Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

INFEKSI NOSOKOMIAL DAN PENGENDALIANNYA











Karya:
Ari Setiyani
PROGRAM STUDI D3 ANALIS KESEHATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN AJARAN 2012/2013





KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya sehingga kami diberikan kesempatan untuk menyelesaikan
makalah ini.Makalah ini disusun sebagai tugas kuliah dan usaha kami dalam
meningkatkan wawasan tentang infeksi nosokomial.
Kami berharap makalah ini dapat digunakan sebaik- baiknya. Setiap
pembahasannya kami uraikan dengan rinci agar mudah dalam memahaminya. Kami
berusaha agar makalah ini dapat dipahamibersama. Semoga melalui makalah ini kita
dapat memperluas wawasan kita .
Kami sadari bahwa makalah ini banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Walaupun kami telah berusaha dengan maksimal dan mencurahkan
segala pikiran, kemampuan yang kami miliki. Makalah kami masih banyak kekurangan
baik dari segi bahasa, pengolahan, maupun dalam penyusunannya. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi tercapainya
kesempurnaan.
Makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan teman-teman, semoga
makalah sederhana ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.




Penulis, 25 November 2012



DAFTAR ISI





DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

D. Manfaat Penulisan

E. Ruang Lingkup

F. Metode Penelitian

BAB II ISI

A. Definisi Infeksi Nosokomial

B. Epidemiologi Nosokomial
C. Skema Penularan Nosokomial
D. Sumber Infeksi Nosokomial
E. Gejala-gejala HAIs (Infeksi Nosokomial)
F. Faktor Penyebab perkembangan infeksi nosokomial
G. Penyakit Akibat Pengaruh Alat Medis
H. Sejarah Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
I. Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA


BAB I

PENDAHULUAN



A. Latar Belakang

Dari dulu sampai sekarang, rumah sakit selain sebagai tempat berobat untuk
peyakit yang diklasifikasikan berat, rumah sakit juga menjadi tempat bersarangnya bibit
penyakit, bibit penyakit di rumah sakit bukan jenis bibit penyakit biasa, melainkan bibit
penyakit yang sudah resisten terhadap antiiotika, jenis kuman resisten seperti ini yang
bercokol di pelosok ruangan rumah sakit, bisa saja melekat di alat-alat pemeriksaan
medis, alat-alat bantu medis, alat-alat bedah, serta perlengkapan rumah sakit lainnya
yang mungkin lolos dari prosedur sanitasi dan sterilisasi.
Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan
kelompok yang berisiko mendapat infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat terjadi melalui
penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada
pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien.
Pengetahuan tentang pencegahan infeksi sangat penting untuk mahasiswa
kesehatan yang nantinya akan menjadi petugas di Rumah Sakit dan sarana kesehatan
lainnya merupakan sarana umum yang rawan untuk terjadi infeksi. Cara
penanggulangan dalam penularan infeksi di Rumah Sakit, dan upaya pencegahan
infeksi adalah hal yang harus diperhatikan dalam mengatasi infeksi nosokomial. Namun
selain itu, alat medis yang menjadi salah satu faktor penting yang sangat berpengaruh
dalam penularan infeksi tersebut. Untuk itu dalam makalah ini akan dibahas pengaruh
alat medis terhadap penyebaran infeksi nosokomial. Untuk seorang petugas kesehatan,
kemampuan dalam penggunaan alat medis memiliki keterkaitan yang tinggi dengan
pekerjaan, karena mencakup setiap aspek penanganan pasien, sehingga petugas
harus sangat berhati-hati dalam penggunaannya.

B. Tujuan Penulisan
1. Apa pengertian dari infeksi nosokomial ?
2. Bagaimana cara penyebaran infeksi nosokomial ?
3. Alat apa saja yang dapat menyebabkan infeksi ini ?
4. Organisme apa saja yng menyebabkan infeksi ini?
5. Gejala apa saja yang ditimbulkan infeksi ini?
6. Bagaimanakah cara mencegah dan pengendaliannya?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang infeksi nosokomial.
2. untuk mengetahui penyebaran infeksi nosokomial.
3. Untuk mengetahui alat yang mempengaruhi penyebaran infeksi nosokomial.
4. Untuk mengetahui penyakit atau infeksi yang dipengaruhi alat medis serta organisme
penyebabnya.
5. Untuk mengetahui gejala gejala yang ditimbulkan infeksi nosokomial.
6. Untuk mengetahui cara pencegahan penularan dan pengendalian infeksi nosokomial.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi yang
berkaitan dengan penyebaran infeksi nisokomial tentang dampak penggunaan alat medis dan
penyebaran infeksi nosokomial. Sebab, alat medis sangat berpengaruh terhadap penyebaran
infeksi nosokomial.

