Anda di halaman 1dari 13

TINJAUAN TEORITIS EPILEPSI

A. Definisi
Epilepsi adalah perubahan parosisimal pada aktifitas sistem syaraf yang dapat
dideteksi secara klinis (Harrison's, 2006) dan (Hughes M. dan Miller T., 2007). Epilepsi
adalah kelainan di otak yang ditandai oleh aktifitas otak yang terlampau tinggi yang tidak
dapat dikawal (Guyton dan Hall, 2006). Seseorang yang dapat dikatakan sebagai
menderita daripada epilepsi jika telah mengalami kejang yang tidak dipicu oleh
apapun dan yang rekuren (lebih daripada 2 insiden terjadi kejang). Kejang adalah suatu
episode dimana terjadi disfungsi pada otak akibat daripada terdapat abnormalitas di
aktivitas listrik pada syaraf di otak (Shih, 2008).

B. Etiologi
Menurut WHO pada tahun 2002, etiologi epilepsi adalah:
Metabolik
1. Hypoglikemi

2. Hipokalsemia

3. Ketidakseimbangan elektrolit

4. Hipomagnesimia

5. Hiperblilirubinemia (kernikterus)

6. Uremia

7. Fenilketonuria

8. Porphyria

Infeksi

1. Intrakranial

a. Meningitis
b. Ensefalitis
c. AIDS
d. Serebral malaria
e. Rabies
f. Cysticercosis




g. Encephalopathy

2. Ekstrakranial

a. Febrile convulsion

b. Pertusis

c. Imunisasi pertusis
d. Tetanus

Trauma

1. Trauma lahir

2. Trauma kepala

3. Luka dingin ( Cold Injury) pada bayi baru lahir

4. Hipotermi

Anoxia

1. Asfiksia sewaktu lahir

Bahan toksik

1. Alkohol

2. Karbon monoksida

3. Obat-obatan ( penisilin, strychinine)

4. Plumbum

5. Organofosfat

Space-occupying lesion (SOL)

1. Hemorrhage

2. Abses

3. Tumor

4. Tuberculoma

5. Cysticercosis

6. Toxoplasmosis

Gangguan peredaran

1. Strok

2. Kelainan vascular

3. Krisis sel sabit




Oedema serebral

1. Enselopati hipertensif
2. Eklampsia


Kelainan kongenital

1. Hidrosefalus

2. Mikrosefali

3. Tuberous Sclerosis

4. Neurofibromatosis

5. Sturge-Webers syndrome

Penyakit degeneratif

1. Niemann-Pick disease

2. Demensia



C. Patofisiologi Epilepsi

Otak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang satu dengan lainnya saling
berhubungan.Hubungan antar neuron tersebut terjalin melalui impuls listrik dengan bahan
perantara kimiawi yang dikenal sebagai neurotransmiter.
Dalam keadaan normal, lalu-lintas impuls antar neuron berlangsung dengan baik
dan lancar. Apabila mekanisme yang mengatur lalu-lintas antar neuron menjadi kacau
dikarenakan breaking system pada otak terganggu maka neuron-neuron akan bereaksi
secara abnormal. Neurotransmiter yang berperan dalam mekanisme pengaturan ini adalah:
a. Glutamat, yang merupakan brains excitatory neurotransmitter

b. GABA(Gamma Aminobutyric Acid), yang bersifat sebagai brains inhibitory
neurotransmitter.
Golongan neurotransmiter lain yang bersifat eksitatorik adalah aspartat dan
asetil kolin, sedangkan yang bersifat inhibitorik lainnya adalah noradrenalin,
dopamin, serotonin (5- HT) dan peptida. Neurotransmiter ini hubungannya dengan
epilepsi belum jelas dan masih perlu penelitian lebih lanjut. Epileptic seizure apapun
jenisnya selalu disebabkan oleh transmisi impuls di area otak yang tidak mengikuti pola
yang normal, sehingga terjadilah apa yang disebut sinkronisasi dari impuls.



