Anda di halaman 1dari 26

Materi III-a: Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran

Faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan pascapanen buahan dan sayuran


adalah sebagai berikut:

1. Musim saat panen (hujan atau kemarau)
2. Waktu panen (pagi atau siang)
3. Cara penumpukan
4. Cara dan kemasan dalam pengangkutan
5. Cara pembersihan
6. Cara trimming
7. Cara dan bahan pengemasan
8. Cara dan suhu penyimpanan

Penanganan buahan dan sayuran harus dilakukan pada suhu rendah (sekitar 20
C), dan penyimpanan dilakukan pada suhu optimum yang berbeda-beda untuk setiap
jenis produk. Buahan dan sayuran harus diperlakukan sebagai produk yang masih
hidup, berbeda dengan biji-bijian yang sudah mengalami proses pengeringan.


1. Ketuaan Panen

Ketuaan panen adalah keadaan perkembangan dimana tanaman atau bagian-
bagian dari tanaman telah memenuhi syarat untuk dimanfaatkan sesuai dengan tujuan
dari panen. Lebih jauh ketuaan panen dibedakan menjadi dua macam yaitu ketuaan
fisiologis dan ketuaan komersil. Ketuaan panen secara fisiologis adalah ketuaan
dimana tanaman atau bagian-bagian dari tanaman telah mencapai pertumbuhan
perkembangan puncak, tetapi belum memasuki masa penuaan. Beberapa indikator
dari ketuaan fisiologis adalah akumulasi bagian padatan telah maksimum dan pada
beberapa jenis buah seperti pepaya kemunculan warna kuning mulai tampak.
Sedangkan ketuaan komersil tidak berhubungan dengan fisiologis tanaman dan bagian-
bagiannya, tetapi berhubungan dengan kegunaan tanaman atau bagian-bagian dari
tanaman yang dipanen. Dengan kata lain, ketuaan komersil adalah keadaan tanaman
atau bagian-bagian dari tanaman yang sudah dapat dipanen karena sudah dapat
dijual. Buah pepaya yang dipanen untuk dimanfaatkan sebagai buah meja dipanen
pada tingkat ketuaan fisiologis, sedangkan bilan akan dimanfaatkan sebagai sayuran
dipanen pada saat belum tua secara fisiologis. Artinya dapat dipanen kapan saja
selama belum mencapai tingkat ketuaan fisiologis, tetapi secara komersil sudah tua
karena sudah bernilai jual.

Tingkat ketuaan produk pada saat panen mempengaruhi mutu akhir produk,
daya simpan, dan kemungkinan terjadinya penyimpangan fisiologis. Sebagai misal,
buah yang akan dikonsumsi dalam keadaan matang, bila dipanen pada keadaan masih
muda akan mempunyai warna kulit yang tidak merata ketika matang, rasa yang
kurang enak, aroma yang kurang bila dibandingkan dengan buah yang matang normal,
yaitu buah yang sama tetapi dipanen dalam keadaan tua penuh. Ketuaan yang belum
penuh juga berhubungan dengan pematangan yang tidak merata pada buah mangga,
meningkatkan resiko chilling injury dalam penyimpanan dingin pada buah nenas, dan
perkecambahan prematur pada bawang merah. Sebaliknya, keadaan yang terlalu tua
juga dapat menyebabkan timbulnya hal-hal yang kurang menguntungkan. Selain
memperpendek masa simpan, produk yang dipanen dalam keadaan terlalu tua juga
akan menurunkan mutu, ketika dimakan misalnya, meningkatkan kandungan serat
kasar dan keras beberapa jenis buah dan sayuran daun.

