Anda di halaman 1dari 5

Pedulikah Kita Terhadap Sampah di Teknik?

Dalam rangka Hari Peduli Sampah Nasional yang jatuh pada tanggal 21 Februari, coba
kita refleksikan diri kita mengenai kepedulian kita terhadap sampah yang ada di lingkungan kita,
terutama di lingkungan teknik. Sampah itu apa sih? Sampah adalah bahan yang tidak
mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau
pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan
atau ditolak atau buangan. (Kamus Istilah Lingkungan, 1994).
Sekarang ini kondisi kepedulian masyarakat akan sampah sangatlah memprihatinkan.
Dapat kita lihat banyak lingkungan yang terisi dengan ceceran sampah. Atau mungkin kita ambil
sampel kejadian bencana yang tak pernah bosan menyelimuti ibukota, banjir. Dimana salah satu
penyebabnya adalah kebiasan membuang sampah yang tak semestinya. Dan yang lebih parahnya
lagi,tindakan tersebut dilakukan tak hanya oleh kaum tak terpelajar, namun kaum intelektual pun
juga berkontribusi terhadap penyebab kejadian bencana. Jika kita telusuri lebih dalam
pembuangan sampah yang tak selayaknya.Tidak hanya terjadi di lingkungan kumuh saja, bahkan
lingkungan pendidikan sekelas Universitas Indonesia khususnya lingkup Fakultas Teknik pun
turut memperluas lingkungan dimana pembuangan dan pengolahan sampahnya masih belum
sesuai kriteria standar.
Coba kita lihat lebih tajam tentang kondisi-kondisi departemen dalam lingkup Teknik.
Departemen teknik sipil menggunakan bahan beton, besi, sulfur untuk prakteknya. Dimana
mesin tekan akan menguji seberapa kuatnya kekuatan beton, mesin lentur akan menguji seberapa
jauh kelenturan besi, dan untuk sulfur akan digunakan untuk melapisi sampel beton dan menjaga
mesin tekan agar tidak mengalami kerusakan. Proses-proses yang dilakukan di departemen
teknik sipil menghasilkan efek samping berupa limbah, seperti tumpukan sampah beton, hal
tersebut dapat kita lihat di sekitar departemen teknik sipil. Pembatas tanah disekitar lobby S
merupakan pemanfaatan dari puing-puing beton yang dihasilkan. Namun praktek yang dilakukan
akan terus berjalan seiring kegiatan akademis berlangsung, pastinya tumpukan sampah beton
akan semakin banyak dan itu akan mencemari lingkungan. Untuk teknik lingkungan biasanya
juga menggunakan bahan kimia dalam pratikum. Efek samping dari kegiatan tersebut berupa
limbah B3, zat tersebut sangat membahayakan bagi lingkungan sekitarnya. Untuk penyaluran
limbah B3 dititipkan ke departemen lain yang selnjutnya akan diolah di PPLI. Pengelolaan yang
tidak dilakukan sendiri dikarenakan hal tersebut tidak mudah dan juga biaya yang harus
dilakukan mahal, untuk 100 liter harus mengeluarkan Rp. 1.200.000,00. Kerjasama dengan
perusahaan Holcim dahulu sempat dilakukan, namun hal tersebut tidak berlanjut sampai
sekarang. Pengelolaan yang dilakukan saat bekerja sama dengan Holcim dari limbah B3 menjadi
energi pembakaran. Kemudian departemen arsitektur, dimana dalam prakteknya bahan yang
digunakan berupa kardus, sterofoam, tripleks dan kayu. Bahan-bahan tersebut biasanya
digunakan untuk membuat gambar-gambar atau maket. Efek samping yang biasanya dihasilkan
berupa sampah-sampah sisa potongan kardus, kertas sisa gambar, sisa maket. Dan sampai
sekarang belum ada pengolahan lebih lanjut untuk sampah yang dihasilkan, sehingga sekitar
departemen Arsitektur sering terlihat kotor karena sampah sisa potongan-potongan kertas dan
lain-lain. Untuk departemen Teknik kimia, biasanya bahan yang dipakai adalah bahan organic
berupa substrat bahan alam seperti minyak goreng dan anorganik berupa reagen analisa, logam
berat. Bahan bahan diatas biasanya digunakan untuk pratikum maupun penelitian. Namun,
limbah yang dihasilkan berupa limbah B3 dapat menyebabkan karsiogenik dan kemandulan.
