Anda di halaman 1dari 38

RESUME SKENARIO 3

BLOK 3
SEL DAN MOLEKUL



Oleh:
Kelompok G



1. Zahrina Amalia Eka 122010101007
2. Izzatul Mufidah Mahayyun 122010101015
3. Ongky Dyah Anggraini 122010101025
4. Erdito Muro Suyono 122010101030
5. Brenda Desy Romadhon 122010101036
6. Yunita Wulansari 122010101044
7. Aulia Suri Agung 122010101052
8. Nugroho Priyo Utomo 122010101062
9. Rizka Kartikasari 122010101063
10. Della Rahmaniar Amelinda 122010101075
11. Made Masagung K 122010101078
12. Maulidah Ayuningtyas 122010101089
13. Muhtar Ady Kusuma 122010101091
14. Putri Erlinda Kusumaningarum 122010101098



FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012
2

SKENERIO 3
GENETIKA DAN HEMOPOEISIS

Sepsang calon pengantin datang ke dokter keluarga untuk melakukan konsultasi
kesehatan pranikah. Hasil pemeriksaan sebelumnya dinyatakn bahwa kedua
pasangan tersebut merupakan carier penyakit thalsemei yang bersifat autosomal-
linked. Dokter yang memeriksa sebelumnya hanya menjelaskan bahwa penyakit
ini menyebabkan tidak efektifnya eritropoeisi, berkurangnya produksi
hemoglobin, dan terjadi hemolisis berlebihan. Kedua pasangan ini bingung apakah
mereka bisa melanjutkan ke jenjang pernikahan atau harus berpisah karena
konsekuensi penyakit tersebut. Mereka juga ingin menanyakan informasi yang
mereka dengar bahwa kemajun ilmu kedokteran telah menemukan terapi gen
untuk pengobatan penyakit ini.

3

KLARIFIKASI ISTILAH

1. Carrier
Seseorang yang memiliki bibit penyakit tapi tidak menunjukkan gejala
karena gen yang dibawa resesif sehingga tidak dapat mengekspresikan
fenotipe resesif dan dapat mewariskan pada keturunannya
2. Thalasemia
Penyakit kelainan darah bawaaan (keturunan) yang menyebabkan sel
darah pecah (hemolisis) karena ketidakmampuan sumsum tulang
membentuk protein untuk memproduksi hemoglobin. Berasal dari kata
talas yang berarti laut karena penyakit ini banyak ditemukan di daerah
Mediterania.
3. Eritropoeisis
Proses pembentukan sel darah merah (eritrosit) dalam sumsum tulang
dengan bantuan hormone eritroprotein.
4. Autosomal-linked
Karakteristik fenotipe yang diwariskan melalui autosom orang tua
5. Hemoglobin
Protein kaya zat besi di eritrosit yang berfungsi mengangkut oksigen dan
pigmen yang member warna merah pada eritrosit.
6. Hemolisis
Kerusakan / penghancuran sel darah merah karena dalam lingkungan
hipotonik sehingga terjadi gangguan integritas membrane sel darah merah
yang menyebabkan pelepasan hemoglobin.
7. Hemopoisis
Proses pembentukan darah secara keseluruhan mulai dari
pembentukan/produksi, diferensiasi, dan perkembangan yang terjadi di
dalam jaringan hemopoietik.
8. Terapi gen
Pemberian perlakuan terhadap gen cacat/ rusak yang tidak seharusnya
terjadi dengan cara memotong, mengganti, dan melenyapkan gen yang
bertanggung jawab terhadap penyakit.
9. Konsultasi kesehatan
Pertukaran pikiran dengan pakar/ ahli yang akanmemberikan nasehat,
saran, dan informasi lengkap baik yang positif maupun negative tentang
kondisi kesehatan seseorang.
10. Farmakogenetik
Ilmu yang mempelajari tes klinik tentang variasi genetic yang
menimbulkan respon terhadap obat.

4

RUMUSAN MASALAH

1. Dasar-dasar genetika
1.1. Hukum Mendel
1.2. Penyimpangan Hukum Mendel
1.3. Penerapan Hukum Mendel
1.4. Genetika Populasi dan Cara penghitungannya
1.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Frekuensi Gen
1.6. Terminologi Hukum Mendel
2. Farmakogenetik dan terapi gen
2.1. Macam-macam Terapi Gen
2.2. Manfaat terapi Gen
2.3. Kendala dan dampak terapi Gen
2.4. Farmakogenetik
2.5. Obat-Obat yang menyebabkan cacat lahir
3. Hemopoeisis
3.1.Proses Hemopoeisis
3.2.Faktor yang Mempengaruhi Hemopoeisis
3.3.Macam-macam teori Hemopoeisis
3.4.Proses eritopoeisi, granulopoeisi, Limfopoeisis, Trombopoeisis
3.5.Pembentukan Hemoglobin
3.6.Macam-macam Sel Darah
3.7.Kelainan Darah

5

TUJUAN BELAJAR

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang dasar-dasar genetika.
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang farmakogenetik dan terapi gen.
3. Untuk mengetahui dan memahami tentang Hemopoeisis.

6

ANALISIS MASALAH

1. Dasar-dasar genetika
1.1. Hukum Mendel
Hukum Mendel I (segregasi bebas)
Pada awalnya Mendel melakukan percobaan dengan menyilangkan dua
tumbuhan yang berbunga ungu dan berbunga putih. Dia menemukan turunan
pertama F1 berwarna ungu saja. Lalu ia menyilangkan lagi keturunjan pertama
dari tumbuhan tadi yang memunculkan keturunan kedua F2. Pada tumbuhan F2
ini ia menemukan munculnya kembali warna putih.

Dari penelitian itu ia menyimpulkan bahwa warna putih sebenarnya tidak hilang
tetapi ditutupi oleh warna ungu. Hubungan diantara keduanya disebut ungu
dominan terhadap putih dan putih resesif terhadap ungu.


7

Dalam teori mendel I bagian satu, ia menyebutkan setiap keturunan
memiliki alternatif untuk memunculkan ekspresinya dari dua kromosom yang
mengandung informasi yang sama (alel)
Yang kedua, ia menyebutkan dalam setiap karakter keturunan, ia
mewarisi dua salinan dari kedua orang tuanaya, masing-masing satu.
Yang ketiga, jika terdapat dua lokus yang berbeda pada alel, gen yang
resesif tidak menunjukan ekspresi apapun karena ditutup oleh gen yang
dominan.
Yang terakhir, teori segregasi, dua alel yang diturunkan akan memisah
bebas selama pembentukan gamet keturunan.

Hukum Mendel II
Pada persilangan tumbuhan yang memiliki dua ciri yang berbeda, mendel
menemukan adanya ciri-ciri yang menggabung pada keturunan kedua dari objek
penelitian itu.

Dari hasil penelitiannya mendel menyimpulkan peristiwa pada gambar diatas
dalam teori kebebasan berpasangan, selama pembentukan gamet, alel bebas
berpasangan dengan alel manapun tanpa terikat dengan pasangannya.

1.2. Penyimpangan Hukum Mendel

8

codominan alel multi alel
polimeri
kriptomeri
9

epistasis interaksi
gen


1.3. Penerapan Hukum Mendel

Dalam penerapannya, hukum mendel ini dapat diaplikasikan dalam
penentuan darah anak berdasarkan sistem ABO. Selain itu, hukum
segregasi dan hukum independent assortment juga bisa diterapkan dalam
gen manusia.

1.4. Genetika Populasi dan Cara penghitungannya

Genetika Populasi adalah cabang genetika yang membahas transmisi
bahan genetik pada ranah populasi. Dari objek bahasannya, genetika
populasi dapat dikelompokkan sebagai cabang genetika yang berfokus
pada pewarisan genetik.
Populasi tertentu terdapat tiga macam genotipe, yaitu AA, Aa, dan aa.
Maka, proporsi atau persentase 3 genotipe tsb akan menggambarkan
susunan genetik populasi tempat mereka berada.
Adapun nilai proporsi atau persentase genotipe tersebut dikenal dengan
istilah frekuensi genotipe. Jadi, dapat didefinisikan bahwa frekuensi
genotipe adalah proporsi atau % individu di dalam suatu populasi yang
tergolong ke dalam genotipe tertentu.