E. Ruang Lingkup
Masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah berkaitan dengan
pengertian infeksi nosokomial, cara penyebarannya, alat-alat yang berpengaruh terhadap
penyebaran infeksi nosokomial, penyaki-penyakit atau infeksi yang dipengaruhi oleh alat medis,
organisme penyebab, cara penyebarannya, serta upaya-upaya yang dilakukan dalam
mencegah penyebaran infeksi nosokomial.

F. Metode Penelitian
Penyusunan makalah ini disusun dengan menggunakan metode studi pustaka dan
browsing di internet.
















BAB II

ISI


A. Pengertian
Infeksi adalah Adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang
disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik.Infeksi yang muncul selama
seseorang tersebut di rawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama
seseorang itu dirawat disebut infeksi nosokomial.
Infeksi Nosokomial,berasal dari kata yunani nosos (penyakit) dan komeion
(merawat) nosocomion berartiRumah Sakit jadi infeksi nosokomial ialah infeksi yang di
peroleh selama dalam perawatan di rumah sakit.Infeksi nosokomial biasanya timbul
ketika,pasien di rawat 3 x 24 jam di rumah sakit dan infeksi ini sangat sulit di atasi karna
di timbulkan oleh mikroorganisme dan bakteri.
Infeksi di rumah sakit ini juga dinamakan disebut juga sebagai Health-care
Associated Infectionsatau Hospital-Acquired Infections (HAIs), infeksi nosokomial ini
merupakan persoalan serius karena dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak
lagsung kematian pasien, kalaupun tak berakibat kematian, infeksi yang bisa terjadi
melalui penularan antar pasien, bisa terjadi dari pasien ke pengunjung atau petugas
rumah sakit dan dari petugas rumah sakit ke pasien, hal ini mengakibatkan pasien
dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit lebih banyak.

B. Epidemiologi Infeksi Nosokomial

Epidemologi adalah telaah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya dan penyebaran penyakit pada sekelompok orang.infeksi nosokomial banyak
terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di Negara termiskin dan Negara
yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi masalah
utama yang masih sulit untuk di atasi.

Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7
% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa,Timur-Tengah,Asia
Tenggara dan Pasifik masih menunjukkan adanya infeksi nosokomial dan yang
terbanyak terjadi di Asia Tenggara dengan Prosentase 10 %.Tiga faktor yang
menyebabkan terjadinya infeksi (termasuk infeksi yang di peroleh dari Rumah Sakit
yakni Infeksi Nosokomial) :

1. Sumber Mikroorganisme yang dapat menmbulkan infeksi.
2. Rute penyebaran mikroorganisme tersebut.
3. Inang yang rentan terhadap infeksi oleh mikroorganisme tersebut.


C. Skema Penularan Nosokomial
Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab (di bagian tengah gambar
berikut), yang ada pada sumber. Kuman keluar dari sumber melalui tempat tertentu,
kemudian dengan cara penularan tertentu masuk ke tempat tertentu di pasien lain.
Karena banyak pasien di rumah sakit rentan terhadap infeksi (terutama Odha yang
mempunyai sistem kekebalan yang lemah), mereka dapat tertular dan jatuh sakit
tambahan. Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari pasien tersebut dan
meneruskan rantai penularan lagi.




D. Sumber Infeksi Nosokomial

Sumber yang paling vital dan sebagai penyebab utama dari infeksi
nosokomial adalah mikroorganisme.Bermacam-macam mikroorganisme yang bisa
menyebabkan infeksi ini yang biasanya terjadi di rumah sakit dan sebagian besar
terdapat dalam tubuh inang manusia yang sehat,seperti, Escherichia Coli,Klebsiella
pneumonia,Candica albicans,Staphylococus aureus,Serratia marcescens,Proteus
mirabilis,Dan beberapa Actinomyces spp.Mikroorganisme penyebab infeksi
disebabkan oleh perubahan resistensi inang dan modifikasi mikrobiota inang,bila
ketahanan tubuh pasien rendah akibat luka berat,operasi,maka pathogen dapat
berkembang biak dan menyebabkan sakit.