Untuk limbah gas yang diasilkan dari uap asam harus terlebih dahulu menggunakan APD, jika
tidak dapat menyebabkan ISPA. Sayangnya dengan bahaya imbah tersebut belum memiliki
pengolahan lebih lanjut, biasanya hanya dibawa ke PPLI. Departemen Teknik Kimia juga belum
memiliki waste water treatment untuk pengolahan berkelanjutan dan juga dapat menjaga
kesehatan karyawan. Selanjutnya, bahan-bahan yang biasanya digunakan oleh departemen teknik
mesin adalah besi-besi dan logam. Bahan tersebut selanjutnya akan diproses menjadi alat-alat
seperti sambungan dan lain-lain. Dari proses pengolahannya akan menghasilkan besi-besi sisa
yang terpakai, dan biasanya hanya dibiarkan begitu saja hingga berkarat. Hal tersebut akan
mengotori laboratorium dari departemen teknik mesin sendiri. Dan untuk departemen teknik
mesin juga belum ada pengolahan lebih lanjut terhadap limbah yang dihasilkan.Sedangkan untuk
teknik metalurgi dan material sendiri bahan yang sering digunakan dari bahan kimia. Biasanya
bahan tersebut digunakan untuk pratikum maupun penelitian. Bahan- bahan tersebut dapat
mencemari lingkungan dan juga membahayakan manusia sendiri. Untuk tahap lebih lanjutnya,
sisa buangan bahan kimia hanya ditampung didalam jerigen saja, dan selanjutnya ada orang yang
mengambil jerigen tersebut. Pengelolaan sendiri yanglebih lanjut belum diterapkan. Untuk teknik
elektro bahan paling dominan digunakan ialah kertas,kabel kecil,dan kawat. Kabel-kabel kecil
biasanya digunakan untuk keperluan laboratorium digital. Untuk hasil limbah yang dihasilkan
berupa kabel-kabel bekas dan kertas-kertas. Namun, juga belum ada pengelolaan lebih lanjut
selain dibuang menjadi satu dengan sampah biasa.
Dari segi individu penduduk teknik, khususnya mahasiswa sendiri, kepedulian akan
samaph masih sangat kurang. Hal ini dapat dilihat dengan kebiasaan buang sampah
sembarangan. Dan dengan disediakannya pengelolaan bak sampah yang sesuai prosedur kategori
belum terealisasi dengan baik, sampah-samaph masih tercampur baik organik maupun anorganik.
Melihat lingkungan kantek juga belum bisa dikatakan bersih. Sampah-sampah masih
berterbaran dimana-mana, apalagi kalau malam di taman kantek terlihat seperti lingkungan
kumuh yang kaya akan hamburan sisa bungkus makanan ataupun sisa makanan. Di kantek
senditi belum ada pengolahan limbah secara terstruktur, khususnya limbah cair sebelum di buang
ke danau.
Pada dasar disediakannya empat kategorisasi pemilahan sampah agar mempermudah
system kategorisasi. Sehingga system pengelolaan yang berada di dekat teknik industri dapat
dijalankan fungsinya dengan baik. Proses selanjutnya dari pengelolaan limbah organik
dimaksudkan untuk diolah menjadi kompos yang bermanfaat. Bukan hanya limbah organik saja
yang akan dikelola, melainkan sapah-sampah anorganik seperti botol plastik juga. Namun,
kebanyakan sampah-sampah plastik sudah dahulu diambil pemulung yang berkeliaran di lingkup
teknik.
Sebenarnya banyak pengelolaan yang dapat dilakukan untuk menanggulangi limbah-
limbah yang dihasilkan. Berikut adalah salah satu contoh teknik pengolahan limbah B3 antara
lain :
1. Netralisasi (pengolahan secara kimia)
Proses netralisasi diperlukan apabila kondisi limbah masih berada di luar baku mutu limbah (pH
6-8), sebab limbah di luar kondisi tersebut dapat bersifat racun atau korosif. Netralisasi
dilakukan dengan mencampur limbah yang bersifat asam dengan limbah yang bersifat basa.
Pencampuran dilakukan dalam suatu bak equalisasi atau tangki netralisasi.
Netralisasi dengan bahan kimia dilakukan dengan menambahkan bahan yang bersifat asam kuat
atau basa kuat. Air limbah yang bersifat asam umumnya dinetralkan dengan larutan kapur
(Ca(OH)
2
), soda kostik (NaOH) atau natrium karbonat (Na
2
CO
3
). Air limbah yang bersifat basa
dinetralkan dengan asam kuat seperti asam sulfat (H
2
SO
4
), HCI atau dengan memasukkan gas
CO
2
melalui bagian bawah tangki netralisasi.
2. Pengendapan
Apabila konsentrasi logam berat di dalam air limbah cukup tinggi, maka logam dapat dipisahkan
dari limbah dengan jalan pengendapan menjadi bentuk hidroksidanya. Hal ini dilakukan dengan
larutan kapur (Ca(OH)
2
) atau soda kostik (NaOH) dengan memperhatikan kondisi pH akhir dari
larutan. Pengendapan optimal akan terjadi pada kondisi pH dimana hidroksida logam tersebut
mempunyai nilai kelarutan minimum.
3. Koagulasi dan Flokasi (pengolahan secara kimia)
Digunakan untuk memisahkan padatan tersuspensi dari cairan jika kecepatan pengendapan
secara alami padatan tersebut lambat atau tidak efisien. Koagulasi dilakukan dengan
menambahkan bahan kimia koagulan ke dalam air limbah. Koagulan yang sering digunakan
adalah tawas (Al
2
(SO
4
)
3
).18H
2
0; FeC1
3
; FeSO
4
.7H
2
0; dan lain-lain.
4. Evaporasi (penyisihan komponen-komponen yang spesifik)
Evaporasi pada umumnya dilakukan untuk menguapkan pelarut yang tercampur dalam limbah,
sehingga pelarut terpisah dan dapat diisolasi kembali. Evaporasi didasarkan pada sifat pelarut
yang memiliki titik didih yang berbeda dengan senyawa lainnya.
5. Insinerasi
Insinerator adalah alat untuk membakar sampah padat, terutama untuk mengolah limbah B3 yang
perlu syarat teknis pengolahan dan hasil olahan yang sangat ketat. Pengolahan secara insinerasi
bertujuan untuk menghancurkan senyawa B3 yang terkandung di dalamnya menjadi senyawa
yang tidak mengandung B3. Ukuran, desain dan spesifikasi insinerator yang digunakan
disesuaikan dengan karakteristik dan jumlah limbah yang akan diolah. Insinerator dilengkapi
dengan alat pencegah pencemar udara untuk memenuhi standar emisi.
Selain itu untuk mengurangi banyaknya jumlah limbah B3 yang ada di lingkungan, dapat kita
lakukan recycle atau pengolahan kembali, meskipun tidak semua limbah B3 dapat diolah, namun
setidaknya kita sudah melakukan upaya untuk melestrarikan lingkungan kita. Masih banyak
pengelolaan untuk limbah yang lain.
Lembaga pendidikan yang sudah ternama (Universitas Indonesia), khususnya Fakultas Teknik,
kualitas pendidikan yang sudah tidak diragukan lagi seharusnya memiliki system pengelolaan
yang terstruktur dengan baik, atau mungkin dapat mengolah limbah menjadi sesuatu yang
bermanfaat. Dan dibutuhkan pembiayaan yang memadai untuk melaksanakan proses pengelolaan
yang memadai.

Diatri Mika
NR 1290

Anda mungkin juga menyukai