Anda di halaman 1dari 2

TARI DI NEGERI SAKURA

Michico Okada dalam tesisnya yang berjudul Pertunjukan Kabuki di Jepang dan Ludruk di
Indonesia (2002) mengutarakan,bahwa Kabuki sebuah drama tari yang pemainnya semuanya laki-
laki yang cukup di emari oleh masyarakat Jepan dari yang muda sampai yang tua sampai kini tetap
laku.Padahal Tokyo adalah kota metropolitan super modern yang penuh dengan serba elektronis,tetapi
di selah-selah hiruk pikuknya manusia modern,masih tersedia tontonan tradisional.Kabuki kini
merupakan pertunjukan drama tari terpopuler utama yang benar-benar merupakan produk masyarakat
urban.James R.Brandon dalam buku edisinya yang berjudul The Cambridge guie to Asian theatre
(1993) mengutarakan bahwa semula secara idiografis istilah Kabuki berasal dari tiga kata yaitu Ka
yang berarti nyanyian dan Bu bermakna tari dan Ki berarti penjajah sex.Memang,dahulu pemain
wanita menunjukkan Kabuki diambil dari para perempuan penjajah sex,karena pertunjukan ini semula
dikemas sebagai hiburan pedagang-pedagang yang ingin mendapatkan hiburan yang murah.
Kabuki mengambil pula aspek-aspek dari genre pertunjukan lain yang telh ada di Jepang
antara lain Nokyogen,dan pertunjukan Boneka Bunraku.Setiap maestro Kabuki menciptakan pola tari
serta akting yang khas,yang dikemudian diwariskan kepada keturunan-keturunanya.Ciri khas dari
pertunjukan Kabuki adalah penampilan pria sebagai karakter wanita yang disebut Onnagata,serta
terdapatnya bagian panggung seperti jalan sempit yang menjorok dari panggung utama menujun jalur
ke penonton paling belakang yang disebut Hanamici.No merupakan drama tari bertopeng yang
anggun dan berkembang di Jepang sejak abad ke-14.Iringan tarianya terdiri dari nyanyian dan prosa
liris yang diungkapkan secara khas,prosa lirisnya terdengar secara dalam dan menggema.Adapun
nyanyiannya diwarnai oleh suara Melismatis.Ada dua peristiwa yang akan dikembangkan sebagai
contoh.Peristiwa pertama adalah ketika Institut Seni Indonesia Yogyakarta pada tahun 1996 diundang
oleh Presiden Showa Womens University di Tokyo untuk menyelenggarakan pertunjukan apresiasi
bagi para murid dan mahasiswa yang semuanya perempuan.Unik sekali Universitas ini siswa dan
mahasiswanya semuanya perempuan yang menyelenggarakan pendidikan.Mengapa kami sebut
sebagai pertunjukan apresiasi?karena Universitas ini memiliki kebijakan budaya yang mewajibkan
semuan siswa dan mahasiswanya selain mampun engapresiasi pertunjukan Jepang sendiri,perlu pula
mengapresiasi sebagai bentuk pertunjukan di jagad ini.Oleh karena kegiatan budaya ini merupakan
kurikulum wajib,setiap siswa dan mahasiswa dalam menikmati pertunjukan dari mancanegara tersebut
diharuskan membayar uang tanda masuk sebesar 5.000 yen,yng bila dirupuahkan sekitarRp.450.000-
Pak Presiden mengutarakan,bahawa untuk memboyong 30 orang dosen ISI Yogyakarta ke Tokyo
dengan ditempatkan di hotel berbintang 3 atau 4 serta sekedar uang saku, uang 20.000 yen sudah
cukup.Sisanya yang 20.000 untuk menyewa lighting equipment serta melaras gamelan yang
sebelumnya hanya disimpan di gudang.
Contoh kedua adalah ketika RM.Soedarso mendapat award dari THE 9th FUKUOKA ASIAN
CULTURAL PRIZES pada tahun1998.Pada tahun 1998 itu,tepatnya pada tanggal 25 September 1998
ke empat penerima penghargaan itu adalah Prof.Lee Ki-Moon dari Republik Korea untuk bidang
Linguistik.Prof Stanly J.Meskipun nama resmi dari award yang dianugerahkan kepada Soedarso
adalah arts and culture,tetaapi dalam surat penghargaanya disebutkan untuk bidang tari,selain masing-
masing penerima award mendapatkan medali emas,juga disertai uang sebesar 3.000.000 yen,yang
bila dirupiahkan sekarang kira-kira Rp.270.000.000-,yang buat seorang profesor dari Indonesia
jumlah itu sangat besar.

Anda mungkin juga menyukai