SLEMAN (KRjogja.com) - Seiring bermunculannya apoteker-apoteker baru, ternyata tidak
diimbangi dengan pelayanan yang maksimal. Budaya yang berkembang selama ini, orang datang ke apotek sekedar menebus atau membeli obat saja, bukan bertemu dengan apoteker. Seperti diungkapkan Sukir Satrija Djati salah satu pengurus Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Pengda Yogyakarta dalam pelantikan apoteker baru di Universitas Sanata Dharma (USD), Sabtu (01/03/2014). Pelayanan yang belum maksimal tersebut menurut Sukir perihal paradigma jika ke apotek hanya sekedar menebus obat saja. Padahal semestinya, seorang apoteker itu berada didepan. Baru disusul obat. Tapi selama ini tidak. Artinya apa? Seorang apoteker wajib mengajukan tiga pertanyaan kepada masyarakat perihal obat yang diberikan. Seperti apa yang disampaikan dokter tentang resep obat yang diberikan, dokter bilang apa tentang cara penggunaan obatnya dan apa harapan dokter setelah kita meminum obat yang dimaksud, katanya. Lebih lanjut Sukir menjelaskan, selama ini tidak pernah ada verifikasi yang dilakukan seorang apoteker terhadap masyarakat yang membeli obat. Jika obat sudah terbeli ya sudah, sehingga layaknya transaksional barang pada umumnya. Maka tak heran banyak kasus adanya kesalahan dalam penggunaan obat hingga penjualan obat yang tidak semestinya. Masyarakat sendiri juga diharapkan lebih kritis ketika mengunjungi apotek. Salah satunya dengan bertanya apakah apotekernya ada. Sebab berdasarkan survey yang dilakukan IAI Pengda DIY, dari 10 apotek hanya enam apotek yang apotekernya stand by. Sisanya hanya berupa tulisan saja. Hal yang tidak kalah miris, ternyata tidak semua puskesmas memiliki seorang apoteker. Padahal dimanapun ada obat kerasnya, harus terdapat apoteker, ungkapnya. Dalam kesempatan tersebut dia juga berpesan kepada semua apoteker untuk berani mengkampanyekan tanya obat tanya apoteker. Salah satu yang dapat dilakukan dengan meminta waktu kepada pasien untuk mendiskusikan tentang obat yang mereka terima. Apa yang dikeluhkan hingga memiliki alergi terhadap obat tertentu atau tidak. Namun jika ada masyarakat yang secara kritis menanyakan perihal obat yang diresepkan oleh dokter, terkadang membuat si apotekernya merasa tidak nyaman. Padahal apoteker juga merupakan pelayan masyarakat. Semestinya bisa melayani setiap pertanyaan yang diajukan masyarakat terkait obat yang mereka beli. Perasaan tersebut ternyata juga belum dimiliki semua apoteker, pungkasnya. (Awh http://krjogja.com/read/206806/peran-apoteker-kurang-terlihat.kr