Selain berhubungan dengan permintaan pasar dan tujuan penggunaan produk,
ketuaan panen juga berhubungan dengan masa simpan yang diinginkan, waktu dan
jarak yang harus ditempuh dalam transportasi ke tempat pemasaran, dan strategi
pemasaran yang digunakan. Pada beberapa jenis buah, mungkin perlu dipanen ketika
buah sudah benar-benar tua, tetapi masih hijau dan keras agar mempunyai waktu
yang lebih lama untuk transportasi ke tempat pemasaran, dan penyimpanan
sebelumnya dipasarkan kepada konsumen akhir. Dalam kaitan dengan strategi
pemasaran, panen di awal atau di akhir musim berpeluan untuk memperoleh harga
jual yang lebih baik. Hal ini juga akan diperhitungkan oleh petani atau pedagang
produk hortikultura sehingga mungkin saja mereka mempercepat atau menuda panen
agar dapat menjual hasil panen dengan harga yang lebih baik.

Indeks Ketuaan Panen
Indeks ketuaan adalah suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menentukan
waktu panen, yaitu apakah suatu produk sudah dapat dipanen atau belum. Ada
beberapa macam indeks ketuaan yang dapat digunakan untuk menentukan waktu
panen, dan untuk beberapa jenis hortikultura biasanya akan lebih baik bila digunakan
lebih dari satu macam indeks ketuaan, karena hasilnya akan lebih akurat. Indeks
ketuaan panen dapat bersifat subyektif (S) atau obyektif (O), dan dapat digolongkan
ke dalam metoda destruktif (D) atau non-destruktif (N). Sedangkan berdasarkan obyek
pengamatannya, penggolongan indeks ketuaan panen adalah sebagai berikut:

1. Indeks ketuaan visual (bersifat S dan N)
Berdasarkan warna kulit: misalnya jeruk, duku, manggis, pepaya, nenas,
rambutan, tomat, semangka.
Berdasarkan ukuran: mislanya asparagus, ketimun, jeruk, bunga potong
Berdasarkan bentuk: mislanya lengkungan pada buah pisang dan lekukan pada
buah mangga.
Berdasarkan karakteristik permukaan: formasi kutikel pada buah tomat dan
anggur, pola jaring-jaring pada buah melon, semburat warna kuning/merah pada
buah mangga.
Berdasarkan bagian tanaman yang mengering: daun yang mengering pada
tanaman pisang, pucuk yang mengering pada bawang merah, bawang putih, jahe,
dan kentang.



2. Indeks ketuaan fisik (bersifat S dan N)
Berair: jagung manis
Mudah terbuka: jenis kacang polong
Mudah dilepaskan dari tanamannya: belewah
Kekerasan, kepadatan, kekompakan: melon, kubis, selada
Berat jenis: mangga, durian, kentang
Bunyi bergaung bila diketuk: semangka, nangka, durian
Mempunyai aroma kuat: nangka, durian
Struktur daging: seperti jeli pada tomat, berwarna tua pada beberapa buah



3. Indeks kimia (bersifat O dan D)
Jumlah padatan terlarut: apokat, melon, anggur
Kadar lemak: apokat
Kadar air: jeruk
Kadar asam: jeruk, mangga
Kadar karbohidrat: apel, pear, mangga
Kadar gula: apel, pear, mangga, anggur



4. Indeks fisiologis (bersifat O, N, dan D)
Laju respirasi dan produksi etilen: pisang, mangga, pepaya, tomat, markisa
Konsentrasi etilen: apel, pear, markisa



5. Indeks perhitungan (bersifat O dan N)
Unit panas: mangga, kacang kapri, jagung manis
Hari sejak pembungaan: mangga, manggis
Hari sejak pembentukan buah: durian, melon, rambutan
Hari sejak bunga mekar: jeruk, mangga
Hari sejak penanaman: jenis umbi



Mengembangkan Indeks Ketuaan
Indeks ketuaan haruslah sederhana, mudah diterapkan di lapangan, dan tidak
memerlukan peralatan yang mahal dalam penerapannya. Indeks ketuaan juga harus
secara konsisten memperlihatkan hubungan dengan mutu dan daya simpan produk.
Indeks ketuaan yang bersifat obyektif dan non-destruktif lebih disukai. Beberapa hal
berikut dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan indeks ketuaan:
1. Fase-fase perubahan pada komoditas pada sepanjang masa pertumbuhan dan
perkembangannya harus dikenali
2. Ciri-ciri yang berhubungan dengan perkembangan produk harus dicari
3. Percobaan organoleptik dan daya simpan produk harus dilakukan untuk
menentukan keadaan dengan nilai minimum untuk ketuaan yang masih diterima
4. Indeks ketuaan yang dihasilkan harus diujicoba pada berbagai lokasi dan musim
untuk melihat konsistensinya dengan mutu produk hasil panen