Sinkronisasi ini dapat mengenai pada sekelompok kecil neuron atau kelompok
neuron yang lebih besar atau bahkan meliputi seluruh neuron di otak secara serentak.
Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron yang ikut terkena dalam proses
sinkronisasi inilah yang secara klinik menimbulkan manifestasi yang berbeda dari
jenis- jenis serangan epilepsi. Secara teoritis faktor yang menyebabkan hal ini yaitu:
Keadaan dimana fungsi neuron penghambat (inhibitorik) kerjanya kurang optimal
sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, disebabkan
konsentrasi GABA yang kurang. Pada penderita epilepsi ternyata memang
mengandung konsentrasi GABA yang rendah di otaknya (lobus oksipitalis)
(Meldrum, 1988) . Hambatan oleh GABA ini dalam bentuk inhibisi potensial post
sinaptik.
Keadaan dimana fungsi neuron eksitatorik berlebihan sehingga terjadi pelepasan impuls
epileptik yang berlebihan. Disini fungsi neuron penghambat normal tapi sistem
pencetus impuls (eksitatorik) yang terlalu kuat. Keadaan ini ditimbulkan oleh
meningkatnya konsentrasi glutamat di otak. Pada penderita epilepsi didapatkan
peningkatan kadar glutamat pada berbagai tempat di otak (Meldrum, 1988) dan (Cotman,
1995).
Pada dasarnya otak yang normal itu sendiri juga mempunyai potensi untuk
mengadakan pelepasan abnormal impuls epileptik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
untuk timbulnya kejang sebenarnya ada tiga kejadian yang saling terkait : Perlu adanya
pacemaker cells yaitu kemampuan intrinsik dari sel untuk menimbulkan bangkitan,
hilangnya postsynaptic inhibitory controle sel neuron, dan perlunya sinkronisasi dari
epileptic discharge yang timbul. Area di otak dimana ditemukan sekelompok sel
neuron yang abnormal, bermuatan listrik berlebihan dan hipersinkron dikenal sebagai
fokus epileptogenesis (fokus pembangkit serangan kejang). Fokus epileptogenesis dari
sekelompok neuron akan mempengaruhi neuron sekitarnya untuk bersama dan serentak
dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang.Serangan epilepsi dimulai dengan
meluasnya depolarisasi impuls dari fokus epileptogenesis, mula-mula ke neuron sekitarnya
lalu ke hemisfer sebelahnya, subkortek, thalamus, batang otak dan seterusnya. Kemudian
untuk bersama-sama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang.
Setelah meluasnya eksitasi selesai dimulailah proses inhibisi di korteks serebri, thalamus



dan ganglia basalis yang secara intermiten menghambat discharge epileptiknya (Meldrum,
1988) Pada gambaran EEG dapat terlihat sebagai perubahan dari polyspike menjadi spike
and wave yang makin lama makin lambat dan akhirnya berhenti. Dulu dianggap
berhentinya serangan sebagai akibat terjadinya exhaustion neuron (karena kehabisan
glukosa dan tertimbunnya asam laktat). Namun ternyata serangan epilepsi bisa terhenti
tanpa terjadinya neuronal exhaustion (Adam dan Victor, 1993).

D. Manifestasi Klinis
Bergantung pada lokasi muatan neuron-neuron, kejang dapat direntang dari serangan
awal sederhana sampai gerakan konvulsif memanjang dengan hilangnya kesadaran. Pola
awal kejang menunjukan daerah otak dimana kejang tersebut berasal. Pada kejang parsial
sederhana, hanya satu jari atau tangan yang bergetar, mulut dapat tersentak tanpa terkontrol.
Individu berbicara tanpa dipahami, pusing, merasa melihat sinar, bunyi, bau atau rasa yang
tidak umum atau tidak nyaman.
Pada kejang parsial kompleks, individu tetap tidak bergerak atau bergerak secara
automatik tetapi tidak sesuai dengan tempat dan waktu, mengalami emosi berlebihan seperti
takut, marah, gembira atau sensitive terhadap rangsangan.
Pada kejang umum, atau lebih dikenal dengan kejang grand mal, melibatkan kedua
hemisfer otak sehingga menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi. Biasanya terjadi kekakuan
intens pada seluruh tubuh yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan
kontraksi otot. Klien sering mengalami penekanan pada lidah dan inkontinensia urine dan
faeces. Setelah satu atau dua menit gerakan konvulsi akan menghilang, pasien rileks dan
mengalami koma dan disertai bunyi napas yang bising. Pada keadaan postikal (setelah
kejang) pasien sering mengalami konfusi, sulit bangun dan tidur berjam-jam. Banyak klien
mengeluh sakit kepala dan otot setelah serangan berakhir.

E. Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian diagnostik bertujuan dalam menentukan tipe kejang, frekuensi, beratnya dan
faktor-faktor pencetus. Sebuah penelitian dilakukan untuk penyakit atau cedera kepala yang
dapat mempengaruhi otak. Selain itu dapat pulah dilakukan pengkajian fisik dan neurologik,



haematologi, dan serologic. Pencitraan CT digunakan untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal
abnormal, serebro-vasculer abnormal, dan perubahan degeneratif serebral.
Elektroenchefalogram (EEG) melengkapi bukti diagnostik dalam proporsi substansial
dari pasien epilepsi dan membantu menklasifikasi tipe kejang. Keadaan abnormal pada EEG
selalu terus menerus terlihat diantara kejang, atau jika letupan muncul mungkin akibat dari
hiperventilasi atau selama tidur. Mikroelektroda dapat dimasukan kedalam otak untuk
memeriksa aksi dari sel otak tunggal. Ini perlu dicatat karena ada beberapa orang yang
mengalami kejang dengan EEG normal. Telemetri dan alat komputer digunakan untuk
mengambil dan sebagai pusat pembacaan EEG dalam pita komputer sambil klien melakukan
aktivitasnya.
Selain menggunakan EEG dan CT Scan, dalam menentukan diagnosa epilepsy dapat
pulah dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan kadar elektrolit, glukosa,
ureum/kratinin dan sel darah merah. Selain itu dapat pula dilakukan foto rontgen untuk
mengidentifikasi adanya fraktur.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epilepsi dilakukan secara individual untuk memenuhi kebutuhan khusus
masing-masing pasien dan tidak hanya untuk mengatasi tetapi juga mencegah kejang.
Penatalaksanaan yang berbeda ini disebabkan karena bentuk epilepsy yang muncul akibat
kerusakan otak dan juga bergantung pada perubahan kimia otak.
Penatalaksanaan pada penderita epilepsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu;
penatalaksanaan primer dan penatalaksanaan sekunder. Penatalaksanaan primer epilepsi
dilakukan dengan memberikan obat-obatan untuk mencegah serangan kejang atau untuk
mengurangi frekuensinya sehingga klien dapat menjalani kehidupan normalnya. Obat yang
diberikan disesuaikan dengan jenis serangannya dan biasanya menggunakan kombinasi obat-
obatan dengan tujuan untuk mengurangi efek samping yang ditimbulkan. Namun saat ini
dokter cenderung menggunakan satu jenis obat dengan sedapat mungkin mengurangi dosis
obat yang diberikan.
Jenis obat yang sering digunakan pada pengobatan epilepsi adalah;
1. Golongan Barbiturat, seperti Fenobarbital dan Pirimidon
2. Golongan Hidantoin, seperti Fanitoin/Dilantin dan Mefenitoin
3. Golongan Iminostilben, seperti Karbamazepin



4. Golongan Benzodiazepin, seperti Diazepam dam Klonazepam
5. Golongan Suksinimid, seperti Etosuksimid dan Metosuksimid
6. Golongan Asam valproat/depakene.
Pengobatan epilepsy dapat juga dilakukan dengan pembedahan. Pembedahan ini
diindikasikan bagi untuk pasien yang mengaalami epilepsi akibat tumor intrakranial, abses,
kista, atau adanya anomali vaskuler.
Penatalaksanaan sekunder yang dapat dilakukan adalah dengan mempertahankan patensi
jalan napas dan mencegah terjdinya cedera. Mempertahankan klien dalam posisi berbaring
kesalah satu sisi dapat mengurangi kemungkinan aspirasi isi lambung dan saliva serta
mencegah lidah jatuh kebelakang. Mencegah terjadinya cedera dilakukan dengan melindungi
kepala saat terjadi serangan serta memindahkan benda-benda yang dapat membahayakan
penderita. Selain itu penting dilakukan pendekatan secara holistik yang meliputi aspek
psikologis penderita dan sikap keluarga, masyarakat terhadap penderita epilepsi.

G. Proses Keperawatan
Asuhan Keperawatan yang diberikan kepada klien dengan epilepsy adalah berdasarkan
pada tahapan-tahapan dalam proses keperawatan. Tahapan-tahapan tersebut meliputi
pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evalusi.
1. Pengkajian
Pada tahap ini perawat mengumpulkan semua informasi termasuk tentang riwayat
kejang. Hal-hal yang perlu dikaji antara lain:
a. Riwayat kesehatan yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-sosial-spiritual.
b. Aktivitas/Istirahat
Data Subyektif : Keadaan umum lemah, lelah, menyatakan keterbatasan aktifitas,
tidak dapaat merawat diri sendiri.
Data Obyektif : Menurunnya kekuatan otot/otot yang lemah
c. Peredaran darah
Data Obyektif : Data yang diperoleh saat serangan yaitu; hipertensi, denyut nadi
meningkat, cyanosis. Setelah serangan tanda-tanda vital dapat
kembali normal atau menurun, disertai nadi dan pernapasan
menurun.



d. Eliminasi
Data Subyektif : Tidak dapat menahan BAB/BAK
Data Obyektif : Saat serangan terjadi peningkatan tekanan pada kandung kemih
dan otot spincter, setelah serangan dalam keadaan inkontinentia
otot-otot kandung kemih dan spincter rileks.
e. Makanan/cairan
Data Subyektif : Selama aktivitas serangan makanan sangat sensitive
Data Obyektif : Gigi/gusi mengalami kerusakan selama serangan, gusi
hiperplasia/bengkak akibat efek samping dari obat dilantin.
f. Persyarafan
Data Subyektif : Selama serangan; ada riwayat yeri kepala, kehilangan
kesadaran/pinsan, kehilangan kesadaran sesaat/lena, klien
menangis, jatuh, disertai komponen motorik seperti kejang tonik-
klonik, mioklonik, tonik, klonik, atonik. Klien menggigit lidah,
mulut berbuih, ada incontinentia urine dan faeces, bibir dan
muka berubah warna (biru), mata/kepala menyimpang pada satu
posisi dan beberapa gerakan terjadi dimana lokasi dan sifatnya
berubah pada satu posisi atau keduanya.
Sesudah serangan; klien mengalami lethargi, bingung, otot sakit,
gangguan bicara, nyeri kepala. Ada perubahan dalam gerakan
misalnya hemiplegi sementara, klien ingat/tidak terhadap
kejadian yang dialaminya. Terjadi perubahan kesadaran/tidak,
pernafasan, denyut jantung. Ada cedera seperti luka memar,
geresan dll.
Riwayat sebelum serangan; lamanya serangan, frekuensi
serangan, ada factor prepitasi (suhu tinggi, kurang tidur,
emosional labil), pernah menderita sakit berat yang disertai
hilangnya kesadaran. Pernah mengkonsumsi obat-obatan
tertentu/alcohol. Ada riwayat penyakit yang sama dalam
keluarga.





g. Interaksi sosial
Data Subyektif : Terjadi gangguan interaksi dengan orang lain/keluarga karena
malu
h. Konsep diri
Data Subyektif : Merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai
harapan.
Data Obyektif : Selalu waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang lain.
i. Kenyamanan/Nyeri
Data Subyektif: Sakit kepala, nyeri otot/punggung, nyeri abnormal paroksismal
selama fase iktal
Data Obyektif : Tingkah laku yang waspada, gelisah/distraksi dan perubahan
tonus otot.
2. Perumusan Diagnosa/masalah klien
Masalah keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan epilepsi adalah
sebagai berikut:
a. Potensial terjadi kecelakaan: trauma, kekurangan oksigen
Kemungkinan Penyebab : Hilangnya koordinasi otot-otot tubuh, kelemahan,
keterbatasan pengobatan, ketidakseimbangan
emosional, penurunan tingkat kesadaran.
b. Tidak efektifnya jalan napas/pola napas
Kemungkinan Penyebab : sumbatan tracheobronchial dan aspiasi.
c. Gangguan konsep diri: harga diri rendah, identitas diri tidak jelas
Kemungkinan Penyebab : tidak mampu mengontrol diri saat terjadi serangan.
d. Kurangnya pengetahuan tentang keadaan yang diderita
Kemungkinan Penyebab : keterbatasan pengetahuan, informasi yang salah dan
kegagalan pengobatan.
3. Perencanaan
a. Potensial terjadinya kecelakaan/trauma
Tujuan/Kriteria Evaluasi :



Pasien mengemukakan faktor-kaktor yang dapat menyebabkan trauma, dan pengaruh
obat-obat yang diberikan. Pasien memperlihatkan tingkah laku yang kooperatif dan
terhindar dari penyebab trauma. Pasien dapat menghindari keadaan yang dapat
menyebabkan serangan yang tiba-tiba.
b. Pola napas tidak efektif
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Jalan napas/pola napas menjadi efektif dan tidak terjadi aspirasi
c. Gangguan konsep diri
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Klien dapat mengidentifikasi perasaan, pola koping yang positif. Secara verbal
mempunyai peningkatan harga diri. Menerima keadaan dirinya dan perubahan
fungsi/peran/gaya hidup yang dihadapinya.
d. Kurangnya pengetahuan tentang keadaan yang diderita
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Secara verbal mengerti dengan keadaannya dan mengidentifikasi macam-macam
stimulus yang dapat menyebabkan serangan, memperlihatkan perubahan tingkah
laku yang positif sesuai dengan keadaannya. Klien dapat mengontrol secara rutin
untuk memperoleh pengobatan yang teratur.
4. Intervensi dan Implementasi
1) Potensial terjadinya kecelakaan/trauma
Intervensi Keperawatan :
(a) Bersama klien mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan serangan secara
tiba-tiba.
(b) Bila serangan tidak terjadi ditempat tidur letakan bantal dibawah kepala klien atau
kepala klien dipangkuan perawat untuk mencegah kepala terbentur dilantai.
(c) Observasi tanda-tanda vital
(d) Dampingi klien selama serangaan berlangsung untuk mencegah bahaya luka fisik,
aspirasi dan tergigitnya lidah.
(e) Miringkan kepala untuk mencegah aspirasi
(f) Bila memungkinkan dapat menggunakan spatel lidah saat terjadi serangan
(g) Hindarkan alat/benda yang membahayakan



(h) Longgarkan pakaian yang sempit dan pegang ekstremitas klien
(i) Catat semua gejala dan tipe serangan epilepsy
(j) Diskusikan tentang tanda-tanda serangan yang mendadak
(k) Tindakan kolaboratif:
(1) Berikan obat-obat sesuai program, misalnya anti epileptik, luminal, diazepam,
glukosa, thiamine dan lain-lain
(2) Monitor dan catat efek samping obat tersebut
(3) Monitor tingkat keseimbangan elektrolit dan glukosa
2) Pola napas tidak efektif
Intervensi Keperawatan:
a) Bila klien tidak sadar, jaga agar pernafasan tetap lancar dan terbuka. Observasi tanda-
tanda vital untuk menjaga kesimbangan makanan/cairan dan elektroloit tubuh, bila perlu
beri infus dan NGT.
b) Bila terdapat lendir pada jalan napas, lakukan suction
Tindakan kolaboratif:
(1) Beri oksigen sesuai program
(2) Monitor intubasi bila terpasang
3) Gangguan konsep diri
Intervensi Keperawatan:
a) Diskusi tentang perasaan yang dialami klien
b) Dorong klien untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya
c) Kaji kemampuan klien yang positif yang sesuai dengan keadaan sehingga dapat
memanfaatkan kemampuan tersebut untuk meningkatkan harga diri klien dan dapat
hidup dimasyarakat.
Tindakan Kolaboratif :
a) Anjurkan klien untuk masuk dalam kelompok penderita epilepsi, (bila ada)
b) Diskusikan dengan phsikolog tentang keadaan klien.
4) Kurangnya pengetahuan tentang keadaan yang diderita
Intervensi Keperawatan :
a) Kaji keadaan pathologi/kondisi klien dan pengobatan yang pernah diperolehnya.
b) Beri penjelasan kepada klien untuk mengontrol dan minum obat secara teratur.