Tabel Bakteri Penyebab Infeksi:
Tempat Infeksi Bakteri
Sal. Cerna e. coli, salmonella, shigella
compylobacter
Sal. pernapasan atas h. influenzae, s. pyogenes, s.
pneumoniae
Sal. pernapasan bawah s. pneumoniae, p. aeroginosa, k.
pneumoniae, l. pneumophila
Septikemi e. coli, p. aeroginosa, s. Auerus
Luka bakar p. aeroginosa, e. coli, s. aureus
pyogenes
Luka s. aureus, s. epidermidis, klebsiella
bacteroides, p. mirabilis marcescens
Sal. Kemih e. coli, p. aeruginosa, proteus
aerogenes, s. marcescens, klebsiella, s.
faecalis

Menurut Setyawati (2002), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya infeksi nosokomial antara lain :
Kuman penyakit (jumlah dan jenis kuman, lama kontak dan virulensi)
Sumber infeksi
Perantara atau pembawa kuman,
Tempat masuk kuman pada hospes baru,
Daya tahan tubuh hospes baru,
Keadaan rumah sakit meliputi; Prosedur kerja, alat, hygene, kebersihan, jumlah
pasien dan konstruksi rumah sakit,
Pemakaian antibiotik yang irasional,
Pemakaian obat seperti imunosupresi, kortikosteroid, dan sitostatika, tindakan
invasif dan instrumentasi,
Berat penyakit yang diderita

E. Gejala-gejala HAIs (Infeksi Nosokomial) :
demam
bernapas cepat,
kebingungan mental,
tekanan darah rendah,
dikurangi urine output, Pasien dengan urinary tract infection Mei ada rasa sakit ketika kencing
dan darah dalam air seni
tinggi sel darah putih dihitung.
radang paru-paru mungkin termasuk kesulitan bernapas dan ketidakmampuan untuk batuk.
infeksi diterjemahkan: pembengkakan, kemerahan, dan kesakitan pada kulit atau luka di
sekitar bedah atau luka.

F. Faktor Penyebab perkembangan infeksi nosokomial
a. Agen infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama dirawat di
rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu
menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan
terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada:
1. karakteristik mikroorganisme
2. resistensi terhadap zat-zat antibiotika
3. tingkat virulensi, dan
4. banyaknya materi infeksius.
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat
menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme
yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari
pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah
sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya
melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit
yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme
yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang
menyebabkan penyakit pada orang normal.


b. Respon dan toleransi tubuh pasien
Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh
pasien dalam hal ini adalah:
1. Usia
2. status imunitas penderita
3. penyakit yang diderita
4. Obesitas dan malnutrisi
5. Orang yang menggunakan obat-obatan
6. imunosupresan dan steroid
7. Intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi.
Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh
terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis
seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal dan AIDS. Keadaan-
keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang
semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat
menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan
penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan
pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.
c. Infeksi melalui kontak langsung dan tidak langsung
Infeksi yang terjadi karena kontak secara langsung atau tidak langsung
dengan penyebab infeksi. Penularan infeksi ini dapat melalui tangan, kulit dan baju,
seperti golongan staphylococcus aureus. Dapat juga melalui cairan yang diberikan
intravena dan jarum suntik, hepatitis dan HIV. Peralatan dan instrumen kedokteran,
makanan yang tidak steril, tidak dimasak dan diambil menggunakan tangan yang
menyebabkan terjadinya infeksi silang.


