Anda di halaman 1dari 18

Mikrobiologi dan Parasitologi (Infeksi

Nosokomial)
REP | 08 February 2014 | 15:10 Dibaca: 530 Komentar: 0 1
INFEKSI NOSOKOMIAL

Disusun Oleh:
Kelompok 1
Tingkat I Ekstensi
KEMENTERIAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
2010
INFEKSI NOSOKOMIAL

Disusun Oleh:
1). Ade Putra (09200 041)
2). Amelda Jamilasari (09200 042)
3). Andriyadi Jayasinga (09200 043)
4). Artika Halimi (09200 044)
5). Christmas Warastiko (09200 045)
6). Desi Lestari (09200 046)
7). Devi Artika Putri (09200 047)
8). Dewi Woro Astuti (09200 048)
9). Dina Hikmarani (09200 049)
KEMENTERIAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penyusun masih diberi
kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah yang berjudul Infeksi Nosokomial ini disusun untuk memenuhi tugas mahasiswa
dari mata kuliah Mikrobiologi dan Parasitologi di Jurusan Keperawatan Tanjungkarang.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Rusli Ismail, SKM selaku dosen mata kuliah Mikrobiologi dan Parasitologi yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya makalah ini.
2. Rekan-rekan dan semua pihak yag telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa
mendatang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah
pengetahuan para mahasiswa dan masyarakat dan pembaca.
Bandar Lampung, April 2010
Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman Judul
.. i
Penyusun
.. ii
Kata Pengantar
. iii
Daftar Isi
.. iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan .. 2
1.3 Manfaat .. 2
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian .. 3
2.2 Etiologi 4
2.3 Rantai Penularan . 11
2.4 Dampak Infeksi Nosokomial 12
2.5 Macam-macam Penyakit yang Disebabkan
Oleh Infeksi Nosokomial 12
2.6 Pencegahan 16
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan 19
3.2
Saran . 20
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Prilaku masyarakat Indonesia sehat 2010 yang diharapkan adalah bersifat proaktif untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, melindungi diri dari ancaman penyakit serta
berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Rumah sakit salah satu sarana untuk
upaya kesehatan ditujukan antara lain mengobati infeksi yang terjadi pada pasien namun
adakalanya infeksi justru didapat ketika seseorang berada di rumah sakit.
Adanya infeksi nosokomial akan memberikan dampak sangat luas baik kepada rumah sakit
maupun pasien/masyarakat pengguna jasa rumah sakit.Infeksi ini dapat menjadi penyebab
langsung atau tidak langsung kematian pasien. Secara umum microorganisme kausalnya lebih
resisten terhadap berbagai anti mikroba sehingga menyebabkan pasien harus tinggal lebih lama
dalam kondisi tidak produktif dan pasien membayar lebih mahal untuk perpanjangan hari
perawatan maupun penggunaan antibiotik.Infeksi yang diderita pasien karena di rawat di rumah
sakit,Infeksi nosokomial bisa bersumber dari petugas kesehatan, pasien yang,alat dan bahan yang
digunakan untuk pengobatan maupun dari lingkungan rumah sakit. (Kozier,1995 ).
Faktor internal seperti usia, penggunaan obat, malnutrisi, normal tubuh, personal hygiene yang
rendah, prilaku personal serta faktor eksternal seperti banyaknya petugas kesehatan yang kontak
langsung dengan pasien, banyaknya prosedur infasip lama tinggal di rumah sakit,dan lingkungan
yang terkontaminasi Infeksi nosokomial merupakan masalah yang besar di setiap rumah sakit.
Apalagi di rumah sakit yang jumlah penderita yang dirawatnya banyak dengan tenaga
perawatannya masih terbatas. Keadaan seperti ini akan mengakibatkan prinsip-prinsip hygiene
kurang mendapatkan perhatian.

1.2 Tujuan
Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang infeksi nosokomial terhadap
cara penularannya.
Tujuan Khusus
Untuk mengetahui pengetahuan perawat tentang infeksi nosokomial dengan cara perawatannya.
1.3 Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit
Diperoleh bahan masukan bagi rumah sakit untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan
perawat tentang infeksi nosokomial terhadap cara perawatannya sehingga dapat diberikan tindak
lanjut dan peningkatan mutu perawatan pasien rawat inap.