10

Ahli Matematika Inggris G.H. Hardy dan seorang ahli Fisika Jerman W.
Weinberg secara terpisah mengembangkan model matematika yang dapat
menerangkan proses pewarisan tanpa mengubah struktur genetika di
dalam populasi. Menyatakan bahwa jumlah frekuensi alel di dalam
populasi akan tetap seperti frekuensi awal.
Contoh paling sederhana dapat terlihat pada suatu lokus tunggal beralel
ganda: alel yang dominan ditandai A dan yang resesif ditandai a. Kedua
frekuensi alel tersebut ditandai p dan q secara berurutan. Freq(A) = p;
freq(a) = q; p + q = 1 . Apabila populasi berada dalam kesetimbangan,
maka freq(AA) = p
2
untuk homozigot AA dalam populasi, freq(aa) = q
2

untuk homozigot aa, dan freq(Aa) = 2pq untuk heterozigot. Jadi, freq
genotip diharapkan pd generasi berikutnya:
p
2
AA + 2pqAa + q
2
aa = 1

Syarat berlakunya asas Hardy-Weinberg:
a. Setiap gen mempunyai viabilitas dan fertilitas yang sama
b. Perkawinan terjadi secara acak
c. Tidak terjadi mutasi gen atau frekuensi terjadinya mutasi, sama besar.
d. Tidak terjadi migrasi
e. Jumlah individu dari suatu populasi selalu besar

Penerapan hukum H-W
Menghitung frekuensi gen dan genotip:
a. Harus diketahui sifat gen pembawa sifat: dominan, kodominan, letal
b. Harus diketahui jumlah gen yg terlibat dlm pengekspresian sifat: gen
tunggal, alel ganda
c. Harus diketahui pola pewarisan gen tsb: autosomal, kromosom seks

Menghitung frekuensi gen kodomain
a. Relatif mudah, krn fenotipe sekaligus menujukkan genotipe
b. Tidak perlu mencari frekuensi genotipe heterozigot (heterozigot
mempunyai fenotipe tersendiri)

11

Menghitung frekuensi gen jika ada dominansi
a. Harus diketahui terlebih dulu gen mana yg dominan dan gen mana yg
resesif
b. Terdapat genotipe heterozigot atau carrier

Menghitung frekuensi alel ganda
a. Untuk gen dengan 3 alel maka:
b. Frekuensi genotipe homozigot= kuadrat dari frekuensi alel pembawa
c. Frekuensi genotipe heterozigot= 2x2 alel yg terlibat untuk suatu
fenotipe
Menghitung frekuensi Gen X-Linked
Trdpt perbedaan juml kromosom X antara pria dan wanita: wanita=2
kromosom X; pria= 1 kromosom X sehingga trdpt perbedaan formula
persamaan utk hkm HW.
Wanita: p
2
+ 2pq + q
2
= 1
Pria : p + q = 1
Dlm perhitungan frekuensi gen hrs dibedakan antara populasi wanita dan
populasi pria

1.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Frekuensi Gen

Faktor-faktor yg mempengaruhi frekuensi gen
a. Mekanisme pemisah: setiap mekanisme yg dpt menghalangi penukaran
gen dlm populasi pd suatu daerah.
1. Letak geografis dn topografi: jarak yg berjauhan, adanya samudera
yg luas, pegunungan, dll
2. Mekanisme lain misalnya: masuknya gen dr populasi lain.
b. Mutasi
perubahan genotipe suatu individu secara tiba-tiba dan random. Ex:
gen T brmutasi mjd t, maka frekuensi relatif dr kedua alel tsb akan
berubah. Bila ini berlangsung berulang kali, maka gen T dpt hilang
dari populasi, jika tidak terjadi mutasi kembali (back mutation).
c. Seleks
12

keadaan tertentu yg menyebabkan penukaran gen tidak berlangsung scr
normal dalam hubungannya antara lingkungan dengan kemampuan
reproduksi. Ex: individu dg genotipe aa tdk dpt memperbanyak diri di
dlm lingkungan tertentu.
d. Random Genetic Drift.
Genetic drift merupakan perubahan frekuensi gen dalam populasi.
Random Genetic Drift merupakan luas fluktuasi frekuensi gen yg
disebabkan oleh tingkah dari kemungkinan perkawinan. Ex:
perbandingan genotipe dr keturunan yg tdk selalu sesuai dg teori.

1.6. Terminologi Hukum Mendel

Parental : induk
Filius : hasil persilangan parental
Genotipe : sifat tak tampak yang ditentukan oleh pasangan
gen dalam individu
Fenotipe : Sifat yang tampak dari luar / yang dapat diamati
dengna panca indra
Alel : gen gen yang terletak pada lokus yang
bersesuaian di dalam kromosom homolog
Alel ganda : kondisi dimana pada suatu lokus didapatkan lebih
dari satu macam gen
Genotype heterozigot : jika genotype suatu individu terdiri dari pasangan
alel yang tak sama
Genotipe homozigot : jika genotype suatu individu terdiri dari pasangan
alel yang sama
Individu murni : individu dengan dua alel yang sama (dominan /
resesif semua)
Dominan : gen gen yang bersifat kuat sehingga mampu
menutupi pengaruh alelnya
Resesif : gen gen yang bersifat lemah sehingga dapat
tertutup oleh gen dominan
Intermediet : kondisi dimana gen dominan tidak mampu
menutupi pengaruh alelnya secara sempurna.
Silsilah : alat visual untuk meneliti hubungan suatu penyakit
atau sifat diantara anggota keluarga.
Genotipe hemizigot : yaitu genotipe Y pada gonosom manusia yang
dianggap se-alel dengan kromosom X, tidak
mengandung gen yang terpaut pada kromosom X.
13

2. Farmakogenetik dan terapi gen
2.1.Macam-macam Terapi Gen

Tahap-tahap untuk memperbaiki gen:
a. Memasukkan gen normal untuk mengganti gen yang rusak
b. Menghilangkan gen yang rusak melalui metode rekombinasi homolog
(suatu sistem penataan ulang rantai DNA)
c. Mutasi balik, memperbaiki gen yang rusak lalu mengembalikannya
lagi ke dalam tubuh
d. Mengatur replikasi dengan memperbaiki replikasinya atau
menghentikan replikasi gen yang rusak tersebut.

Metode-metode terapi gen:
a. Metode viral dalam memperbaiki gen yang rusak, digunakan vektor,
yang biasanya berupa virus, yang berfungsi membawa gen ke dalam
tubuh. Misalnya retrovirus, adeno viruse, adeno assosiated virus,
herpes virus simple, dll.
b. Metode nonviral dengan cara menyuntikkan DNA langsung ke dalam
tubuh dengan menggunakan molekul pembawa sintesis yang dapat
tersusun oligonukleotida (gabungan antara nukleotida dan molekul
lemak) atau diondrimer (makromolekul bercabang yang membentuk
bundaran)
c. Kompensasi mutasi dengan cara mengganti gen yang rusak dengan
gen yang sehat
d. Kemoterapi molekul dikenal dengan terapi gen bunuh diri dengan
mengirimkan gen pengkode pengirim toksik yang secara selektif
dilepaskan ke dalam sel
e. Potensi kekebalan genetik dengan cara meningkatkan sistem kekebalan
tubuh inang untuk mengenali dan membunuh sel kanker

Transfer gen ke sel somatik dapat dilakukan melalui dua metode yaitu ex
vivo atau in vitro.
Melalui pendekatan ex vivo, sel diambil dari tubuh pasien, direkayasa
secara genetik dan dimasukkan kembali ke tubuh pasien. Keunggulan
metode ini adalah transfer gen menjadi lebih efisien dan sel terekayasa
mampu membelah dengan baik dan menghasilkan produk sasaran.
Kelemahannya, yaitu memunculkan immunogenisitas sel pada pasien-
pasien yang peka, biaya lebih mahal dan sel terekayasa sulit dikontrol.
Seluruh uji klinis terapi gen saat ini menggunakan teknik in vivo, yaitu
transfer langsung gen target ke tubuh pasien dengan menggunakan
14

pengemban (vektor). Pengemban yang paling sering dipakai untuk
mengantarkan gen asing ketubuh pasien adalah Adenovirus. Selain itu
dikembangkan juga pengemban-pengemban lain yaitu Retrovirus,
Lentivirus, Adeno-associated virus, DNA telanjang (naked DNA), lipida
kationik dan partikel DNA terkondensasi. Uji-uji klinis terapi gen yang
saat ini sedang berjalan dilakukan terhadap penderita kanker, penyakit
monogenik turunan, penyakit infeksi, penyakit kardiovaskular, arthritis
reumatoid, serta Cubital Tunnel Syndrome.