d. Resistensi antibiotika
Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin antara tahun
1950-1970, banyak penyakit yang serius dan fatal ketika itu dapat diterapi dan
disembuhkan. Bagaimana pun juga, keberhasilan ini menyebabkan penggunaan
berlebihan dan penyalahgunaan dari antibiotika. Banyak mikroorganisme yang kini
menjadi lebih resisten. Meningkatnya resistensi bakteri dapat meningkatkan angka
mortalitas terutama terhadap pasien yang immunocompromised. Resitensi dari bakteri
ditransmisikan antar pasien dan faktor resistensinya dipindahkan antara bakteri.
Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini justru meningkatkan multiplikasi dan
penyebaran strain yang resisten. Penyebab utamanya karena:
1. Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol
2. Dosis antibiotika yang tidak optimal
3. Terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat
4. Kesalahan diagnosa
Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen
yang resisten terhadap antibiotika mengakibatkan timbulnya multiresistensi kuman
terhadap obat-obatan tersebut. Penggunaan antibiotika secara besar-besaran untuk
terapi dan profilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi. Banyak strain dari
pneumococci, staphylococci, enterococci, dan tuberculosis telah resisten terhadap
banyak antibiotika, begitu juga klebsiella dan pseudomonas aeruginosa juga telah
bersifat multiresisten. Keadaan ini sangat nyata terjadi terutama di negara-negara
berkembang dimana antibiotika lini kedua belum ada atau tidak tersedia.
Infeksi nosokomial sangat mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas di
rumah sakit, serta menjadi sangat penting karena meningkatnya jumlah penderita yang
dirawat, seringnya imunitas tubuh melemah karena sakit, pengobatan atau umur,
mikororganisme yang baru (mutasi), dan Meningkatnya resistensi bakteri terhadap
antibiotika.
e. Faktor alat
Infeksi nosokomial sering disebabkan karena infeksi dari kateter urin, infeksi jarum
infus,jarum suntik, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia.
Selain itu pemakaian infus dan kateter urin yang lama tidak diganti-ganti, juga menjadi
penyebab utamanya. Di ruang penyakit, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus.
Ada berbagai komplikasi kanulasi intravena yang berupa gangguan mekanis, fisis
dan kimiawi. Komplikasi tersebut berupa:
1. Ekstravasasi infiltrate : Cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi kanula
2. Penyumbatan : Infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa dapat
dideteksi adanya gangguan lain
3. Flebitis : Terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri sepanjang vena
4. Trombosis : Terdapat pembengkakan di sepanjang pembuluh vena yang
menghambat aliran infus
5. Kolonisasi kanul : Bila sudah dapat dibiakkan mikroorganisme dari bagian kanula yang
ada dalam pembuluh darah
6. Septikemia : Bila kuman menyebar hematogen dari kanul
7. Supurasi : Bila telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanul
Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan komplikasi kanula intravena yaitu:
jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari
72 jam, kateter yang dipasang pada tungkai bawah, tidak mengindahkan pronsip anti sepsis,
cairan infus yang hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media pertumbuhan
mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes obat,
manipulasi terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman pada ujung kateter merupakan awal
infeksi tempat infus dan bakteremia.
Berikut ini adalah beberapa alat yang sering menjadi media transmisi dalam
penyebaran infeksi nosokomial :
a. Kateter
Kateter adalah sebuah pipa yang kosong yang terbuat dari logam, gelas, karet,
plastik, yang cara penggunaannya adalah dimasukkan kedalam rongga tubuh melalui saluran.
Kateter dibagi menjadi 2 yaitu kateter dan non kateter
Kateter
Adalah kateter yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah vena.
Kegunaan : berlaku sebagai vena tambahan untuk pangobatan dalam jangka lama yang lebih
dari 48 jam.
Kateter ini terbuat dari bahan TEFLON dan plastic PVC.
Non kateter
1. Nelaton Catheter
Kateter yang dimasukkan dalam uretra yang berfungsi supaya mempermudah kencing
2. Balloon Catheter
Disebut juga Folley Catheter
Kegunaan :
- Untuk pengambilan air kencing dalam system tertutup, bebas dari udara dan polusi disekitarnya.
Biasanya dihubungkan dengan suatu urinovolumeter dan suatu urine untuk keperluan
pemeriksaan klinis.
- Digunakan pada pasien di kamar operasi agar bila keluar air kencing tidak mengganggu
suasana.
- Digunakan dalam perawatan pasien yang tidak bias mengendalikan keinginan untuk tidak
kencing (incontinentia urinae).
3. Oxygen Catheter
Kateter yang digunakan untuk mengalirkan gas oxygen ke dalam lubang hidung.
4. Stomach Tube/Maag Sonde
Kegunaan :
- Unuk mengumpulkan getah lambung
- Untuk membilas atau mencuci isi perut
- Untuk pemberian obat-obatan.
5. Feeding Tube
Digunakan sebagai jalan memasukkan cairan makanan melalui tube yang dimasukkan dalam
hidung atau mulut.
6. Rectal Tube/Flatus Buis
Kegunaan :
- Untuk mengeluarkan gas-gas dari usus.
- Untuk membersihkan rectum.
Biasanya ujung yang satu dimasukkan ke dalam anus, dan satunyan dihubungkan dengan alat
Glycerin spuit.
7. Suction Catheter/Mucus Extractor
Kegunaan :
- Untuk menyedot lendir dari trachea bayi yang baru lahir.
- Untuk menyedot cairan amniotik.
8. Kondom Catheter
Adalah alat yang digunakan untuk menghubungkan penis dengan urine bag melalui
ujung tube-nya, terutama pada pasien yang suka kencing dengan tidak sadar.
b. Jarum Suntik
Jarum suntik atau Injection Needles adalah alat yang digunakan untuk menyuntik,
dan tentunya digabung dengan alat suntik (spuit).
Macam macam jarum suntik:
- Jarum suntik yang umum
- Jarum suntik gigi
- Jarum suntik spinal
- Jarum suntik bersayap
c. Alat alat untuk mengambil atau memberikan darah atau cairan.
- Soluset : alat untuk memberikan cairan infus.
- Blood donor set : alat untuk mengambil darah dari donor.
- Venoject : alat untuk mengambil darah untuk pemeriksaan.