2. Bagi Instansi Pendidikan
Diperolehnya informasi tentang pelaksanaan riset sebagai bahan masukan bagi mahasiswa yang
melaksanakan pendidikan
3. Bagi Peneliti
Untuk menambah pengetahuan penulis khususnya tentang infeksi nosokomial dan merupakan
suatu pengalaman baru bagi peneliti atas informasi yang diperoleh selama penelitian dan dapat
menjadi sumber bagi peneliti lain.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala
klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di
rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah
selesai dirawat disebut infeksi nosokomial.
Infeksi Nosokomial adalah infeksi silang yang terjadi pada perawat atau pasien saat dilakukan
perawatan di rumah sakit. Jenis yang paling sering adalah infeksi luka bedah dan infeksi saluran
kemih dan saluran pernafasan bagian bawah (pneumonia). Tingkat paling tinggi terjadi di unit
perawatan khusus, ruang rawat bedah dan ortopedi serta pelayanan obstetri (seksio sesarea).
Tingkat paling tinggi dialami oleh pasien usia lanjut, mereka yang mengalami penurunan
kekebalan tubuh (HIV/AIDS, pengguna produk tembakau, penggunaan kortikosteroid kronis),
TB yang resisten terhadap berbagai obat dan mereka yang menderita penyakit bawaan yang
parah (Alvarado, 2000). Infeksi nosokomial bisa bersumber dari petugas kesehatan, pasien
yang,alat dan bahan yang digunakan untuk pengobatan maupun dari lingkungan rumah sakit.
(Kozier,1995 ).
Infeksi Nosokomial merupakan infeksi yang terjadi pada pasien selama di rumah sakit atau
menggunakan fasilitas kesehatan lain dan tidak ditemukan saat pasien masuk rumah sakit atau
Infeksi yang muncul selama pasien tersebut masih dirawat di rumah sakit dan mulai
menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat. HAIs
atau infeksi nosokomial adalah peyakit infeksi yang pertama muncul (penyakit infeksi yang tidak
berasal dari pasien itu sendiri). Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan
tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi
sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam
pasien berada dirumah sakit baru.
Infeksi nosokomial diakibatkan oleh pemberian layanan kesehatan dalam fasilitas perawatan
kesehatan. Rumah sakit merupakan satu dari tempat yang paling mungkin mendapat infeksi
karena mengandung populasi mikroorganisme yang tinggi dengan jenis virulen yang mungkin
resisten terhadap antibiotik. Unit Perawatan Intensif (UPI) merupakan salah satu area dalam
rumah sakit yang berisiko tinggi terkena infeksi nosokomial. Sayangnya, kebanyakan infeksi
nosokomial ditularkan oleh pemberi pelayanan kesehatan.
Infeksi nosokomial dapat secara eksogen atau endogen. Infeksi eksogen didapat dari
mikroorganisme eksternal terhadap individu, yang bukan merupakan flora normal; contohnya
adalah organisme Salmonella dan Clostridium tetani. Infeksi endogen dapat terjadi bila
sebagaian dari flora normal klien berubah dan terjadi pertumbuhan yang berlebihan, Contohnya
adalah infeksi yang disebabkan oleh enterokokus, ragi, dan streptokokus.
2.2 Etiologi
Penyebab utamanya HAIs ( Healthcare Association Infections ) adalah :
a). Rumah sakit dengan jumlah pasien yang banyak, yang kondisi umumnya memiliki sistem
kekebalan tubuh yang lemah.
b). Peningkatan sistem pengobatan rawat jalan yang mengakibatkan kebanyakan orang yang
berada di rumah sakit rata-ratadalam keadaan sakit.
c). Staf medis / perawat pasien harus sering berpindah dari pasien satu ke pasien lainnya,
memberikan peluang penyebaran mikroorganisme penyebab infeksi.
d). Banyak prosedur medis yang membuat luka terbuka di tubuh yang merupakan basis
pertahanan tubuh terhadap infeksi.
e). Prosedur sanitasi pakaian seragam rumah sakit, pencucian alat-alat medis, prosedur sterilisasi,
dan tindakan-tindakan pencegahan lainnya tidak dijalankan dengan sebenarnya oleh staf medis
rumah sakit (tidak ketat mengikuti stadardoperasi kebersihan yang baik).
f). Pasien yang sering diberi terapi antibiotika atau terapi anti-mikroba yang berlebihan
menyebabkan mikroorganisme penyebab infeksi menjadi kebal terhadap obat.
g). Suntikan yang tidak aman dan seringkali tidak perlu.
h). Penggunaan alat medis tanpa ditunjang pelatihan maupun dukungan laboratorium.
i). Standar dan praktek yang tidak memadai untuk pengoperasian bank darah dan pelayanan
transfusi.
j). Penggunaan cairan infus yang terkontaminasi, khususnya di RS yang membuat cairan sendiri.
k). Meningkatnya resistensi terhadap antibiotik karena penggunaan antibiotik spektrum luas yang
berlebih atau salah.
