Collaborative Model Project Based Dan Orientasi Nos

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 25

1

PEMBELAJARAN INOVATIF:
MODEL KOLABORATIF, BASIS PROYEK, DAN
ORIENTASI NOS
U
N
I
V
E
R
S
I
T
A
S
PENDID
IK
A
N
G
A
N
E
S
H
A
U N
DI KSH
A
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N
PENDIDIKA
N
N
A
S
I
O
N
A
L
Makalah
Oleh
I Wayan Santyasa
Disajikan dalam Seminar
Di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Semarapura
Tanggal 27 Desember 2006,
di Semarapura
Pemakalah adalah Guru Besar Tetap di Jurusan Pendidikan Fisika
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Ganesha
Desember 2006
2
PEMBELAJARAN INOVATIF:
COLLABORATIVE MODEL, PROJECT-BASED, DAN
ORIENTASI NOS
I Wayan Santyasa
Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Ganesha
Makalah ini menjelaskan konsep pembelajaran inovatif dan terapannya
dalam pembelajaran berbagai bidang studi di SMA. Tiga model terapan
pembelajaran inovatif yang disajikan adalah model pembelajaran
kolaboratif, model pembelajaran berbasis proyek, dan model pembelajaran
berorientasi Nature Of Science (NOS). Ketiga model tersebut memiliki
pelung yang besar dalam memfasilitasi siswa untuk lebih bertanggung
jawab terhadap proses dan hasil belajarnya.
Ilustrasi
Belajar merupakan proses perkembangan ke arah yang lebih sempurna.
Perkembangan tersebut analog dengan perkembangan tumbuhan. Tumbuhan batang
akan tumbuh lurus secara alamiah dalam areal yang tidak ada satu tumbuhanpun yang
mengganggunya. Jika ada tumbuhan lain yang lebih besar menghalanginya, maka batang
tersebut akan berkembang pula secara alamiah, walaupun harus dengan membelokkan
arahnya menuju arah matahari.
Orang bisa membantu tumbuhan tersebut, misalnya dengan menggeser sedikit
penghalangnya, atau jika pembelokan tumbuhan itu nabrak tumbuhan yang lain, arah
belokannya digeser sedikit. Namun, agak celaka jika ada orang ingin memaksa
pertumbuhannya, misalnya karena keinginannya agar bentuknya indah, agar menjadi
kerdil, agar batangnya berbelok-belok, dan sebagainya. Andaikan tumbuhan itu bisa
ngomong dan membilang tidak mau, maka ketika dipaksa oleh orang untuk tujuan-
tujuan itu, dia akan menjerit sekeras-kerasnya. Tumbuhan itu memang mau berubah
ketika dipaksa, namun karena kemauan orang. Tumbuhan itu akan berkembang secara
efektif hanya karena ada unsur kebebasan baginya untuk berkembang. Untuk
memperoleh proses percepatan perkembangan tumbuhan tersebut, orang bisa
memberikan bantuan dengan fasilitas unsur hara, air, atau cahaya secukupnya, bahkan
mengelompokkannya agar memberikan keindahan tertentu sebagai akibat perpaduan
keberagaman warna daun, bunga, dan buah.
Dalam ilustrasi tersebut, secara analog dapat disimak konsepsi tentang belajar,
inovasi, dan mengajar. Belajar paling efektif terjadi dalam suasana bebas. Inovasi adalah
3
upaya untuk memperoleh percepatan proses dan keindahan hasil belajar berbasis pada
kebebasan dan keragaman. Mengajar adalah melayani agar percepatan dan keindahan itu
diperoleh dalam suasana menggembirakan. Learning can be fun, but only learners can
make it so.
Konsepsi Inovasi Pembelajaran
Inovatif (innovative) yang berarti new ideas or techniques, merupakan kata sifat
dari inovasi (innovation) yang berarti pembaharuan, juga berasal dari kata kerja innovate
yang berarti make change atau introduce new thing (ideas or techniques) in oerder to
make progress. Pembelajaran, merupakan terjemahan dari learning yang artinya belajar,
atau pembelajaran. Jadi, pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang dikemas oleh
pebelajar atas dorongan gagasan barunya yang merupakan produk dari learning how to
learn untuk melakukan langkah-langkah belajar, sehingga memperoleh kemajuan hasil
belajar. Pembelajaran inovatif juga mengandung arti pembelajaran yang dikemas oleh
guru atau instruktur lainnya yang merupakan wujud gagasan atau teknik yang dipandang
baru agar mampu memfasilitasi pebelajar untuk memperoleh kemajuan dalam proses
dan hasil belajar.
Berdasarkan definisi secara harfiah pembelajaran inovatif tersebut, tampak di
dalamnya terkandung makna pembaharuan. Gagasan pembaharuan muncul sebagai
akibat seseorang merasakan adanya anomali atau krisis pada paradigma yang dianutnya
dalam memecahkan masalah belajar. Oleh sebab itu, dibutuhkan paradigma baru yang
diyakini mampu memecahkan masalah tersebut. Perubahan paradigma seyogyanya
diakomodasi oleh semua manusia, karena manusia sebagai individu adalah makhluk
kreatif. Namun, perubahan sering dianggap sebagai pengganggu kenyamanan diri,
karena pada hakikatnya seseorang secara alamiah lebih mudah terjangkit virus rutinitas.
Padahal, di dalam pendidikan, banyak kalangan mengakui bahwa pekerjaan rutin
cenderung tidak merangsang, membuat pendidikan ketinggalan zaman, dan akan
mengancam eksistensi negara dalam perjuangan dan persaingan hidup.
Rutinitas kinerja dapat bersumber dari beberapa faktor yang dianggap
menghambat inovasi. Faktor-faktor yang dapat dikategorikan sebagai penghambat
inovasi, adalah: keunggulan inovasi relatif sulit untuk dijelaskan dan dibuktikan, sering
dianggap time dan cost consumming, pelaksanaan cenderung partial, complexity
innovation sering menghantui orang untuk diam di jalan rutinitas, dan simplification
paradigm dalam innovation dissemination berpotensi mengurangi keyakinan dan
pemahaman bagi para praktisi terhadap inovasi.
Inovasi pembelajaran muncul dari perubahan paradigma pembelajaran. Perubahan
paradigma pembelajaran berawal dari hasil refleksi terhadap eksistensi paradigma lama
yang mengalami anomali menuju paradigma baru yang dihipotesiskan mampu
4
memecahkan masalah. Terkait dengan perkuliahan di perguruan tinggi, paradigma
pembelajaran yang dirasakan telah mengalami anomali, adalah (1) kecenderungan guru
untuk berperan lebih sebagai transmiter, sumber pengetahuan, mahatahu, (2) kuliah
terikat dengan jadwal yang ketat, (3) belajar diarahkan oleh kurikulum, (4)
kecenderungan fakta, isi pelajaran, dan teori sebagai basis belajar, (5) lebih mentoleransi
kebiasaan latihan menghafal, (6) cenderung kompetitif, (7) kelas menjadi fokus utama,
(8) komputer lebih dipandang sebagai obyek, (9) penggunaan media statis lebih
mendominasi, (10) komunikasi terbatas, (11) penilaian lebih bersifat normatif.
Paradigma tersebut diduga kurang mampu memfasilitasi siswa untuk siap terjun di
masyarakat.
Paradigma pembelajaran yang merupakan hasil gagasan baru adalah (1) peran guru
lebih sebagai fasilitator, pembimbing, konsultan, dan kawan belajar, (2) jadwal fleksibel,
terbuka sesuai kebutuhan, (3) belajar diarahkan oleh siswa sendiri, (4) berbasis masalah,
proyek, dunia nyata, tindakan nyata, dan refleksi, (5) perancangan dan penyelidikan, (6)
kreasi dan investigasi, (7) kolaborasi, (8) fokus masyarakat, (9) komputer sebagai alat,
(10) presentasi media dinamis, (11) penilaian kinerja yang komprehensif. Paradigma
pembelajaran tersebut diyakini mampu memfasilitasi siswa untuk mengembangkan
kecakapan hidup dan siap terjun di masyarakat.
Dalam proses pembelajaran, paradigma baru pembelajaran sebagai produk inovasi
seyogyanya lebih menyediakan proses untuk mengembalikan hakikat siswa ke fitrahnya
sebagai manusia yang memiliki segenap potensi untuk mengalami becoming process
dalam mengembangkan kemanuasiaanya. Oleh sebab itu, apapun fasilitas yang dikreasi
untuk memfasilitasi siswa dan siapapun fasilitator yang akan menemani siswa belajar,
seyogyanya bertolak dari dan berorientasi pada apa yang menjadi tujuan belajar siswa.
Tujuan belajar yang orisinil muncul dari dorongan hati (mode = inrtinsic motivation).
Paradigma pembelajaran yang mampu mengusik hati siswa untuk membangkitkan mode
mereka hendaknya menjadi fokus pertama dalam mengembangkan fasilitas belajar.
Paradigma hati tersebut akan membangkitkan sikap positif terhadap belajar, sehingga
siswa siap melakukan olah pikir, rasa, dan raga dalam menjalani ivent belajar.
Marzano et al (1993), memformulasi dimensi belajar menjadi lima tingkatan, (1)
sikap dan persepsi yang positif terhadap belajar, (2) perolehan dan pengintegrasian
pengetahuan baru, (3) perluasan dan penyempurnaan pengetahuan, (4) penggunaan
pengetahuan secara bermakna, dan (5) pembiasakan berpikir efektif dan produktif. Lima
dimensi belajar tersebut akan terinternalisasi oleh siswa apabila mereka mampu
melakukan oleh pikir, rasa, dan raga dalam belajar yang semuanya bersumber dari
dorongan hati yang paling dalam. Asas quantum teaching (Bobbi de Porter et al., 2001;
Bobbi de Porter, 2000) yang menyatakan: bawalah dunia mereka ke dunia kita dan
hantarkan dunia kita ke dunia mereka, mungkin perlu diterjemahkan oleh para guru
dalam mengembangkan fasilitas belajar yang mampu mengusik hati siswa untuk lebih
5
bertanggung jawab terhadap belajarnya. Kompetensi tanggung jawab merupakan salah
satu kompetensi sikap yang potensial dalam membangun kompetensi-kompetensi lainya,
seperti berpikir kreatif-produktif, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, belajar
bagaimana belajar, kolaborasi, pengelolaan dan/atau pengendalian diri. Kompetensi-
komepetensi tersebut mutlak diperlukan oleh siswa agar mampu menjadi manusia yang
adatable, flexible, dan versatil dalam segala aspek kehidupan yang senantiasa berubah.
Pembelajaran Kolaboratif
Perspektif psikologi sosial tentang pembelajaran lebih melihat pada pengaruh-
pengaruh organisasi sosial kelas dalam pembelajaran. Organisasi sosial kelas tersebut
dapat dilihat dari tiga struktur. Pertama, struktur pengelompokan kelas, yang meliputi
sruktur pembelajaran bebas, struktur kelompok-kelompok kecil, dan struktur kelas
keseluruhan. Masing-masing struktur pengelompokan tersebut memiliki karakter yang
khas yang akan mewarnai proses belajar dan mengajar. Kedua, struktur otoritas, lebih
menekankan seberapa banyak guru melakukan pengendalian terhadap segala aktivitas-
aktivitas yang dilakukan oleh siswa. Besar kecilnya kadar keterlibatan guru dalam
proses pembelajaran ditentukan oleh kebutuhan akan pembelajaran yang tentunya akan
mewarnai kualitas proses pembelajaran. Ketiga, struktur penghargaan, secara umum
dapat dibedakan atas struktur penghargaan individualistik, kompetitif, dan kolaboratif.
Dalam kerangka organisasi sosial kelas, struktur penghargaan kolaboratif memiliki
posisi paling strategis.
Di samping tiga struktur kelas yang diungkapkan tersebut, terdapat pula dua
struktur yang lain, yaitu tugas dan tujuan. Struktur tugas mengacu pada dua hal, cara
peng-organisasian pembelajaran dan jenis kegiatan yang dilakukan oleh siswa di dalam
kelas. Struktur tujuan suatu pelajaran adalah jumlah saling ketergantungan yang
dibutuhkan siswa dalam mengerjakan tugas-tugas mereka.
Dalam struktur tujuan individualistik, para siswa mengatakan me alone dan
merasakan tidak memiliki ketergantungan pada siswa lain dalam rangka mencapai
tujuan. Dalam struktur tujuan kompetitif, siswa mengatakan me instead of you. Dalam
mencapai tujuan komptetitif, siswa lebih didorong oleh keinginan bersaing. Dalam
pembelajaran kompetitif, siswa dapat mencapai suatu tujuan jika siswa lain tidak
mencapai tujuan tersebut (Arends, 1998; Bennett et al., 1991; Qin & Johnson, 1995).
Struktur tujuan kolaboratif dicirikan oleh jumlah saling ketergantungan yang
begitu besar antar siswa dalam kelompok. Dalam pembelajaran kolaboratif, siswa
mengatakan we as well as you, dan siwa akan mencapai tujuan hanya jika siswa lain
dalam kelompok yang sama dapat mencapai tujuan mereka bersama (Arends, 1998;
Heinich et al., 2002; Slavin, 1995; Qin & Johnson, 1995).
6
Kesuksesan dalam praktek-praktek pembelajaran memiliki sifat-sifat yang
didukung oleh beberapa alasan. Pertama, partisipasi aktif siswa. Pembelajaran efektif
terjadi apabila para siswa secara aktif terlibat dalam tugas-tugas yang bermakna dan
aktif terlibat dalam berinteraksi dengan isi pelajaran. Kedua, praktek. Dalam konteks-
konteks yang bervariasi, praktek dapat memperbaiki retensi dan kemampuan
menerapkan pengetahuan baru, keterampilan, dan sikap. Ketiga, perbedaan-perbedaan
individu. Metode pembelajaran dikatakan efektif apabila dapat mengatasi perbedaan-
perebedaan individu dalam hal personalitas, bakat umum, pengetahuan awal siswa.
Keempat, balikan. Balikan sangat diperlukan untuk menentukan posisi diri siswa sendiri
tentang tugas yang dikerjakan. Kelima, konteks-konteks realistik. Para siswa paling
mudah mengingat dan menerapkan pengetahuan yang direpresentasikan dalam suatu
konteks dunia nyata. Keenam, interaksi sosial. Melayani kemanusiaan sebagai tutor atau
anggota kelompok teman sebaya dapat menyediakan sejumlah pedagogik dan juga
dukungan-dukungan sosial.
Pembelajaran kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada
kesuksesan praktek-praktek pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran
(technology for instruction), pembelajaran kolaboratif melibatkan partisipasi aktif para
siswa dan meminimisasi perbedaan-perbedaan antar individu. Pembelajaran kolaboratif
telah menambah momentum pendidikan formal dan informal dari dua kekuatan yang
bertemu, yaitu: (1) realisasi praktek, bahwa hidup di luar kelas memerlukan aktivitas
kolaboratif dalam kehidupan di dunia nyata; (2) menumbuhkan kesadaran berinteraksi
sosial dalam upaya mewujudkan pembelajaran bermakna.
Secara konseptual, pembelajaran kolaboratif dilandasi oleh perspektif-perspektif
berbeda, yaitu: perspektif filosofis, psikologi kognitis, psikologi behavioristik, dan
psikologi sosial. Makalah ini menjelaskan tiga perspektif yang pertama.
(1)Perspektif filosofis
Ide pembelajaran kolaboratif bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep
belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman. Pada tahun
1916, John Dewey, menulis sebuah buku Democracy and Education. Dalam buku itu,
Dewey menggagas konsep pendidikan, bahwa kelas seharusnya merupakan cermin
masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata.
Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan (Jacob et al., 1996), adalah: (1) siswa
hendaknya aktif, learning by doing; (2) belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik;
(3) pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap; (4) kegiatan belajar hendaknya
sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa; (5) pendidikan harus mencakup kegiatan
belajar dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya
prosedur demokratis sangat penting; (6) kegiatan belajar hendaknya berhubungan
dengan dunia nyata dan bertujuan mengembangkan dunia tersebut.
7
Dewey menganjurkan agar dalam lingkungan belajar guru menciptakan
lingkungan sosial yang dicirikan oleh lingkungan demokrasi dan proses ilmiah.
Tanggung jawab utama para guru adalah memotivasi siswa untuk bekerja secara
kolaboratif dan memikirkan masalah sosial yang berlangsung dalam pembelajaran. Di
samping upaya pemecahan masalah di dalam kelompok kolaboratif, dari hari ke hari
siswa belajar prinsip demokrasi melalui interaksi antar teman sebaya. Dalam konteks
sosial, secara teoretik pembelajaran kolaboratif berfungsi sebagai laboratorium
demokrasi bagi siswa untuk menjadi warga negara demokratis dengan berinteraksi
seputar isu-isu bermanfaat melalui pembentukan visi tentang masyarakat yang baik
(Antil et al., 1998). Gagasan-gagasan Dewey akhirnya diwujudkan dalam pendekatan
group-investigation untuk pembelajaran kolaboratif.
Gagasan Dewey tersebut selanjutnya dijadikan landasan oleh Herbert Thelan
untuk mengembangkan prosedur yang lebih tepat untuk membantu siswa bekerja dalam
kelompok. Thelan menyatakan bahwa kelas hendaknya merupakan miniatur demokrasi
yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial antar pribadi (Arends, 1998). Thelan
yang tertarik dengan dinamika kelompok mengembangkan bentuk group-investigation
dengan langkah-langkah yang rinci. Kerja kelompok-kelompok kolaboratif yang
dilukiskan oleh Dewey dan Thelan ini dapat memberikan dampak melampaui hasil-hasil
belajar akademik. Proses-proses dan tingkah laku kolaboratif merupakan bagian dari
usaha keras manusia sebagai masyarakat demokratis.
Dalam pendekatan group-investigation ala Dewey dan Thelan tersebut, siswa
dikelompokkan secara heterogen atas jenis kelamin dan kemampuan akademik. Siswa
memilih sendiri topik yang akan dipelajari, dan kelompok merumuskan penyelidikan
dan menyepakati pembagian kerja untuk menangani konsep-konsep penyelidikan yang
telah dirumuskan. Guru berperan sebagai salah satu sumber belajar siswa. Hasil kerja
kelompok dilaporkan sebagai bahan diskusi kelas. Dalam diskusi kelas ini diutamakan
keterlibatan higher order thinking dari para siswa. Evaluasi kegiatan dilakukan melalui
akumulasi upaya kerja individual selama penyelidikan dilakukan. Konsep penting dalam
pendekatan group-investigative adalah: menghindarkan evaluasi menggunakan tes,
mengutamakan learning by doing, membangun motivasi intrinsik, mengutamakan
pilihan siswa, memperlakukan siswa sebagai orang bertanggung jawab, pertanyaan-
pertanyaan terbuka, mendorong rasa saling menghormati dan saling membantu,
membangun konsep diri yang positif.
Langkah-langkah pembelajaran kolaboratif group investigation adalah sebagai
berikut.
(1) Para siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas sendiri-
sendiri
(2) Semua siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis.
8
(3) Kelompok kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi,
mendemontrasikan, meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawaban-jawaban
tugas atau masalah dalam LKS atau masalah yang ditemukan sendiri.
(4) Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-
masing siswa menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.
(5) Guru menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan agar
semua kelompok dapat giliran ke depan) untuk melakukan presentasi hasil diskusi
kelompok kolaboratifnya di depan kelas, siswa pada kelompok lain mengamati,
mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi. Kegitan ini
dilakukan selama lebih kurang 20-30 menit.
(6) Masing-masing siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi,
dan revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpulan.
(7) Laporan masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun
perkelompok kolaboratif.
(8) Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan
berikutnya, dan didiskusikan.
(2) Perspektif psikologi kognitif
Psikologi kognitif memiliki perspektif dominan dalam pendidikan masa kini yang
berfokus pada bagaimana menusia memperoleh, menyimpan, dan memroses apa yang
dipelajarinya, dan bagaimana proses berpikir dan belajar itu terjadi. Dua psikolog
kognitif, Piaget dan Vigotsky (dalam Jacob, 1999; Jacob et al., 1996) menekankan
bahwa interaksi dengan orang lain adalah bagian penting dalam belajar. Salah satu
metode pembelajaran kolaboratif yang dihasilkan dari perspektif psikologi kognitif
adalah MURDER (Hythecker dalam Jacob et al., 1996). Teknik MURDER yang
menggunakan sepasang anggota dyad dari kelompok beranggotakan 4 orang, memiliki
enam langkah, yaitu: (1) Mood, mengatur suasana hati (mood) yang tepat dengan cara
relaksasi dan berfokus pada tugas belajar; (2) Understand, membaca bagian materi
tertentu dari naskah tanpa menghafalkan; (3) Recall, salah satu anggota kelompok
memberikan sajian lisan dengan mengulang materi yang dibaca; (4) Detect yang
dilakukan oleh anggota yang lain terhadap munculnya kesalahan atau kealpaan catatan;
(5) Elaborate oleh sesama pasangan; langkah-langkah 2, 3, 4, 5 diulang untuk bagian
materi selanjutnya; (6) Revieu hasil pekerjaannya dan mentransmisikan pada pasangan
lain dalam kelompoknya.
Langkah-langkah pendeteksian, pengulangan, dan pengelaborasian dapat berhasil
memperkuat pembelajaran karena pasangan dyad harus secara verbal mengemukakan,
menjelaskan, memperluas, dan mencatat ide-ide utama dari teks. Dalam hal ini,
keterampilan memroses informasi lebih diutamakan. Pemrosesan informasi menuntut
keterlibatan metakognisiberpikir dan membuat keputusan berdasarkan pemikiran. Di
9
samping itu, langkah elaborasi memungkinkan sang korektor menghubungkan
informasi-informasi yang cukup penting dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebe-
lumnya. Keterampilan kolaboratif sangat penting ditekankan dalam seting MURDER.
Langkah-langkah pembelajaran kolaboratif MURDER adalah sebagai berikut.
(1) Para siswa dalam kelompok dibagi menjadi dua pasangan dyad, yaitu dyad-1 dan
dyad-2 dan memberikan tugas pada masing-masing pasangan.
(2) Setelah penataan suasana hatu, salah satu anggota dyad-1 menemukan jawaban
tugas-tugas untuk pasangannya dan anggota yang lain menulis sambil mengoreksi
jika ada kekeliruan. Hal yang sama juga dilakukan oleh pasangan dyad-2.
(3) Setelah pasangan dyad-1 dan pasangan dyad-2 selesai mengerjakan tugas masing-
masing, pasangan dyad-1 memberitahukan jawaban yang ditemukan oleh mereka
kepada pasangan dyad-2, demikian pula pasangan dyad-2 memberitahukan jawaban
yang ditemukan oleh mereka kepada pasangan dyad-1, sehingga terbentuklah
laporan lengkap untuk seluruh tugas hari itu.
(4) Masing-masing pasangan dyad dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi,
inferensi, dan revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpulan.
(5) Laporan masing-masing pasangan dyad terhadap tugas-tugas yang telah
dikumpulkan, disusun perkelompok kolaboratif.
(6) Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan
berikutnya, dan didiskusikan.
(3) Perspektif psikologi behavioristik
Berdasarkan pada reviu penelitian pembelajaran kolaboratif, Slavin (1987)
mengatakan, bahwa perilaku satu atau lebih anggota membawa berkah untuk kelompok.
Kelompok bekerja berdasarkan dua aturan, pertama guru menawarkan penghargaan atau
hukuman, kedua anggota kelompok menerapkan penghargaan atau hukuman tersebut
satu dengan yang lainnya. Kelompok memotivasi siswa agar kelompoknya bekerja
dengan baik.
Konsep behavioristik yang lain adalah reinforcement, artinya siswa belajar tidak
hanya untuk memperoleh penghargaan atau hukuman, tetapi juga melihat orang lain
menerima penghargaan dan hukuman. Ciri-ciri khas pembelajaran kolaboratif yang
berlandaskan psikologi behavioristik (Jacob et al., 1996) adalah: (1) menekankan
motivasi ekstrinsik, (2) tugas-tugas pada tataran kognitif rendah, (3) memandang semua
pebelajar secara seragam, (4) tidak menekankan sikap, prestasi belajar merupakan tujuan
dan diukur dengan tes obyektif, (5) berorientasi pada hasil, (6) guru memutuskan apa
yang akan dipelajari dan memberikan informasi untuk dipelajari oleh siswa.
Teknik Student Team-Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh
Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin (Slavin, 1995)
merupakan produk psikologi behavioristik. STAD merupakan teknik pembelajaran
10
kolaboratif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan teknik STAD yang
mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada
siswa setiap minggu melalui informasi verbal atau teks. Siswa dalam satu kelas dibagi-
bagi menjadi kelompok-kelompok beranggotakan 4-5 orang. Setiap kelompok harus
heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki
kemampuan akademik tinggi, sedang, dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar
kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya.
Siswa saling membantu satu sama lain dalam rangka memahami bahan pelajaran melalui
tutorial, kuis, dan melakukan diskusi.
Sekali dalam dua minggu, siswa secara individual diberikan kuis. Hasil kuis
diskor, dan tiap siswa diberikan skor perkembangan. Skor perkembang-an ini tidak
berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada sebeberapa jauh skor itu
melampaui rata-rata skor siswa yang lalu.
Setiap minggu pada suatu lembar penilaian singkat diumumkan kelompok yang
memperoleh skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tertinggi, atau
siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis-kuis tersebut. Kadang-kadang seluruh
kelompok yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar itu.
Langkah-langkah pembelajaran kolaboratif STAD adalah sebagai berikut.
(1) Sebelum siswa berkumpul menurut kelompok STAD masing-masing, Guru
menjelaskan ringkasan materi sekitar 10-15 menit.
(2) Guru mempersilahkan para siswa berkumpul menurut kelompok STAD masing-
masing.
(3) Semua kelompok disuruh menyelesaikan tugas-tugas yang ada dalam LKS sampai
tuntas untuk cakupan materi tertentu sesuai dengan alokasi waktu yang disediakan.
(4) Masing-masing siswa berdiskusi dan saling bertukar pendapat untuk
memformulasikan jawaban.
(5) Salah seorang anggota kelompok bertugas menulis jawaban yang telah disepakati
bersama.
(6) Guru mengumpulkan laporan masing-masing kelompok.
(7) Setidak-tidaknya setelah dua atau tiga LKS selesai dibahas, Guru memberikan kuis
satu atau dua soal diambilkan dari LKS atau soal dibuat sendiri untuk alokasi waktu
10 menit.
(8) Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan
berikutnya, dan didiskusikan.
(9) Hasil kuis dikoreksi dan dibuat daftar kemajuan yang dialami oleh siswa dalam kuis
tersebut.
11
Pembelajaran Berbasis Proyek
Salah satu model pembelajaran inovatif adalah pembelajaran berbasis proyek
(PBP). PBP berfokus pada konsep dan prinsip inti sebuah disiplin, memfasilitasi siswa
untuk berinvestigasi, pemecahan masalah, dan tugas-tugas bermakna lainnya, students
centered, dan menghasilkan produk nyata. Ada empat karakteristik PBP, yaitu isi,
kondisi, aktivitas, dan hasil. Deskripsi karakteristik PBP disajikan pada Tabel 01.
Tabel 01
Karakteristik utama pembelajaran berbasis proyek
I. ISI: memuat gagasan yang orisinil
1. Masalah kompleks
2. Siswa menemukan hubungan antar gagasan yang diajukan
3. Siswa berhadapan pada masalah yang ill-defined
4. Pertanyaan cenderung mempersoalkan masalah dunia nyata
II. KONDISI: mengutamakan otonomi siswa
1. Melakukan inquiry dalam konteks masyarakat
2. Siswa mampu mengelola waktu secara efektif dan efesien
3. Siswa belajar penuh dengan kontrol diri
4. Mensimulasikan kerja secara profesional
III. AKTIVITAS: investigasi kelompok kolaboratif
1. Siswa berinvestigasi selama periode tertentu
2. Siswa melakukan pemecahan masalah kompleks
3. Siswa memformulasikan hubungan antar gagasan orisinilnya
untuk mengkonstruksi keterampilan baru
4. Siswa menggunakan teknologi otentik dalam memecahkan
masalah
5. Siswa melakukan umpan balik mengenai gagasan mereka
berdasarkan respon ahli atau dari hasil tes
IV. HASIL: produk nyata
1. Siswa menunjukan produk nyata berdasarkan hasil investigasi
mereka
2. Siswa melakukan evaluasi diri
3. Siswa responsif terhadap segala implikasi dari kompetensi yang
dimilikinya
4. Siswa mendemonstrasikan kompetensi sosial, manajemen
pribadi, regulasi belajarnya.
Dalam PBP, proyek dilakukan secara kolaboratif dan inovatif, unik, yang berfokus
pada pemecahan masalah yang berhubungan dengan kehidupan siswa atau kebutuhan
masyarakat atau industri lokal. PBP memiliki potensi yang amat besar untuk membuat
pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna bagi usia dewasa: siswa SMA,
12
mahasiswa, atau pelatihan tradisional untuk membangun keterampilan kerja (Gaer,
1998). Dalam PBP, siswa menjadi terdorong lebih aktif dalam belajar, guru hanya
sebagai fasilitator, guru mengevaluasi produk hasil kinerja siswa meliputi outcome yang
mampu ditampilkan dari hasil proyek yang dikerjakan.
Dalam mengerjakan proyek, siswa dapat berkolaborasi dengan guru satu atau dua
orang, tetapi siswa melakukan investigasi dalam kelompok kolaboratif antara 4-5 orang.
Keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dan dikembangkan oleh siswa dalam tim
adalah merencanakan, mengorganisasikan, negosiasi, dan membuat konsensus tentang
tugas yang dikerjakan, siapa yang mengerjakan apa, dan bagaimana mengumpulkan
informasi yang dibutuhkan dalam berinvestigasi. Keterampilan yang dibutuhkan dan
yang akan dikembangkan oleh siswa merupakan keterampilan yang esensial sebagai
landasan untuk keberhasilan hidupnya. Di samping itu, keterampilan esensial tersebut
sangat mendukung mereka ketika terjun di dunia kerja. Oleh karena hakikat kerja proyek
adalah kolaboratif, maka pengembangan keterampilan tersebut seyogyanya ditujukan
untuk semua tim.
PBP dapat diterapkan untuk semua bidang studi. Implementasi model PBP
mengikuti lima langkah utama, sebagai berikut.
(1) Menetapkan tema proyek. Tema proyek hendaknya memenuhi indikator-indikator
berikut: (a) memuat gagasan umum dan srisinil, (b) penting dan menarik, (c)
mendeskripsikan masalah kompleks, (d) mencerminkan hubungan berbagai
gagasan, (e) mengutamakan pemecahan masalah ill defined.
(2) Menetapkan konteks belajar. Konteks belajar hendaknya memenuhi indikator-
indikator berikut: (a) Pertanyaan-pertanyaan proyek mempersoalkan masalah dunia
nyata, (b) mengutamakan otonomi siswa, (c) Melakukan inquiry dalam konteks
masyarakat, (d) Siswa mampu mengelola waktu secara efektif dan efesien, (e) Siswa
belajar penuh dengan kontrol diri, (f) Mensimulasikan kerja secara profesional
(3) Merencanakan aktivitas-aktivitas. Pengalaman belajar terkait dengan merencanakan
proyek adalah sebagai berikut: (a) membaca, (b) meneliti, (3) observasi, (4)
interviu, (5) merekam, (5) mengunjungi obyek yang berkaitan dengan proyek, (6)
akses internet.
(4) Memeroses aktivitas-aktivitas. Indikator-indikator memeroses aktivitas meliputi
antara lain: (a) membuat sketsa, (b) melukiskan analisa, (3) menghitung , (d)
mengenerate, (e) mengembangkan prototipe.
(5) Penerapan aktivitas-aktivitas untuk menyelesaikan proyek. Langkah-langkha yang
dilakukan, adalah: (a) mencoba mengerjakan proyek berdasarkan sketsa, (b)
menguji langkah-langkah yang telah dikerjakan dan hasil yang diperoleh, (c)
mengevaluasi hasil yang telah diperoleh, (4) merevisi hasil yang telah diperoleh, (d)
melakukan daur ulang proyek yang lain, (e) mengklasifikasi hasil terbaik.
13
Pembelajaran Berorientasi NOS
Nature Of Science (NOS) didefinisikan sebagai hakekat pengetahuan, yang
merupakan konsep yang kompleks melibatkan filosofi, sosiologi, dan historis suatu
pengetahuan. Lederman (1992)(dalam Wenning, 2006) menyebutkan NOS mengacu
pada epistemologi dan sosiologi pengetahuan, yaitu pengetahuan sebagai cara untuk
mengetahui, atau nilai dan keyakinan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah.
Selanjutnya Lederman et al (2002) (dalam Wenning, 2006) menfenisikan NOS sebagai
pemahaman terhadap karakteristik pengetahuan ilmiah yang berurusan dengan sifat
empirisnya, sifat kreatif dan imajinatifnya, karakteristik teorinya, hakekat sosial-
budayanya, dan sifat tentatifnya. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa NOS mencakup tiga hal, (1) ontologi, yaitu pengetahuan sebagai
bidang ilmu yang mengkaji artikulasi, sosiologi, dan historisnya, (2) epistemologi, yaitu
pengetahuan sebagai cara untuk meraih pemahaman (understanding), wawasan (insight),
dan kearifan (wisdom), (3) aksiologi, yaitu pengetahuan yang lebih menitik beratkan
pada manfaat pengetahuan tersebut bagi masyarakat dan lingkungannya. Jadi, NOS
merupakan jembatan bagi para siswa untuk mengungkap dan memahami realitas alam.
Pemahaman terhadap realitas alam sangat dibutuhkan bagi siswa dalam rangka
memahami jati diri dan membangkitkan kesadaran untuk mencintai alam beserta isinya.
Menurut Wenning (2006), pembelajaran berorientasi NOS memiliki enam langkah
utama, yaitu: (1) background readings, (2) case study discussions, (3) inquiry lessons,
(4) inquiry labs, (5) historical studies, (6) multiple assessments.
Background readings. Pada langkah ini, siswa diarahkan membaca buku dan/atau
artikel dan membuat laporan bab atau tema tertentu, sehingga mereka dapat menyusun
latar belakang pembelajaran yang akan dilakukan. Buku dan/atau artikel yang dibaca
oleh siswa diupayakan agar sesuai dengan karakteristik pengetahuan yang dipelajari.
Aktivitas siswa yang perlu diases adalah: ketepatan buku dan/atau artikel yang dijadikan
sumber belajar, sistematika latar belakang pembelajaran, ketepatan rumusan masalah
pembelajaran, tujuan pembelajaran.
Case study discussions. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah
dirumuskan, guru menyediakan ruang diskusi untuk melayani pertanyaan-pertanyaan
yang mungkin diajukan oleh siswa, langkah pembelajaran yang akan dilakukan, atau
memprediksi pemecahan terhadap kemungkinan hambatan belajar siswa. Aktivitas
belajar siswa yang perlu diases adalah kulitas dan kuantitas pertanyaan yang diajukan,
kualitas dan kuantitas penjelasan yang diungkapkan.
I nquiry lessons. Pada langkah ini, guru membimbing siswa dalam berpikir dan
memfokuskan pertanyaan, prosedur pembelajaran yang akan dilakukan, menyajikan
pijakan, pemodelan, dan penjelasan seperlunya tentang penelitian ilmiah, menjelaskan
cara mengatasi kemungkinan hambatan-hambatan yang akan ditemukan dalam proses
14
pembelajaran. Aktivitas belajar siswa yang diases adalah kesesuaian pertanyaan
pembelajaran yang diajukan, ketepatan prosedur pembelajaran yang akan dilakukan,
kecermatan memprediksi masalah hambatan dan upaya pemecahan yang diajukan.
I nquiry labs. Aktivitas ini membantu siswa belajar dan memahami proses dan
keterampilan berpikir layaknya ilmuan dan memahami karakteristik penelitian ilmiah.
Langkah ini dipandu dengan pertanyaan-pertanyaan yang dikemas dalam lembaran kerja
siswa (LKS). Indikator-indikator yang menjadi materi pertanyaan dalam LKS adalah: (a)
mendorong keterlibatan mental, (b) penggunaan keterampilan berpikir tingkat tinggi, (c)
mendorong pemusatan perhatian siswa untuk mengumpulkan dan menginterpretasi data,
(d) menuntun siswa menemukan konsep, prinsip, dan hukum-hukum baru melalui kreasi
dan kontrol sendiri melalui eksperimen, (e) mendorong siswa menerapkan prosedur
ilmiah, (f) mendorong siswa berlatih membangun keterampilan proses ilmiah. Asesmen
yang diterapkan dalam proses Inquiry labs adalah pre dan post labs yang memuat semua
indikator yang telah disebutkan. Produk belajar akhir siswa dalam tahapan ini adalah
mengkonstruksi laporan hasil Inquiry labs. Laporan disesuaikan dengan kaedah ilmiah,
terkait dengan sistematika, teknik menulis, bahasa sajian, dan penulisan daftar pustaka.
Isi laporan yang diases, adalah: kesesuain hasil lab dengan pertanyaan pembelajaran,
keluasan dan kedalaman pembahasan yang diformulasikan, kesesuaian simpulan yang
diformulasikan, kesesuaian saran yang diajukan.
Historical studies. Pada tahap ini, siswa didorong untuk menyajikan deskripsi
tentang manfaat pembelajaran yang dilakukan, tidak hanya mengenai pemahamannya
terhadap NOS dan kemampuan mengungkap dan menerapkan pemahaman terhadap
realitas alam, tetapi juga perkembangan sikap dan persepsi siswa terhadap materi yang
menjadi obyek Inquiry labs. Pengalaman belajar siswa yang diases pada tahapan ini,
adalah kemampuan mengelaborasi berbagai aspek penelitian ilmiah, kemampuan
mengungkap, memahami, dan menerapkan hakekat pengetahuan yang menjadi obyek
Inquiry labs, kemampuan mendeskripsikan pengetahuan dalam perspektif historis dan
budaya yang berbeda.
Multiple assessments. Materi ssesmen hendaknya berorintasi pada pemahaman
siswa terhadap NOS. Teknik-teknik asesmen yang dapat dilakukan adalah: asesmen
kinerja, portofolio, dan tes (tes pilihan ganda diperluas, tes uraian terbuka model well
defined, tes uraian terbuka model ill defined). Aktivitas siswa yang diases adalah
kemampuan merencanakan, kemampuan melaksanakan, kemampuan presentasi,
kemampuan melaporkan secara tertulis, kemampuan melaporkan secara lisan,
pembuatan jurnal berkala, fokus pemahaman terhadap NOS, sikap dan persepsi siswa
terhadap pelajaran dan model pembelajaran yang diterapkan. Untuk meminimisasi
subyektivitas penilaian, ssesmen hendaknya dilengkapi dengan rubrik, sehingga mampu
menilai siswa secara lebih akurat.
15
Penutup
Pembelajaran pada hakekatnya adalah untuk menyiapkan siswa mengungkap dan
memahami realitas alam. Pemahaman terhadap realitas alam merupakan landasan bagi
siswa untuk siap hidup di dunia nyata, berinteraksi sosial, dan mencintai alam dalam
setiap perubahannya.
Model pembelajaran yang mampu memfasilitasi siswa menuju pencapaian
pemahaman terhadap realitas alam adalah model pembelajaran inovatif. Pembelajaran
inovatif diterapkan sebagai hasil refleksi siswa atau guru untuk melakukan pembelajaran
berbasis pada konteks, kebebasan, dan menyenangkan.
Pembelajaran yang penuh konteks, kebebasan, dan menyenangkan adalah
pembelajaran yang mengembalikan siswa ke fitrahnya sebagai manusia untuk
mengembangkan kemanusiaan dan kesadaran untuk mencintai alam. Alternatif
pembelajaran yang mengakomodasi pencapaian pemahaman realitas alam, adalah:
pembelajaran kolaboratif, pembelajaran berbasis proyek, dan pembelajaran berorientasi
Nature Of Science.
16
DAFTAR PUSTAKA
Arends, R. I. 1998. Learning to teach. Singapore: McGraw-Hill book Company.
Arends, R. I. 1997. Classroom instruction and management. New York: McGraw-Hill
Companies, Inc.
Arends, R. I., Wenitzky, N. E., & Tannenboum, M. D. 2001. Exploring teaching: An
introduction to education. New York: McGraw-Hill Companies.
Bennett, B., Bennett, C. R., & Stevahn, L. 1991. Cooperative learning: Where heart
meets mind. Washington City: Professioal Development Associates, Bothell.
Bobbi de Porter, Mark Reardon, dan Sarah Singer-Nourie. 2001. Quantum Teaching.
Bandung: Kaifa.
Bobbi de Porter, dan Mike Hernacki. 2000. Quantum Learning. Bandung: Kaifa.
Brooks, J. G., & Brooks, M. G. 1993. In search of understanding: The case for
constructivist classrooms. Virginia: Association for Supervision and Curriculum
Development.
Cooper, J. L., Robinson, P., & Miyazoki, Y. 1999. Promoting core skills through
cooperative learning. Dunne, A. (Ed.): The learning society. 140-148. London:
Kogan Page Limited.
Costa, A. L., (Ed.). 1999. Teaching for intelligence. Arlington Heights, Illinois: Skylight
Training and Publishing, Inc.
Gaer, S. 1998. What is project based learning? http://members.aol.com/CulebraMom/
pblprt.html
Heinich, R., Molenda, M., Russell, J. D., & Smaldino, S. E. 2002. Instructional media
and technology for learning, 7
th
edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Hill, S,. & Hill, T. 1993. The collaborative classroom: A guide to co-operative learning.
Malvem Rood Australia: Eleanor Curtain Publishing.
Jacobs, G. M., Lee, G. S, & Ball, J. 1996. Learning Cooperative Learning via
Cooperative Learning: A Sourcebook of Lesson Plans for Teacher Education on
Cooperative Learning. Singapore: SEAMEO Regional Language Center.
Lundgren, L. 1994. Cooperative learning in the science classroom. New York:
McGrow-Hill.
Marzano, R. J. 1993. How classroom teachers approach the teaching of thinking. Dalam
Donmoyer, R., & Merryfield, M. M (Eds.): Theory into practice: Teaching for
higher order thinking. 32(3). 154-160.
Nelson, L. M. 1999. Collaborative problem solving. Dalam Reigeluth, C. M.(Ed.):
Instructional-design theories and models: A new paradigm of instructional
theory, volume II. 241-292. London: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Novak, J. D., & Gowin, D. B. 1985. Learning how to learn. New York: Cambridge
University Press.
Qin, Z., Johnson, D. W., & Johnson, R. T. 1995. Cooperative versus competitive efforts
and problem solving. Review of Educational Research. 65(2). 129-143.
Slavin, R. E. 1995. Cooperative learning. Second edition. Boston: Allyn and Bacon.
Wenning, C. J. 2006. A pramework for teaching the nature of science. Journal of
Physics Teacher Education Online. 3(3). 3-10. Available at: http://www.phy.ilstu.
edu/jpteo
17
Lampiran
Tabel 1
Rubrik asesmen extended respon tipe pilihan ganda diperluas
Skor Kriteria
4 Menjawab benar, menunjukkan alasan yang benar disertai bukti-bukti:
prinsip, formulasi, atau perhitungan
3 Menjawab benar dan menunjukkan alasan yang benar
2 Menjawab benar, tetapi tidak menunjukkan alasan,
atau menunjukkan alasan yang salah atau miskonsepsi
1 Menjawab, tetapi salah atau miskonsepsi
0 Tidak menjawab
Tabel 2
Rubrik asesmen extendedrespons tipe esai
Skor Kriteria
5 Memberikan suatu penyelesaian lengkap dan benar
4 Memberikan suatu penyelesaian yang benar, sedikit cacat, tetapi memuaskan
3 Memberikan suatu penyelesaian yang benar, banyak cacat, tetapi hampir
memuaskan
2 Memberikan suatu penyelesaian yang ada unsur benarnya, tetapi tidak memadai
1 Mencoba memberikan suatu penyelesaian, tetapi salah total
0 Tidak mencoba memberikan penyelesaian sama sekali
Tabel 3
Check list uji keterampilan
Skala Nilai NO Keterampilan Yang Dinilai
4 3 2 1
1 Cara memasang alat ukur
2 Cara mengatur skala nol
3 Cara memilih tingkat ketelitian skala
4 Sikap/posisi mata ketika membaca skala
5 Interpretasi hasil pembacaan
4=sangat baik, 3=baik, 2=cukup, 1=kurang
Tabel 4
Check list Proses
Skala Nilai No Keterampilan Yang Diamati
4 3 2 1
1 Pemilihan pendekatan
2 Penggunaan peralatan yang benar
3 Ketepatan pengukuran
4 Meminta bantuan teman jika diperlukan
5 Mencatat pengamatan
6 Menata peralatan setelah eksperimen
4=sangat baik, 3=baik, 2=cukup, 1=kurang
18
Tabel 5
Rating scale kelompok
Kriteria Nilai No Indikator Kinerja Laporan
Kelompk
Presentasi
Lisan 3 2 1
1 Mengidentifikasi dan menerapkan
konsep-konsep fisis untuk mencapai
tujuan
2 Merumuskan prediksi berdasarkan
pengetahuan awal
3 Menetapkan langkah-langkah yang
diperlukan untuk memecahkan masalah
4 Menguji prediksi yang dirumuskan
5 Mengumpulkan data
6 Menganalis data
7 Menarik kesimpulan rasional
8 Mengkomunikasikan strategi dan hasil-
hasilnya secara tertulis
9 Mengkomunikasikan strategi dan hasil-
hasilnya secara lisan
10 Berkolaborasi secara efektif
3=baik, 2=cukup, 1=kurang
Tabel 6
Rating scale I ndividual
Kriteria Nilai No Indikator Kinerja Laporan
Kelompk
Presentasi
Lisan 3 2 1
1 Mengidentifikasi dan menerapkan
konsep-konsep fisis untuk mencapai
tujuan
2 Merumuskan prediksi berdasarkan
pengetahuan awal
3 Mengidentifikasi informasi dan
menetapkan langkah-langkah yang
diperlukan untuk memecahkan masalah
4 Menguji prediksi yang dirumuskan
5 Mengumpulkan data
6 Menganalis data
7 Menarik kesimpulan rasional
8 Mengkomunikasikan strategi dan hasil-
hasilnya secara tertulis
9 Mengkomunikasikan strategi dan hasil-
hasilnya secara lisan
19
Tabel 7
Skala Likert Untuk Penilaian Afektif
Skala Penilaian No Pernyataan/Indikator
5 4 3 2 1
1 Kehadiran di kelas
2 Bertanya di kelas
3 Ketepatan waktu mengumpulkan tugas
4 Kerapian buku catatan
5 Kelengkapan buku catatan
6 Membaca buku di perpustakaan
7 Keteraturan belajar fisika di rumah
8 Partisipasi dalam kegiatan praktikum
9 Kerapian laporan praktikum
10 Partisipasi dalam kelompok belajar
5 = sangat baik/sangat sering
4 = baik/sering
3 = cukup
2 = kurang/jarang
1 = sangat kurang/sangat jarang
Tabel 8
Rubrik Untuk Menyatakan Ide dengan Jelas
Skor Kriteria
4 Mengkomunikasikan ide-ide atau tema utama dengan jelas dan efektif dan
menyediakan dukungan yang kaya, hidup, dan detail.
3 Mengkomunikasikan ide-ide atau tema utama dengan jelas dan efektif dan
menyediakan dukungan yang pantas dan detail.
2 Mengkomunikasikan informasi penting tetapi tema atau struktur keseluruhan tidak
jelas.
1 Mengkomunikasikan informasi secara terpisah-pisah dan random.
Tabel 9
Rubrik Untuk Pencapaian Tujuan-Tujuan Kelompok
Skor Kriteria
4 Membantu secara aktif mengidentifikasi tujuan-tujuan kelompok dan bekerja keras
untuk mencapainya.
3 Mengkomunikasikan komitmen untuk tujuan-tujuan kelompok dan secara efektif
menentukan peranan.
2 Mengkomunikasikan suatu komitmen untuk tujuan-tujuan kelompok tetapi tidak
menentukan peranan.
1 Tidak bekerja untuk tujuan-tujuan kelompok atau bekerja bertentangan.
20
Tabel 10
Rubrik Membuat Perencanaan Yang Efektif
Skor Kriteria
4 Menata tujuan yang tepat, menetapkan semua kemungkinan sub-sub tujuan, dan
merencanakan jadwal waktu yang detail.
3 Menata tujuan, menetapkan sub-sub tujuan, dan menetapkan jadwal waktu.
2 Memulai tugas-tugas tanpa pendefinisian tujuan secara lengkap, menyatakan
sedikit sub-sub tujuan atau mengembangkan jadwal waktu.
1 Tidak melakukan upaya untuk mengindentifikasi tujuan, sub tujuan, dan jadwal
waktu.
Tabel 11
Rubrik mengemas tujuan belajar
Skor Kriteria
4 Mencerminkan kompetensi kognitif, mencerminkan kompetensi afektif,
mencerminkan kompetensi psikomotor, dapat diukur
3 Mencerminkan kompetensi kognitif, mencerminkan kompetensi afektif,
mencerminkan kompetensi psikomotor, sulit/tidak dapat diukur
2 Mencerminkan kompetensi kognitif, mencerminkan kompetensi afektif, kurang/tidak
mencerminkan kompetensi psikomotor, sulit/tidak dapat diukur
1 Hanya mencerminkan kompetensi kognitif sulit/tidak dapat diukur
0 Kurang mencerminkan kompetensi dan sulit/tidak dapat diukur
Tabel 12
Rubrik menggunakan sumber belajar
Skor Kriteria
4 Lebih dari satu sumber, representatif, banyak dikutif
3 Lebih dari satu sumber, representatif, sedikit/tidak dikutif
2 Lebih dari satu sumber, tidak representatif, dikutif
1 Hanya satu sumber, tidak representatif, dikutif
0 Hanya satu sumber, tidak representatif, tidak dikutif
Tabel 13
Rubrik kompetensi berargumentasi
Skor Kriteria
4 Menguasai topik, ilmiah, tidak emosi dalam berargumentasi
3 Menguasai topik, kurang ilmiah, tidak emosi dalam berargumentasi
2 Menguasai topik, kurang ilmiah, emosi dalam berargumentasi
1 Kurang/tidak menguasai topik, kurang ilmiah, tidak emosi dalam berargumentasi
0 Kurang/tidak menguasai topik, kurang ilmiah, emosi dalam berargumentasi
21
Tabel 14
Rubrik menghasilkan produk belajar
Sk
or
Kriteria
4 Lengkap, referensis, ilmiah, bermanfaat untuk tugas belajar berikutnya
3 Lengkap, referensis, ilmiah, kurang/tidak bermanfaat untuk tugas belajar berikutnya
2 Lengkap, referensis, kurang/tidak ilmiah
1 Lengkap, kurang/tidak referensis
0 Tidak lengkap
Tabel 15
Rubrik kinerja laboratorium
Komponen
Yang Dinilai
Kriteria Skor
Lengkap, ringkas, jelas 4
Lengkap, ringkas, tidak jelas 3
Lengkap, kurang ringkas, tidak jelas 2
Tidak lengkap, kurang ringkas, tidak jelas 1
Desain
Eksperimen
Tidak mengungkapkan desain 0
Cepat, melakukan kalibrasi, benar 4
Lambat, melakukan kalibrasi, benar 3
Cepat, melakukan kalibrasi, salah 2
Lambat, tidak melakukan kalibrasi, salah 1
Menggunakan
Peralatan
Tidak mencoba 0
Cepat, benar, presisi 4
Lambat, benar, presisi 3
Cepat, salah 2
Lambat, salah 1
Melakukan
Pengukuran
Tidak mencoba 0
Cepat, benar, presisi 4
Lambat, benar, presisi 3
Cepat, salah 2
Lambat, salah 1
Pencatatan
Data
Tidak melakukan pencatatan 0
Lengkap, ringkas, ilmiah 4
Tidak lengkap, ringkas, ilmiah 3
Lengkap, ringkas, miskonsepsi 2
Tidak lengkap, miskonsepsi 1
Interpretasi
Data
Tidak melakukan interpretasi data 0
22
Tabel 16
Rubrik laporan eksperimen laboratorium
Komponen
Yang Dinilai
Kriteria Skor
Lengkap, sistematis, bahasanya lugas 5
Lengkap, sistematis, bahasanya tidak lugas 4
Lengkap, tidak sistematis, bahasanya lugas 3
Lengkap, tidak sistematis, bahasanya tidak lugas 2
Tidak lengkap, bahasanya lugas 1
Format
laporan
Tidak lengkap, bahasanya tidak lugas 0
Lengkap, menunjukkan kaitan variabel, sesuai dengan judul 5
Lengkap, menunjukkan kaitan variabel, tidak sesuai dengan judul 4
Lengkap, tidak menunjukkan kaitan variabel 3
Tidak lengkap, menunjukkan kaitan variabel 2
Tidak lengkap, tidak menunjukkan kaitan variabel 1
Perumusan
Tujuan
Tidak merumuskan tujuan 0
Lengkap, ringkas, mencerminkan hipotesis 5
Tidak lengkap, ringkas, mencerminkan hipotesis 4
Lengkap, ringkas, tidak mencerminkan hipotesis 3
Lengkap, tidak ringkas, tidak mencerminkan hipotesis 2
Tidak lengkap, tidak ringkas, tidak mencerminkan hipotesis 1
Deskripsi
Teoretis
Tidak membuat deskripsi teoretis 0
Lengkap, sistematis, ada upaya mencapai tujuan 5
Lengkap, sistematis, tidak ada upaya mencapai tujuan 4
Tidak lengkap, sistematis, ada upaya mencapai tujuan tetapi salah 3
Tidak lengkap, tidak sistemtis, ada upaya mencapai tujuan tetapi
salah
2
Tidak lengkap, tidak sistemtis 1
Cara
Eksperimen
Tidak mencantumkan cara eksperimen 0
Lengkap, sistematis, mencapai tujuan 5
Lengkap, sistematis, tidak mencapai tujuan 4
Tidak lengkap, sistematis, ada upaya mencapai tujuan tetapi salah 3
Tidak lengkap, tidak sistemtis, ada upaya mencapai tujuan tetapi
salah
2
Tidak lengkap, tidak sistemtis 1
Hasil
Esperimen
Tidak menunjukkan hasil eksperimen 0
Lengkap, sesuai tujuan, tepat 5
Tidak lengkap, ada sesuai tujuan, tepat 4
Lengkap, sesuai tujuan, tidak tepat 3
Lengkap, tidak sesuai tujuan, tidak tepat 2
Tidak lengkap, tidak sesuai tujuan, tidak tepat 1
Kesimpulan
Tidak menyajikan kesimpulan 0
Bervariasi, mutakhir, penulisan tepat 5
Bervariasi, mutakhir, penulisan tidak tepat 4
Bervariasi, kurang mutakhir, penulisan tepat 3
Kurang bervariasi, mutakhir, penulisan tepat 2
Kurang bervariasi, kurang mutakhir, penulisan tepat 1
Daftar
Pustaka
Kurang bervariasi, kurang mutakhir, penulisan tidak tepat 0
23
Tabel 17
Rubrik menyusun makalah
Komponen
Yang Dinilai
Kriteria Skor
Lengkap, sistematis, bahasanya lugas 5
Lengkap, sistematis, bahasanya tidak lugas 4
Lengkap, tidak sistematis, bahasanya lugas 3
Lengkap, tidak sistematis, bahasanya tidak lugas 2
Tidak lengkap, bahasanya lugas 1
Format
makalah
Tidak lengkap, bahasanya tidak lugas 0
Menarik, memecahkan masalah 5
Menarik, kurang memecahkan masalah 4
Kurang menarik, ada upaya memecahkan masalah 3
Menarik, tidak memecahkan masalah 2
Kurang menarik, tidak memecahkan masalah 1
Judul Makalah
Tidak menarik, tidak memecahkan masalah 0
Lengkap, ringkas, mencerminkan hipotesis 5
Tidak lengkap, ringkas, mencerminkan hipotesis 4
Lengkap, ringkas, tidak mencerminkan hipotesis 3
Lengkap, tidak ringkas, tidak mencerminkan hipotesis 2
Tidak lengkap, tidak ringkas, tidak mencerminkan hipotesis 1
Latar Belakang
Masalah
Tidak membuat deskripsi teoretis 0
Sesuai judul, menantang 5
Sesuai judul, kurang menantang 4
Kurang sesuai judul, menantang 3
Sesuai judul, tidak menantang 2
Kurang sesuai judul, tidak menantang 1
Rumusan
Masalah
Tidak sesuai judul, tidak menantang 0
Sesuai rumusan masalah, tepat 5
Sesuai rumusan masalah, kurang tepat 4
Kurang sesuai rumusan masalah, tepat 3
Sesuai rumusan masalah, tidak tepat 2
Kurang sesuai rumusan masalah, tidak tepat 1
Rumusan
Tujuan
Tidak sesuai rumusan masalah, tidak tepat 0
Penting, menarik 5
Penting, kurang menarik 4
Kurang penting, menarik 3
Kurang penting, kurang menarik 2
Penting, tidak menarik 1
Rumusan
Manfaat
Tidak penting, tidak menark 0
Lengkap, ringkas, mencerminkan hipotesis 5
Tidak lengkap, ringkas, mencerminkan hipotesis 4
Lengkap, ringkas, tidak mencerminkan hipotesis 3
Lengkap, tidak ringkas, tidak mencerminkan hipotesis 2
Tidak lengkap, tidak ringkas, tidak mencerminkan hipotesis 1
Landasan
Teori
Tidak membuat deskripsi teoretis 0
Lengkap, sesuai tujuan, tepat 5 Pembahasan
Tidak lengkap, ada sesuai tujuan, tepat 4
24
Lengkap, sesuai tujuan, tidak tepat 3
Lengkap, tidak sesuai tujuan, tidak tepat 2
Tidak lengkap, tidak sesuai tujuan, tidak tepat 1
Tidak menyajikan kesimpulan 0
Lengkap, sesuai tujuan, tepat 5
Tidak lengkap, ada sesuai tujuan, tepat 4
Lengkap, sesuai tujuan, tidak tepat 3
Lengkap, tidak sesuai tujuan, tidak tepat 2
Tidak lengkap, tidak sesuai tujuan, tidak tepat 1
Kesimpulan
Tidak menyajikan kesimpulan 0
Bervariasi, mutakhir, penulisan tepat 5
Bervariasi, mutakhir, penulisan tidak tepat 4
Bervariasi, kurang mutakhir, penulisan tepat 3
Kurang bervariasi, mutakhir, penulisan tepat 2
Kurang bervariasi, kurang mutakhir, penulisan tepat 1
Daftar Pustaka
Kurang bervariasi, kurang mutakhir, penulisan tidak tepat 0
Tabel 18
Rubrik Penyelesaian Proyek
A. Fokus Pada Proses
Komponen
yang Dinilai
Kriteria Skor
Sesuai materi pembelajaran, orisinal, kontekstual 5
Sesuai materi pembelajaran, orisinal, tidak kontekstu 4
Sesuai materi pembelajaran, tidak orisinal, kontekstual 3
Sesuai materi pembelajaran, tidak orisinal, tidak kontekstual 2
Tidak sesuai materi pembelajaran 1
Topik
Tidak merumuskan topik 0
Mencerminkan hubungan, ada peluang penemuan 5
Mencerminkan hubungan, tidak ada peluang penemuan 4
Kurang mencerminkan hubungan, ada peluang penemuan 3
Kurang mencerminkan hubungan, ada upaya penemuan tetapi
tidak mungkin
2
Tidak mencerminkan hubungan, tidak ada upaya penemuan 1
Diagram
Investigasi
Tidak membuat diagram 0
Lengkap, sistematis, metodologis 5
Lengkap, kurang sistematis, metodologis 4
Lengkap, sistematis, kurang metodologis 3
Lengkap, kurang sistematis, kurang metodologis 2
Tidak lengkap, kurang metodologis 1
Tahapan
Proses
Investigasi
Tidak ada proses 0
Sesuai tahapan proyek, jadwal jelas, ada lembar kemajuan 5
Sesuai tahapan proyek, jadwal jelas, tidak ada lembar kemajuan 4
Sesuai tahapan proyek, tidak ada jadwal, ada lembar kemajuan 3
Sesuai tahapan proyek, tidak ada jadwal, tidak ada lembar
kemajuan
2
Tidak sesuai tahapan proyek 1
Monitoring
Tidak ada monitoring 0
25
B. Fokus Pada Produk
Komponen
yang Dinilai
Kriteria Skor
Lengkap, sistematis, bahasanya lugas 5
Lengkap, sistematis, bahasanya tidak lugas 4
Lengkap, tidak sistematis, bahasanya lugas 3
Lengkap, tidak sistematis, bahasanya tidak lugas 2
Tidak lengkap, bahasanya lugas 1
Format
Laporan
Tidak lengkap, bahasanya tidak lugas 0
Lengkap, sistematis, mencapai tujuan 5
Lengkap, sistematis, tidak mencapai tujuan 4
Tidak lengkap, sistematis, ada upaya mencapai tujuan tetapi
salah
3
Tidak lengkap, tidak sistemtis, ada upaya mencapai tujuan tetapi
salah
2
Tidak lengkap, tidak sistemtis 1
Deskripsi
Temuan
Tidak menunjukkan hasil eksperimen 0
Menyajikan isu, mengungkap temuan, ada jastifikasi temuan,
ada implikasi temuan
5
Menyajikan isu, mengungkap temuan, ada jastifikasi temuan,
tidak ada implikasi temuan
4
Mengungkap temuan, ada jastifikasi temuan, ada implikasi
temuan
3
Menyajikan isu, tidak mengungkap temuan 2
Tidak menyajikan isu, tidak mengungkap temuan 1
Pembahasan
Tidak ada pembahasan 0
Lengkap, sesuai tujuan, tepat 5
Tidak lengkap, ada sesuai tujuan, tepat 4
Lengkap, sesuai tujuan, tidak tepat 3
Lengkap, tidak sesuai tujuan, tidak tepat 2
Tidak lengkap, tidak sesuai tujuan, tidak tepat 1
Kesimpulan
Tidak menyajikan kesimpulan 0
Bervariasi, mutakhir, penulisan tepat 5
Bervariasi, mutakhir, penulisan tidak tepat 4
Bervariasi, kurang mutakhir, penulisan tepat 3
Kurang bervariasi, mutakhir, penulisan tepat 2
Kurang bervariasi, kurang mutakhir, penulisan tepat 1
Daftar
Pustaka
Kurang bervariasi, kurang mutakhir, penulisan tidak tepat 0

Anda mungkin juga menyukai