BERITA TERKINI PENDAHULUAN Uji fungsi paru dapat membantu diagnosis dan penatalaksanaan pasien penyakit paru atau jantung, penentuan toleransi tindakan pembedahan, evaluasi kesehatan untuk ke- pentingan asuransi, penelitian epidemiologi terhadap bahaya suatu substansi serta pre- valensi penyakit dalam komunitas. Analisis gangguan ventilasi paru mencakup derajat hambatan terutama mekanisme yang ber- tanggung jawab pada insufsiensi pernapasan. Analisis gangguan mekanik paru merupakan langkah penting pertama prosedur diagnosis penyakit paru. 1 Hal yang harus dihindari sebelum pemerik- saan fungsi paru adalah merokok minimal 1 jam sebelum pemeriksaan, minum alkohol minimal 4 jam sebelum pemeriksaan, aktivitas olahraga berat 4 jam sebelum pemeriksaan, menggunakan pakaian ketat sehingga mem- batasi pergerakan rongga dada dan abdomen serta makan dalam jumlah besar 2 jam sebe- lum pemeriksaan. 2 DEFINISI Uji fungsi paru adalah alat untuk mengevalu- asi sistem pernapasan, kelainan yang terkait riwayat penyakit pasien, penelitian berbagai pencitraan paru dan uji invasif seperti bronkos- kopi dan biopsi terbuka paru. Perbandingan antara nilai yang diukur pada pasien den- gan nilai normal yang berasal dari penelitian populasi dapat digunakan untuk mengetahui patofsiologi penyakit yang mendasari. Per- sentase nilai prediksi normal dapat digunakan untuk menilai keparahan penyakit. Dokter harus terbiasa dengan uji fungsi paru karena sering digunakan dalam pengobatan dan evaluasi gejala pernapasan seperti sesak na- pas dan batuk, untuk menilai praoperasi dan diagnosis penyakit seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Uji fungsi paru adalah istilah umum manu- ver yang menggunakan peralatan sederhana untuk mengukur fungsi paru. Uji fungsi paru meliputi spirometri sederhana, pengukuran volume paru formal, kapasitas difusi karbon monoksida (CO) dan gas darah arteri. Uji fungsi paru digunakan untuk mengukur dan merekam 4 komponen paru yaitu saluran na- pas (besar dan kecil), parenkim paru (alveoli, interstitial), pembuluh darah paru dan meka- nisme pemompaan. Berbagai penyakit dapat berdampak pada komponen tersebut. 3 SPIROMETRI Spirometri paling sering digunakan untuk me- nilai fungsi paru. Sebagian besar pasien dapat dengan mudah melakukan spirometri setelah dilatih oleh pelatih atau tenaga kesehatan lain yang tepat. Uji ini dapat dilaksanakan di berbagai tempat baik ruang praktek dokter, ruang gawat darurat atau ruang perawatan. Spirometri dapat digunakan untuk diagnosis dan memantau gejala pernapasan dan penya- kit, persiapan operasi, penelitian epidemiologi serta penelitian lain. 3 Indikasi spirometri dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Indikasi Spirometri 3 Diagnostik Evaluasi keluhan dan gejala (deformitas rongga dada, sianosis, penurunan suara napas, perlambatan udara ekspirasi, overinfasi, ronki yang tidak dapat dijelaskan) Evaluasi hasil laboratorium abnormal (foto toraks abnormal, hiperkapnia, hipoksemia,polisitemia) Menilai pengaruh penyakit pada fungsi paru Deteksi dini seseorang yang memiliki risiko menderita penyakit paru (perokok, pekerja yang terpajan substansi tertentu) Pemeriksaan rutin (risiko pra-pembedahan, menilai prognosis, menilai status kesehatan) Monitoring Menilai efek terapi (terapi bronkodilator, terapi steroid) Menggambarkan perjalanan penyakit (penyakit paru, interstitial lung disease (ILD), gagal jantung kronik, penyakit neuromuskuler, sindrom Guillain-Barre) Efek samping obat pada paru Evaluasi kecacatan Kesehatan masyarakat Pada spirometri, dapat dinilai 4 volume paru dan 4 kapasitas paru 4 : a. Volume paru: 1. Volume tidal, yaitu jumlah udara yang masuk ke dalam dan ke luar dari paru pada pernapasan biasa. 2. Volume cadangan inspirasi, yaitu jumlah udara yang masih dapat masuk ke dalam paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa. 3. Volume cadangan ekspirasi, yaitu jumlah udara yang dikeluarkan se- cara aktif dari dalam paru setelah ekspirasi biasa. 4. Volume residu yaitu jumlah udara yang tersisa dalam paru setelah ek- spirasi maksimal. b. Kapasitas paru: 1. Kapasitas paru total, yaitu jumlah total udara dalam paru setelah ins- pirasi maksimal. 2. Kapasitas vital, yaitu jumlah udara yang dapat diekspirasi maksimal se- telah inspirasi maksimal. Akreditasi IDI 2 SKP Uji Fungsi Paru Fachrial Harahap, Endah Aryastuti Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Persahabatan, Jakarta, Indonesia CONTINUING MEDICAL EDUCATION 305 CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012 CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 305 4/10/2012 3:02:25 PM CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012 306 CONTINUING MEDICAL EDUCATION 3. Kapasitas inspirasi, yaitu jumlah udara maksimal yang dapat masuk ke dalam paru setelah akhir ekspirasi biasa. 4. Kapasitas residu fungsional, yaitu jumlah udara dalam paru pada akhir ekspirasi biasa. Batasan volume dan kapasitas paru dapat di- lihat pada gambar 1. Nilai normal untuk seti- ap volume dan kapasitas paru bervariasi dan dipengaruhi oleh usia, tinggi badan, jenis ke- lamin, suku, berat badan dan bentuk tubuh. Volume udara tersebut dapat dinilai dengan alat spirometri. Spirometri dapat pula me- ngukur aliran ekspirasi yaitu volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP 1 /FEV 1 ) dan kapasitas vital paksa (KVP/FVC). 1 Gambar 1 Spirometri 1 Interpretasi hasil spirometri digambarkan oleh nilai VEP 1/ FEV 1 , KV/VC, APE dan VEP 1 /KVP. Nilai abnormal dapat menggambarkan kelainan dasar fungsi paru, yaitu kelainan obstruksi, restriksi dan kombinasi. Klasifkasi kelainan fungsi paru dapat dilihat pada tabel 2. 5 Tabel 2 Klasifkasi kelainan fungsi paru yang ditunjukkan spirometri 5 UJI PROVOKASI BRONKUS Uji provokasi bronkus digunakan untuk menen- tukan hipereaktivitas saluran napas nonspesifk oleh penyebab yang tidak diketahui. Metakolin dan histamin adalah bahan yang sering digu- nakan untuk provokasi walaupun bahan lain juga dapat digunakan. Metakolin relatif aman dan dapat digunakan pada klinik rawat jalan dan tidak memiliki efek samping sistemik. Bila hasil spirometri normal, uji provokasi bronkus dapat dilaksanakan mengguna- kan inhalasi metakolin dengan dosimeter. Uji ini dilaksanakan dalam 5 tahap dengan 5 kali peningkatan konsentrasi. Setiap selesai satu tahap kemudian dilakukan spirometri. Bila terdapat penurunan VEP 1 sebesar 20%, tindakan dihentikan dan dipertimbangkan hasilnya positif hipereaktivitas saluran napas. Konsentrasi bahan untuk uji provokasi yang dapat menurunkan VEP 1 hingga 20% diberi label PC 20VEP1 . Jika penurunan VEP 1 kurang dari 20% hasilnya negatif. Hasil PC 20VEP1 kurang dari 8 mg/mL secara klinis penting pada hipereak- tivitas saluran napas.. Hasil positif uji ini secara kuat menunjukkan diagnosis asma; hasil ini bisa false positive pada berbagai kondisi, sep- erti PPOK, gangguan parenkim paru, gagal jantung kronik, infeksi saluran napas atas dan rinitis alergi, sedangkan hasil negatif bisa me- nyingkirkan diagnosis asma. 6 PEMERIKSAAN KAPASITAS RESIDU FUNGSIONAL (KRF) Pengukuran KRF dapat dilakukan dengan teknik dilusi gas atau body plethysmograph. Teknik dilusi gas digunakan untuk me- ngukur udara dalam paru yang berhubungan dengan saluran napas. Keterbatasan teknik ini adalah tidak dapat mengukur udara yang ti- dak berhubungan dengan saluran napas mis- alnya bula sehingga hasil kapasitas paru total lebih rendah terutama pasien dengan emf- sema berat. Teknik dilusi gas menggunakan closed-circuit dilusi helium dan open-circuit ni- trogen washout. Berdasarkan inhalasi sejumlah gas helium pada volume dan konsentrasi ter- tentu kemudian terjadi proses ekuilibrium da- lam waktu 7-10 menit dalam sistem tertutup, konsentrasi akhir helium pada udara ekspirasi merupakan volume residu. Teknik washout ni- trogen dilakukan dengan cara pasien berna- pas dengan oksigen 100% dan nitrogen dalam paru dikeluarkan. Volume udara yang diekspi- rasi dan konsentrasi nitrogen dalam volume tersebut diukur. Perbedaan volume nitrogen pada konsentrasi awal dan konsentrasi akhir dapat digunakan untuk menghitung KRF. 7 Body plethysmograph merupakan metode lain untuk mengukur volume paru mengguna- kan prinsip hukum Boyle; yaitu bila massa gas ditekan pada suhu konstan maka tekanan (P) dan volume (V) adalah tetap. Prinsip ini diapli- kasikan pada paru subjek yang duduk dalam plethysmograph. Udara dalam jumlah besar di dalam kotak tertutup rapat seperti kotak tele- pon umum dengan subjek duduk di dalamnya (Gambar 3). Subjek membuat usaha napas melawan saluran udara yang tertutup sehing- Gambar 2 Volume dan kapasitas paru (Dikutip dari: http://images.tutorvista.com/content/feed/tvcs/lung20volumes1.JPG) Maximum voluntary expiration Residual volume Functional residual capacity Expiratory reserve volume Inspiratory reserve volume 6,000 Maximum possible inspiration Lung Volumes and Capacities L u n g
v o l u m e
( m L ) 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 Inspiratory capacity Tidal volume Vital capacity Total lung capacity CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 306 4/10/2012 3:02:26 PM 307 CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012 CONTINUING MEDICAL EDUCATION ga volume paru meningkat, kemudian tekanan saluran napas menurun dan tekanan dalam kotak meningkat bersamaan dengan penurun- an volume gas. Plethysmograph mengukur volume total gas dalam paru, termasuk apa- pun yang terperangkap di saluran napas yang tertutup dan yang tidak berhubungan dengan mulut, sedangkan metode dilusi helium hanya mengukur hubungan gas atau ventilasi volu- me paru. Pada subjek muda normal volume ini sebenarnya sama tetapi pada pasien penyakit paru volume ventilasi kurang dari volume total karena terdapat gas yang terperangkap di salu- ran napas yang obstruksi. 7 Gambar 3 Skema bodyplethysmograph 7 KAPASITAS DIFUSI Penilaian kapasitas difusi dapat menggu- nakan pemeriksaan D L CO (difusing capac- ity of the lung for carbon monoxide). D L CO diukur untuk menilai interaksi permukaan alveolar, perfusi kapiler alveolar, bagian dari celah antara alveolar-kapiler, volume kapiler, konsentrasi Hb, reaksi Hb dengan CO. D L CO merupakan rasio antara ambilan CO dalam mililiter per menit dibagi rata-rata tekanan alveolar CO dalam mmHg. Cara yang pal- ing banyak digunakan adalah single-breath breath-holding technique yaitu subjek di- minta menghirup sejumlah volume udara yang terdiri dari 10% helium, 0,3% CO, 21% oksigen dan sisanya adalah nitrogen. Set- elah menghirup pasien kemudian menahan napas selama 10 detik. Perhitungan D L CO merupakan hasil single-breath pasien yang dapat digunakan untuk memperkirakan ka- pasitas paru total dikalikan laju ambilan CO selama 10 detik menahan napas. Anemia dapat menurunkan D L CO. Penyakit interstitial pulmonary fbrosis (IPF) dan penyakit intersti- tial lung disease (ILD) lain dapat menghasil- kan D L CO abnormal. Penurunan D L CO tidak hanya menunjukkan penyakit restriksi tetapi dapat ditemukan pada emfsema. 8 Gambar 4 Algoritma yang dapat digunakan untuk menilai fungsi paru pada praktek klinik 9 Keterangan: VC: vital capacity; LLN: lower limits of normal; TLC: total lung capacity; DL,CO: difusing capacity for carbon monoxide; PV: pulmonary vascular; CW and NM: chest wall and neuromuscular; ILD: interstitial lung disease; CB: chronic bronchitis. DAFTAR PUSTAKA 1. West JB. Test of pulmonary function. In: Remsberg C ed. Pulmonary physi ol ogy the essenti al s. 2 nd ed. Bal ti more: Wi l l i ams & Wi l ki n;1979.p.153-60. 2. Miller MR, Hankinson J, Brusasco V, et al. American Thoracic Society/European Respiratory Society Task Force: Standardization of spirometry. Eur Resp J. 2005;26: 319-38. 3. Lung function test [Internet]. 2011 [cited 2011 Jun 20]. Available from: http://www.webmd.com/lung/lung-function-tests?page=2. Accessed on June 20 th 2011. 4. Yunus F. Pemeriksaan spirometri. In: Workshop on Respiratory Physiology and Clinical Application. Jakarta; 1997. p. 1-34. 5. Pierce R. Spirometry: the measurement and interpretation of ventilator function in clinical practice. In: Rob P, ed. Spirometry. 1 st ed. Tasmania: PJ David; 2004. p. 1-24. 6. Crapo RO, Casaburi R, Coates AL, et al. Guidelines for methacholine and exercise challenge testing, 1999. Of cial statement of the American Thoracic Society adopted by the ATS Board of Directors, July 1999. Am J Respir Crit Care Med. 2000;161: 309-29. 7. Gold MW. Pulmonary Function Testing. In : Mason RJ, Broaddus C, Murray JF, Nadel JA eds. Textbook of Respiratory Medicine. 4 th ed. Elsevier Saunders; 2005.p.681-8. 8. American Thoracic Society. Single-breath carbon monoxide difusing capacity (transfer factor). Recommendations for a standard technique1995 update. Am J Respir Crit Care Med. 1995; 152: 2185-98. 9. Brusasco V, Viegi G. The ATS/ERS consensus on clinical pulmonary function testing. Breathe 2005;2:9-10. Yes Yes Yes Yes Yes Yes Yes Normal Restriction Obstruction Mixed defect Yes No No No No No No No No VC LLN TLC LLN TLC LLN DLCO LLN Normal PV disorders CW and NM disorders ILD Pneumonitis Asthma CB Emphysema DLCO LLN DLCO LLN VC LLN FEV 1 /VC LLN CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 307 4/10/2012 3:02:28 PM