2. Sistem Panen

Setelah diketahui bahwa produk hortikultura sudah cukup tua untuk dipanen,
panen dapat segera dilakukan dan produk harus dikumpulkan di lahan secepat
mungkin. Panen harus dilakukan secepat mungkin, dengan kerusakan produk sekecil
mungkin, dan biaya semurah mungkin. Umumnya panen masih dilakukan secara
manual menggunakan tangan dan peralatan-peralatan sederhana. Meskipun
memerlukan banyak tenaga kerja, panen secara manual masih lebih akurat, pemilihan
sasaran panen juga dapat lebih baik dilakukan, kerusakan fisik yang berlebihan dapat
dihindari, dan membutuhkan biaya yang lebih kecil dibandingkan dengan panen
menggunakan perlatana mekanis.

Cara panen yang umum dilakukan adalah sebagai berikut:
Dengan cara ditarik: apokat, kacang polong, tomat
Dengan cara dipuntir: jeruk, melon
Dengan cara dibengkokkan: nenas
Dengan cara dipotong: buah dan sayuran pada umunya, dan bunga potong
Dengan cara digali dan dipotong: umbi, dan sayuran akar
Dengan menggunakan galah: buah pada di pohon yang tinggi secara umum



Galah sebagai alat bantu panen manual mempunyai berbagai rancangan,
disesuaikan dengan sifat buah yang akan dipanen seperti panjang dan kekuatan
tangkai, serta ukuran dan berat buah. Alat bantu lainnya seperti pisau dan gunting
digunakan untuk memotong, tongkat dan golok digunakan untuk menggali, tangga
atau sejenisnya digunakan untuk menjangkau buah yang tinggi.

Disamping cara panen, waktu panen juga mempengaruhi kualitas produk
hortikultura yang dihasilkan. Umumnya panen dilakukan pagi hari ketika matahari
baru saja terbit karena hari sudah cukup terang tetapi suhu lingkungan masih cukup
rendah sehingga dapat mengurangi kerusakan akibat respirasi produk dan juga
meningkatkan efisiensi pemanenan. Beberapa jenis produk hortikultura lebih baik
dipanen agak siang agar embun yang menempel pada produk telah mengering, atau
sekalian sore hari bila suhu lingkungan juga menjadi pertimbangan penting. Hal ini
dapat mengurangi luka bakar akibat getah yang mengering pada buah-buah yang
mengeluarkan getah dari tangkainya seperti mangga, atau mengerluarkan minyak
seperti jeruk, dan mengurangi kerusakan mekanis (sobek) pada sayuran daun. Jagung
manis juga diketahui akan menjadi lebih manis bila dipanen agak siang.

3. Penanganan di Lahan

Persiapan dan transportasi produk dari lahan adalah kegiatan-kegiatan utama
yang harus dilakukan setelah produk dipanen. Hasil panen harus segera dikumpulkan,
dikemas sementara, untuk kemudian diangkut ke rumah pengemasan, tempat
penyimpanan, pusat pengolahan atau industri pengolahan produk segar, atau langsung
ke pasar. Lokasi di mana kegiatan persiapan dilakukan harus dekat dengan lahan, dan
dapat didatangi oleh kendaraan yang akan digunakan untuk mengangkut produk keluar
dari lahan. Lokasi tersebut juga harus terlindung dari sinar matahari langsung (dalam
bangunan beratap atau pun di bawah naungan pohon rimbun) dan udara bebas keluar
masuk untuk mencegah penumpukan panas, baik yang berasal dari sinar matahari
maupun yang timbul akibat respirasi produk. Tempat untuk melakukan kegiatan
persiapan sebaiknya beralaskan lantai semen sebab bilaberalas tanah dikhawatirkan
produk akan terkontaminasi kotoran yang ada pada tanah, dan sebaiknya digunakan
kemasan dapat melindungi produk dari kerusakan akibat penanganan yang dilakukan.

Perlindungan produk dari suhu lingkungan yang tinggi sangat penting untuk
menghindari pemanasan dan lukan bakar pada produk yang baru dipanen. Produk yang
terkena sinar matahari langsung dapat meningkat suhunya hingga melebihi suhu udara
lingkungan, dan hal ini akan berakibat buruk pada produk karena respirasinya akan
meningkat dan penurunan mutu akan terjadi dengan cepat. Bila memungkinkan,
produk yang telah dipanen segera dibawa ke tempat terlindung, di dalam bangunan
beratap atau di bawah pohon rindang atau naungan lainnya, agar suhunya tetap
rendah. Hal ini perlu diperhatikan terutama bila produk tidak dapat segera diangkut
karena berbagai sebab seperti menunggu kendaraan pengangkut, atau menunggu
produk terkumpul dalam jumlah yang cukup untuk diangkut. Bila tidak tersedia pohon
yang rindang di sekitar lahan, sebaiknya digunakan tenda yang dapat dipindah-
pindahkan. Pada daerah dengan suhu udara yang cukup tinggi, sebaiknya jangan
melakukan panen pada siang hari setelah matahari agak tinggi.

Ada beberapa jenis kemasan atau keranjang yang dapat untuk penanganan
produk di lahan, tergantung pada jenis komoditas, biaya yang disediakan untuk
kemasan, dan ketersediaan bahan pembuat kemasan, serta sistem panen yang
diterapkan. Praktek yang cukup baik adalah para pemanen mengumpulkan hasil panen
dalam keranjang-keranjang kecil, lalu bila sudah terisi penuh memindahkan hasil
panen tersebut ke keranjang yang lebih besar untuk keperluan transportasi ke luar
lahan.

Transportasi produk keluar dari lahan mungkin dilakukan untuk jarak yang
dekat atau jauh, melalui jalan yang mulus atau kasar, atau bahkan melalui jalan
setapak, menggunakan kendaraan bermesin atau bertenaga hewan, dan lain
sebagainya. Dengan kata lain, banyak kemungkinan terjadi dalam transportasi produk
keluar dari lahan, oleh karena itu produk harus dilindungi dari kerusakan mekanis
yang mungkin terjadi melalui penggunaan sarana transportasi yang sesuai dengan
kondisi jalan yang dilalui. Sarana transportasi yang digunakan juga sebaiknya beratap
dan mempunyai ventilasi yang baik, terutama bila perjalan akan memerlukan waktu
yang cukup lama. Penanganan yang cepat selama proses transportasi juga menjadi
faktor yang penting dalam perlindungan produk setelah dipanen.

Kegiatan lain yang mungkin dilakukan di lahan pada produk yang baru dipanen
meliputi pembungan getah, (delatexing), pembuangan bagian-bagian yang tidak
diperlukan (trimming), pemisahan dan pemutuan (sorting and grading), dan
pengemasan (packaging) yang untuk berbagai komoditas akan lebih baik bila dilakukan
di dalam rumah pengemasan (packing house). Penggunaan kemasan seperti peti dan
keranjang untuk produk yang mudah rusak seperti buah dan sayuran yang lunak akan
meminimalkan perlakuna di lahan dan dapat mengurangi kerusakan mekanis pada
produk dan menekan biaya penanganan. Semua kegiatan harus direncanakan dengan
baik dan segala perlengkapan yang diperlukan harus dipersiapkan sebelum kegiatan
berlangsung. Pengarahan dan pelatihan tenaga kerja juga hal yang penting untuk
dilakukan.