c) Jelaskan kepada klien tentang keadaan-keadaan yang sedang dihadapinya dan faktor-
faktor yang dapat menimbulkan serangan;
(1) Jumlah yang tidak adequate dari obat anti-epilepsi dalam darah,
(2) Obat-obat yang tidak cocok,
(3) Terjadinya hiperventilasi,
(4) Trauma otak, demam, penyakit tertentu,
(5) Kurang/tidak tidur,
(6) Stress emosional,
(7) Perubahan hormonal, misalnya hamil atau menstruasi,
(8) Nutrisi yang buruk,
(9) Cairan dan elektrolit yang tidak seimbang, dan
(10) Alkohol atau obat-obatan.
e) Jelaskan keadaan yang harus dihadapi terhadap keadaannya, misalnya pekerjaan,
mengendarai mobil, olah raga dan rekreasi dan sebagainya.
f) Anjurkan klien untuk selalu membawa tanda pengenal bila bepergian.
5) Evaluasi
Pada tahap ini perawat mengkaji kembali hal-hal yang telah dilakukan, berdasarkan
pada kriteria hasil yang telah ditetapkan. Apabila masih terdapat masalah-masalah klien
yang belum teratasi, perawat hendaknya mengkaji kembali hal-hal yang berkenaan dengan
masalah tersebut dan kembali melakukan intervensi keperawatan. Sebaliknya bila masalah
klien telah teratasi maka perlu dilakukan pengawasan dan pengontrolan yang teratur untuk
mencegah timbulnya serangan atau gejala-gejala yang memicu terjadinya serangan.












DAFTAR PUSTAKA




1. Adams R.D., Victor M., 1993. The nature of the discharging. In: Principles of Neurology
5
th
ed. USA: McGraw Hill Lange

2. Arif Mansjoer dkk., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3 jilid 1, Jakarta: FKUI

3. Corwin E.J, 2001, Pathofisiologi, Jakarta: EGC.

4. Marlynn E. Doenges dkk., 2002, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta: EGC

5. Noer Sjaifoellah, 1996, Buku Ajar I PD, Jilid I edisi 3, Jakarta: FKUI

6. Harrison T.R., 2008. Principles of Internal Medicine. USA: McGraw Hill Lange

7. Hughes M., dan Miller T., 2007. Nervous System Crash Course. 3
rd
ed. USA: Mosby
Elsevier.

8. Shih T., 2008.Epilepsy and Seizures. In: Brust C.M. Current Diagnosis and Treatment
for Neurology. USA: McGraw Hill Lange

9. World Health Organisation (WHO), 2009. Epilepsy, Available from:
www.who.int/mediacentre/factsheets/fs999/en/index.html [ Accessed on 4 October
2014]

10. Meldrum B.S., 1988. Pathophysiology. In: A textbook of epilepsy. USA: Laidlaw

11. Cotman C.W., 1995. Excitatory Aminocid Neurotransmission.In:Psychopharmacology.
The Fourth Generation in Progress. New York: Raven Press

12. Guyton A.C. , Hall J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology. 11
th
ed. USA:
Elsevier Saunders.

.

Anda mungkin juga menyukai