2.2.Manfaat terapi Gen

a. Mengobati penyakit warisan yang disebabkan oleh gen yang cacat,
seperti hemofilia, kanker, muscular dystrophy, manik-depresi, penyakit
alzheimer , jantung penyakit, diabetes, dan banyak lagi.
Terapi gen untuk hemofilia:
Hemofilia adalah kelainan darah genetik menyebabkan akibat
faktor pembekuan darah. Pasien tersebut telah lama diperlakukan
dengan menyuntikkan faktor pembekuan yang hilang, tetapi
pengobatan ini sangat mahal dan memerlukan suntikan hampir
setiap hari. Terapi gen memegang janji besar untuk pasien ini
karena substitusi dari gen yang membuat protein yang hilang
secara permanen dapat menghapus kebutuhan protein suntikan.
Terapi gen untuk kanker:
Para peneliti sedang mempelajari beberapa cara untuk mengobati
kanker menggunakan terapi gen. Beberapa pendekatan target sel
sehat untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk melawan
kanker. Pendekatan-pendekatan lain sasaran sel-sel kanker, untuk
menghancurkan mereka.
Terapi gen untuk muscular dystrophy:
Muscular dystrophy adalah kelainan genetik yang ditandai oleh
progresif pemborosan dan kelemahan otot. Menurut penelitian baru
oleh para peneliti Thomas Rando dan Carmen Bertoni di Stanford
University School of Medicine, terapi gen mungkin suatu hari akan
berguna untuk merawat distrofi otot.
b. Berpotensi besar untuk digunakan dalam penyembuhan penyakit
kronis sebagai upaya menyingkirkan efek obat ber-opium yang selama
ini biasa dikonsumsi si pasien. Pasien kronis seringkali tak merasa
puas dan nyaman dengan perawatan dengan obat-obatan selama ini
yang cenderung diiringi efek samping tak tertahankan, seperti
mengantuk berlebihan, gangguan mental, dan juga halusinasi, kata
15

Andreas Beutler, seorang asisten profesor kedokteran, hematologi, dan
onkologi medis di Mount Sinai School of Medicine, New York.
c. Membangun Kekebalan terhadap HIV
Jurnal ilmiah Science Transnational Medicine melaporkan para peneliti
virologi di City of Hope California, berhasil melakukan terapi dengan
sel punca yang kebal terhadap virus HIV. Sel punca ini diharapkan
dapat membangun jaringan sumsum tulang belakang baru dan sistem
pembentukan darah setelah pasiennya mendapat pengobatan
chemoterapy.
d. Terbukanya kemungkinan bahwa penderita kelainan genetik dapat
memproduksi senyawa-senyawa terapeutik yang diperlukannya secara
endogen (diproduksi tubuh sendiri). Hal ini tentu lebih murah
dibandingkan penyuntikkan senyawa terapeutik secara berkala yang
mahal biayanya. Selain itu penderita juga terlepas dari ketergantungan
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya.

2.3.Kendala dan dampak terapi Gen

Faktor penghambat terapi gen:
a. Waktu hidup gen yang pendek
b. Respon kekebalan tubuh terhadap benda asing akan mengurangi
aktivitas kerja terapi gen
c. Virus yang digunakan sebagai vektor dapat menyebabkan peradangan
penyakit multigenik yang tidak hanya disebabkan oleh satu gen
d. Jika gen yang digunakan untuk memperbaiki ditempatkan dalam posisi
yang salah, maka dapat menyebabkan tumor atau kanker

Beberapa masalah Terapi gen meliputi:
a. Sifat pendek Terapi gen-sebelum Terapi gen bisa menjadi obat yang
permanen untuk kondisi, DNA terapeutik yang diperkenalkan ke dalam
sel-sel target harus tetap fungsional dan sel-sel yang mengandung
DNA terapeutik harus panjang dan stabil. Masalah dengan
mengintegrasikan terapeutik DNA dalam genom dan sifat cepat
pemisah dari banyak sel mencegah Terapi gen mencapai manfaat
jangka panjang. Pasien akan harus menjalani beberapa putaran Terapi
gen.
b. Respon imun-kapan saja objek asing diperkenalkan ke dalam jaringan
manusia, sistem kekebalan tubuh telah berkembang untuk menyerang
16

penyerbu. Risiko merangsang sistem kekebalan dengan cara yang
mengurangi efektivitas Terapi gen adalah selalu kemungkinan. Selain
itu, meningkatkan sistem kekebalan tubuh menanggapi penyerang
yang telah melihat sebelum membuat sulit bagi gen terapi untuk
diulang dalam pasien.
c. Masalah dengan vektor virus-virus, pembawa pilihan dalam
kebanyakan gen terapi studi, menyajikan berbagai potensi masalah
kepada pasien-keracunan, respon imun dan inflamasi, dan kontrol gen
dan penargetan masalah. Selain itu, selalu ada rasa takut bahwa vektor
virus, sekali dalam pasien, mungkin pulih kemampuannya untuk
menyebabkan penyakit.
d. Multigene gangguan-kondisi atau gangguan yang timbul dari mutasi
pada gen tunggal adalah kandidat terbaik untuk terapi gen. Sayangnya,
beberapa yang paling umum terjadi gangguan, seperti penyakit
jantung, tekanan darah tinggi, penyakit Alzheimer, arthritis dan
diabetes, disebabkan oleh efek gabungan variasi dalam banyak gen.
Multigene atau multifactorial gangguan seperti ini akan sangat sulit
untuk mengobati secara efektif menggunakan terapi gen.
e. Kesempatan untuk merangsang tumor (insertional mutagenesis) - jika
DNA terintegrasi di tempat yang salah pada genom, misalnya dalam
Gen penekan tumor, itu bisa menimbulkan tumor. Ini telah terjadi di
uji klinis untuk X-link severe combined immunodeficiency pasien (X-
SCID), di mana hematopoietic stem cells adalah transduced dengan
transgene perbaikan menggunakan retrovirus, dan ini menyebabkan
perkembangan leukemia sel t dalam 3 20 pasien.

2.4.Farmakogenetik

Farmakogenetik adalah cabang ilmu farmaologi klinik yang mempelajari
perubahan respons terhadap obat yang disebabkan oleh faktor geentik.
Disiplin ini bertujuan mengidentifikasi perbedaan-perbedaan tersebut,
mengetahui sebab-sebabnya pada tingkat molekuler, dan mengembangkan
cara-cara sederhana untuk mengenali orang-orangnya, sehingga dosis obat
yang sesuai dapat diberikan kepada mereka. Beberapa obat yang
menimbulkan perbedaan respons berdasarkan faktor genetic adalah.
Obat Respon Mekanisme Kerja
Isoniazid,
hidralazin,
prokainamid,
sulfametazin,
Asetilator cepat:
respon menurun,
toksisitas oleh
derivat N-asetil
Perbedaan aktivitas
enzim N-asetil-
transferase
17

dapson

meningkat
Asetilator lambat:
toksisitas tinggi
Debrisokulin,
metoprolol,
lidokain,
perheksilin


Hidroksilator
ekstensif : respon
menurun
Hidroksilator lemah:
respon meningkat
Perbedaan aktivitas
salah satu sitokrom
P450 hati yang
megoksidasi
debrisokuin/spartein
S-mefenitoin,
diazepam,
omeprazol
Hidroksilator
ekstensif : respon
menurun
Hidroksilator lemah:
respon meningkat
Perbedaan aktivitas
salah satu sitokrom
P450 hati yang
mengoksidasi S-
mefenitoin
Suksinilkolin

Apnea meningkat

Aktivitas
pseudokolinesterase
dalam plasma darah
menurun
Primakuin,
klorokuin, kuinin,
kuinidin, sulfa,
sulfon,
nitrofurantoin,
cloramphenicol,
aspirin, PAS
Hemolisis pada
pemberian bersama
obat-obat yang
bersifat oksidator

Defisiensi glukosa 6
fosfat dehidrogenase
Halotan,
suksinilkolin
Hipertermia
malignant
Tidak diketahui

2.5.Obat-Obat yang menyebabkan cacat lahir

Obat yang diminum setelah organ tubuh janin terbentuk sempurna,
memiliki peluang yang kecil untuk menyebabkan cacat bawaan yang
nyata, tetapi bisa menyebabkan perubahan dalam pertumbuhan dan fungsi
organ dan jaringan yang telah terbentuk secara normal.
a. Obat anti kanker
jaringan janin tumbuh dengan kecepatan tinggi, karena itu sel-selnya
yang membelah dengan cepat sangat rentan terhadap obat anti-kanker.
banyak obat anti-kanker yang bersifat teratogen, yaitu dapat
menyebabkan cacat bawaan seperti:
18

- iugr (intra uterine growth retardation, hambatan pertumbuhan di
dalam rahim)
- rahang bawah yang kurang berkembang
- celah langi-langit mulut
- kelainan tulang tengkorak
- kelainan tulang belakang
- kelainan telinga
- clubfoot (kelainan bentuk kaki)
- keterbelakangan mental.
b. talidomid
obat ini sudah tidak diberikan lagi kepada wanita hamil karena bisa
menyebabkan cacat bawaan. Talidomid pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1956 di eropa sebagai obat influenza dan obat penenang.
pada tahun 1962, talidomid yang diminum oleh wanita hamil pada saat
organ tubuh janinnya sedang terbentuk, ternyata menyebabkan cacat
bawaan berupa lengan dan tungkai yang terbentuk secara tidak
sempurna, kelainan usus, jantung dan pembuluh darah.
c. Pengobatan kulit
isotretinoin yang digunakan untuk mengobati jerawat yang
berat, psoriasis dan kelainan kulit lainnya bisa menyebabkan cacat
bawaan. Yang paling sering terjadi adalah kelainan jantung, telinga
yang kecil dan hidrosefalus (kepala yang besar). Resiko terjadinya
cacat bawaan adalah sebesar 25%.
Etretinat juga bisa menyebabkan cacat bawaan. Obat ini disimpan di
dalam lemak dibawah kulit dan dilepaskan secara perlahan, sehingga
efeknya masih bertahan sampai 6 bulan atau lebih setelah pemakaian
obat dihentikan. Karena itu seorang wanita yang memakai obat ini dan
merencanakan untuk hamil, sebaiknya menunggu paling tidak selama 1
tahun setelah pemakaian obat dihentikan.
d. hormon seksual
Hormon androgenik yang digunakan untuk mengobati berbagai
kelainan darah dan progestin sintetis yang diminum pada 12 minggu
pertama setelah pembuahan, bisa menyebabkan
terjadinya maskulinisasi pada kelamin janin perempuan.
Klitoris bisa membesar dan labia minora menutup. Efek tersebut tidak
ditemukan pada pemakaian pil KB karena kandungan progestinnya
hanya sedikit.
Dietilstilbestrol (des, suatu estrogen sintetis)
19

bisa menyebabkan kanker pada anak perempuan yang ibunya memakai
obat ini selama hamil. anak perempuan ini di kemudian hari akan:
- memiliki kelainan dalam rongga rahim
- mengalami gangguan menstruasi
- memiliki serviks (leher rahim) yang lemah sehingga bisa mengalami
keguguran
- memiliki resiko menderita kehamilan ektopik
- memiliki bayi yang meninggal sesaat sebelum atau sesaat sesudah
dilahirkan.
jika ibu hamil yang memakai des melahirkan anak laki-laki, maka
kelak dia akan memiliki kelainan pada penisnya.
e. meclizin
meclizin yang sering digunakan untuk mengatasi mabok perjalanan,
mual dan muntah, bisa menyebabkan cacat bawaan pada hewan
percobaan. tetapi efek seperti ini belum ditemukan pada manusia.
f. obat anti-kejang
beberapa obat anti-kejang yang diminum oleh penderita epilepsi yang
sedang hamil, bisa menyebabkan terjadinya celah langit-langit mulut,
kelainan jantung, wajah, tengkorak, tangan dan organ perut pada
bayinya. bayi yang dilahirkan juga bisa mengalami keterbelakangan
mental. 2 obat anti-kejang yang bisa menyebabkan cacat bawaan
adalah trimetadion (resiko sebesar 70%) dan asam valproat (resiko
sebesar 1%).
carbamazepine diduga menyebabkan sejumlah cacat bawaan yang
sifatnya ringan. Bayi baru lahir yang selam dalam kandungan terpapar
oleh phenitoin dan phenobarbital , bisa mudah mengalami perdarahan
karena obat ini menyebabkan kekurangan vitamin k yang diperlukan
dalam proses pembekuan darah. Efek ini bisa dicegah bila selama 1
bulan sebelum persalinan, setiap hari ibunya mengkonsumsi vitamin k
atau jika segera setelah lahir diberikan suntikan vitamin k kepada
bayinya.
Selama hamil, kepada penderita epilepsi diberikan obat anti-kejang
dengan dosis yang paling kecil tetapi efektif dan dipantau secara ketat.

Wanita yang menderita epilepsi, meskipun tidak memakai obat anti-
kejang selam hamil, memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
melahirkan bayi dengan cacat bawaan. resikonya semakin tinggi jika
selama hamil sering terjadi kejang yang berat atau jika terjadi
komplikasi kehamilan atau jka berasal dari golongan sosial-ekonomi
yang rendah (karena perawatan kesehatannya tidak memadai).
20

g. vaksin
vaksin yang terbuat dari virus yang hidup tidak diberikan kepada
wanita hamil, kecuali jika sangat mendesak.
vaksin rubella (suatu vaksin dengan virus hidup) bisa menyebabkan
infeksi pada plasenta dan janin.
Vaksin virus hidup (misalnya campak, gondongan, polio, cacar air dan
demam kuning) dan vaksin lainnya (misalnya kolera, hepatitis a dan b,
influensa, plag, rabies, tetanus, difteri dan tifoid) diberikan kepada
wanita hamil hanya jika dia memiliki resiko tinggi terinfeksi oleh salah
satu mikroorganismenya.
h. obat tiroid
yodium radioaktif yang diberikan kepada wanita hamil untuk
mengobati hipertiroidisme (kelenjar tiroid yang terlalu aktif) bisa
melewati plasenta dan menghancurkan kelenjar tiroid janin atau
menyebabkan hipotiroidisme (kelenjar tiroid yang kurang aktif) yang
berat.
propiltiourasil dan metimazol, yang juga digunakan untuk mengatasi
hipertiroidisme, bisa melewati plasenta dan menyebabkan kelenjar
tiroid janin sangat membesar.
i. obat hipoglikemik oral
obat hipoglikemik oral digunakan untuk menurunkan kadar gula darah
pada penderita diabetes, tetapi seringkali gagal mengatasi diabetes
pada wanita hamil dan bisa menyebabkan bayi yang baru lahir
memiliki kadar gula darah yang sangat rendah (hipoglikemia). karena
itu untuk mengobati diabetes pada wanita hamil lebih baik
digunakaninsulin.
j. narkotika & obat anti peradangan non-steroid
narkotika dan obat anti peradangan non-steroid (misalnya aspirin ),
jika diminum oleh wanita hamil bisa sampai ke janin dalam jumlah
yang cukup signifikan. Bayi yang lahir dari ibu pecandu narkotika bisa
mengalami kecanduan sebelum dilahirkan dan menunjukkan gejala
putus obat dalam waktu 6 jam - 8 hari setelah dilahirkan.
Mengkonsumsi aspirin atau obat anti peradangan non-steroid lainnya
dalam dosis tinggi selama hamil, bisa memperlambat saat persalinan
dan juga bisa menyebabkan tertutupnya hubungan
antara aorta dan arteri pulmoner sebelum lahir.
Dalam keadaan normal, hubungan tersebut menutup sesaat setelah bayi
lahir. penutupan yang terjadi sebelum bayi lahir akan mendorong darah
ke paru-paru yang belum berkembang sehingga memberikan beban
yang berlebihan pada sistem peredaran darah janin.
21


jika digunakan pada akhir kehamilan, obat anti peradangan non-steroid
bisa menyebabkan berkurangnya jumlah cairan ketuban.
aspirin dosis tinggi bisa menyebabkan perdarahan pada ibu maupun
bayinya. aspirin atau asam salisilat lainnya bisa menyebabkan
peningkatan kadar bilirubin dalam darah janin sehingga
terjadi jaundice (sakit kuning) dan kadang kerusakan otak.

3. Hemopoeisis
3.1.Proses Hemopoeisis

Hematopoiesis, proses pembentukan sel darah, postnatal terjadi di red
bone marrow (RBM). Pada janin, hematopoiesis berawal dari mesoderm,
hepar, limpa, dan timus, lalu diambil alih oleh RBM di trimester akhir.
Red bone marrow merupakan jaringan ikat yang sangat tervaskularisasi
yang terletak pada rongga-rongga mikroskopik diantara traberkula jaringan
tulang spons. RBM terutama terdapat pada tulang aksial, pektoral, dan
pelvis, dan pada epifisa proksimal dari humerus dan femur. Sekitar 0,005-
0,1% sel-sel RBM merupakan derivasi dari mesenkim, yang dinamakan
pluripotent stem cells atau hemositoblast. Sel-sel ini memiliki kapasitas
untuk berkembang menjadi banyak tipe sel lain. Pada bayi yang baru lahir,
seluruh bone marrow merupakan RBM yang aktif dalam produksi sel
darah. Seiring dengan pertumbuhan individu, rata-rata produksi sel darah
berkurang; RBM pada rongga medular tulang panjang menjadi tidak aktif
dan digantikan oleh yellow bone marrow (YBM) yang merupakan sel-sel
lemak. Pada kondisi-kondisi tertentu, seperti saat terjadi pendarahan,
YBM dapat berubah menjadi RBM dengan ekstensi RBM kearah YBM,
dan repopulasi YBM oleh pluripotent stem cells.
Stem cells pada RBM memperbanyak diri sendiri, berproliferasi, dan
berdiferensiasi menjadi sel yang selanjutnya akan berkembang menjadi sel
darah, makrofag, sel retikular, sel mast, dan adiposit. Sebagian stem cells
juga membentuk osteoblast, chondroblast, dan sel-sel otot. Sel retikular
memproduksi serabut retikular, yang membentuk stroma untuk menunjang
sel-sel RBM. Saat sel darah selesai diproduksi di RBM, sel tersebut masuk
ke sirkulasi darah melalui sinusoid (sinus), kapiler-kapiler yang membesar
dan mengelilingi sel-sel dan serabut RBM. Terkecuali limfosit, sel-sel
darah tidak membelah setelah meninggalkan RBM.
22