Kembali ke Kelompok Materi 3
Presentasi Powerpoint(a)
Presentasi Powerpoint(b)


Materi III-a: Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran


Faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan pascapanen buahan dan sayuran
adalah sebagai berikut:

1. Musim saat panen (hujan atau kemarau)
2. Waktu panen (pagi atau siang)
3. Cara penumpukan
4. Cara dan kemasan dalam pengangkutan
5. Cara pembersihan
6. Cara trimming
7. Cara dan bahan pengemasan
8. Cara dan suhu penyimpanan

Penanganan buahan dan sayuran harus dilakukan pada suhu rendah (sekitar 20
C), dan penyimpanan dilakukan pada suhu optimum yang berbeda-beda untuk setiap
jenis produk. Buahan dan sayuran harus diperlakukan sebagai produk yang masih
hidup, berbeda dengan biji-bijian yang sudah mengalami proses pengeringan.


1. Ketuaan Panen

Ketuaan panen adalah keadaan perkembangan dimana tanaman atau bagian-
bagian dari tanaman telah memenuhi syarat untuk dimanfaatkan sesuai dengan tujuan
dari panen. Lebih jauh ketuaan panen dibedakan menjadi dua macam yaitu ketuaan
fisiologis dan ketuaan komersil. Ketuaan panen secara fisiologis adalah ketuaan
dimana tanaman atau bagian-bagian dari tanaman telah mencapai pertumbuhan
perkembangan puncak, tetapi belum memasuki masa penuaan. Beberapa indikator
dari ketuaan fisiologis adalah akumulasi bagian padatan telah maksimum dan pada
beberapa jenis buah seperti pepaya kemunculan warna kuning mulai tampak.
Sedangkan ketuaan komersil tidak berhubungan dengan fisiologis tanaman dan bagian-
bagiannya, tetapi berhubungan dengan kegunaan tanaman atau bagian-bagian dari
tanaman yang dipanen. Dengan kata lain, ketuaan komersil adalah keadaan tanaman
atau bagian-bagian dari tanaman yang sudah dapat dipanen karena sudah dapat
dijual. Buah pepaya yang dipanen untuk dimanfaatkan sebagai buah meja dipanen
pada tingkat ketuaan fisiologis, sedangkan bilan akan dimanfaatkan sebagai sayuran
dipanen pada saat belum tua secara fisiologis. Artinya dapat dipanen kapan saja
selama belum mencapai tingkat ketuaan fisiologis, tetapi secara komersil sudah tua
karena sudah bernilai jual.

Tingkat ketuaan produk pada saat panen mempengaruhi mutu akhir produk,
daya simpan, dan kemungkinan terjadinya penyimpangan fisiologis. Sebagai misal,
buah yang akan dikonsumsi dalam keadaan matang, bila dipanen pada keadaan masih
muda akan mempunyai warna kulit yang tidak merata ketika matang, rasa yang
kurang enak, aroma yang kurang bila dibandingkan dengan buah yang matang normal,
yaitu buah yang sama tetapi dipanen dalam keadaan tua penuh. Ketuaan yang belum
penuh juga berhubungan dengan pematangan yang tidak merata pada buah mangga,
meningkatkan resiko chilling injury dalam penyimpanan dingin pada buah nenas, dan
perkecambahan prematur pada bawang merah. Sebaliknya, keadaan yang terlalu tua
juga dapat menyebabkan timbulnya hal-hal yang kurang menguntungkan. Selain
memperpendek masa simpan, produk yang dipanen dalam keadaan terlalu tua juga
akan menurunkan mutu, ketika dimakan misalnya, meningkatkan kandungan serat
kasar dan keras beberapa jenis buah dan sayuran daun.

