Anda di halaman 1dari 14

TINJAUAN TEORITIS

HIPERTENSI




A. Definisi dan Klasifikasi

Hipertensi sulit untuk didefinisikan karena sering berubah-ubah dan harus
disesuaikan dengan kondisi. Pasien hipertensi pada saat istirahat memiliki tekanan
darah diastolik dengan pengukuran berulang tetap konsisten pada atau di atas 90
mmHg (12,0 kPa) dapat berisiko tinggi mengalami kesakitan dan kematian akibat
penyakit kardiovaskular. Sebaliknya, penurunan nilai tekanan darah diastolik
dibawah 90 mmHg (12,0 kPa) dapat mengurangi risiko stroke sekitar 35-40% dan
penyakit jantung koroner sekitar 15-20%. Definisi terkini tentang hipertensi
adalah tingkat tekanan darah sistolik pada atau di atas 140 mmHg (18,7 kPa), atau
tingkat tekanan darah diastolik pada atau di atas 90 mmHg (12,0 kPa). Namun
karena tekanan darah sangat bervariasi, sebelum menetapkan pasien mengalami
hipertensi dan memutuskan untuk memulai pengobatan, perlu untuk memastikan
peningkatan tekanan darah dengan pengukuran berulang-ulang selama beberapa
minggu. Setiap nilai pengukuran di kisaran hipertensi ringan atau borderline
ditemukan, kepastian pengukuran harus diperpanjang selama 3-6 bulan. Periode
observasi yang singkat diperlukan pada pasien dengan peningkatan tekanan darah
yang lebih tinggi atau pasien dengan komplikasi (Brunner & Suddarth, 2001; dan
Kaplan, 2006).
Hipertensi sering disebut sebagai the silent killer karena individu yang
mengalami hipertensi sering tidak menampakkan gejala. Ketika penyakit ini
diderita, tekanan darah pasien harus dipantau dengan interval teratur karena
hipertensi merupakan kondisi seumur hidup (Brunner & Suddarth, 2001).

B. Faktor Risiko

Faktor risiko dan level dari hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor
seperti perbedaan sosioekonomi dan akses untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah adalah:
1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi:

a. Umur


Pada kebanyakan orang yang berusia diatas 65 tahun tekanan darah dapat
meningkat dengan cepat. Tekanan darah sistol meningkat dengan cepat
berhubungan dengan usia.
b. Jenis kelamin

Pada usia dini tidak terdapat perbedaan tekanan darah antara pria dan wanita.
Akan tetapi, mulai masa remaja pria cenderung memiliki tekanan darah yang
lebih tinggi dibandingkan wanita. Hal ini dibuktikan oleh tingkat kematian
yang lebih tinggi pada pria setengah baya pengidap hipertensi.
c. Suku

Pada kajian populasi menunjukan bahwa masyarakat berkulit hitam
cenderung memiliki tingkat tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan
dengan golongan suku yang lain. Jumlah angka kematian pada kasus
hipertensi tinggi pada masyarakat berkulit hitam.
d. Keturunan

Riwayat keluarga yang menunjukan adanya tekanan darah yang meninggi
merupakan faktor resiko paling kuat bagi seseorang untuk mengidap
hipertensi di masa datang (WHO, 2001).
2. Faktor resiko yang dapat di modifikasi :

a. Kehidupan dini

Baru-baru ini telah diperkirakan bahwa lingkungan yang buruk selama
periode kehamilan menimbulkan faktor resiko penyakit kardiovaskuler
termasuk tekanan darah tinggi (WHO, 2001).
b. Bobot badan

Kelebihan berat badan memiliki resiko 2-6 kali untuk mendapatkan penyakit
hipertensi (Yogiantoro, 2007). Pada populasi di negara Barat, jumlah kasus
hipertensi yang disebabkan oleh obesitas diperkirakan 30-
60% (WHO, 2001). Pada pasien dengan obesitas tedapat curah jantung
yang meningkat, aktifitas saraf simpatis yang meningkat terutama di
ginjal, kadar angiotensin II dan aldosteron yang meningkat dua hingga tiga
kali lebih banyak, proses natriuesis yang terganggu dan ginjal tidak akan
mensekresikan garam dan air yang tinggi kecuali tekanan arteri yang tinggi
(Guyton , 2008).
c. Faktor nutrisi


Menurut WHO (2001) beberapa faktor nutrisi yang mempengaruhi tekanan
darah adalah:


Natrium klorida

Kajian eksperimental dan pengamatan menunjukan bahwa asupan
natrium klorida melebihi kebutuhan fisiologis dapat menimbulkan
hipertensi.
Kalium

Kajian INTERSALT mencatat adanya pengurangan tekanan darah
sebesar 2,7 mmHg jika pengeluaran kalium dari urine meningkat
60 mmol/hari melalui urine.

Mikronutrisi lain

Mikronutrisi lain seperti kalsium, magnesium, dan seng juga
memiliki peranan dalam peningkatan tekanan darah.
Makronutrisi lain

Meskipun kajian pengamatan menunjukan adanya hubungan
beberapa makronutrisi (lemak, asam lemak, karbohidrat, serat, dan
protein) terhadap tekanan darah, tetapi belum terdapat hubungan
sebab akibat dengan hipertensi sendiri.
d. Alkohol

Dilaporkan jika meminum minuman keras sedikitnya dua kali per hari,
tekanan darah sistolik dapat naik sekitar 1,0 mmHg dan tekanan darah
diastolik sekitar 0,5 mmHg (WHO, 2001).
e. Kegiatan fisik

Orang yang normotensi tetapi kurang gerak dan tidak bugar mempunyai
resiko 20-50% lebih besar untuk terkena hipertensi dibandingkan dengan
orang yang lebih aktif bergerak dan bugar (WHO, 2001).
f. Faktor psikososial

Terdapat bukti bahwa berbagai bentuk stress yang akut dapat
meningkatkan tekanan darah (WHO, 2001).
g. Faktor lingkungan

Adanya polusi udara, polusi suara, dan air lunak semuanya telah
diindikasikan sebagai faktor penyebab tekanan darah tinggi.


C. Patofisiologi

Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga kerja jantung bertambah. Sebagai
akibatnya, terjadi hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan
tetapi, kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan
hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui, dan terjadi dilatasi jantung dan payah
jantung. Jantung semakin terancam dengan adanya atheriosklerosis koroner yang
menyebabkan penyediaan oksigen miokardium berkurang. Peningkatan kebutuhan
oksigen pada miokardium terjadi akibat hipertrofi ventrikel dan peningkatan
beban kerja jantung yang akhirnya dapat menyebabkan angina atau infark
miokardium (Price, 2006).
Kerusakan pembuluh darah akibat hipertensi, terlihat jelas diseluruh
pembuluh darah perifer. Perubahan pada pembuluh darah retina dapat diketahui
dengan pemeriksaan oftalmoskopik. Atheriosklerosis yang dipercepat dan
nekrosis medial aorta merupakan faktor presiposisi terbentuknya aneurisma dan
diseksi. Perubahan struktur-struktur dari arteri kecil dan arteriola menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah progresif dan dapat menyebabkan mikroinfark
jaringan. Akibat pembuluh darah yang paling nyata terjadi pada otak dan ginjal
(Price, 2006).
Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ
tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau
karena efek tidak langsung dari adanya autoantibodi terhadap reseptor ATI
angiotensin II, stress oksidatif, down regulation dan ekspresi dari nitric oxide
syntase,dan lain-lain (Yogiantoro, 2007).

D. Komplikasi

Berikut merupakan beberapa komplikasi dari hipertensi yang dapat terjadi
(Yogiantoro, 2007; Price, 2006).

1. Kerusakan pada otak

Tekanan darah yang tinggi pada pembuluh darah otak mengakibatkan pembuluh
sulit meregang sehingga darah yang ke otak kekurangan oksigen. Pembuluh
darah di otak juga sangat sensitif, sehingga ketika semakin melemah maka
dapat menimbulkan pendarahan akibat pecahnya pembuluh darah.

2. Ganguan dan kerusakan mata

Tekanan darah tinggi melemahkan bahkan merusak pembuluh darah di belakang
mata, gejalanya yaitu pandangan kabur dan berbayang.
3. Gangguan dan kerusakan jantung

Akibat tekanan darah yang tinggi, jantung harus memompa darah dengan usaha
yang lebih tinggi lagi. Otot jantung semakin menebal dan melemah sehingga
mudah kehabisan energi untuk memompa lagi. Jika terjadi penyumbatan darah
akibat atheriosklerosis, maka dapat menimbulkan komplikasi yang lebih serius.
Gejalanya yaitu, pembengkakan pada pergelangan kaki (swollen ankles),
peningkatan berat badan, dan nafas yang tersenggal-senggal.
4. Gangguan dan kerusakan ginjal

Ginjal berfungsi untuk menyaring darah serta mengeluarkan air dan zat sisa
yang tidak diperlukan tubuh. Ketika tekanan darah tinggi, pembuluh darah kecil
akan rusak. Akibatnya ginjal tidak mampu lagi menyaring dan mengeluarkan
zat-zat sisa. Umumnya gejala pada ginjal tidak segera tampak, namun
komplikasinya menimbulkan gejala yang serius.


E. Gejala Klinis

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menunjukkan gejala sampai
bertahun-tahun. Oleh karena itulah hipertensi dikenal sebagai silent killer.
Peninggian tekanan darah terkadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang
spesifik. Namun jika terjadi komplikasi maka akan muncul gejala seperti pada
ginjal, mata, otak, atau jantung karena akibat dari kerusakan organ akibat
tingginya tekanan darah. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala,
epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata
berkunang-kunang, dan pusing (Mansjoer, 2005).

F. Evaluasi Hipertensi

Evaluasi hipertensi pada pasien hipertensi bertujuan untuk:

1. Menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskular
lainnya atau menilai adanya penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis
dan menentukan pengobatan.
2. Mencari penyebab kenaikan tekanan darah.

3. Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskular

(Yogiantoro, 2007).
Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang
keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan penunjang (Yogiantoro, 2007).
Anamnesis meliputi:

1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah

2. Indikasi adanya hipertensi sekunder

a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal

b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuria,
pemakaian obat-obat analgesik dan obat/bahan lain
c. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi
d. Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
3. Faktor-faktor risiko

a. Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau
keluarga pasien
b. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya

c. Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya.
d. Kebiasaan merokok .
e. Pola makan

f. Kegemukan, intensitas olahraga
g. Kepribadian
4. Gejala kerusakan organ

a. Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan,

transient ischemic attack, defisit sensoris atau motoris.
b. Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuria .
c. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki.
d. Arteri perifer : ekstremitas dingin .
5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya

Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:

a. Tes darah rutin

b. Glukosa darah (sebaiknya puasa)

c. Kolesterol total serum

d. Kolesterol LDL dan HDL serum

e. Trigliserida serum
f. Asam urat serum
g. Kreatinin serum h.
Kalium serum
i. Hemoglobin dan hematokrit j.
Urinalisis
k. Elektrokardiogram (Yogiantoro, 2007).

Pada pasien hipertensi, beberapa pemeriksaan untuk menentukan adanya
kerusakan organ target dapat dilakukan secara rutin, sedangkan pemeriksaan lainnya
hanya dilakukan bila ada kecurigaan yang didukung oleh keluhan dan gejala pasien
(Yogiantoro, 2007).

G. Pengobatan Hipertensi

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi farmakologis dan non
farmakologis. Menurut Yogiantoro (2007) tujuan dari pengobatan pasien
hipertensi adalah untuk: Menurukan tekanan darah dengan target tekanan darah
<140/90 dan untuk individu beresiko tinggi (diabetes, gagal ginjal
proteinuria) <130/80, Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dan
Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria.

1. Terapi nonfarmakologi:

Pengubahan gaya hidup pada pasien harus dilaksanakan sebelum
mempertimbangkan perawatan dengan obat untuk menurunkan tekanan
darah dan resiko penyakit kardiovaskular yang lainnya (Kaplan, 2001).
Terapi nonfarmakologi hipertensi menurut JNC VII terdiri dari:
a. Pengubahan gaya hidup yang mempengaruhi penurunan tekanan
darah:
Menurunkan berat badan berlebih.
Menurunkan konsumsi alkohol berlebih.

Batasi asupan alkohol tidak lebih dari 30 ml etanol perhari pada
pria(yaitu 720 ml bir, 300 ml anggur, 60 ml wiski) atau 15 ml etanol
perhari untuk wanita dan orang dengan berat badan lebih ringan.
Latihan fisik

Meningkatkan aktivitas aerobik 30-45 menit dalam 1 minggu.


Menurukan asupan garam

Kurangi asupan natrium tidak lebih dari 100mmol/hari

(2,4 g natrium klorida atau 6 g sodium).

Menjaga asupan kalium diet (sekitar 90 mmol / hari).

Menjaga asupan diet kalsium dan magnesium untuk kesehatan
umum
b. Pengubahan gaya hidup untuk menangani faktor resiko berkaitan:

Menghentikan kebiasaan merokok.

Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan
lemak.
Mengendalikan diabetes.

2. Terapi farmakologis

Jenis-jenis obat antihipertensi yang dianjurkan untuk terapi
hipertensi adalah:
a. Diuretika, terutama jenis obat Thiazide atau Aldosterone

Antagonist

Thiazide merupakan obat utama dalam terapi hipertensi dimana
terbukti paling efektif dalam menurunkan risiko kardiovaskular.
Thiazide dapat digunakan sebagai obat tunggal pada penderita hipertensi
ringan sampai sedang dan dapat juga dikombinasi dengan obat
antihipertensi lain untuk meningkatkan efektivitas antihipertensi lain dan
mencegah retensi cairan oleh antihipertensi lain (Nafrialdi, 2007).
b. Beta Blocker

Merupakan obat antihipertensi yang populer kedua setelah diuretik. Beta
blocker digunakan sebagai obat tahap pertama pada hipertensi ringan
sampai sedang terutama pada pasien dengan penyakit jantung koroner
(khususnya infark miokard akut), pasien dengan aritmia supraventrikel
dan ventrikel tanpa kelainan konduksi (Nafrialdi, 2007).
c. Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist

Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist pada terapi
hipertensi memberikan efek yang sama dengan antihipertensi yang lain.
Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist terbukti sangat
efektif pada hipertensi dengan kadar renin yang rendah seperti pada usia

lanjut (Nafrialdi, 2007).
d. Angiotensin Converting Enzim Inhibitor (ACEI)

Obat golongan ini bermanfaat terutama pada pasien hipertensi yang
kronik atau menetap akibat penyakit parenkim ginjal. Hiperkalemia
mungkin terjadi pada penggunaaan ACE inhibitor akibat hambatan
pada renin (Rahayoe, 2003).
e. Angiotensin II Receptor Blocker AT, receptor antagonist/blocker (ARB)
Angiotensin II Receptor Blocker sangat efektif untuk menurunkan
tekanan darah pada pasien hipertensi dengan kadar renin yang tinggi
sepeti hipertensi renovaskular lain dan hipertensi genetik, tetapi kurang
efektif pada hipertensi dengan kadar renin yang rendah (Nafrialdi,
2007).

Menurut Yogiantoro (2007) strategi untuk meningkatkan kepatuhan pasien
pada pengobatan adalah:
Empati dokter akan meningkatkan kepercayaan, motivasi, dan
kepatuhan pasien
Dokter harus mempertimbangkan latar belakang budaya,
kepercayaan pasien serta sikap pasien terhadap pengobatan.
Pasien diberi tahu hasil pengukuran tekanan darah, dan target yang
masih harus dicapai.
Pengobatan antihipertensi umumnya untuk selama hidup (Riaz, 2012).
Penghentian pengobatan cepat atau lambat akan diikuti dengan naiknya tekanan
darah sampai sebelum dimulai pengobatan antihipertensi (Yogiantoro, 2007).

H. PENGKAJIAN
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit,
suhu dingin

3. Integritas Ego
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, factor
stress multipel
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian,
tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela,
peningkatan pola bicara
4. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
5. Makanan / Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
lemak dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
6. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala,
berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan
retinal optik
7. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat,
nyeri abdomen
8. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea
nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat
merokok
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas
tambahan, sianosis
9. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi psotural
10. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,
DM , penyakit ginjal
Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormone


DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi
iskemia miokard
Intervensi keperawatan :
a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
e. Catat edema umum
f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi
h. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
i. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher
j. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
k. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
l. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
m. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi
Hasil yang diharapkan :
Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil

2. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat
Intervensi keperawatan :
a. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
b. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
c. Batasi aktivitas
d. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
e. Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan

f. Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi
nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi
Hasil yang diharapkan :
Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman

3. Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan
gangguan sirkulasi
Tujuan : sirkulasi tubuh tidak terganggu
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur
b. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan
pemantau tekanan arteri jika tersedia
c. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan
d. Amati adanya hipotensi mendadak
e. Ukur masukan dan pengeluaran
f. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan
g. Ambulasi sesuai kemampuan; hibdari kelelahan

Hasil yang diharapkan :
Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan
dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala,
pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
Haluaran urin 30 ml/ menit
Tanda-tanda vital stabil
4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit dan perawatan diri
Tujuan ;Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi
a. Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur
b. Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress
c. Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan
efek samping atau efek toksik
d. Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan dokter
e. Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan dokter :
sakit kepala, pusing, pingsan, mual dan muntah.

f. Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil
g. Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat
h. Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai pesanan
i. Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat, jumlah
yang diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh serta
alcohol
j. Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan
Hasil yang diharapkan :
Pasien mengungkapkan pengetahuan dan ketrampilan penatalaksanaan perawatan
dini
Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai pesanan























DAFTAR PUSTAKA


Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8 Volume 2.
Jakarta : EGC.
Guyton, A.C., John E. H., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Kaplan, N.M., 2001. Treatment of Hypertension in General Practice USA : Department of
Internal Medicine University of Texas.
Kusmana, D., 2003. Heart In Untreated Hypertension. Dalam: Harimurti, G.M., Dkk, 2003.
Hypertension, Vascular Disease: Management and Prevention From Dream to Reality.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 1-9.
Mansjoer, A., dkk., 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Indonesia.
Nafrialdi, 2007. Antihipertensi. Dalam: Syarif, Amir, dkk. Farmakologi dan Terapi.
Gaya baru, Jakarta, 341-360.
Price, S.A., Lorraine M.W., 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis, Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC
World Health Organization, 2001. Pengendalian Hipertensi Laporan Komisi Pakar
WHO, Penerjemah Prof. Dr. Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB.
Yogiantoro, M., 2007. Hipertensi Esensial. Dalam : Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., A., I.,
Simadibarata, M., dan Setiati, S. 2007. Buku Ajar Penyakit Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4.
Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

Anda mungkin juga menyukai