Untuk membentuk sel darah, pluripotent stem cells di RBM memproduksi
2 jenis stem cells lanjutan, yang memiliki kemampuan untuk berkembang
menjadi beberapa jenis sel. Sel-sel ini dinamakan myeloid stem cells dan
lymphoid stem cells. Sel myeloid memulai perkembangannya di RBM, dan
selanjutnya akan menghasilkan sel-sel darah merah, platelet, monosit,
neutrofil, eosinofil, dan basofil. Sel lymphoid mulai berkembang di RBM
dan mengakhiri perkembangannya di jaringan-jaringan limpatik; sel-sel ini
akan membentuk limfosit.
Saat berlangsung hematopoiesis, beberapa sel myeloid berdiferensiasi
menjadi sel progenitor. Sel myelod yang lain dan sel-sel lymphoid
berkembang langsung menjadi sel prekursor. Sel-sel progenitor tidak lagi
memiliki kemampuan untuk memperbanyak dirinya sendiri, dan sebagai
gantinya membentuk elemen darah yang lebih spesifik.
Pada tahap selanjutnya, sel-sel ini dinamakan sel prekursor, dikenal juga
dengan sebutan blast. Melalui beberapa tahap pembelahan, sel-sel ini
berkembang menjadi sel darah yang sebenarnya. Sebagai contoh,
monoblast berkembang menjadi monosit, myeloblast eosinofilik
berkembang menjadi eosinofil, dan seterusnya. Sel prekursor dapat
dikenali dan dibedakan gambaran mikroskopisnya.

23

Beberapa hormon yang dinamakan faktor pertumbuhan hematopoietik
(hematopoietic growth factors) meregulasi diferensiasi dan proliferasi dari
sel progenitor. Eritropoietin atau EPO meningkatkan jumlah prekursor
sel darah merah. EPO diproduksi oleh sel-sel ginjal yang terletak diantara
tubulus-tubulus ginjal (sel intersisial peritubular). Dalam keadaan gagal
ginjal, pelepasan EPO melambat dan produksi sel darah merah menjadi
tidak adekuat. Trombopoietin atau TPO merupakan hormon yang
diproduksi oleh hati yang menstimulasi pembentukan platelet (trombosit)
dari megakariosit. Beberapa sitokin yang berbeda meregulasi
perkembangan berbagai jenis sel darah. Sitokin merupakan glikoprotein
kecil yang diproduksi oleh sel, seperti sel RBM, leukosit, makrofag,
fibroblast, dan sel endotel. Sitokin umumnya bekerja sebagai hormon lokal
(autokrin atau parakrin), yang menstimulasi proliferasi sel-sel progenitor
di RBM dan meregulasi aktivitas sel yang berperan dalam pertahanan
nonspesifik (seperti fagosit) dan respon imun (seperti sel B dan sel T). Dua
keluarga penting sitokin yang menstimulasi pembentukan sel darah putih
adalah colony-stimulating factors (CSFs) dan interleukin.
3.2.Faktor yang Mempengaruhi Hemopoeisis

Factor- factor yang mempengaruhi hemopoiesis :
a. Asam amino : bahan dasar protein dan polipeptida
b. Vitamin : tu Vit B12 dan asam folat (sintesa DNA)
c. Mineral : tu Fe (sintesa Hb)
d. Hipoksia jaringan : merangsang pembentukan eritropoitin oleh ginjal
untuk merangsang eritropoisis
e. Hormon : androgen, tiroid, kortikosteroid, GH, merangsang
eritropoisis. Estrogen menghambat eritropoisis
f. Tranfusi : jumlah >>> menekan eritropoisis, sebaliknya kehilangan
darah merangsang eritropoisis sampai jumlah darah kembali semula
g. Faktor-faktor perangsang hematopoitik

3.3.Macam-macam teori Hemopoeisis

Teori Pembentukan :
1. Teori Monofilatik
Dimana sel darah berasal dari satu sel induk. Dimana sel-sel mesenkim
berubah menjadi hemohistioblast
Bergranula (hemahitioblast myeloid) : mieloblast, eritroblast,
megakarioblast. Tidak bergranula (hemohistioblast limfoid) : limfoblast,
24

monoblast.
Neomonofilaktik (monofiletik yang baru); Oleh Dounrey, dimana sel
mesenkim Mieloblast, megakarioblast, promegakariosit, limfoblast,
pronormobast.

2. Poifilektik
Masing-masing sel darah mempunyai induk steam sel yang tertentu dan
terpisah satu sama lain. Sel mesenkim itu masing-masing : mieloblast,
proeritrosit, eritroblast, megakarioblast, RES (Retikulo Endotelia Sytem)

3. Teori Kombinasi Antara Monofilektik Dan Polifilektik
a. Duofilektik (oleh Erlich) : Sel Mesenkim mieloblast dan limfoblast
b. Triofilektik (Nargali) : Sel Mesenkim mieloblast, pronormoblast,
limfoblast.
Masing-masing dari ketiga teori di atas, steam sel mengalami regulasi
(pengaturan) dengan proliferasi dan deferensiasi menjadi Eritropoietin,
Lekopoietein, Trombipoietin.

3.4.Proses eritopoeisi, granulopoeisi, Limfopoeisis, Trombopoeisis

ERITROPOESIS
Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan
bayi,proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang
dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang. Sel darah berasal dari sel stem
hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel ini
kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepi. Asal sel yang
akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat
meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit
dan monosit (CFU-GM).
Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas
sesuai dengan rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali
menghasilkan banyak sel darah merah matur yaitu Basofil Eritroblas. Sel
ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel ini akan
berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi
dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan
basofilik. Bahan basofilik ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan
menjadi eritrosit matur.
25



Sel Seri Eritropoesis

Rubriblast
Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritrosit, merupakan sel
termuda dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti
dan kromatin yang halus. Dengan pulasan Romanowsky inti berwarna biru
kemerah-merahan sitoplasmanya berwarna biru. Ukuran sel rubriblast
bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam
sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti

Prorubrisit
Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik.
Pada pewarnaan kromatin inti tampak kasar dan anak inti menghilang atau
tidak tampak, sitoplasma sedikit mengandung hemoglobin sehingga warna
biru dari sitoplasma akan tampak menjadi sedikit kemerah-merahan.
Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4
% dari seluruh sel berinti.

Rubrisit
Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast
polikromatik. Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal
secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik.
Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada
prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru
karena kandungan asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah
karena kandungan hemoglobin, tetapi warna merah biasanya lebih
dominan. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal
adalah 10-20 %.

Metarubrisit
Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik.
Inti sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal.
Sitoplasma telah mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga
26

warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA.
Jumlahnya dalam keadaan normal adalah 5-10 %.

Retikulosit
Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan
penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk
melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam
sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Pada saat proses
maturasi akhir, eritrosit selain mengandung sisa-sisa RNA juga
mengandung berbagai fragmen mitokondria dan organel lainnya. Pada
stadium ini eritrosit disebut retikulosit atau eritrosit polikrom. Retikulum
yang terdapat di dalam sel ini hanya dapat dilihat dengan pewarnaan
supravital. Tetapi sebenarnya retikulum ini juga dapat terlihat segai bintik-
bintik abnormal dalam eritrosit pada sediaan apus biasa. Polikromatofilia
yang merupakan kelainan warna eritrosit yang kebiru-biruan dan bintik-
bintik basofil pada eritrosit sebenarnya disebabkan oleh bahan ribosom ini.
Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai
retikulosit selama 1-2 hari. Kemudian sebagai eritrosit matang selama 120
hari. Dalam darah normal terdapat 0,5-2,5 % retikulosit.

Eritrosit
Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan ukuran
diameter 7-8 um dan tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih tipis
daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna
kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Eritrosit sangat lentur
dan sangat berubah bentuk selama beredar dalam sirkulasi. Umur eritrosit
adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh
limpa. Banyak dinamika yang terjadi pada eritrosit selama beredar dalam
darah, baik mengalami trauma, gangguan metabolisme, infeksi
Plasmodium hingga di makan oleh Parasit.


GRANULOPOEISIS

Tidak seperti halnya pada eritropoesis, maka dalam pengontrolan
granulopoesis tidak ada zat yang fungsinya dapat disamakan dengan
eritropoetin. Mekanisme pengaturan granulopoesis belum sepenuhnya
diketahui tetapi secara umum diterima bahwa ada beberapa hal yang diatur
dengan cepat, diantaranya mobilisasi sel induk pluripotensial menjadi sel
induk myeloid multipotensial, rangsangan untuk proliferasi myeloid dan
27

penglepasan sel dari sumsum tulang secara selektif. Granulosit matang
dapat dilepaskan dari cadangan dalam beberapa menit saja, diikuti
kemudian oleh peningkatan produksi granolosit.Pada proses biakan sel in
vitro dikenal sejumlah zat yang disebut colony stimulating factor (CSF)
yang diperlukan untuk pembentukan koloni granulosit-makrofag. CSF
diproduksi oleh monosit-makrofag dan limfosit yang disensitisasi, dan
dapat juga dihasilkan oleh berbagai jaringan dalam tubuh manusia,
termasuk leukosit, jaringan ginjal janin, sumsum tulang, dan plasenta.
Walaupun demikian belum dapat dibuktikan apakah CSF ini juga
merupakan regulator pembentukan granulosit in vivo.
Selain itu diketahui pula bahwa zat-zat hasil degradasi granulosit,
mikroorganisme, endotoksin, dan sisa-sisa sel, dapat mempengaruhi
kinetik granulosit. Jumlah granulosit dalam sirkulasi meningkat baik
relatif maupun absolut, dan sel-sel muda akan muda tampak dalam darah
tepi setelah stimulasi yang efektif. Pada stimulasi yang intensif sejumlah
besar sel batang, beberapa metamielosit dan kadang-kadang mielosit
ditemukan dalam darah tepi. Berikut ini sel seri Granulosit :

Mieloblast
Mieloblast adalah sel termuda diantara seri granulosit. Sel ini memiliki inti
bulat yang berwarna biru kemerah-merahan, dengan satu atau lebih anak
inti, kromatin inti halus dan tidak menggumpal. Sitoplasma berwarna biru
dan sekitar inti menunjukkan warna yang lebih muda. Mieloblast biasanya
lebih kecil daripada rubriblast dan sitoplasmanya kurang biru
dibandingkan rubriblast. Jumlahnya dalam sumsum tulang normal adalah
< 1% dari jumlah sel berinti.

Promielosit
Dalam fase ini sitoplasma seri granulosit telah memperlihatkan granula
berwarna biru tua / biru kemerah-merahan. Berbentuk bulat dan tidak
teratur. Granula sering tampak menutupi inti. Granula ini terdiri dari
lisozom yang mengandung mieloperoksidase, fosfatase asam, protease dan
lisozim. Inti promielosit biasanya bulat dan besar dengan struktur kromatin
kasar. Anak inti masih ada tetapi biasanya tidak jelas. Jumlah sel ini dalam
sumsum tulang normal adalah 1-5 %.

Mielosit
Pada mielosit granula sudah menunjukkan diferensiasi yaitu telah
mengandung laktoferin, lisozim peroksidase dan fosfatase lindi. Inti sel
mungkin bulat atau lonjong atau mendatar pada satu sisi, tidak tampak
28

anak inti, sedangkan kromatin menebal. Sitoplasma sel lebih banyak
dibandingkan dengan promielosit. Jumlahnya dalam keadaan normal
adalah 2-10 %.

Metamielosit
Dalam proses pematangan, inti sel membentuk lekukan sehingga sel
berbentuk seperti kacang merah, kromatin menggumpal walaupun tidak
terlalu padat. Sitoplasma mengandung granula kecil berwarna kemerah-
merahan. Sel ini dalam keadaan normal tetap berada dalam sumsum tulang
dengan jumlah 5-15 %.

Neutrofil Batang
Metamielosit menjadi batang apabila lekukan pada inti melebihi setengah
ukuran inti yang bulat sehingga berbentuk seperti batang yang lengkung.
Inti menunjukkan proses degeneratif, kadang-kadang tampak piknotik
pada kedua ujung inti. Sitoplasma mengandung granula halus berwarna
kemerah-merahan. Selanjutnya sel ini menjadi neutrofil segmen. Dalam
sumsum tulang normal sel ini merupakan 10-40 % dari sel berinti.

Monoblast dan Promonosit
Monoblast dan promonosit dalam keadaan normal sulit dikenal atau
dibedakan dari mieloblast dalam sumsum tulang, tetapi pada keadaan
abnormal misalnya pada proliferasi berlebihan sel seri ini, monobalst dan
promonosit dapat dikenali dari intinya yang memperlihatkan lekukan
terlipat atau menyerupai gambaran otak dan sitoplasma dengan
pseudopodia.


LIMFOPOESIS
Ada dua organ yang mengendalikan perkembangan limfosit, yaitu kelenjar
timus dan jaringan meyerupai jaringan bursa Fabricius yang terdapat
dalam berbagai jaringan limfoid, antara lain dalam sumsum tulang.
Kelenjar timus mempengaruhi sel pendahulu untuk membentuk limfosit T,
sedangkan pembentukan limfosit B dipengaruhi oleh jaringan yang
menyerupai jaringan bursa diatas. Diferensiasi mencakup berbagai tahap
diantaranya pembentukan petanda permukaan (surface markers) dan
perubahan antigen permukaan dan sitoplasmik baik kuantitatif maupun
kualitatif serta sifat-sifat fungsional limfosit. Limfosit T berdiferensiasi
menjadi limfosit T penolong (T4), limfosit penekan (T8) dan limfosit
29

sitotoksik atau T efektor ; ketiganya berfungsi dalam respons imunologik
seluler. Limfosit B mempunyai potensi untuk berubah menjadi sel Plasma
yang membentuk Imunoglobulin sehingga dengan demikian limfosit B
berperan dalam respons imunologik humoral. Dari sel induk terbentuk
juga populasi sel limfosit yang tidak memiliki petanda permukaan, disebut
sel pre-B atau sel null.
Limfoblast dan Prolimfosit
Limfoblast memiliki inti bulat berukuran besar dengan satu atau beberapa
anak inti, kromatin inti tipis rata dan tidak menggumpal. Sitoplasma
sedikit dan berwarna biru. Prolimfosit menunjukkan kromatin lebih kasar
tetapi belum menggumpal seperti limfosit. Kadang-kadang sulit
membedakan limfoblast dari limfosit dan pada keadaan ragu-ragu
dianjurkan untuk menganggap sel itu sebagai limfosit.
Sel Plasma
Sel Plasma (Plasmosit) mempunyai hubungan erat dengan limfosit. Sel
pelopor plasmosit maupun limfosit terdapat dalam jaringan limfoid dan
keduanya merupakan unsur penting dalam sistem imun tubuh. Akibat
stimulasi antigen, sel limfosit B mengalami transformasi blast dan
membentuk sel plasma yang memproduksi imunoglobulin. Plasmosit
dalam keadaan normal tidak tampak dalam darah tepi tetapi dijumpai
dengan jumlah sekitar 1 % dari sel berinti dalam sumsum tulang. Dalam
keadaan normal plasmablast dan proplasmosit tidak dapat dijumpai dalam
sumsum tulang tetapi tampak pada keadaan-keadaan tertentu yang disertai
proliferasi berlebih dan juga peningkatan produksi imunoglobulin.
Ukuran, bentuk dan struktur plasmablast sulit dibedakan dari blast yang
lain, tetapi hanya satu cara yang dapat dipakai untuk membedakan
plasmosit dari seri blast yang lain, yaitu bentuk inti seperti jari-jari sepeda
yang eksentrik dan adanya bagian zona jernih melingkar (halo) disekitar
inti.

