Anda di halaman 1dari 13

TINJAUAN TEORITIS

KATARAK

A. Definisi
Katarak merupakan keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan
lensa di dalam kapsul lensa (Sidarta Ilyas, 2009). Katarak adalah proses terjadinya opasitas
secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang
terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa rnenjadi keruh akibat
hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan
metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat
terjadi pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensa
berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses degenerasl.
Katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
1. Katarak perkembangan (developmenta!) dan degeneratif.
2. Katarak kongenital, juvenil, dan senil.
3. Katarak komplikata.
4. Katarak traumatik.
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
1. katarak kongenital, katarak yang terlihat pada usia di bawah 1 tahun
2. katarak juvenil, katarak yang terlihat pada usia di atas 1 tahun dan di bawah 40 tahun
3. katarak presenil, yaltu katarak sesudah usia 30 - 40 tahun
4. katarak senil, yaitu katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun

B. Etiologi
Penyebab terjadinya kekeruhan lensa ini dapat :
1. Primer, berdasarkan gangguan perkernbangan dan metabalisme dasar lensa
2. Sekunder, akibat tindakan pembedahan lensa,
3. Komplikasi penyakit lokal ataupun umum.

C. Patogenesa
Pasien dengan katarak dini akan menimbulkan keluhan penglihatan seperti
meiihat di belakang tabir kabut atau asap, akibat terganggu oleh lensa yang keruh. Keluhan
penderita akan bertambah bila pasien melihat benda dengan melawan arah sumber cahaya
atau menghadap ke arah pintu yang terang. Hal ini diakibatkan pupil menjadi kecil yang
akan menambah gangguan penglihatan. Kadang-kadang pasien mengeluh rasa silau, hal ini
diakibatkan karena terjadinya pembiasan tidak teratur oleh lensa yang keruh. Pasien katarak
akan merasa kurang silau bila memakai kacamata berwarna sedikit gelap.
Penglihatan penderita akan berkurang perlahan-lahan. Mata tidak merah atau
tenang tanpa tanda-tanda radang. Reaksi pupil normal karena fungsi retina masih baik. Pada
pupil terdapat bercak putih atau apa yang disebut sebagai leukokoria. Bila proses berjalan
progresif, maka makin nyata terlihat kekeruhan pupil ini. Untuk melihat kelainan lensa yang
keruh sebaiknya pupill dilebarkan sehingga dapat didiferensiasi lokalisasi lensa yang terkena
karena bentuknya dapat berupa : katarak kortikal anterior, katarak kortikal posterior, katarak
nuklear, katarak subkapsular, dan katarak total.
Akibat kekeruhan lensa ini, maka fundus sukar terlihat. Bila pada katarak
kongenital fundus sukar dilihat, maka perkembangan penglihatan akan terganggu atau akan
terjadi ambliopia.

a. Katarak kongenital
Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir, dan
terjadi akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Biasanya kelainan ini tidak
meluas mengenai seluruh lensa. Letak kekeruhan sangat tergantung pada saat terjadinya
gangguan metabolisme serat lensa: Katarak kongenital yang terjadi sejak perkembangan
serat lensa terlihat segera setelah bayi IahIr sampai berusia 1 tahun. Katarak ini terjadi
karena gangguan metabolisme serat-serat lensa pada saat pembentukan serat lensa akibat
infeksi virus atau gangguan metabolisme jaringan lensa pada saat bayi masih di dalam
kandungan, dan gangguan metabolisme oksigen.
Pada bayi dengan katarak kongenital akan terlihat bercak putih di depan pupil
yang disebut sebagai leukokoria (pupil berwarna putih). Setiap bayi dengan leukokoria
sebaiknya dipikirkan diagnosis bandingnya seperti retinoblastorrma, endoftalmitis,
fibroplasi retrolental, hiperplastik vitreus primer, dan miopia tinggi di samping katarak
sendiri.
Katarak kongenital merupakan katarak perkembangan sehingga sel-sel atau serat
lensa masih muda dah berkonsistensi cair. Umumnya tindakan bedah dilakukan dengan
disisio lentis atau ekstraksi linear. Tindakan bedah biasanya dilakukan pada usia 2 bulah
untuk mencegah ambliopia eks-anopsia. Pasca bedah pasien memerlukan koreksi untuk
kelainan refraksi matanya yang telah menjadi afakia.