2.2.1 Agen infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di rumah sakit. Kontak
antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis
karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial.
Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada:
a). Karakteristik mikroorganisme,
b). Resistensi terhadap zat-zat antibiotika,
c). Tingkat virulensi,
d). Banyaknya materi infeksius.
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi
nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain
(cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous
infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor
eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-
bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan
oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau
jarang menyebabkan penyakit pada orang normal.
1. Bakteri
Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat. Keberadaan
bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen. Tetapi
pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut mempunyai toleransi
yang rendah terhadap mikroorganisme. Contohnya Escherichia coli paling banyak dijumpai
sebagai penyebab infeksi saluran kemih.
Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun
endemik. Contohnya :
a). Anaerobik Gram-positif, Clostridium yang dapat menyebabkan gangren
b). Bakteri gram-positif: Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit dan hidung dapat
menyebabkan gangguan pada paru, pulang, jantung dan infeksi pembuluh darah serta seringkali
telah resisten terhadap antibiotika.
c). Bakteri gram negatif: Enterobacteriacae, contohnya Escherichia coli, Proteus, Klebsiella,
Enterobacter. Pseudomonas sering sekali ditemukan di air dan penampungan air yang
menyebabkan infeksi di saluran pencernaan dan pasien yang dirawat. Bakteri gram negatif ini
bertanggung jawab sekitar setengah dari semua infeksi di rumah sakit.
d). Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius pada luka bekas jahitan, paru, dan
peritoneum.
A. Staphylococcus aureus
Umumnya ditularkan oleh para petugas yang menularkan biasanya karier dan ditularkan
melalui tangan. Di tempat perawatan dimana penyakit yang disebabkan kuman ini berupa
endemi/epidemi maka koloni Stafilokokkus aureus ini dapat ditemukan di kulit, lubang hidung
dan nasofaring. Semakin banyak koloni ini ditemukan, semakin tinggi pula angka kejadian
infeksi oleh kuman tersebut. Infeksi yang ditimbulkannya dapat berupa pustula dikulit,
konjungtivitis, paranokia, omfalitis, abses subkutan (mastitis), sepsis,pneumo-nia, mepingitis,
osteomielitis, enteritis dan lain-lain.
B. Streptococcus
Koloni kuman ini dapat ditemukan di kulit, liang telinga dan nasofaring oleh karena kuman ini
dibawa oleh bayi pada waktu lahir atau didapat di tempat perawatan yang ditularkan oleh petugas
bangsal. Pada umumnya infeksi streptococus ini masuk ke tubuh melalui kulit yang lece, jalan
nafas atau pencernaan dan kemudian menimbulkan erisipelas dikulit, selulitis, pneumonia,
sepsis, meningitis dan lain-lain.
C. Pneumocoocus
Penularan biasanya berasal dari karier yaitu petugas. Kuman ini dapat menimbulkan
pneumonia, infeksi kulit, infeksi tali pusat, sepsis, meningitis dan lain sebagainya.
D. Listeria monocytogenes
Infeksi dapat terjadi di dalam kandungan (melalui plasenta. ke janin ataumelalui jalan lahir).
Menurut Barr (1974), infeksi listiriosis lebih sering terjadi pasca waktu bayi melalui jalan lahir,
oleh karena bayi terkontaminasi dengan flora di jalan lahir yang mengandung kuman listeria.
Wabah yang terjadi di bangsal adalah akibat terjadinya infeksi silang diantara sesama bayi baru
lahir. Selain itu dapat terjadi infeksi tranplasental yang menyebabkan timbulnya gejala infeksi
berat seperti peumonia, sepsis, abses milier dan abses hati. Koloni kuman ini dapat dijumpai di
hidung, tenggorokan, mekonium, darah dan air seni.
E. Infeksi kuman gram negatif
Kuman gram negatif seperti Klebsiella pneumonia, Flavobacterium meningosepticum,
Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis, E.coli, Salmonella, Shigella dan lain-lain sering
ditemukan di kulit, hidung, nasofaring dan flora.Pada bayi terkontaminasi dengan mikro
organisme tersebut yang terdapat di jalan lahir/daerah perineum ibu, atau bayi menelan cairan
yang mengandung mikro organisme tersebut pacta waktu lahir. Penyakit yang ditimbulkannya
ialah enteritis, sepsis, meningitis, pneumonia, abseshati, necrotizing enterocolitis dan
infeksi traktus urinarius.
F. Neisseria gonorrhoeae
Biasanya kuman ini menimbulkan infeksi pada mata yang disebut Gonococcal ophthalmia
neonatorum. Disamping itu dapat menyebabkan gonococcal arthritis dan disseminated
gonorrhoe. Kuman lain yang juga dapat menyebabkan infeksi mata adalah Klamidia
trakhomatis, Stafilokokkus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.
G. Infeksi kuman anaerob
Kuman yang selalu menyebabkan infeksi dari golongan anaerob ini adalah bakteriodes dan
streptokokkus anaerob, keduanya dapat dijumpai di vagina dan uterus wan ita hamil dan post
partum. Oleh sebab itu bayi baru lahir mungkin saja mengandung kuman ini waktu lahir atau
beberapa saat setelah lahir sehingga mungkin saja terjadi bakteremia atau sepsis pada hari-hari
pertama kehidupan. Lebih-lebih hila diketahui bayi tersebut lahir dari ibu dengan ketuban pecah
dini, amnionitis, bayi baru lahir yang berbau busuk atau bayi yang menderita abses di kepala
sebagai akibat pengambilan darah intra uterin untuk menganalisa gas darah, setal hematom yang
terinfeksi, perforasi usus dan setiap penyakit infeksi yang tidak sembuh-sembuh dengan
pengobatan. Kuman anaerob lainnya yang sangat berbahaya adalah Clostridium tetani. Kuman
ini berbentuk spora bila diluar tubuh manusia dan didalam tubuh akan mengeluarkan
tetanospasmin suatu toksin neurotropik yang menyebabkan kejang otot yang merupakan
manifestasi klinik untuk diagnosis tetanus neonatorum. Tempat masuknya kuman ini biasanya
dari tali pusat oleh karena alat pemotong tali pusat yang tidak steril atau cara merawat tali pusat
yang tidak mengindahkan tindakan aseptic dan antiseptik. Misalnya tali pusat dibungkus dengan
bubuk atau daun-daun tertentu atau dibiarkan saja terbuka sehingga kontaminasi dengan
Clostridum mudah terjadi.
2. Virus
Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai macam virus, termasuk virus
hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi.
Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enteroviruses yang ditularkan dari kontak
tangan ke mulut atau melalui rute faecal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian
jarum suntik, dan transfusi darah. Rute penularan untuk virus sama seperti mikroorganisme
lainnya. Infeksi gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius, penyakit kulit dan dari darah. Virus
lain yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah cytomegalovirus, Ebola, influenza
virus, herpes simplex virus, dan varicella-zoster virus, juga dapat ditularkan. Menurut Mc.
Cracken (1981) infeksi nosokomial oleh virus dapat disebabkan oleh ECHO (Enteric
Cythopathogenic Human Orphan) virus yang dapat menyerang alat pernafasan, pencernaan,
selaput otak (aseptic meningitis), Coxsackie virus menyebabkan miokarditis, meningoensefalitis,
Adeno virus menyebabkan pneumonia, hepatosplenomegali, ikterus dan perdarahan, Syncytial
virus yang terutama menyerang alat pernafasan.
3. Parasit dan Jamur
Infeksi jamur yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir adalah yang disebabkan oleh
Candida albicans. Infeksi ini dapat terjadi :
1). Intra uterin sebagai akibat naiknya mikro organisme ini dari vagina ke uterus, dan dapat
menimbulkan pneumonia kongenital dan septikemia.
2). Koloni Candida albicans yang dibawa bayi ketika melalui jalan lahir atau didapat di tempat
perawatan, misalnya ditularkan melalui dot, tangan para petugas yang mengandung Candida
albicans. Candidiasis yang paling sering di temukan ialah oral thrush (Candidiasis mulut).
Penyakit ini merupakan endemis ditempat perawatan bayi baru lahir. Keadaan ini memudahkan
terjadinya Candidiasis usus dengan tanpa diare, candidiasis perianal, candidiasisparu dan
candidiasis sistemik. Candidiasis sistemik dapat pula terjadi pada pemberian cairan melalui
pembuluh darah balik dan dapat menyebabkana abses hati. Pemakaian obat antibiotika dan
kortikosteroid yang lama juga memudahkan timbulnya infeksi candida. Beberapa parasit seperti
Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke orang dewasa maupun anak-anak. Banyak
jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat antibiotika bakteri dan obat
immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida albicans, Aspergillus spp, Cryptococcus
neoformans, Cryptosporidium.
2.2.2 Respon dan toleransi tubuh pasien
Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien dalam hal ini
adalah:
a). Umur
b). Status imunitas penderita
c). Penyakit yang diderita
d). Obesitas dan malnutrisi
e). Orang yang menggunakan obat-obatan immunosupresan dan steroid
f). Intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi.
Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi kondisi
ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor, anemia, leukemia,
diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan
toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan
yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya
prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan
tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.
2.2.3 Resistensi antibiotika
Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin antara tahun 1950-1970, banyak
penyakit yang serius dan fatal ketika itu dapat diterapi dan disembuhkan. Bagaimana pun juga,
keberhasilan ini menyebabkan penggunaan berlebihan dan pengunsalahan dari antibiotika.
Banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten. Meningkatnya resistensi bakteri dapat
meningkatkan angka mortalitas terutama terhadap pasien yang immunocompromised. Resitensi
dari bakteri di transmisikan antar pasien dan faktor resistensinya di pindahkan antara bakteri.
Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini justru meningkatkan multipikasi dan penyebaran
strain yang resistan. Penyebab utamanya karena:
a). Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol
b). Dosis antibiotika yang tidak optimal
c). Terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat
d). Kesalahan diagnosa.
Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen yang resisten terhadap
antibiotika, mengakibatkan timbulnya multiresistensi kuman terhadap obat-obatan tersebut.
Penggunaan antibiotika secara besar-besaran untuk terapi dan profilaksis adalah faktor utama
terjadinya resistensi. Banyak strains dari pneumococci, staphylococci, enterococci, dan
tuberculosis telah resisten terhadap banyak antibiotikaa, begitu juga klebsiella dan pseudomonas
aeruginosa juga telah bersifat multiresisten. Keadaan ini sangat nyata terjadi terutama di negara-
negara berkembang dimana antibiotika lini kedua belum ada atau tidak tersedia.
Infeksi nosokomial sangat mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas di rumah sakit, dan
menjadi sangat penting karena:
a). Meningkatnya jumlah penderita yang dirawat
b). Seringnya imunitas tubuh melemah karena sakit, pengobatan atau umur
c). Mikororganisme yang baru (mutasi)
d). Meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika.
2.2.4 Faktor alat
Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial tertama disebabkan infeksi dari kateter urin,
infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia.
Pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti. Diruang penyakit dalam,
diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat
berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi. Komplikasi tersebut berupa:
a). Ekstravasasi infiltrat : cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi kanula.
b). Penyumbatan : Infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa dapat dideteksi adanya
gangguan lain.
c). Flebitis : Terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri sepanjang vena.
d). Trombosis : Terdapat pembengkakan di sepanjang pembuluh vena yang menghambat aliran
infus.
e). Kolonisasi kanul : Bila sudah dapat dibiakkan mikroorganisme dari bagian kanula yang ada
dalam pembuluh darah.
f). Septikemia : Bila kuman menyebar hematogen dari kanul.
g). Supurasi : Bila telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanul.
Beberapa faktor dibawah ini berperan dalam meningkatkan komplikasi kanula intravena yaitu:
jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72
jam, kateter yang dipasang pada tungkai bawah, tidak mengindahkan pronsip anti sepsis, cairan
infus yang hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media pertumbuhan
mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes obat, manipulasi
terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman pada ujung kateter merupakan awal infeksi tempat
infus dan bakteremia.
2.3 Rantai Penularan
Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab (di bagian tengah gambar berikut), yang ada pada
sumber. Kuman keluar dari sumber melalui tempat tertentu, kemudian dengan cara penularan
tertentu masuk ke tempat tertentu di pasien lain. Karena banyak pasien di rumah sakit rentan
terhadap infeksi (terutama Odha yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah), mereka dapat
tertular dan jatuh sakit tambahan. Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari pasien tersebut
dan meneruskan rantai penularan lagi.
2.4 Dampak Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial memberikan dampak sebagai berikut :
1. Menyebabkan cacat fungsional, stress emosional dan dapat menyebabkan cacat yang
permanen dan kematian.
2. Dampak tertinggi pada negara-negara sedang berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS yang
tinggi.
3. Meningkatkan biaya kesehatan di berbagai negara yang tidak mampu dengan meningkatkan
lama perawatan di rumah sakit, pengobatan dengan obat-obat mahal dan penggunaan layanan
lain.
2.5 Macam-macam Penyakit yang Disebabkan Oleh Infeksi Nosokomial
2.5.1 Infeksi Saluran Kemih
Infeksi ini merupakan kejadian tersering, sekitar 40% dari infeksi nosokomial, 80% infeksinya
dihubungkan dengan penggunaan kateter urin. Walaupun tidak terlalu berbahaya, tetapi dapat
menyebabkan terjadinya bakteremia dan mengakibatkan kematian. Organisme yang biaa
menginfeksi biasanya E.Coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, atau Enterococcus. Infeksi yang
terjadi lebih awal lebih disebabkan karena mikroorganisme endogen, sedangkan infeksi yang
terjadi setelah beberapa waktu yang lama biasanya karena mikroorganisme eksogen.

Sangat sulit untuk dapat mencegah penyebaran mikroorganisme sepanjang uretra yang melekat
dengan permukaan dari kateter. Kebanyakan pasien akan terinfeksi setelah 1-2 minggu
pemasangan kateter. Penyebab paling utama adalah kontaminasi tangan atau sarung tangan
ketika pemasangan kateter, atau air yang digunakan untuk membesarkan balon kateter. Dapat
juga karena sterilisasi yang gagal dan teknik septik dan aseptik.
2.5.2 Pneumonia Nosokomial
Pneumonia nosokomial dapat muncul, terutama pasien yang menggunakan ventilator, tindakan
trakeostomi, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi. Kuman penyebab infeksi ini
tersering berasal dari gram negatif seperti Klebsiella,dan Pseudomonas. Organisme ini sering
berada di mulut, hidung, kerongkongan, dan perut. Keberadaan organisme ini dapat
menyebabkan infeksi karena adanya aspirasi oleh organisme ke traktus respiratorius bagian
bawah.
Dari kelompok virus dapat disebabkan olehcytomegalovirus, influenza virus, adeno virus, para
influenza virus, enterovirus dan corona virus.
Faktor resiko terjadinya infeksi ini adalah:
a). Tipe dan jenis pernapasan
b). Perokok berat
c). Tidak sterilnya alat-alat bantu
d). Obesitas
e). Kualitas perawatan
f). Penyakit jantung kronis
g). Penyakit paru kronis
h). Beratnya kondisi pasien dan kegagalan organ
i). Tingkat penggunaan antibiotika
j). Penggunaan ventilator dan intubasi
k). Penurunan kesadaran pasien.
Penyakit yang biasa ditemukan antara lain: respiratory syncytial virus dan influenza. Pada pasien
dengan sistem imun yang rendah, pneumonia lebih disebabkan karena Legionella dan
Aspergillus. Sedangkan dinegara dengan prevalensi penderita tuberkulosis yang tinggi,
kebersihan udara harus sangat diperhatikan.
2.5.3 Bakteremi Nosokomial
Infeksi ini hanya mewakili sekitar 5 % dari total infeksi nosokomial, tetapi dengan resiko
kematian yang sangat tinggi, terutama disebabkan oleh bakteri yang resistan antibiotika seperti
Staphylococcus dan Candida. Infeksi dapat muncul di tempat masuknya alat-alat seperti jarum
suntik, kateter urin dan infus. Faktor utama penyebab infeksi ini adalah panjangnya kateter, suhu
tubuh saat melakukan prosedur invasif, dan perawatan dari pemasangan kateter atau infus.
2.5.4 Infeksi Nosokomial lainnya
1. Tuberkulosis
Penyebab utama adalah adanya strain bakteri yang multi- drugs resisten. Kontrol terpenting
untuk penyakit ini adalah identifikasi yang baik, isolasi, dan pengobatan serta tekanan negatif
dalam ruangan.