TROMBOPOESIS
Trombosit berasal dari megakariosit yang terdapat dalam sumsum tulang.
Sudah diketahui bahwa megakariosit ini berasal dari sel induk
pluripotensial. Pengaturan produksi Trombosit dilakukan oleh suatu faktor
trombopoetik, yaitu sejenis hormon yang analog dengan eritropoetin yang
disebut trombopoetin. Trombopoetin telah dapat ditentukan ciri-cirinya
30

dan ternyata bahwa zat ini pada elektroforesis bergerak bersama fraksi
albumin dan betaglobulin plasma.
Tempat produksi dan biodimanika trombopoetin belum diketahui dengan
pasti ; beberapa peneliti menduga bahwa ginjal merupakan salah satu
tempat pembentukan hormon ini. Defisiensi trombopoetin ditemukan pada
penderita trombositopenia kronik yang mungkin congenital.
Produksi Trombosit diatur pula oleh jumlah atau masa Trombosit yang
ada. Selain itu faktor-faktor lain seperti limpa dan kadar besi dalam serum
juga mungkin berpengaruh pada trombopoesis.
Megakarioblast dan Promegakariosit
Megakarioblast adalah sel besar berukuran 20-45 um, inti besar dengan
kromatin halus dan terdapat 1 atau 2 anak inti, sitoplasma biru tidak
bergranula. Berbeda dengan Megakarioblast, Promegakariosit
mengandung inti yang terbagi menjadi 2 atau 4 lobus, dalam sitoplasma
biasanya telah ada granula berwarna biru kemerah-merahan dan
sitoplasma tidak terlalu biru. Mungkin tampak tonjolan-tonjolan
sitoplasma seperti gelembung. Inti menjadi sangat poliploid mengandung
DNA sampai 30 kali banyak dari sel normal. Sitoplasma sel ini homogen
dan sangat basofilik.
Megakariosit dan Metamegakariosit
Megakariosit biasanya berukuran lebih besar daripada sel pendahulunya.
Merupakan sel raksasa diameter 35 150 mikron, inti dengan berlobus
tidak teratur, kromatin kasar,anak inti tidak terlihat dan bersitoplasma
banyak. Sitoplasma penuh terisi mitokondria, mengandung sebuah
Retikulum Endoplasma Kasar (RE Rough) yang berkembang baik dan
sebuah Kompleks Golgi luas. Dalam sitoplasma terdapat banyak granula
berwarna biru kemerah-merahan. Dengan matangnya Megakariosit terjadi
banyak invaginasi dari membran plasma yang membelah-belah seluruh
sitoplasma, membentuk membran dermakasi yang memberi sekat pada tiap
tempat. Sistem ini membatasi daerah sitoplasma megakariosit dan
beberapa bagian dari sitoplasma yang bergranula itu kemudian melepaskan
diri dan membentuk trombosit. Dari satu megakariosit dapat menghasilkan
1000-5000 sel trombosit. Setelah megakariosit melepaskan banyak
trombosit dan sitoplasma yang berisi thrombosit habis maka yang
tertinggal hanya inti saja dan oleh sistem RES dalam hal ini makrofag
akan memfagositosis inti ini untuk dihancurkan dan dicernakan.
31


Thrombosit (Platelet)
Merupakan sel yang berbentuk kepingan berukuran 3-4 mikron,
dikeluarkan dari sitoplasma megakariosit dan kemudian memasuki darah
perifer sebagai sel pembeku darah. Terdiri dari sitoplasma yang bersifat
basofilik yang pucat (hialomer), memiliki granula berupa granula azurofil
(granulomer). Dengan pewarnaan Romanowsky akan berwarna merah
pucat. Dalam darah tepi berumur pendek, jumlahnya tidak merata, mudah
menggumpal dan mudah rusak. Dalam darah tepi orang normal ditemukan
150.000-300.000 sel permm3 darah.

3.5.Pembentukan Hemoglobin

Hemoglobin terdiri dari kompleks senyawa globin-hem. Hemoglobin
secara fisiologis ada 2 macam yaitu HbA dan HbF. HbA adalah
hemoglobin yang terdapat pada orang dewasa, sebaliknya HbF terdapat
pada janin.

Pembentukan Hemoglobin :

2 suksinil ko-A + 2 asam amino glisin Pirol

4 Pirol protoporfirin IX

Protoporfirin IX + Fe 2+ Porfirin/ Heme

Heme + Polipeptida/Globin Rantai Hb // /

2 Rantai + 2 Rantai HbA1

Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritroblas dan kemudian
dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit, karena ketika retikulosit
meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, maka
retikulosit tetap membentuk sedikit hemoglobin selama beberapa hari
berikutnya.Skema di atas menunjukkan tahap dasar kimiawi
pemebentukan hemoglobin (Guyton,1997).


3.6.Macam-macam Sel Darah
32


1. Sel darah merah (eritrosit).
Merupakan sel yang paling banyak dibandingkan dengan 2 sel lainnya,
dalam keadaan normal mencapai hampir separuh dari volume darah.
Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel
darah merah membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya
ke seluruh jaringan tubuh.
Oksigen dipakai untuk membentuk energi bagi sel-sel, dengan bahan
limbah berupa karbon dioksida, yang akan diangkut oleh sel darah
merah dari jaringan dan kembali ke paru-paru.
2. Sel darah putih (leukosit)
Berdasarkan ada atau tidaknya granula di dalam sitoplasma sel,
leukosit dibedakan menjadi 2 tipe.

White blood cell
1) Granulosit
Granulosit merupakan leukosit yang bergranula. Granulosit
berperan dalam membunuh kuman penyakit dan sel asing (termasuk
sel kanker), serta memakan sel mati. Berdasarkan jenis granula
serta sifat asam dan basa
sitoplasmanya, granulosit dibedakan lagi menjadi 3 macam sel.
a. Eosinofil
Sitoplasma eosinofil mempunyai granula yang halus dan
bersifat asam. Pada pewarnaan dengan menggunakan senyawa
asam, sitoplasma eosinofil memberikan warna merah. Sel ini
33

mempunyai peran di dalam membunuh kuman atau penyakit
dan memakan sel mati.
b. Basofil
Sitoplasma basofil bergranula kasar dan bersifat basa. Basofil
berperan membunuh sel asing yang masuk ke dalam tubuh.
Basofil ini jumlahnya relatif sedikit.
c. Neutrofil
Sitoplasma neutrofil bergranula halus dan sifatnya netral.
Neutrofil lebih aktif di dalam membunuh kuman penyakit dan
memakan sel mati daripada eosinofil maupun basofil. Neutrofil
jumlahnya paling banyak.
2) Agranulosit
Agranulosit merupakan leukosit yang tidak bergranula. Agranulosit
terdiri atas limfosit dan monosit.
a. Limfosit
Merupakan sel dengan inti berbentuk seperti ginjal atau seperti
biji kacang tanah. Limfosit dibedakan menjadi 3.
a) Limfosit B: pada saat aktif akan menghasilkan antibodi,
yaitu protein untuk melawan sel asing dan bibit penyakit.
b) Limfosit T pembunuh (sitotoksik): bertugas membunuh sel
asing (antigen) secara langsung.
c) Limfosit T helper (CD4+): bertugas mengkoordinasi sel
limfosit B untuk menghasilkan antibodi.
Pada penderita HIV/AIDS, sel CD4+ ini dimakan oleh virus
HIV. Akibatnya, daya tahan pasien menjadi sangat rendah
yang dapat berakibat kematian.
b. Monosit
Merupakan sel dengan inti berbentuk menyerupai otak. Peran
monosit hampir sama dengan peran granulosit, yaitu membunuh
bibit penyakit secara langsung tanpa melalui produksi antibodi,
membunuh sel asing (di antaranya sel kanker), dan memakan sel
mati.
3. Platelet (trombosit).
Merupakan paritikel yang menyerupai sel, dengan ukuran lebih kecil
daripada sel darah merah atau sel darah putih.
Sebagai bagian dari mekanisme perlindungan darah untuk
menghentikan perdarahan, trombosit berkumpul dapa daerah yang
mengalami perdarahan dan mengalami pengaktivan.
34

Setelah mengalami pengaktivan, trombosit akan melekat satu sama lain
dan menggumpal untuk membentuk sumbatan yang membantu
menutup pembuluh darah dan menghentikan perdarahan.
Pada saat yang sama, trombosit melepaskan bahan yang membantu
mempermudah pembekuan.