b. Katarak juvenil
Katarak juvenil yang terlihat setelah usia 1 tahun dapat terjadi karena lanjutan
katarak kongenital yang makin nyata, penyulit penyakit lain, katarak komplikata, yang
dapat terjadi akibat penyakit lokal pada satu mata, seperti akibat uveitis anterior.
glaukoma, ablasi retina, miopia tinggi, ftisis bulbi, yang mengenai satu mata, penyakit
sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroid, dan miotowa distrofi,'yang mengenai kedua
mata dan akibat trauma tumpul.
Biasanya katarak juvenil ini merupakan katarak yang didapat dan banyak
dipengaruhi oleh beberapa faktor.

c. Katarak senil
Katarak senil biasanya mulai pada usia 50 tahun, kecuali bila disertai
dengan penyakit lainnya seperti diabetes melitus yang akan terjadi lebih cepat. Kedua
mata dapat terlihat dengan derajat kekeruhan yang sama ataupun berbeda. Proses
degenerasi pada lensa dapat terlihat pada beberapa stadium katarak senil.
Tabel Perbedaan stadium katarak senil
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Besar Iensa Normal Lebih besar Normal Kecil
Cairan lensa Normal 8ertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air + masa
Lensa ke
luar)
Iris Normal Terdarong Normal Trcmulans
Bilik mata depan depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Penyulit -- Glaukoma - ' Uveitis

' Glaukoma


Pada katarak senil akan terjadi degenerasi lensa secara perlahan-lahan. Tajam
penglihatan akan menurun secara berangsur-angsur. Katarak senil merupakan katarak
yang terjadi akibat terjadinya degenerasi serat lensa karena proses penuaan.
Katarak senil dapat dibagi dalarn 4 stadium, yaitu :
1. Stadium insipien, di mana mulai timbul katarak akibat proses degenerasi lensa.
Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur. Pasien akan
mengeluh gangguan penglihatan seperti melihat ganda dengan satu matanya. Pada
stadium ini., proses degenerasi belum menyerap cairan mata ke dalarn lensa sehingga
akan terlihat biiik mata depan dengan kedalaman yang normal, iris dalarn posisi biasa
disertai dengan kekeruhan ringan pada lensa. Tajam penglihatan pasien belum
terganggu.
2. Stadium imatur, di mana pada stadium ini lensa yang degeneratif mulai menyerap
cairan mata ke dalarn lensa sehingga lensa menjadi cembung. Pada stadium ini,
terjadi pembengkakan lensa yang disebut sebagai katarak intumesen. Pada stadium
ini dapat terjadi miopisasi akibat lensa mata menjadi cembung, sehingga pasien
menyatakan tidak perlu kacamata sewaktu membaca dekat. Akibat lensa yang
bengkak, iris terdorong ke depan, biiik mata dangkal dan sudut bilik mata akan
sempit atau tertutup. Pada stadium ini dapat terjadi glaukoma sekunder.
Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test akan terlihat bayangan iris pada
lensa. Uji bayangan iris positif.
3. Stadium matur, merupakan proses degenerasi lanjut lensa. Pada stadium terjadi
kekeruhan seluruh lensa. Tekanan cairan di dalam lensa sudah dalam keadaan
seimbang dengan cairan dalam mata sehingga ukuran lensa akan menjadi normal
kembali. Pada pemeriksaan terlihat iris dalam posisi normal, bilik mata depan
normal, sudut bilik mata depan terbuka normal, uji bayangan iris negatif. Tajam
penglihatan sangat menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi sinar positif.
4. Stadium hipermatur, di mana pada stadium ini terjadi proses degenerasi lanjut lensa
dan korteks lensa dapat mencair sehingga nukleus lensa tenggelam dalam korteks
lensa (katarak Morgagni). Pada stadium ini jadi juga degenerasi kapsul lensa
sehingga bahan lensa ataupun korteks yang cair keluar dan masuk ke dalam bilik
mata depan. Pada stadium matur akan terlihat lensa yang lebih kecil daripada normal,
yang akan mengakibatkan iris tremulans, dan bilik mata depan terbuka. Pada uji
bayangan iris tertihat positif walaupun seluruh lensa telah keruh sehingga stadium ini
disebut uji bayangan iris pseudopositif. Akibat bahan lensa keluar dari kapsul, maka
akan tirnbul reaksi jaringan uvea berupa uveitis. Bahan lensa ini juga dapat menutup
jalan keluar cairan bilik mata sehingga timbul glaukoma fakolitik.