G. Penyakit Akibat Pengaruh Alat Medis
1. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi ini merupakan kejadian tersering, infeksinya dihubungkan dengan
penggunaan kateter urin. Walaupun tidak terlalu berbahaya, tetapi dapat menyebabkan
terjadinya bakteremia dan mengakibatkan kematian. Infeksi yang terjadi lebih awal lebih
disebabkan karena mikroorganisme endogen, sedangkan infeksi yang terjadi setelah beberapa
waktu yang lama biasanya karena mikroorganisme eksogen.

- Organisme yang menginfeksi :
E.Coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, atau Enterococcus.
- Penyebaran :
Mikroorganisme yang terdapat pada permukaan ujung kateter yang masuk ke dalam uretra
- Penyebab :
kontaminasi tangan atau sarung tangan ketika pemasangan kateter, atau air yang
digunakan untuk membesarkan balon kateter. Dapat juga karena sterilisasi yang gagal dan
teknik septik dan aseptik.
- Pencegahan :
Alat yang digunakan harus di sterilkan terlebih dahulu. Dipastikan bahwa alat-alat tersebut steril
dan tidak terkontaminasi oleh alat-alat yang tidak steril.

2. Pneumonia Nosokomial
Pneumonia nosokomial dapat muncul, terutama pasien yang menggunakan ventilator, tindakan
trakeostomi, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi.
- Organisme penyebab infeksi :
berasal dari gram negatif seperti Klebsiella,dan Pseudomonas. Organisme ini sering
berada di mulut, hidung, kerongkongan, dan perut. Dari kelompok virus dapat disebabkan
olehcytomegalovirus, influenza virus, adeno virus, para influenza virus, enterovirus dan corona
virus.
- Penyebaran :
Infeksi karena adanya aspirasi oleh organisme ke traktus respiratorius bagian bawah.
- Faktor resiko terjadinya infeksi ini adalah:
Tipe dan jenis pernapasan
Perokok berat
Tidak sterilnya alat-alat bantu
Obesitas
Kualitas perawatan
Penyakit jantung kronis
Penyakit paru kronis
Beratnya kondisi pasien dan kegagalan organ
Tingkat penggunaan antibiotika
Penggunaan ventilator dan intubasi
Penurunan kesadaran pasien
Penyakit yang biasa ditemukan antara lain: respiratory syncytial virus dan influenza.
Pada pasien dengan sistem imun yang rendah, pneumonia lebih disebabkan karena Legionella
dan Aspergillus. Sedangkan dinegara dengan prevalensi penderita tuberkulosis yang tinggi,
kebersihan udara harus sangat diperhatikan.
3. Bakteremi Nosokomial
Infeksi ini berisiko tinggi. Karena dapat menyebabkan kematian.

- Organisme penyebab infeksi :
Terutama disebabkan oleh bakteri yang resistan antibiotika seperti Staphylococcus dan
Candida.
- Penyebaran :
Infeksi dapat muncul di tempat masuknya alat-alat seperti jarum suntik, kateter urin dan infus.
- Penyebab :
Panjangnya kateter, suhu tubuh saat melakukan prosedur invasif, dan perawatan dari
pemasangan kateter atau infus.
4. Tuberkulosis
- Organisme penyebab infeksi :
Mycobacterium tuberculose
- Penyebab :
Adanya strain bakteri yang multi drugs resisten.
- Pencegahan :
Identifikasi yang baik, isolasi, dan pengobatan serta tekanan negatif dalam ruangan.
5. Diarrhea dan gastroenteritis
- Organisme penyebab infeksi :
E.coli, Salmonella, Vibrio Cholerae dan Clostridium. Selain itu, dari gologan virus lebih banyak
disebabkan oleh golongan enterovirus, adenovirus, rotavirus, dan hepatitis A.
Faktor resiko dari gastroenteritis nosokomial dapat dibagi menjadi faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik.
Faktor intrinsik:
- abnormalitas dari pertahanan mukosa, seperti achlorhydria
- lemahnya motilitas intestinal, dan
- perubahan pada flora normal.
Faktor ekstrinsik:
Pemasangan nasogastric tube dan mengkonsumsi obat-obatan saluran cerna.


6. Infeksi pembuluh darah
Penyebarannya melalui infus, kateter jantung dan suntikan.
Infeksi ini dibagi menjadi dua kategori utama:
Infeksi pembuluh darah primer, muncul tanpa adanya tanda infeksi sebelumnya, dan berbeda
dengan organisme yang ditemukan dibagian tubuhnya yang lain
Infeksi sekunder, muncul sebagai akibat dari infeksi dari organisme yang sama dari sisi tubuh
yang lain.
Macam penyakit :
a. Hepatitis B dan Hepatitis C
- Organisme penyebab infeksi :
Virus hepatitis B, virus hepatitis C
virus lain : Virus Mumps, Virus Rubella, Virus Cytomegalovirus, Virus Epstein-Barr, Virus
Herpes
- Penyebaran :
Transfusi darah atau produk darah dengan sumber darah yang belum di-skrining.
Pemakaian berulang jarum, kanula atau alat medis lainnya yang tidak steril.
-Pencegahan :
Kewajiban skrining darah/produk darah dan organ transplantasi
Inaktivasi virus dalam produk turunan plasma
Praktek kontrol infeksi pada institusi kesehatan termasuk sterilisasi alat medis/gigi
(Kewaspadaan Universal atau Universal Precaution).
b. AIDS
- Organisme penyebab infeksi :
Human Immunodefisiensi Virus (HIV)
- Penyebaran :
Melalui pemakaian jarum suntik yang tidak steril atau pemakaian jarum suntik secara
bergantian
- Pencegahan :
Gunakan jarum suntik sekali pakai, pastikan bahwa jarum suntik adalah steril

7. Dipteri, tetanus dan pertusis
- Organisme penyebab infeksi :
Corynebacterium diptheriae, gram negatif pleomorfik, memproduksi endotoksin yang
menyebabkan timbulnya penyakit, penularan terutama melalui sistem pernafasan.
Bordetella Pertusis, yang menyebabkan batuk rejan. Siklus tiap 3-5 tahun dan infeksi muncul
sebanyak 50 dalam 100% individu yang tidak imun.
Clostridium tetani, gram positif anaerobik yang menyebabkan trismus dan kejang otot.
Dari golongan virus yaitu herpes simplek, varicella zooster, dan rubella.
- Penyebaran :
Melalui infeksi kulit dan jaringan lunak. Luka terbuka seperti ulkus, bekas terbakar, dan luka
bekas operasi memperbesar kemungkinan terinfeksi bakteri dan berakibat terjadinya infeksi
sistemik.

Yang termasuk dalam infeksi sistemik :
Infeksi pada tulang dan sendi
Osteomielitis, infeksi tulang atau sendi dan discus vertebralis
Infeksi sistem Kardiovaskuler
Infeksi arteri atau vena, endokarditis, miokarditis, perikarditis dan mediastinitis
Infeksi sistem saraf pusat
Meningitis atau ventrikulitis, absess spinal dan infeksi intra cranial
Infeksi mata, telinga, hidung, dan mulut
Konjunctivitis, infeksi mata, otitis eksterna, otitis media, otitis interna, mastoiditis, sinusitis, dan
infeksi saluran nafas atas.
Infeksi pada saluran pencernaan
Gastroenteritis, hepatitis, necrotizing enterocolitis, infeksi intra abdominal
Infeksi sistem pernafasan bawah
Bronkhitis, trakeobronkhitis, trakeitis, dan infeksi lainnya
Infeksi pada sistem reproduksi
Endometriosis dan luka bekas episiotomi


H. Sejarah Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
Pada 1847, seorang dokter bernama Ignaz Semmelweis bekerja di bagian
kebidanan di sebuah rumah sakit di Vienna, Austria. Semmelweis mengamati bahwa
angka kematian di antara ibu di bangsal yang dilayani oleh mahasiswa kedokteran tiga
kali lebih tinggi dibandingkan bangsal yang dilayani oleh bidan. Semmelweis
mendalilkan bahwa hal ini terjadi karena mahasiswa langsung ke bangsal kebidanan
setelah belajar otopsi (bedah mayat), dan membawa infeksi dari mayat ke ibu yang
melahirkan. Dia memerintahkan dokter dan mahasiswa untuk mencuci tangannya
dengan larutan klorin sebelum memeriksakan ibu tersebut. Setelah aturan ini
diterapkan, angka kematian menurun menjadi serupa dengan bangsal yang dilayani
oleh bidan.
Dengan masalah infeksi nosokomial menjadi semakin jelas, dicari kebijakan
baru untuk menguranginya. Solusi pertama pada 1877 adalah mendirikan rumah sakit
khusus untuk penyakit menular. Pengenalan sarung tangan lateks pada 1887
membantu mengurangi penularan. Tetapi dengan peningkatan mortalitas (angka
kematian) di 1960-an, Departemen Kesehatan di AS pada 1970 mengeluarkan
kebijakan untuk mengisolasikan semua pasien yang diketahui tertular infeksi menular.
Namun kebijakan ini kurang berhasil serta menimbulkan banyak masalah lain.
Perhatian pada masalah ini menjadi semakin tinggi dengan munculnya HIV pada 1985,
kebijakan kewaspadaan universal dikenalkan pada 1985.
Menurut definisi Centers for Disease Control (CDC), kewaspadaan Universal
(Universal Prcautions) merupakan suatu pedoman yang ditetapkan untuk mencegah
penyebaran dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah di lingkungan rumah
sakit maupun sarana pelayanan kesehatan lainnya. Konsep yang dianut adalah bahwa
semua darah dan cairan tubuh tertentu harus dikelola sebagai sumber yang dapat
menularkan HIV, HBV, dan berbagai penyakit lain yang ditularkan melalui darah.

Bentuk kewaspadaan universal untuk meminimalisasi resiko infeksi nosokomial ini
antara lain :
1. Seluruh petugas kesehatan harus rutin menggunakan sarana yang dapat
mencegah kontak kulit dan selaput lendir dengan darah atau cairan tubuh
lainnya dari setiap pasien yang dilayani. Detail tindakan antara lain
a). Menggunakan sarung tangan apabila menyentuh darah atau cairan tubuh, selaput
lendir atau kulit yang tidak utuh; mengelola berbagai peralatan dan sarana
kesehatan/kedokteran yang tercemar darah atau cairan tubuh; mengerjakan fungsi
vena atau segala prosedur yang menyangkut pembuluh darah,
b). Sarung tangan harus selalu diganti setiap selesai kontak dengan pasien.
c). Menggunakan masker saat mengerjakan prosedur yang beresiko kontak darah atau
cairan tubuh untuk mencegah terpaparnya selaput lendir pada mulut, hidung dan mata,
d). Memakai jubah khusus selama melaksanakan tindakan yang mungkin akan
menimbulkan cipratan darah atau cairan tubuh lainnya.
2. Tangan dan bagian tubuh lainnya harus segera dicuci sebersih mungkin bila
terkontaminasi darah dan cairan tubuh lainnya. Setiap usai melepas sarung
tangan harus segera mencuci tangan.
3. Seluruh petuga harus selalu waspada terhadap kemungkinan tertusuk jarum,
pisau dan benda/alat tajam lainnya selama pelaksanaan tindakan, saat mencuci
peralatan, membuang sampah, atau ketika membenahi peralatan setelah
berlangsungnya prosedur/tindakan.
4. Tindakan resusitasi dengan cara dari mulut ke mulut harus dihindari meskipun air
liur belum terbukti menularkan HIV.
5. Petugas yang sedang mengalami perlukaan atau ada lesi yang mengeluarkan
cairan harus menghindari tugas-tugas yang bersifat kontak langsung dengan
pasien ataupun kontak langsung dengan peralatan bekas pakai pasien.
6. Petugas kesehatan yang sedang hamil harus lebih memperhatikan pelaksanaan
segala prosedur yang dapat menghindari penularan HIV.
Sterilisasi dan Desinfeksi
Sterilisasi dilakukan untuk membunuh atau memisahkan semua mikroorganisme.
Sedangkan teknik sterilisasi antara lain sterilisasi dengan pemanasan, baik pemanasan
basah dengan autoclave dan pemanasan kering dengan pemijaran dan udara panas.
2). Sterilisasi dengan penyaringan
3). Sterilisasi dengan menggunakan zat kimia
4). Sterilisasi dengan penyinaran.
Berbeda dengan sterilisasi, desinfeksi merupakan suatu proses kimiawi atau
fisika dimana bahan patogenik atau mikroba penyebab penyakit dihancurkan dengan
suatu desinfektan dan antiseptik. Sedangkan desinfektan adalah zat yang bebas dari
infeksi yang umumnya berupa zat kimia yang dapat membunuh kuman penyakit atau
mikroorganisme berbahaya, menginaktifkan virus. Sementara pengertian antiseptik
merupakan zat yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dalam jaringan hidup.
Terkait dengan proses diatas, menurut Pedoman Penanggulangan SARS
Nasional (2003), terdapat juga pengertian dekontaminasiyaitu satu tahap perlakuan
yang harus dilakukan sebelum instrumen dikirim ke bagian sterilsasi. Langkah
dekontaminasi berupa prosesing alat dan sarung tangan yang kotor (telah kontak
dengan darah atau cairan tubuh), untuk dilakukan proses perendaman dalam larutan
klorin 0.5 % selama 10 menit. Tindakan ini akan mematikan berbagai virus sehingga
aman untuk ditangani oleh petugas pencuci. Sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi
dilakukan setelah dekontaminasi dan pencucian selesai dilakukan.



I. Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial

Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang
terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk:
Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci
tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan
disinfektan.
Mengontrol resiko penularan dan lingkungan.
Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang
cukup, dan vaksinasi.
Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasive
Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.

a. Dekontaminasi tangan

Transmisi penyakit melaiui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga
hiegene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar,
Karena banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan, alergi produk pencuci tangan,
sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, clan waktu mencuci tangan yang
lama. Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan melakukan
tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang
perlu diingat adalah : memakai sarung tangan ketika akan mengambil atau menyentuh
darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yang kita
anggap telah terkontaminasi, clan segera mencuci tangan setelah melepas sarung
tangan.

b. Instrumen yang sering digunakan Rumah Sakit

Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan yang
dilakukan di negara berkembang tidaklah aman (contohnya jarum, tabung atau
keduanya yang dipakai berulang-ulang) dan banyaknya suntikan yang tidak penting
(misalnya penyuntikan antibiotika).Tujuannya untuk mencegah penyebaran penyakit
melalui jarum suntik maka diperlukan:
Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan
Pergunakan jarum steril
Penggunaan alat suntik yang disposable.

Masker, sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara.
Begitupun dengan pasien yang menderita infeksi saluran nafas, mereka harus
menggunakan masker saat keluar dari kamar penderita.

Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah,
cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti untuk tiap
pasiennya. Setelah membalut luka atau terkena benda yang kotor, sanrung tangan
harus segera diganti.

Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama
kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan
feses.

c. Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit

Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit
sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat
bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus
ada waktu yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela,
tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkalikali.

Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan.
Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi pendenita dengan status
imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara.
Kamar dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko
terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu
fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk
mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit dengan
prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari.

Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien
diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu
bersih dan diberi disinfektan.
Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien.
Disinfeksi yang dipakai adalah:
Mempunyai kriteria mernbunuh kuman
Mempunyai efek sebagai detergen
Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan
protein.
Tidak sulit digunakan
Tidak mudah menguap
Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas
maupun pasien
Efektif
Tidak berbau, atau tidak berbau tak enak

d. Perbaiki ketahanan tubuh

Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula
bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan
membantu ketahanan tubuh melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga
keseimbangan di antara populasi jasad renik komensal pada umumnya, misalnya
seperti apa yang terjadi di dalam saluran cerna manusia.

Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat
mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat
dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada penderita penyakit
berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita
penyakit berat dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika.

e. Ruangan Isolasi

Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat
suatu permisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit
yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang
mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, contohnya DHF
dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi rendah seperti leukimia dan
pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi
menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi
juga sangat penting.

Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju
keluar sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi
kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu
ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.



























BAB III


PENUTUP




A. Kesimpulan

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang timbul ketika di rumah sakit. Infeksi ini dapat
menular melalui alat medis dan menyerang pasien maupun tenaga medis.
Ada 6 komponen dalam penyebaran infeksi nosokomial, yaitu penyebab infeksi,
sumber, tempat keluar, cara penularan, tempat masuk, dan penjamu rentan.
Alat-alat medis yang biasanya menjadi media transmisi adalah kateter, jarum suntik, dan
alat alat untuk mengambil atau memberikan darah atau cairan.
Penyakit-penyakit yang ditimbulkan karena penggunaan alat medis adalah infeksi
saluran kemih, pneumonia nosokomial, bakteremi nosokomial, tuberkulosis, diarrhea
dan gastroenteritis, infeksi pembuluh darah, dipteri, tetanus dan pertusis.
Cara mencegah penularan infeksi nosokomial melalui alat, yaitu dengan cara
mensterilkan alat-alat secara baik dan benar.





B. Saran
Sterilkan alat dengan benar sesuai dengan prosedur.
Jagalah alat dari kontaminasi lingkungan sekitar.
Tangani dengan benar limbah rumah sakit.


DAFTAR PUSTAKA

1. Setyawati, L.2002.Infeksi Nosokomial, Kumpulan Bahan Kuliah Higiene Industri. UGM
2. Depkes.2003.Pedoman PelaksanaanKewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan.
3. Kurniadi,H.1993.Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial di RS Mitra Keluarga Jakarta,
Cermin Dunia Kedokteran No. 82 tahun 1993.
4. www.infeksi.com
5. www.depkes.com
6. Sjamsuhidayat & De Jong (2004) Buku ajar Ilmu Bedah, EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai