Anda di halaman 1dari 3

305

CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012


BERITA TERKINI
PENDAHULUAN
Uji fungsi paru dapat membantu diagnosis
dan penatalaksanaan pasien penyakit paru
atau jantung, penentuan toleransi tindakan
pembedahan, evaluasi kesehatan untuk ke-
pentingan asuransi, penelitian epidemiologi
terhadap bahaya suatu substansi serta pre-
valensi penyakit dalam komunitas. Analisis
gangguan ventilasi paru mencakup derajat
hambatan terutama mekanisme yang ber-
tanggung jawab pada insufsiensi pernapasan.
Analisis gangguan mekanik paru merupakan
langkah penting pertama prosedur diagnosis
penyakit paru.
1
Hal yang harus dihindari sebelum pemerik-
saan fungsi paru adalah merokok minimal 1
jam sebelum pemeriksaan, minum alkohol
minimal 4 jam sebelum pemeriksaan, aktivitas
olahraga berat 4 jam sebelum pemeriksaan,
menggunakan pakaian ketat sehingga mem-
batasi pergerakan rongga dada dan abdomen
serta makan dalam jumlah besar 2 jam sebe-
lum pemeriksaan.
2
DEFINISI
Uji fungsi paru adalah alat untuk mengevalu-
asi sistem pernapasan, kelainan yang terkait
riwayat penyakit pasien, penelitian berbagai
pencitraan paru dan uji invasif seperti bronkos-
kopi dan biopsi terbuka paru. Perbandingan
antara nilai yang diukur pada pasien den-
gan nilai normal yang berasal dari penelitian
populasi dapat digunakan untuk mengetahui
patofsiologi penyakit yang mendasari. Per-
sentase nilai prediksi normal dapat digunakan
untuk menilai keparahan penyakit. Dokter
harus terbiasa dengan uji fungsi paru karena
sering digunakan dalam pengobatan dan
evaluasi gejala pernapasan seperti sesak na-
pas dan batuk, untuk menilai praoperasi dan
diagnosis penyakit seperti asma dan penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK).
Uji fungsi paru adalah istilah umum manu-
ver yang menggunakan peralatan sederhana
untuk mengukur fungsi paru. Uji fungsi paru
meliputi spirometri sederhana, pengukuran
volume paru formal, kapasitas difusi karbon
monoksida (CO) dan gas darah arteri. Uji
fungsi paru digunakan untuk mengukur dan
merekam 4 komponen paru yaitu saluran na-
pas (besar dan kecil), parenkim paru (alveoli,
interstitial), pembuluh darah paru dan meka-
nisme pemompaan. Berbagai penyakit dapat
berdampak pada komponen tersebut.
3
SPIROMETRI
Spirometri paling sering digunakan untuk me-
nilai fungsi paru. Sebagian besar pasien dapat
dengan mudah melakukan spirometri setelah
dilatih oleh pelatih atau tenaga kesehatan
lain yang tepat. Uji ini dapat dilaksanakan di
berbagai tempat baik ruang praktek dokter,
ruang gawat darurat atau ruang perawatan.
Spirometri dapat digunakan untuk diagnosis
dan memantau gejala pernapasan dan penya-
kit, persiapan operasi, penelitian epidemiologi
serta penelitian lain.
3
Indikasi spirometri dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Indikasi Spirometri
3
Diagnostik
Evaluasi keluhan dan gejala (deformitas rongga dada, sianosis, penurunan suara napas, perlambatan udara ekspirasi,
overinfasi, ronki yang tidak dapat dijelaskan)
Evaluasi hasil laboratorium abnormal (foto toraks abnormal, hiperkapnia, hipoksemia,polisitemia)
Menilai pengaruh penyakit pada fungsi paru
Deteksi dini seseorang yang memiliki risiko menderita penyakit paru (perokok, pekerja yang terpajan substansi tertentu)
Pemeriksaan rutin (risiko pra-pembedahan, menilai prognosis, menilai status kesehatan)
Monitoring
Menilai efek terapi (terapi bronkodilator, terapi steroid)
Menggambarkan perjalanan penyakit (penyakit paru, interstitial lung disease (ILD), gagal jantung kronik, penyakit
neuromuskuler, sindrom Guillain-Barre)
Efek samping obat pada paru
Evaluasi kecacatan
Kesehatan masyarakat
Pada spirometri, dapat dinilai 4 volume paru
dan 4 kapasitas paru
4
:
a. Volume paru:
1. Volume tidal, yaitu jumlah udara
yang masuk ke dalam dan ke luar
dari paru pada pernapasan biasa.
2. Volume cadangan inspirasi, yaitu
jumlah udara yang masih dapat
masuk ke dalam paru pada inspirasi
maksimal setelah inspirasi biasa.
3. Volume cadangan ekspirasi, yaitu
jumlah udara yang dikeluarkan se-
cara aktif dari dalam paru setelah
ekspirasi biasa.
4. Volume residu yaitu jumlah udara
yang tersisa dalam paru setelah ek-
spirasi maksimal.
b. Kapasitas paru:
1. Kapasitas paru total, yaitu jumlah
total udara dalam paru setelah ins-
pirasi maksimal.
2. Kapasitas vital, yaitu jumlah udara
yang dapat diekspirasi maksimal se-
telah inspirasi maksimal.
Akreditasi IDI 2 SKP
Uji Fungsi Paru
Fachrial Harahap, Endah Aryastuti
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Persahabatan, Jakarta, Indonesia
CONTINUING MEDICAL EDUCATION
305
CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012
CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 305 4/10/2012 3:02:25 PM
CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012
306
CONTINUING MEDICAL EDUCATION
3. Kapasitas inspirasi, yaitu jumlah
udara maksimal yang dapat masuk
ke dalam paru setelah akhir ekspirasi
biasa.
4. Kapasitas residu fungsional, yaitu
jumlah udara dalam paru pada akhir
ekspirasi biasa.
Batasan volume dan kapasitas paru dapat di-
lihat pada gambar 1. Nilai normal untuk seti-
ap volume dan kapasitas paru bervariasi dan
dipengaruhi oleh usia, tinggi badan, jenis ke-
lamin, suku, berat badan dan bentuk tubuh.
Volume udara tersebut dapat dinilai dengan
alat spirometri. Spirometri dapat pula me-
ngukur aliran ekspirasi yaitu volume ekspirasi
paksa detik pertama (VEP
1
/FEV
1
) dan kapasitas
vital paksa (KVP/FVC).
1
Gambar 1 Spirometri
1
Interpretasi hasil spirometri digambarkan oleh
nilai VEP
1/
FEV
1
, KV/VC, APE dan VEP
1
/KVP. Nilai
abnormal dapat menggambarkan kelainan
dasar fungsi paru, yaitu kelainan obstruksi,
restriksi dan kombinasi. Klasifkasi kelainan
fungsi paru dapat dilihat pada tabel 2.
5
Tabel 2 Klasifkasi kelainan fungsi paru yang ditunjukkan
spirometri
5
UJI PROVOKASI BRONKUS
Uji provokasi bronkus digunakan untuk menen-
tukan hipereaktivitas saluran napas nonspesifk
oleh penyebab yang tidak diketahui. Metakolin
dan histamin adalah bahan yang sering digu-
nakan untuk provokasi walaupun bahan lain
juga dapat digunakan. Metakolin relatif aman
dan dapat digunakan pada klinik rawat jalan
dan tidak memiliki efek samping sistemik.
Bila hasil spirometri normal, uji provokasi
bronkus dapat dilaksanakan mengguna-
kan inhalasi metakolin dengan dosimeter.
Uji ini dilaksanakan dalam 5 tahap dengan 5
kali peningkatan konsentrasi. Setiap selesai
satu tahap kemudian dilakukan spirometri.
Bila terdapat penurunan VEP
1
sebesar 20%,
tindakan dihentikan dan dipertimbangkan
hasilnya positif hipereaktivitas saluran napas.
Konsentrasi bahan untuk uji provokasi yang
dapat menurunkan VEP
1
hingga 20% diberi
label PC
20VEP1
. Jika penurunan VEP
1
kurang dari
20% hasilnya negatif. Hasil PC
20VEP1
kurang dari
8 mg/mL secara klinis penting pada hipereak-
tivitas saluran napas.. Hasil positif uji ini secara
kuat menunjukkan diagnosis asma; hasil ini
bisa false positive pada berbagai kondisi, sep-
erti PPOK, gangguan parenkim paru, gagal
jantung kronik, infeksi saluran napas atas dan
rinitis alergi, sedangkan hasil negatif bisa me-
nyingkirkan diagnosis asma.
6
PEMERIKSAAN KAPASITAS RESIDU
FUNGSIONAL (KRF)
Pengukuran KRF dapat dilakukan dengan
teknik dilusi gas atau body plethysmograph.
Teknik dilusi gas digunakan untuk me-
ngukur udara dalam paru yang berhubungan
dengan saluran napas. Keterbatasan teknik ini
adalah tidak dapat mengukur udara yang ti-
dak berhubungan dengan saluran napas mis-
alnya bula sehingga hasil kapasitas paru total
lebih rendah terutama pasien dengan emf-
sema berat. Teknik dilusi gas menggunakan
closed-circuit dilusi helium dan open-circuit ni-
trogen washout. Berdasarkan inhalasi sejumlah
gas helium pada volume dan konsentrasi ter-
tentu kemudian terjadi proses ekuilibrium da-
lam waktu 7-10 menit dalam sistem tertutup,
konsentrasi akhir helium pada udara ekspirasi
merupakan volume residu. Teknik washout ni-
trogen dilakukan dengan cara pasien berna-
pas dengan oksigen 100% dan nitrogen dalam
paru dikeluarkan. Volume udara yang diekspi-
rasi dan konsentrasi nitrogen dalam volume
tersebut diukur. Perbedaan volume nitrogen
pada konsentrasi awal dan konsentrasi akhir
dapat digunakan untuk menghitung KRF.
7
Body plethysmograph merupakan metode
lain untuk mengukur volume paru mengguna-
kan prinsip hukum Boyle; yaitu bila massa gas
ditekan pada suhu konstan maka tekanan (P)
dan volume (V) adalah tetap. Prinsip ini diapli-
kasikan pada paru subjek yang duduk dalam
plethysmograph. Udara dalam jumlah besar di
dalam kotak tertutup rapat seperti kotak tele-
pon umum dengan subjek duduk di dalamnya
(Gambar 3). Subjek membuat usaha napas
melawan saluran udara yang tertutup sehing-
Gambar 2 Volume dan kapasitas paru
(Dikutip dari: http://images.tutorvista.com/content/feed/tvcs/lung20volumes1.JPG)
Maximum
voluntary
expiration
Residual
volume
Functional residual
capacity
Expiratory
reserve volume
Inspiratory
reserve volume
6,000
Maximum possible inspiration
Lung Volumes and Capacities
L
u
n
g

v
o
l
u
m
e

(
m
L
)
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
0
Inspiratory
capacity
Tidal
volume
Vital capacity
Total lung capacity
CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 306 4/10/2012 3:02:26 PM
307
CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012
CONTINUING MEDICAL EDUCATION
ga volume paru meningkat, kemudian tekanan
saluran napas menurun dan tekanan dalam
kotak meningkat bersamaan dengan penurun-
an volume gas. Plethysmograph mengukur
volume total gas dalam paru, termasuk apa-
pun yang terperangkap di saluran napas yang
tertutup dan yang tidak berhubungan dengan
mulut, sedangkan metode dilusi helium hanya
mengukur hubungan gas atau ventilasi volu-
me paru. Pada subjek muda normal volume ini
sebenarnya sama tetapi pada pasien penyakit
paru volume ventilasi kurang dari volume total
karena terdapat gas yang terperangkap di salu-
ran napas yang obstruksi.
7
Gambar 3 Skema bodyplethysmograph
7
KAPASITAS DIFUSI
Penilaian kapasitas difusi dapat menggu-
nakan pemeriksaan D
L
CO (difusing capac-
ity of the lung for carbon monoxide). D
L
CO
diukur untuk menilai interaksi permukaan
alveolar, perfusi kapiler alveolar, bagian dari
celah antara alveolar-kapiler, volume kapiler,
konsentrasi Hb, reaksi Hb dengan CO. D
L
CO
merupakan rasio antara ambilan CO dalam
mililiter per menit dibagi rata-rata tekanan
alveolar CO dalam mmHg. Cara yang pal-
ing banyak digunakan adalah single-breath
breath-holding technique yaitu subjek di-
minta menghirup sejumlah volume udara
yang terdiri dari 10% helium, 0,3% CO, 21%
oksigen dan sisanya adalah nitrogen. Set-
elah menghirup pasien kemudian menahan
napas selama 10 detik. Perhitungan D
L
CO
merupakan hasil single-breath pasien yang
dapat digunakan untuk memperkirakan ka-
pasitas paru total dikalikan laju ambilan CO
selama 10 detik menahan napas. Anemia
dapat menurunkan D
L
CO. Penyakit interstitial
pulmonary fbrosis (IPF) dan penyakit intersti-
tial lung disease (ILD) lain dapat menghasil-
kan D
L
CO abnormal. Penurunan D
L
CO tidak
hanya menunjukkan penyakit restriksi tetapi
dapat ditemukan pada emfsema.
8
Gambar 4 Algoritma yang dapat digunakan untuk menilai fungsi paru pada praktek klinik
9
Keterangan: VC: vital capacity; LLN: lower limits of normal; TLC: total lung capacity; DL,CO: difusing capacity for carbon monoxide;
PV: pulmonary vascular; CW and NM: chest wall and neuromuscular; ILD: interstitial lung disease; CB: chronic bronchitis.
DAFTAR PUSTAKA
1. West JB. Test of pulmonary function. In: Remsberg C ed. Pulmonary physi ol ogy the essenti al s. 2
nd
ed. Bal ti more: Wi l l i ams & Wi l ki n;1979.p.153-60.
2. Miller MR, Hankinson J, Brusasco V, et al. American Thoracic Society/European Respiratory Society Task Force: Standardization of spirometry. Eur Resp J. 2005;26: 319-38.
3. Lung function test [Internet]. 2011 [cited 2011 Jun 20]. Available from: http://www.webmd.com/lung/lung-function-tests?page=2. Accessed on June 20
th
2011.
4. Yunus F. Pemeriksaan spirometri. In: Workshop on Respiratory Physiology and Clinical Application. Jakarta; 1997. p. 1-34.
5. Pierce R. Spirometry: the measurement and interpretation of ventilator function in clinical practice. In: Rob P, ed. Spirometry. 1
st
ed. Tasmania: PJ David; 2004. p. 1-24.
6. Crapo RO, Casaburi R, Coates AL, et al. Guidelines for methacholine and exercise challenge testing, 1999. Of cial statement of the American Thoracic Society adopted by the ATS Board of
Directors, July 1999. Am J Respir Crit Care Med. 2000;161: 309-29.
7. Gold MW. Pulmonary Function Testing. In : Mason RJ, Broaddus C, Murray JF, Nadel JA eds. Textbook of Respiratory Medicine. 4
th
ed. Elsevier Saunders; 2005.p.681-8.
8. American Thoracic Society. Single-breath carbon monoxide difusing capacity (transfer factor). Recommendations for a standard technique1995 update. Am J Respir Crit Care Med.
1995; 152: 2185-98.
9. Brusasco V, Viegi G. The ATS/ERS consensus on clinical pulmonary function testing. Breathe 2005;2:9-10.
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes Yes Yes
Normal Restriction Obstruction Mixed defect
Yes
No
No
No
No
No No No
No
VC LLN
TLC LLN TLC LLN
DLCO LLN
Normal PV disorders
CW and NM
disorders
ILD
Pneumonitis
Asthma CB Emphysema
DLCO LLN DLCO LLN
VC LLN
FEV
1
/VC LLN
CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 307 4/10/2012 3:02:28 PM

Anda mungkin juga menyukai