d. Katarak traumatik
Kekeruhan lensa dapat terjadi akibat trauma tumpul atau trauma tajam yang
menembus kapsul anterior. Tindakan bedah pada katarak traumatik dilakukan setelah
mata tenang akibat trauma tersebut. Bila pecahnya kapsul mengakibatkan gejala radang
berat, maka dilakukan aspirasi secepatnya.

e. Katarak komplikata
Katarak komplikata terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan sel lensa oleh
faktor fisik atau kimiawi sehingga terjadi gangguan kejernihan lensa. Katarak komplikata
dapat terjadi akibat iridosiklitis, koroiditis, miopia tinggi, ablasio retina, dan glaukoma.
Katarak komplikata dapat terjadi akibat kelainan sistemik yang akan mengenai kedua
mata atau kelainan lokal yang akan mengenai satu mata.

f. Katarak sekunder
Pada tindakan bedah lensa dimana terjadi reaksi radang yang berakhir dengan
terbentuknya jaringan fibrosis sisa lensa yang tertinggal maka keadaan ini disebut
sebagai katarak sekunder. Tindakan bedah yang dapat menimbulkan katarak sekunder
adalah sisa disisio lentis, ekstraksi linear dan ekstraksi lensa ekstrakpsular. Pada katarak
sekunder yang menghambat masuknya sinar ke dalam bola mata atau mengakibatkan
turunnya tajam penglihatan maka dilakukan disisio lentis sekunder atau kapsulotomi
pada katarak sekunder tersebut.
D. Faktor Resiko Katarak

1. Usia

Seiring dengan pertambahan usia, lensa akan mengalami penuaan juga.
Keistimewaan lensa adalah ia terus menerus tumbuh dan membentuk serat lensa
dengan arah pertumbuhannya yang konsentris. Tidak ada sel yang mati ataupun
terbuang karena lensa tertutupi oleh serat lensa. Akibatnya, serat lensa paling
tua berada di pusat lensa (nukleus) dan serat lensa yang paling muda berada tepat
di bawah kapsul lensa (korteks). Dengan pertambahan usia, lensa pun
bertambah berat, tebal, dan keras terutama bagian nukleus. Pengerasan nukleus
lensa disebut dengan nuklear sklerosis. Selain itu, seiring dengan pertambahan
usia, protein lensa pun mengalami perubahan kimia. Fraksi protein lensa yang
dahulunya larut air menjadi tidak larut air dan beragregasi membentuk
protein dengan berat molekul yang besar. Hal ini menyebabkan transparansi
lensa berkurang sehingga lensa tidak lagi meneruskan cahaya tetapi malah
mengaburkan cahaya dan lensa menjadi tidak tembus cahaya.
2. Radikal bebas

Radikal bebas adalah adalah atom atau meolekul yang memiliki satu atau
lebih elektron yang tidak berpasangan (Murray, 2003). Radikal bebas dapat
merusak protein, lipid, karbohidrat dan asam nukleat sel lensa. Radikal bebas
dapat dihasilkan oleh hasil metabolisme sel itu sendiri, yaitu elektron monovalen
dari oksigen yang tereduksi saat reduksi oksigen menjadi air pada jalur sitokrom,
dan dari agen eksternal seperti energi radiasi. Contoh-contoh
radikal oksigen adalah anion superoksida (O
2
-
), radikal bebas hidroksil (OH
+
),
radikal peroksil (ROO
+
), radikal lipid peroksil (LOOH), oksigen tunggal (O
2
), dan
hidrogen peroksida (H
2
O
2
).
Agen oksidatif tersebut dapat memindahkan atom hidrogen dari asam lemak tak
jenuh membran plasma membentuk asam lemak radikal dan menyerang oksigen
serta membentuk radikal lipid peroksida. Reaksi ini lebih lanjut akan membentuk
lipid peroksida lalu membentuk malondialdehida (MDA). MDA ini dapat
menyebabkan ikatan silang antara lemak dan protein. Polimerisasi
dan ikatan silang protein menyebabkan aggregasi kristalin dan inaktivasi
enzim-enzim yang berperan dalam mekanisme antioksidan seperti katalase dan
glutation reduktase. Hal-hal inilah yang dapat menyebabkan kekeruhan pada
lensa.
3. Radiasi ultraviolet

Radiasi ultraviolet dapat meningkatkan jumlah radikal bebas pada lensa
karena tingginya penetrasi jumlah cahaya UV menuju lensa. UV memiliki energi
foton yang besar sehingga dapat meningkatkan molekul oksigen dari bentuk
triplet menjadi oksigen tunggal yang merupakan salah satu spesies oksigen reaktif.
4. Merokok

Terdapat banyak penelitian yang menjelaskan hubungan antara merokok dan
penyakit katarak. Hasil penelitian Cekic (1998) menyatakan bahwa merokok
dapat menyebabkan akumulasi kadmium di lensa. Kadmium dapat berkompetisi
dengan kuprum dan mengganggu homeostasis kuprum. Kuprum penting untuk
aktivitas fisiologis superoksida dismutase di lensa. Sehingga dengan adanya
kadmium menyebabkan fungsi superoksida dismutase sebagai antioksidan
terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif pada lensa dan
timbullah katarak. Disebutkan juga bahwa kadmium dapat mengendapkan lensa
sehingga timbul katarak.
Hasil penelitian El-Ghaffar, Azis, Mahmoud, dan Al-Balkini (2007) menyatakan
bahwa NO yang menyebabkan katarak dengan mekanisme NO bereaksi secara
cepat dengan anion superoksida untuk membentuk peroksinitrit sehingga
terjadi nitratasi residu tirosin dari protein lensa. Hal ini dapat memicu peroksidasi
lipid membentuk malondyaldehida. Malondyaldehida memiliki efek inhibitor
terhadap enzim antioksidan seperti katalase dan glutation reduktase sehingga
terjadi oksidasi lensa lalu terjadi kekeruhan lensa dan akhirnya terbentuk katarak.
5. Defisiensi vitamin A, C, E, niasin, tiamin, riboflavin dan beta karoten

Zat nutrisi tersebut merupakan antioksidan eksogen yang berfungsi menetralkan
radikal bebas yang terbentuk pada lensa sehingga dapat mencegah
terjadinya katarak.
6. Dehidrasi

Perubahan keseimbangan elektrolit dapat menyebabkan kerusakan pada lensa. Hal
ini disebabkan karena perubahan komposisi elektrolit pada lensa dapat
menyebabkan kekeruhan pada lensa.
7. Trauma

Trauma dapat menyebabkan kerusakan langsung pada protein lensa sehingga
timbul katarak.
8. Infeksi

Uveitis kronik sering menyebabkan katarak. Pada uveitis sering dijumpai
sinekia posterior yang menyebabkan pengerasan pada kapsul anterior lensa.
9. Obat-obatan seperti kortikosteroid

Penggunaan steroid jangka panjang dapat meningkatkan resiko terjadinya katarak.
Jenis katarak yang sering pada pengguna kortikosteroid adalah katarak
subkapsular.
10. Penyakit sistemik seperti diabetes

Diabetes dapat menyebabkan perubahan metabolisme lensa. Tingginya kadar gula
darah menyebabkan tingginya kadar sorbitol lensa. Sorbitol ini menyebabkan
peningkatan tekanan osmotik lensa sehingga lensa menjadi sangat terhidrasi dan
timbul katarak.
11. Genetik

Riwayat keluarga meningkatkan resiko terjadinya katarak dan percepatan
maturasi katarak.
12. Myopia

Pada penederita myopia dijumpai peningkatan kadar MDA dan penurunan kadar
glutation tereduksi sehingga memudahkan terjadinya kekeruhan pada lensa
(Micell-Ferrari et all, 1996).

E. Manajemen medis
1. Pembedahan
Metoda yang paling populer dalam mengeluarkan katarak adalah ECCC (extracapsular
cataract extraction) atau ekstraksi lensa ekstrakapsular.
2. Koreksi lensa
Dilakukan karena lensa atau isi lensa dikeluarkan maka perlu menggantikannya, yaitu
dengan lensa intraokular. Ini yang paling sering. Sedangkan metode lain adalah lensa
eksternal, kaca katarakt atau lensa kontak (contact lens).

Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
2. Neuro sensori
Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat
atau merasa di ruang gelap. Perubahan kaca mata atau pengobatan tidak memperbaiki
penglihatan. Pupil nampak kecoklatan atau putih susu dan peningkatan air mata.
3. Pengetahuan
Pemahaman tentang katarak, kecemasan.
4. Pemeriksaan diagnostik
Optotip Snellen, Oftalmoskopi, Slitlamp biomikroskopi.

B. Diagnosa keperawatan
1. Cemas berhubungan dengan prosedur pembedahan dan kemungkinan hilang pandangan
2. Resiko tinggi injury berhubungan dengan meningkatnya tekanan intraokuler, kehilangan
vitreous humor
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pembedahan, perawatan pre dan post operasi,
perawatan diri di rumah brhubungan dengan kurang terpapar akan informasi
4. Gangguan sensori : visual berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori atau
transmisi.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan prosedur invasif (ekstraksi katarak).
C. Rencana/ intervensi
No Diagnosa Keperawatan
P e r e n c a n a a n
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Kurang pengetahuan tentang kondisi,
pembedahan, perawatan pre dan post
operasi, perawatan diri di rumah
berhubungan dengan kurang terpapar
akan informasi

Pengetahuan akan meningkat dengan
kriteria mampu menjelaskan katarak dan
gejala gejala dasar, menjelaskan
perawatan pre dan post operasi serta
perawatan diri di rumah.
1. Jelaskan tentang mata dan peran lensa
bagi penglihatan.
2. Ajarkan tentang rutin preoperasi

3. Jelaskan kepada pasien aktivitas yang
diijinkan pada postoperasi
4. Demonstrasikan teknik bersihkan mata
yaitu dari kantus dalam ke luar
menggunakan kapas bersih.
5. Anjurkan pasien untuk segera lapor
dokter bila ada keluhan - keluhan
Meningkatkan pemahaman dan
kooperasi pasien
Meningkatkan pemahaman dan
kooperasi pasien
Kegiatan kegiatan yang bisa
meningkatkan TIO dapat dihindari
Teknik yang baik mengurangi resiko
penyebaran bakteri di mata

Memerlukan penanganan yang
segera
2. Cemas berhubungan dengan prosedur
pembedahan dan kemungkinan hilang
pandangan

Kecemasan berkurang dengan kriteria tanda
tanda cemas berkurang, mengungkap
perasaan secara verbal dan rileks
1. Berikan pasien suatu kemungkinan
untuk mengeksplorasikan perhatian
tentang kemungkinan hilang
penglihatan
2. Eksplorasikan pemahaman tentang
katarak, kejadian pre dan post operasi,
koreksi beberapa misunderstanding
dan jawab pertanyaan dengan sabar.
Meberitahukan bisa membantu
mengurangi kecemasan dan
mengidentifikasi ketakutan spesifik

