sisi yang sakit
usahakan tidak lebih dari 20 menit.
B. LATIHAN PASIF ANGGOTA GERAK ATAS DAN BAWAH
Latihan pasif anggota gerak atas
Latihan pasif anggota gerak bawah

2. Fase Aktif
A. LATIHAN AKTIF ANGGOTA GERAK ATAS DAN BAWAH.
53
B. LATIHAN KESEIMBANGAN
Melatih keseimbangan duduk
Melatih keseimbangan berdiri
C. LATIHAN MENGGUNAKAN TANGAN YANG LUMPUH
D. LATIHAN MOBILISASI
E. LATIHAN BERKOMUNIKASI
FASE LATIHAN AKTIF
6. LATIHAN MELAKUKAN KEGIATAN SEHARI-HARI
Tata Cara Makan
Tata Cara Berpakaian
Tata Cara Menggunakan Kamar Kecil
Tata Cara Berpindah
Rehabilitasi Lainnya
Physical therapy dengan latihan dan terapi fisik lainnya. (ex : massage) dapat
membantu pasien untuk menggerakan tangan dan kaki dan mencegah kekakuan otot
pada pasien dengan paralysis permanent.
Speech therapy membantu pasien memperoleh kembali kemampuan berbicara.
Occupational therapy membantu mengembalikan kemampuan dasar pasien (ex:
mengancingkan baju, menyiapkan makanan, mandi, dll).


54
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasad, S. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2005.

2. Harrison, P. Lewis. Harrison Principles of Internal Medicine. 16
th
Edition. Pennsylvania: Mc
Graw Hill. 2006.

3. Victor, N. Nelson Textbook Of Pediatric, 16
th
Edition. New York: McGraw-Hill
Professional; 2007.

4. Engelhard, H. Post Primary Tuberculosis. Available from: http://emedicine.medscape.com

5. Adams & Victor's Principles Of Neurology 7th edition, 2000

6. Diktat Neurologi Klinis, Bagian Ilmu penyakit saraf,1993.

7. Delisas Physycal and rehabilitation Principles and Practice, 5th Edition.

Anda mungkin juga menyukai