3.7.Kelainan Darah
a. Hemofilia

Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan factor
pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked
recessive pada kromosom X (X
h
). Meskipun hemofilia merupakan
penyakit herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak memiliki
riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah, sehingga
diduga terjadi mutasi spontan akibat lingkungan endogen maupun
eksogen.
Sampai saat ini dikenal 2 macam hemofilia yang diturunkan secara
sex-linked recessive :
Hemofilia A (hemofilia klasik) akibat defisiensi atau disfungsi
faktor pembekuan VIII (F VIIIc)
Hemofilia B (Christmas disease) akibat defisiensi atau disfungsi F
IX (faktor Christmas)
Sedangkan hemofilia C merupakan penyakit perdarahan akibat
kekurangan faktor XI yang diturunkan secara autosomal recessive
pada kromosom 4q32q35.
Gen F VIII dan F IX terletak pada kromosom IX serta bersifat
resesif, maka penyakit ini dibawa oleh perempuan (karier, XX
h)
dan bermanifestasiklinis pada laki-laki (pasien, X
h
Y), dapat
bermanifestasi klinis pada perempuan bila kedua kromosom X
pada perempuan terdapat kelainan (X
h
X
h
).
Penyakit ini pertama kali dikenal pada keluarga Judah yaitu sekitar
abad kedua sesudah Masehi di Talmud. Pada awal abad ke 19
sejarah modern hemofilia baru dimulai dengan dituliskannya
silsilah keluarga Kerajaan Inggris mengenai penyakit ini oleh Otto
(tahun 1803). Sejak itu hemofilia dikenal sebagai kelainan
35

pembekuan darah yang diturunkan secara x-linked recessive,
sekitar setengah abad sebelum hokum Mendel diperkenalkan.
Selanjutnya Legg pada tahun 1872 berhasil mebedakan hemofilia
dari penyakit gangguan pembekuan darah lainnya berdasarkan
gejala klinis yaitu berupa kelainan yang diturunkan dengan
kecenderungan perdarahan otot dan sendi yang berlangsung
seumur hidup. Pada permulaan abad 20, hemofilia masih
didiagnosis berdasarkan riwayat keluarga dan gangguan
pembekuan darah. Pada tahun 1940 1950 para ahli baru berhasil
mengidentifikasi defisiensi F VIII dan F IX pada hemofilia A dan
hemofilia B. Pada tahun 1970 berhasil diisolasi F VIII dari protein
pembawanya di plasma, yaitu faktor von Willebrand (F vW),
sehingga sekarang dapat dibedakan kelainan perdarahan akibat
hemofilia A dengan penyakit von Willebrand.
Memasuki abad 21, pendekatan diagnostik dengan teknologi yang
maju serta pemberian faktor koagulasi yang diperlukan mampu
membawa pasien hemofilia melakukan aktivitas seperti orang
sehatlainnya tanpa hambatan
Penyebab Hemofilia
Hemofilia A adalah gangguan resesif terkait-X genetik melibatkan
kurangnya Faktor VIII pembekuan fungsional dan mewakili 80%
kasus hemofilia.
Hemofilia B adalah gangguan resesif terkait-X genetik melibatkan
kurangnya pembekuan IX Faktor fungsional. Ini terdiri dari sekitar
20% kasus hemofilia.
Hemofilia C adalah gangguan genetik autosom (yakni''tidak''X-
linked) melibatkan kurangnya Faktor pembekuan fungsional XI.
Hemofilia C tidak sepenuhnya resesif: individu heterozigot juga
menunjukkan perdarahan meningkat.
Klasifikasi Hemofilia
Legg mengklasifikasikan hemofilia berdasarkan kadar atau
aktivitas faktor pembekuan (F VIII atau F IX) dalam plasma. Kadar
faktor pembekuan normal sekitar 0,5 1,5 U/dl (50 150%),
sedangkan pada hemofilia berat bila kadar faktor pembekuan < 1%,
36

sedang 1 5% serta ringan 5 30%. Pada hemofilia berat dapat
terjadi perdarahan spontan atau akibat trauma ringan (trauma yang
tidak berarti). Pada hemofilia sedang, perdarahan terjadi akibat
trauma yang cukup kuat, sedangkan hemofilia ringan jarang sekali
terdeteksi kecuali pasien menjalani trauma cukup berat seperti
ekstraksi gigi, sirkumsisi, luka iris dan jatuh terbentur.
Gejala Dan Tanda Klinis
Perdarahan merupakan gejala dan tanda klinis khas yang sering
dijumpai pada kasus hemofilia. Perdarahan dapat timbul secara
spontan atau akibat trauma ringan sampai sedang serta dapat timbul
saat bayi mulai belajar merangkak. Manifestasi klinis tersebut
tergantung pada beratnya hemofilia (aktivitas faktor pembekuan).
Tanda perdarahan yang sering dijumpai yaitu berupa hematrosis,
hematom subkutan / intramuskular, perdarahan mukosa mulut,
perdarahan intracranial, epistaksis, dan hematuria. Sering pula
dijumpai perdarahan yang berkelanjutan pasca operasi kecil.
Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi
berturut-turut sebagai berikut : sendi lutut, siku, pergelangan kaki,
bahu dan pergelangan tangan. Sendi engsel lebih sering mengalami
hemartrosis debandingkan dengan sendi peluru, karena
ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan menyudut
pada saat gerakan volunter maupun involunter sedangkan sendi
peluru lebih mampu menahan beban tersebut karena fungsinya.
Hematoma intramuskular terjadi pada otot otot fleksor besar,
khususnya pada otot betis, otot otot region iliopsoas (sering pada
panggul) dan lengan bawah. Hematoma ini sering menyebabkan
kehilangan daeah yang nyata, sindrom kompartemen, kompresi
saraf dan kontraktur otot.
Perdarahan intrakranial merupakan penyebab utama kematian,
dapat terjadi spontan atau sesudah trauma.
Perdarahan retroperitoneal dan retrofaringeal yang membahayakan
jalan nafas dapat mengancam kehidupan.
Hematuria masif sering ditemukan dan dapat menyebabkan kolik
ginjal tetapi tidak mengancam kehidupan.
37

Perdarahan pasca operasi sering berlanjut selama beberapa jam
sampai beberapa hari, yang berhubungan dengan penyembuhan
luka yang buruk.

b. Thalasemia
Thalassemia diartikan sebagai sekumpulan gangguan genetik yang
mengakibatkan berkurang atau tidak ada sama sekali sintesis satu atau
lebih rantai globin (Weatherall and Clegg, 1981). Abnormalitas dapat
terjadi pada setiap gen yang menyandi sintesis rantai polipeptid
globin, tetapi yang mempunyai arti klinis hanya gen- dan gen-.
Karena ada 2 pasang gen-, maka dalam pewarisannya akan terjadi
kombinasi gen yang sangat bervariasi.
Bila terdapat kelainan pada keempat gen- maka akan timbul
manifestasi klinis dan masalah. Adanya kelainan gen- lebih
kompleks dibandingan dengan kelainan gen- yang hanya terdapat
satu pasang. Gangguan pada sintesis rantai- dikenal dengan penyakit
thalassemia-, sedangkan gangguan pada sintesis rantai- disebut
thalassemia-. Kelainan klinis pada sintesis rantai globin-alfa dan beta
dapat terjadi, sebagai berikut:
1. Silent carrier yang hanya mengalami kerusakan 1 gen, sehingga
pada kasus ini tidak terjadi kelainan hematologis. Identifikasi hanya
dapat dilakukan dengan analisis molekular menggunakan RFLP atau
sekuensing.
2. Bila terjadi kerusakan pada 2 gen- atau thalassemia- minor atau
carrier thalassemia- menyebabkan kelainan hematologis.
3. Bila terjadi kerusakan 3 gen- yaitu pada penyakit HbH secara
klinis termasuk thalassemia intermedia.
4. Pada Hb-Barts hydrop fetalis disebabkan oleh kerusakan keempat
gen globin-alfa dan bayi terlahir sebagai Hb-Barts hydrop fetalis akan
mengalami oedema dan asites karena penumpukan cairan dalam
jaringan fetus akibat anemia berat.
5. Pada thalassemia- mayor bentuk homozigot (0) dan thalassemia-
minor (+) bentuk heterozigot yang tidak menunjukkan gejala klinis
yang berat.
Gangguan yang terjadi pada sintesis rantai globin- ataupun- jika
terjadi pada satu atau dua gen saja tidak menimbulkan masalah yang
serius hanya sebatas pengemban sifat (trait atau carrier). Thalassemia
trait disebut juga thalassemia minor tidak menunjukkan gejala klinis
yang berarti sama halnya seperti orang normal kalaupun ada hanya
38

berupa anemia ringan. Kadar Hb normal pada laki-laki: 13,5 17,5
g/dl dan pada wanita: 12 14 g/dl. Namun demikian nilai indeks
hematologis, yaitu nilai MCV dan MCH berada di bawah nilai rentang
normal. Rentang normal MCV: 80 100 g/dl, MCH: 27 34 g/dl.
Pemeriksaan sedimen darah tepi (Blood Film) dijumpai bentuk
eritrosit tidak sama besar (anisositosis) dan bervariasi (poikilositosis).
Bentuk sel darah merah pada penderita thalassemia berbeda dengan
bentuk eritrosit pada orang normal.
Permasalahan thalassemia akan muncul jika thalassemia trait kawin
sesamanya sehingga 25% dari keturunannya menurunkan thalassemia
mayor, 50% kemungkinan anak mereka menderita thalassemia trait
dan hanya 25% anak mempunyai darah normal.

Anda mungkin juga menyukai