2. Diarrhea dan gastroenteritis
Mikroorganisme tersering berasal dari E.coli, Salmonella, Vibrio Cholerae dan Clostridium.
Selain itu, dari gologan virus lebih banyak disebabkan oleh golongan enterovirus, adenovirus,
rotavirus, dan hepatitis A. Bedakan antara diarrhea dan gastroenteritis. Faktor resiko dari
gastroenteritis nosokomial dapat dibagi menjadi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik:
o abnormalitas dari pertahanan mukosa, seperti achlorhydria
o lemahnya motilitas intestinal, dan
o perubahan pada flora normal.
Faktor ekstrinsik:
Pemasangan nasogastric tube dan mengkonsumsi obat-obatan saluran cerna.
3. Infeksi pembuluh darah
Infeksi ini sangat berkaitan erat dengan penggunaan infus, kateter jantung dan suntikan. Virus
yang dapat menular dari cara ini adalah virus hepatitis B, virus hepatitis C, dan HIV.
Infeksi ini dibagi menjadi dua kategori utama:
a). Infeksi pembuluh darah primer, muncul tanpa adanya tanda infeksi sebelumnya, dan berbeda
dengan organisme yang ditemukan dibagian tubuhnya yang lain
b). Infeksi sekunder, muncul sebagai akibat dari infeksi dari organisme yang sama dari sisi tubuh
yang lain.
4. Dipteri, tetanus dan pertusis
a). Corynebacterium diptheriae, gram negatif pleomorfik, memproduksi endotoksin yang
menyebabkan timbulnya penyakit, penularan terutama melalui sistem pernafasan.
b). Bordetella Pertusis, yang menyebabkan batuk rejan. Siklus tiap 3-5 tahun dan infeksi muncul
sebanyak 50 dalam 100% individu yang tidak imun.
c). Clostridium tetani, gram positif anaerobik yang menyebabkan trismus dan kejang otot.
Infeksi kulit dan jaringan lunak. Luka terbuka seperti ulkus, bekas terbakar, dan luka bekas
operasi memperbesar kemungkinan terinfeksi bakteri dan berakibat terjadinya infeksi sistemik.
Dari golongan virus yaitu herpes simplek, varicella zooster, dan rubella. Organisme yang
menginfeksi akan berbeda pada tiap populasi karena perbedaan pelayanan kesehatan yang
diberikan, perbedaan fasilitas yang dimiliki dan perbedaan negara yang didiami.
Infeksi ini termasuk:
a). Infeksi pada tulang dan sendi
Osteomielitis, infeksi tulang atau sendi dan discus vertebralis
b). Infeksi sistem Kardiovaskuler
Infeksi arteri atau vena, endokarditis, miokarditis, perikarditis dan mediastinitis
c). Infeksi sistem saraf pusat
Meningitis atau ventrikulitis, absess spinal dan infeksi intra kranial
d). Infeksi mata, telinga, hidung, dan mulut
Konjunctivitis, infeksi mata, otitis eksterna, otitis media, otitis interna, mastoiditis, sinusitis, dan
infeksi saluran nafas atas.
e). Infeksi pada saluran pencernaan
Gastroenteritis, hepatitis, necrotizing enterocolitis, infeksi intra abdominal
f). Infeksi sistem pernafasan bawah
Bronkhitis, trakeobronkhitis, trakeitis, dan infeksi lainnya
g). Infeksi pada sistem reproduksi
Endometriosis dan luka bekas episiotomi.
2.6 Pencegahan
Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring
dan program yang termasuk:
a). Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan
penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan.
b). Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
c). Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan
vaksinasi.
d). Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif.
e). Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.
2.6.1 Dekontaminasi tangan
Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hiegene dari tangan.
Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar, karena banyaknya alasan seperti
kurangnya peralatan, alergi produk pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai
pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan yang lama. Selain itu, penggunaan sarung tangan
sangat dianjurkan bila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-
penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah: Memakai sarung tangan ketika akan mengambil
atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yang
kita anggap telah terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.
2.6.2 Instrumen yang sering digunakan Rumah Sakit
Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan yang dilakukan di negara
berkembang tidaklah aman (contohnya jarum, tabung atau keduanya yang dipakai berulang-
ulang) dan banyaknya suntikan yang tidak penting (misalnya penyuntikan antibiotika).Untuk
mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik maka diperlukan:
a). Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan
b). Pergunakan jarum steril
c). Penggunaan alat suntik yang disposabel.
Masker, sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara. Begitupun dengan
pasien yang menderita infeksi saluran nafas, mereka harus menggunakan masker saat keluar dari
kamar penderita. Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah, cairan
tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti untuk tiap pasiennya. Setelah
membalut luka atau terkena benda yang kotor, sanrung tangan harus segera diganti. Baju khusus
juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan
untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.
2.6.3 Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan
benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari
kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk
membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat
medis yang telah dipakai berkali-kali.
Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya
pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau bagi
penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara
yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu,
rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan
serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit
dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari.
Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk mencegah
terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi disinfektan.
Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien. Disinfeksi yang
dipakai adalah:
a). Mempunyai kriteria membunuh kuman
b). Mempunyai efek sebagai detergen
c). Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan protein.
d). Tidak sulit digunakan
e). Tidak mudah menguap
f). Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas maupun pasien
g). Efektif
h). Tidak berbau, atau tidak berbau tak enak.
2.6.4 Perbaiki ketahanan tubuh
Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara
mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh
melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasad renik
komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam saluran cerna manusia.
Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad
renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan
ketahanan tubuh tersebut pada penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan
bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus menggunakan
antibiotika.
2.6.5 Ruangan Isolasi
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan
pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui
udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan
yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi
rendah eperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar
dari infeksi.
Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga
sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju
keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian
luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa
selama mereka menderita penyakit yang sama.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Faktor- faktor yang menyebabkan perkembangan infeksi nosokomial tergantung dari agen yang
menginfeksi, respon dan toleransi tubuh, faktor lingkungan, resistensi antibiotika, dan faktor alat.
Agen Infeksi yang kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada: karakteristik
mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat antibiotika, tingkat virulensi, dan banyaknya materi
infeksius. Respon dan toleransi tubuh pasien dipengaruhi oleh: Umur, status imunitas penderita,
penyakit yang diderita, obesitas dan malnutrisi, orang yang menggunakan obat-obatan
immunosupresan dan steroid, intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa
dan terapi. Faktor lingkungan dipengaruhi oleh padatnya kondisi rumah sakit, banyaknya pasien
yang keluar masuk, penggabungan kamar pasien yang terkena infeksi dengan pengguna obat-
obat immunosupresan, kontaminasi benda, alat, dan materi yang sering digunakan tidak hanya
pada satu orang pasien. Resistensi Antibiotika disebabkan karena: Penggunaan antibiotika yang
tidak sesuai dan tidak terkontrol, dosis antibiotika yang tidak optimal, terapi dan pengobatan
menggunakan antibiotika yang terlalu singkat, dan kesalahan diagnosa. Faktor alat, dipengaruhi
oleh pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti. Macam penyakit yang
disebabkan oleh infeksi nosokomial, misalnya Infeksi saluran kemih. Infeksi ini merupakan
kejadian tersering, dihubungkan dengan penggunaan kateter urin. Nosokomial pneumonia,
terutama karena pemakaian ventilator, tindakan trakeostomy, intubasi, pemasangan NGT, dan
terapi inhalasi. Nosokomial bakteremi yang memiliki resiko kematian yang sangat tinggi.
Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit terutama dari dinding, lantai, tempat tidur,
pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.
3.2 Saran
a). Eliminasi dan kurangi perkembangan agen penyebab infeksi dan faktor lainnya yang
menyebabkan perkembangan infeksi nosokomial.
b). Penybaran infeksi nosokomial terutama dari udara dan air harus menjadi perhatian utama agar
infeksi tidak meluas.
c). Mengurangi prosedur-prosedur invasif untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.
d). Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial memerlukan suatu rencana yang terintegrasi,
monitoring dan program untuk mengawasi kejadian infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol
penyebarannya.
DAFTAR PUSTAKA
Potter, Patricia A. dan Anne Griffin Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4. Jakarta: EGC
<http://httpyasirblogspotcom.blogspot.com/2009/03/hubungan-tingkat-pengetahuan
perawat.html> [diakses 7 April 2010]
[diakses 7 April 2010)]
[diakses 7 April 2010)]
<http://setyaz.blogspot.com/2010/03/pengertian-infeksi-nosokomial.html> [diakses 7 April
2010]
[diakses 7 April 2010]

Anda mungkin juga menyukai