Musim kemarau bagi sebagian orang mungkin sangat menakutkan. Panas,
kering,dan gerah . Membuat orang enggan keluar rumah. Tapi , tidak demikian halnya keadaan di desaku. Di musim kemarau seperti ini , justru anak- anak di desaku senang bermain di alam bebas. Tentu saja bersama layang-layang buatan mereka sendiri. Memang, hampir seluruh anak laki-laki di desaku keranjingan main layang-layang. Oleh karena itu jika waktu telah telah menunjukkan pukul setengah tiga sore, tampaklah serombongan anak-anak beriringan sembari menenteng layang-layangnya menuju ke persawahan di selatan desa. Sore itu aku turut serta dalam rombongan itu. Tentu saja dalam rangka memenuhi permintaan adikku. Tadi siang ia merengek-rengek mengajakku. Aku tak kuasa menolaknya. Begitu sampai di persawahan kering, suasana di sana sudah ramai. Bahkan beberapa pamong desa juga terlihat bercanda sembari menjaga layang- layangnya agar tetap stabil di udara. Semua terlihat ceria dan gembira. Sementara itu, di udara puluhan layang-layang terlihat meliuk-liuk di tiup angin. Suara "sawangan"nya terdengar mendengung dan menderu-deru. Ku ikuti langkah adikku menuju ke selatan. Ia tampak mengecek layang-layang "tanggalan"nya. Lantas aku di suruh mengulur "kenur". Ia sendiri sudah berlari membawa layang-layangnya kearah angin berhembus. Layang-layang pun siap di terbangkan. Menakjubkan. Aku merasa badanku tertarik saking kuatnya. Kuulurkan kenur lebih panjang. Aku merasa tanganku lecet , perih. Ternyata sangat berat, pikirku. Layang-layang itupun lantas membumbung dan melesat cepat menuju ke angkasa. Suara sawangannya sangat keras menjerit dan ,melengking. Aku berusaha memegang kayu tempat lilitan kenur agar tetap kokoh. Kulihat adikku tersenyum sembari tergopoh gopoh menghampiriku. Lantas kamipun segera melilitkan wadah kenur itu ke sebuah pohon. Di daerah kami istilahnya"manjer". Nah , setelah manjer, kamipun bebas menikmati puluhan layang-layang yang bertebaran di langit. Juga bercanda ria bersama teman teman sembari menunggu senja memerah. Semakin lama aku menatap layang-layang itu , semakin dalam filsafat yang aku petik. Baru saja aku sadar , bahwa hidup manusia itu dapat di ibaratkan seperti layang-layang. Mulai dari awal pembuatannya, bukanlah hal yang sepele. Dibutuhkan kecermatan dan ketelitian dari pembuatnya agar layang-layang yang di hasilkan berkualitas , kokoh , dan dapat terbang ke angkasa. Seperti itulah manusia. Manusia di ciptakan oleh Tuhan dalam sebaik baiknya keadaan dan wujud, agar dapat bertahan di dunia. Saat akan menerbangkan layang-layang , menjaga keadaan layang-layang di udara, dan menurunkan layang-layang dari angkasa,maka pasti pemiliknya pasti selalu setia memegang kenur yang berhubungan langsung dengan tubuh layang-layang . Ini ibarat Tuhan yang selalu berikatan batin dengan manusia, dan selalu menjaga manusia agar selamat di dunia ini dari lahir sampai mati. Ketika layang-layang mulai terbang ke angkasa , menandakan manusia yang hidup dari titik nol menuju ke jenjang kedewasaan. Tapi, tidaklah mudah melesat ke angkasa karena semakin tinggi layang-layang terbang semakin kencang pula angin yang berhembus menghalanginya. Ini adalah tamsil dari keadaan manusia . Jalan menuju kesuksesan itu tidaklah mulus. Banyak kerikil kerikil tajam yang menghalangi kesuksesan seseorang. Tergantung dari seberapa tegar manusia itu mengarungi hidupnya. Setelah melesat ke langit , layang-layang pun di beri keadaan yang bermacam macam. Ada yang stabil dan terus meninggi , namun ada juga yang oleng ke sana kemari. Saat layang-layang stabil , menandakan kehidupan manusia yang aman , tenang , terkendali , dan sejahtera. Namun ada kalanya layang-layang oleng ke kiri dan kekanan. Ada yang bisa bertahan , ada juga yang putus. Hal ini menandakan kehidupan manusia yang di berikan cobaan oleh Tuhan. Jika manusia itu kuat , maka pasti akan tetap bertahan dan bersabar dalam menghadapi cobaan. Tetapi jika manusia tidak kuat menghadapi cobaan Tuhan, maka ia akan menyerah kepada nasib, lantas terpuruk dalam kenistaan. Ada juga saat saat dimana layang-layang kehabisan angin, sehingga turun . Hal ini menunjukkan kuasa Tuhan untuk mencabut nyawa manusia. Aku berpikir filsafat itu ada benarnya. Suara layang-layang semakin meraung raung .Aku mengajak adikku mendekati seorang anak muda yang tengah memeriksa layang-layangnya. Aku tertarik pada aksesoris yang menempel pada sayap dan tubuh layang-layang itu. Ada 6 buah lampu 2.5 W yang terpasang di tiap tiap sudutnya. Sementara di punggung layang-layang itu ada baterai sebagai sumber energi. Saat di coba, ternyata lampu itu menimbulkan kerlap kerlip berwarna warni. Warna hijau , biru,merah,dan kuning silih berganti. Indah sekali. Apalagi kalau sudah malam , tentu lebih indah lagi. Pemuda itu menceritakan kepadaku tentang teguran polisi yang kebetulan tempat tinggalnya di tempatku. Polisi itu meminta agar layang-layang tidak di beri sawangan agar tidak membuat bising dan mengganggu ketenteraman tidur warga. Akan tetapi , beberapa pemuda menolaknya mentah mentah. Mereka beralasan , layang- layang nya tidak menarik jika tidak di beri sawangan. Aku terdiam. Aku merasa serba salah. Teguran polisi itu memang ada benarnya, karena akupun sering mendengar keluhan dari beberapa tetanggaku yang merasa terganggu . Akan tetapi, para pemuda itu juga tidak dapat di persalahkan begitu saja. Hanya dengan layang-layang itulah , mereka bisa menghilangkan rasa lelah setelah seharian penuh bekerja sebagai kuli bangunan. Bagi mereka, layang-layang yang bisa terbang tinggi adalah sebuah kebanggaan. Akh...apalah yang bisa mereka harapkan sebagai penawar luka selain layang-layang . Keluarga yang miskin telah memaksa mereka putus sekolah . Mereka harus mengubur impian indahnya dalam dalam. Dengan menatap layang-layangnya meliuk bebas di langit , mereka menemukan kedamaian , keteduhan jiwa , serta kepasrahan menjalani hidup yang tidak adil. Sungguh memprihatinkan. Dalam perjalanan pulang , kuceritakan bahaya layang-layang kepada adikku. Beberapa waktu yang lalu , timbul pertengkaran antara Bang Salim dan Bu Rubiyah , karena genteng rumah Bu Rubiyah pecah kejatuhan layang-layang . Beberapa hari kemarin pun ada beberapa orang yang lehernya terjerat kenur layang-layang. Karena malam dan tidak terlampau terlihat. Dan yang paling parah adalah cerita tentang anak STM yang meninggal dunia karena lehernya terjerat kenur saat mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Sungguh menyedihkan. "Berarti layang-layang itu buruk ya kak?" tanya adikku. Aku mengangguk. Tiba tiba saja adikku merobek layang-layangnya dan mematahkan rangka layang-layang itu. Aku kaget. "Kenapa kamu rusak layang-layangmu?"tanyaku heran. Adikku menatapku sendu. "Kak...aku tidak mau bermain layang-layang lagi. Aku takut akan melukai orang lain. Jadi aku rusak saja"jawab adikku. Aku hanya tersenyum melihat tingkah adikku. Usai Maghrib, aku tak lupa mengaji bersama adikku. Selesai mengaji, kuajak adikku ke halaman depan rumah. Waktu itu bintang berserak bak kemilau intan di permadani langit. Benar benar mempesona. "Lihat ..."ucapku sembari menunjuk langit. Adikku menatap kearah yang kutunjuk. Seketika matanya berbinar. "Indah ya kak..."sahut adikku. Terlihat kerlap kerlip warna warni dari layang-layang pemuda tadi bersatu dengan deru suara sawangan yang menggema..Seolah satelit alam. Indah sekali. "Layang-layang itu indah , asal kita dapat menempatkan keindahan itu dalam batas batas kewajaran. Jangan membenci layang-layang, karena ada beberapa orang yang memperoleh penghasilan dari membuat layang-layang. Layang-layang itu ibarat manusia yang santun, lemah lembut, tapi ada kalanya membawa luka"ucapku. Adikku mengangguk dalam. Syukurlah kini ia mengerti dan tidak lagi membenci layang-layang. Sementara di langit,layang-layang masih setia menderu-deru , seolah mencari arti dari sebuah kehidupan.
***
Keterangan : *sawangan :Sejenis plastik kasar yang berbunyi nyaring apabila dibentangkan dan tertiup angin *tanggalan : Jenis layang-layang yang berukuran besar *kenur : Tali atau senar yang digunakan menaikkan layang-layang *manjer : Mengikat layang-layang pada pohon apabila kondisinya sudah stabil.
BIODATA PENULIS Penulis bernama lengkap Haniffudin Nurdiansah, dilahirkan di kota REOG Ponorogo pada tanggal 26 Juli 1990 dan merupakan putra dari pasangan Bapak Sahid dan Ibu Sri Nurwati.Penulis merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara.Penulis telah menempuh pendidikan formal sebagian besar di Ponorogo,yaitu di SDN 1 Kaponan, SMPN 1 Ponorogo, dan SMAN 1 Ponorogo.Setelah lulus dari SMA tahun 2009, penulis diterima menjadi mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS Surabaya melalui jalur SNMPTN dan menjadi generasi MT 11 di jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS. Penulis aktif sebagai Staf Departemen Kemahasiswaan dan Keprofesian Himpunan Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi (HMMT) FTI-ITS masa kepengurusan 2010/2011 dan Staf Departemen DIKESMA BEM FTI ITS 2010/2011 serta menjadi Kepala Departemen Keprofesian dan Kesejahteraan Mahasiswa (PROKESMA) BEM FTI ITS 2011/2012. Dalam kegiatan akademik, penulis pernah mengikuti beberapa PKM. Penulis juga pernah melaksanakan kerja praktek di PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia-Karawang Plant dengan meneliti kegagalan pin hanger transmisi mobil Toyota Innova dan Fortuner. Di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi penulis mengambil Tugas Akhir dalam Bidang Studi Material Inovatif. Sekarang penulis tengah menempuh program Master di jurusan yang sama. Alamat penulis saat ini Jalan Jenderal Sudirman no 77 RT 03 RW 01 Desa Kaponan Kecamatan Mlarak Kabupaten Ponorogo. Nomor telepon selular yang dapat dihubungi 08561063748 atau alamat email haniffudin09@gmail.com