Selain berhubungan dengan permintaan pasar dan tujuan penggunaan produk,
ketuaan panen juga berhubungan dengan masa simpan yang diinginkan, waktu dan
jarak yang harus ditempuh dalam transportasi ke tempat pemasaran, dan strategi
pemasaran yang digunakan. Pada beberapa jenis buah, mungkin perlu dipanen ketika
buah sudah benar-benar tua, tetapi masih hijau dan keras agar mempunyai waktu
yang lebih lama untuk transportasi ke tempat pemasaran, dan penyimpanan
sebelumnya dipasarkan kepada konsumen akhir. Dalam kaitan dengan strategi
pemasaran, panen di awal atau di akhir musim berpeluan untuk memperoleh harga
jual yang lebih baik. Hal ini juga akan diperhitungkan oleh petani atau pedagang
produk hortikultura sehingga mungkin saja mereka mempercepat atau menuda panen
agar dapat menjual hasil panen dengan harga yang lebih baik.

Indeks Ketuaan Panen
Indeks ketuaan adalah suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menentukan
waktu panen, yaitu apakah suatu produk sudah dapat dipanen atau belum. Ada
beberapa macam indeks ketuaan yang dapat digunakan untuk menentukan waktu
panen, dan untuk beberapa jenis hortikultura biasanya akan lebih baik bila digunakan
lebih dari satu macam indeks ketuaan, karena hasilnya akan lebih akurat. Indeks
ketuaan panen dapat bersifat subyektif (S) atau obyektif (O), dan dapat digolongkan
ke dalam metoda destruktif (D) atau non-destruktif (N). Sedangkan berdasarkan obyek
pengamatannya, penggolongan indeks ketuaan panen adalah sebagai berikut:

1. Indeks ketuaan visual (bersifat S dan N)
Berdasarkan warna kulit: misalnya jeruk, duku, manggis, pepaya, nenas,
rambutan, tomat, semangka.
Berdasarkan ukuran: mislanya asparagus, ketimun, jeruk, bunga potong
Berdasarkan bentuk: mislanya lengkungan pada buah pisang dan lekukan pada
buah mangga.
Berdasarkan karakteristik permukaan: formasi kutikel pada buah tomat dan
anggur, pola jaring-jaring pada buah melon, semburat warna kuning/merah pada
buah mangga.
Berdasarkan bagian tanaman yang mengering: daun yang mengering pada
tanaman pisang, pucuk yang mengering pada bawang merah, bawang putih, jahe,
dan kentang.



2. Indeks ketuaan fisik (bersifat S dan N)
Berair: jagung manis
Mudah terbuka: jenis kacang polong
Mudah dilepaskan dari tanamannya: belewah
Kekerasan, kepadatan, kekompakan: melon, kubis, selada
Berat jenis: mangga, durian, kentang
Bunyi bergaung bila diketuk: semangka, nangka, durian
Mempunyai aroma kuat: nangka, durian
Struktur daging: seperti jeli pada tomat, berwarna tua pada beberapa buah



3. Indeks kimia (bersifat O dan D)
Jumlah padatan terlarut: apokat, melon, anggur
Kadar lemak: apokat
Kadar air: jeruk
Kadar asam: jeruk, mangga
Kadar karbohidrat: apel, pear, mangga
Kadar gula: apel, pear, mangga, anggur



4. Indeks fisiologis (bersifat O, N, dan D)
Laju respirasi dan produksi etilen: pisang, mangga, pepaya, tomat, markisa
Konsentrasi etilen: apel, pear, markisa



5. Indeks perhitungan (bersifat O dan N)
Unit panas: mangga, kacang kapri, jagung manis
Hari sejak pembungaan: mangga, manggis
Hari sejak pembentukan buah: durian, melon, rambutan
Hari sejak bunga mekar: jeruk, mangga
Hari sejak penanaman: jenis umbi



Mengembangkan Indeks Ketuaan
Indeks ketuaan haruslah sederhana, mudah diterapkan di lapangan, dan tidak
memerlukan peralatan yang mahal dalam penerapannya. Indeks ketuaan juga harus
secara konsisten memperlihatkan hubungan dengan mutu dan daya simpan produk.
Indeks ketuaan yang bersifat obyektif dan non-destruktif lebih disukai. Beberapa hal
berikut dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan indeks ketuaan:
1. Fase-fase perubahan pada komoditas pada sepanjang masa pertumbuhan dan
perkembangannya harus dikenali
2. Ciri-ciri yang berhubungan dengan perkembangan produk harus dicari
3. Percobaan organoleptik dan daya simpan produk harus dilakukan untuk
menentukan keadaan dengan nilai minimum untuk ketuaan yang masih diterima
4. Indeks ketuaan yang dihasilkan harus diujicoba pada berbagai lokasi dan musim
untuk melihat konsistensinya dengan mutu produk hasil panen



2. Sistem Panen

Setelah diketahui bahwa produk hortikultura sudah cukup tua untuk dipanen,
panen dapat segera dilakukan dan produk harus dikumpulkan di lahan secepat
mungkin. Panen harus dilakukan secepat mungkin, dengan kerusakan produk sekecil
mungkin, dan biaya semurah mungkin. Umumnya panen masih dilakukan secara
manual menggunakan tangan dan peralatan-peralatan sederhana. Meskipun
memerlukan banyak tenaga kerja, panen secara manual masih lebih akurat, pemilihan
sasaran panen juga dapat lebih baik dilakukan, kerusakan fisik yang berlebihan dapat
dihindari, dan membutuhkan biaya yang lebih kecil dibandingkan dengan panen
menggunakan perlatana mekanis.

Cara panen yang umum dilakukan adalah sebagai berikut:
Dengan cara ditarik: apokat, kacang polong, tomat
Dengan cara dipuntir: jeruk, melon
Dengan cara dibengkokkan: nenas
Dengan cara dipotong: buah dan sayuran pada umunya, dan bunga potong
Dengan cara digali dan dipotong: umbi, dan sayuran akar
Dengan menggunakan galah: buah pada di pohon yang tinggi secara umum



Galah sebagai alat bantu panen manual mempunyai berbagai rancangan,
disesuaikan dengan sifat buah yang akan dipanen seperti panjang dan kekuatan
tangkai, serta ukuran dan berat buah. Alat bantu lainnya seperti pisau dan gunting
digunakan untuk memotong, tongkat dan golok digunakan untuk menggali, tangga
atau sejenisnya digunakan untuk menjangkau buah yang tinggi.

Disamping cara panen, waktu panen juga mempengaruhi kualitas produk
hortikultura yang dihasilkan. Umumnya panen dilakukan pagi hari ketika matahari
baru saja terbit karena hari sudah cukup terang tetapi suhu lingkungan masih cukup
rendah sehingga dapat mengurangi kerusakan akibat respirasi produk dan juga
meningkatkan efisiensi pemanenan. Beberapa jenis produk hortikultura lebih baik
dipanen agak siang agar embun yang menempel pada produk telah mengering, atau
sekalian sore hari bila suhu lingkungan juga menjadi pertimbangan penting. Hal ini
dapat mengurangi luka bakar akibat getah yang mengering pada buah-buah yang
mengeluarkan getah dari tangkainya seperti mangga, atau mengerluarkan minyak
seperti jeruk, dan mengurangi kerusakan mekanis (sobek) pada sayuran daun. Jagung
manis juga diketahui akan menjadi lebih manis bila dipanen agak siang.

3. Penanganan di Lahan

Persiapan dan transportasi produk dari lahan adalah kegiatan-kegiatan utama
yang harus dilakukan setelah produk dipanen. Hasil panen harus segera dikumpulkan,
dikemas sementara, untuk kemudian diangkut ke rumah pengemasan, tempat
penyimpanan, pusat pengolahan atau industri pengolahan produk segar, atau langsung
ke pasar. Lokasi di mana kegiatan persiapan dilakukan harus dekat dengan lahan, dan
dapat didatangi oleh kendaraan yang akan digunakan untuk mengangkut produk keluar
dari lahan. Lokasi tersebut juga harus terlindung dari sinar matahari langsung (dalam
bangunan beratap atau pun di bawah naungan pohon rimbun) dan udara bebas keluar
masuk untuk mencegah penumpukan panas, baik yang berasal dari sinar matahari
maupun yang timbul akibat respirasi produk. Tempat untuk melakukan kegiatan
persiapan sebaiknya beralaskan lantai semen sebab bilaberalas tanah dikhawatirkan
produk akan terkontaminasi kotoran yang ada pada tanah, dan sebaiknya digunakan
kemasan dapat melindungi produk dari kerusakan akibat penanganan yang dilakukan.

Perlindungan produk dari suhu lingkungan yang tinggi sangat penting untuk
menghindari pemanasan dan lukan bakar pada produk yang baru dipanen. Produk yang
terkena sinar matahari langsung dapat meningkat suhunya hingga melebihi suhu udara
lingkungan, dan hal ini akan berakibat buruk pada produk karena respirasinya akan
meningkat dan penurunan mutu akan terjadi dengan cepat. Bila memungkinkan,
produk yang telah dipanen segera dibawa ke tempat terlindung, di dalam bangunan
beratap atau di bawah pohon rindang atau naungan lainnya, agar suhunya tetap
rendah. Hal ini perlu diperhatikan terutama bila produk tidak dapat segera diangkut
karena berbagai sebab seperti menunggu kendaraan pengangkut, atau menunggu
produk terkumpul dalam jumlah yang cukup untuk diangkut. Bila tidak tersedia pohon
yang rindang di sekitar lahan, sebaiknya digunakan tenda yang dapat dipindah-
pindahkan. Pada daerah dengan suhu udara yang cukup tinggi, sebaiknya jangan
melakukan panen pada siang hari setelah matahari agak tinggi.

Ada beberapa jenis kemasan atau keranjang yang dapat untuk penanganan
produk di lahan, tergantung pada jenis komoditas, biaya yang disediakan untuk
kemasan, dan ketersediaan bahan pembuat kemasan, serta sistem panen yang
diterapkan. Praktek yang cukup baik adalah para pemanen mengumpulkan hasil panen
dalam keranjang-keranjang kecil, lalu bila sudah terisi penuh memindahkan hasil
panen tersebut ke keranjang yang lebih besar untuk keperluan transportasi ke luar
lahan.

Transportasi produk keluar dari lahan mungkin dilakukan untuk jarak yang
dekat atau jauh, melalui jalan yang mulus atau kasar, atau bahkan melalui jalan
setapak, menggunakan kendaraan bermesin atau bertenaga hewan, dan lain
sebagainya. Dengan kata lain, banyak kemungkinan terjadi dalam transportasi produk
keluar dari lahan, oleh karena itu produk harus dilindungi dari kerusakan mekanis
yang mungkin terjadi melalui penggunaan sarana transportasi yang sesuai dengan
kondisi jalan yang dilalui. Sarana transportasi yang digunakan juga sebaiknya beratap
dan mempunyai ventilasi yang baik, terutama bila perjalan akan memerlukan waktu
yang cukup lama. Penanganan yang cepat selama proses transportasi juga menjadi
faktor yang penting dalam perlindungan produk setelah dipanen.

Kegiatan lain yang mungkin dilakukan di lahan pada produk yang baru dipanen
meliputi pembungan getah, (delatexing), pembuangan bagian-bagian yang tidak
diperlukan (trimming), pemisahan dan pemutuan (sorting and grading), dan
pengemasan (packaging) yang untuk berbagai komoditas akan lebih baik bila dilakukan
di dalam rumah pengemasan (packing house). Penggunaan kemasan seperti peti dan
keranjang untuk produk yang mudah rusak seperti buah dan sayuran yang lunak akan
meminimalkan perlakuna di lahan dan dapat mengurangi kerusakan mekanis pada
produk dan menekan biaya penanganan. Semua kegiatan harus direncanakan dengan
baik dan segala perlengkapan yang diperlukan harus dipersiapkan sebelum kegiatan
berlangsung. Pengarahan dan pelatihan tenaga kerja juga hal yang penting untuk
dilakukan.








Kembali ke Kelompok Materi 3
Presentasi Powerpoint(a)
Presentasi Powerpoint(b)

Anda mungkin juga menyukai