Informasi mengurangi
ketidakpastian dan membantu
pasien meningkatkan kontrol dan
merasa kecemasan berkurang
3. Resiko tinggi injury berhubungan dengan
meningkatnya tekanan intraokuler,
kehilangan vitreous humor
Tidak terjadi injury dengan kriteria hasil
pasien mampu menjelaskan faktor faktor
yang meningkatkan injury, menunjukkan
1. Diskusikan masalah pos operasi seperti
nyeri, pembatasan aktivitas
2. Pertahankan tempat tidur lebih rendah
Informasi meningkatkan kooperasi

Mempertahankan keamanan pasin
perilaku melindungi diri dari injury. dan dipasang rail
3. Bantu pasien saat bangun pertama kali
setelah pembedahan
4. Anjurkan untuk hindari bersin, batuk,
muntah dan tegang
5. Beri anti batuk dan anti muntah sesuai
order
6. Anjurkan pasien untuk menggunakan
penutup mata dan menggunakan nap
selama 6 minggu post operasi
7. Observasi chamber anteriore, pupil
atau pembengkakan pada luka

8. Anjurkan pasien untuk tidak menekan
mata bila merawat mata

Mempertahankan kealaman pasien

Membantu mencegah meningkatnya
tekanan intra okuler
Mengontrol batuk dan muntah

Mencegah kecelakaan pada mata


Melihat tanda tanda rupturnya
luka, prolaps iris karena penenakan
pada mata
Tekanan eksternal dapat
meningkatkan tekanan intra okuler
4. Gangguan sensori : visual berhubungan
dengan gangguan penerimaan sensori
atau transmisi.

Gangguan sensori dirasakan minimal
dengan kriteria pasien memahami bahwa
gangguan persepsi sensori normal akan
terjadi
1. Orientasikan pasien akan lingkungan
fisik sekitarnya, bunyi dan
pendengarannya.
2. Pendekatan pada sisi yang tidak
dioperasi
3. Jelaskan bahwa pandangan tidak akan
normal sampai luka sembuh dan bila
perlu menggunakan kacamata
Memberikan kenyamanan dan
familier pada pasien

Bantuan orientasi

Meningkatkan kesadaran akan
gangguan sensori yang terjadi
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan
prosedur invasif (ekstraksi katarak).
Tidak terjadi infeksi dengan kriteria tidak
ada tanda tanda infeksi seperti menggigil,
1. Observasi tanda dan gejala infeksi
2. Gunakan teknik steril saat merawat
Sebagai deteksi dini
Mengurangi kemungkinan adanya
demam. mata dan mengganti balutan
3. Atur antibiotik atau steroid tetes sesuai
order
4. Hindari untuk tidak menyentuh atau
atau menekan mata yang dioperasi

kuman patogen
Membantu mencegah infeksi

Mencegah kontaminasi dan
kerusakan tempat operasi
Daftar Pustaka

Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih
bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta
El-Ghaffar, A., Azis, M. A., Mahmoud, A., and Al-Balkini, S.M., 2007. Elevation of
Plasma Nitrate and Malondyaldehide in Patients with Age Related
Cataract. In: Middle East Journal og Ophthalmology Vol 14, No. 1; 13-15.
Ilyas, Sidarta, (2009), Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Lab/UPF Ilmu Penyakit Mata, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dokter
Soetomo, Surabaya
Micelli-Ferrari, T, 1996. Role of lipid peroxidation in the pathogenesis of myopic
and senile cataract. In: British Journal of Ophthalmology 80: 840 -843
Murray, Robert K., Granner, Daryl K., Mayes, Peter A., dan Rodwell, Victor W.,
2003. Struktur dan Fungsi Vitamin Larut Lipid. Dalam: Biokimia Harper,
Edisi 25. Jakarta: EGC, 619.
Phipps, Wilma. et al, (1991), Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical
Practice, 4
th
edition, Mosby Year Book, Toronto
Thorpe dan Vera Darling, (1996), Perawatan Mata, alih bahasa : Hartono,Yayasan
Essentia Media dan Andi, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai