Anda di halaman 1dari 34

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Subdural hematoma (SDH) merupakan kumpulan darah di bawah lapisan dalam dura
namun eksternal terhadap otak dan membran arachnoid. Subdural hematoma merupakan lesi
masa intracranial traumatis yang paling sering terjadi.
3
Subdural hematoma tidak hanya terjadi pada pasien dengan trauma kepala berat
namun juga terjadi pada trauma kepala ringan, terutama pada lansia atau pada orang yang
mengonsumsi antikoagulan. Subdural hematoma bisa juga terjadi secara spontan atau melalui
prosedur seperti lumbal pungsi.
4
Subdural hematoma biasanya ditandai berdasarkan ukuran dan lokasinya serta waktu
sejak terjadinya kejadian (akut, subakut, kronis). Ketika waktu kejadian yang menyebabkan
hematom tidak diketahui, penampakan hematom pada pemeriksaan neuroimaging bisa
membantu menentukan kapan terjadinta hematoma. Faktor-faktor ini, termasuk juga kondisi
neurologis dan medis dari pasien, menentukan modalitas terapi dan memengaruhi prognosis.
5
Trauma kepala yang signifikan bukan satu-satunya penyabab dari subdural hematoma.
Chronic subdural hematoma bisa terjadi pada lansia yang justru mengalami trauma kepala
yang tidak signifikan. Seringnya, kejadian penyebab hematoma tidak diketahui. Chronic
subdural hematoma merupakan penyebab demensia yang bisa diobati. Minoritas kasus
chronic subdural hematoma berasal dari acute subdural hematoma yang sudah matang
(terlikuefikasi) karena kurangnya tatalaksana. Subacute subdural hematoma sangat jarang
terjadi.
3

1.2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui
definisi, faktor resiko, patofisiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, pemeriksaan
penunjang, pengobatan, dan prognosis dari subdural hematoma. Selain itu, penulisan laporan
kasus ini juga bertujuan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu
Penyakit Saraf RS Haji Adam Malik Medan.




2

BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1. STATUS NEUROLOGI
IDENTITAS PRIBADI
NAMA : LS
JENIS KELAMIN : Perempuan
USIA : 41 tahun
SUKU BANGSA : Batak/Indonesia
AGAMA : Kristen Protestan
ALAMAT : Jl. Jati III No.63 Kec. Medan Denai
STATUS : Menikah
PEKERJAAN : Ibu rumah tangga
TGL. MASUK : 10 Oktober 2013
TGL. KELUAR : 13 Oktober 2013 (EXIT)

ANAMNESA
KELUHAN UTAMA : Penurunan kesadaran
TELAAH :
- Hal ini telah dialami os 1 minggu SMRS secara tiba-tiba saat Os beraktivitas.
Riwayat nyeri kepala (-). Riwayat muntah menyembur (-). Kejang (+) dialami Os
1minggu SMRS, frekuensi 5x/hari, durasi 2menit, bersifat menyentak pada
tangan sebelah kanan, sebelum dan setelah kejang Os sadar, dan saat kejang Os
tidak sadar. Riwayat trauma kepala dijumpai 6 bulan yang lalu, dan diakui
keluarga sembuh diberi obat. Keluarga Os juga mengakui bahwa Os sering
terjatuh ketika bersepeda. Riwayat merokok dijumpai sejak 40 tahun yang lalu
dengan jumlah 1-2 bungkus /hari. Riwayat penyakit gula dijumpai sejak 6 tahun
yang lalu tetapi tidak terkontrol. Riwayat penyakit darah tinggi disangkal. Riwayat
penyakit kolesterol (-). Riwayat penyakit jantung diwariskan (-). Riwayat stroke
sebelumnya (-).
- RPT : DM
- RPO : tidak jelas


3

ANAMNESA TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius : Tidak dijumpai kelainan
Traktus Respiratorius : Tidak dijumpai kelainan
Traktus Digestivus : Tidak dijumpai kelainan
Traktus Urogenitalis : Tidak dijumpai kelainan
Penyakit Terdahulu dan Kecelakaan : DM
Intoksikasi dan obat-obatan : Tidak jelas

ANAMNESA KELUARGA
Faktor Herediter : (-)
Faktor Familier : (-)
Lain-lain : (-)

ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran dan Pertumbuhan : Biasa dan Baik.
Imunisasi : Tidak jelas.
Pendidikan : Tamat SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga.
Perkawinan : Menikah
.
PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 75 x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperatur : 37 C
Kulit dan Selaput Lendir : Dalam batas normal
Kelenjar dan Getah Bening : Dalam batas normal
Persendian : Dalam batas normal
Kepala dan Leher
Bentuk dan Posisi : Bulat dan Medial
Pergerakan : (+) normal
Kelainan Panca Indera : Dalam batas normal
4

Rongga Mulut dan Gigi : Rongga mulut normal, Gigi tidak lengkap, higienitas
rongga mulut kurang
Kelenjar Parotis : Dalam batas normal
Desah : Tidak dijumpai.
Dan lain-lain : (-)

Rongga Dada dan Abdomen Rongga Dada Rongga Abdomen
Inspeksi : Simetris fusiformis Simetris
Perkusi : Sonor pada kedua lap. Paru Timpani
Palpasi : SF ka=ki, kesan: normal Soepel
Auskultasi : Vesikuler, ronki (-) Peristaltik (+) normal
Genitalia
Vaginal Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan
Rectal Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan.

STATUS NEUROLOGI
Sensorium : Apatis
Kranium
Bentuk : Bulat
Fontanella : Tertutup
Palpasi : Teraba a.temporalis dan a.carotis
Perkusi : Cracked Pot sign (-)
Transiluminasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Perangsangan Meningeal
Kaku Kuduk : (-)
Tanda Kernig : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinski II : (-)

Peningkatan Tekanan Intrakranial
Muntah : (-)
Sakit Kepala : (-)
Kejang : (+)
5

SARAF OTAK/ NERVUS KRANIALIS
Nervus I Meatus Nasi Dekstra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia : Sulit dinilai
Anosmia : Sulit dinilai
Parosmia : Sulit dinilai
Hiposmia : Sulit dinilai

Nervus II Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Visus : Sulit dinilai Sulit dinilai
Lapanagan Pandang
Normal : Sulit dinilai Sulit dinilai
Menyempit : Sulit dinilai Sulit dinilai
Hernianopsia : Sulit dinilai Sulit dinilai
Scotoma : Sulit dinilai Sulit dinilai
Refleks ancaman : (+) (+)
Fundus Okuli
Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
Batas : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekskavasio : Tidak dilakukan pemeriksaan
Arteri : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vena : Tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus III, IV, VI Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Gerakan Bola Mata : Parese N. VI (+) Normal
Nistagmus : (-) (-)
Pupil
Lebar : 3mm 3mm
Bentuk : Bulat Bulat
Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)
Refleks Cahaya Tidak Langsung : (+) (+)
Rima Palpebra : 7mm 7mm
Deviasi Conjugate : (-) (-)
Fenomena Dolls Eyes : (+) (+)
Strabismus : (-) (-)
6

Nervus V Kanan Kiri
Motorik
Membuka dan menutup mulut : Sulit dinilai
Palpasi otot masseter dan temporalis : Sulit dinilai
Kekuatan gigitan : Sulit dinilai
Sensorik
Kulit : Dalam batas normal
Selaput Lendir : Dalam batas normal
Refleks Kornea
Langsung : (+) (+)
Tidak Langsung : (+) (+)
Reflex masseter : Sulit dinilai
Reflex bersin : Sulit dinilai

Nervus VII Kanan Kiri
Motorik
Mimik : Sudut mulut jatuh ke kanan
Kerut Kening : Sulit dinilai
Menutup mata : Sulit dinilai
Meniup Sekuatnya : Sulit dinilai
Memperlihatkan Gigi : Sulit dinilai
Tertawa : Sulit dinilai
Sensorik
Pengecapan 2/3 depan lidah : Sulit dinilai
Produksi kelenjar ludah : Dalam batas normal
Hiperakusis : Sulit dinilai
Refleks stapedial : Sulit dinilai

Nervus VIII Kanan Kiri
Auditorius
Pendengaran : Sulit dinilai
Test Rinne : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Weber : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Schwabach : Sulit dinilai
7

Ventibularis
Nistagmus : Sulit dinilai
Reaksi kalori : Sulit dinilai
Vertigo : Sulit dinilai
Tinnitus : Sulit dinilai

Nervus IX, X
Pallatum Mole : Sulit dinilai
Uvula : Sulit dinilai
Disfonia : Sulit dinilai
Refleks muntah : (+)
Pengecapan 1/3 belakang lidah : Sulit dinilai

Nervus XI Kanan Kiri
Mengangkat bahu : Sulit dinilai
Fungsi otot sternokleidomastoideus : Sulit dinilai

Nervus XII
Lidah
Tremor : Sulit dinilai
Atrofi : Sulit dinilai
Fasikulasi : Sulit dinilai
Ujung lidah waktu istirahat : Medial
Ujung lidah sewaktu dijulurkan : Sulit dinilai

Sistem Motorik
Trofi : Sulit dinilai
Tonus otot : Sulit dinilai
Kekuatan Motorik : ESD :Sulit dinilai ESS :Sulit dinilai
EID :Sulit dinilai EIS :Sulit dinilai
Kesan lateralisasi ke kanan
Sikap (duduk-berdiri-berbaring) : Sulit dinilai
Gerakan spontan abnormal
Tremor : Sulit dinilai
8

Khorea : Sulit dinilai
Ballismus : Sulit dinilai
Mioklonus : Sulit dinilai
Atetosis : Sulit dinilai
Distonia : Sulit dinilai
Spasme : Sulit dinilai
Tic : Sulit dinilai
Dan lain-lain : Sulit dinilai

Tes Sensibilitas
Eksteroseptif : Sulit dinilai
Propioseptif : Sulit dinilai

Fungsi kortikal untuk sensibilitas
Stereognosis : Sulit dinilai
Pengenalan Dua Titik : Sulit dinilai
Grafestesia : Sulit dinilai

Refleks
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biseps : (+) (+)
Triseps : (+) (+)
Radioperiost : (+) (+)
APR : (+) (+)
KPR : (+) (+)
Strumple : (-) (-)
Refleks Patologis Kanan Kiri
Babinski : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Hoffman-Tromer : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
9

Klonus Kaki : (-) (-)
Refleks Primitif : (-) (-)

Koordinasi
Lenggang : Sulit dinilai karena kelemahan tungkai
Bicara : Sulit dinilai
Menulis : Sulit dinilai
Percobaan Apraksia : Sulit dinilai
Test telunjuk-telunjuk : Sulit dinilai
Test telunjuk-hidung : Sulit dinilai
Diadokokinesia : Sulit dinilai
Test tumit-lutut : Sulit dinilai
Test Romberg : Sulit dinilai

Vegetatif
Vasomotorik : (+) (Traktus sirkulatorius normal)
Sudomotorik : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pilo-erector : Tidak dilakukan pemeriksaan
Miksi : (+)
Defekasi : (+)

Vertebra
Bentuk
Normal : Sulit dinilai
Scoliosis : Sulit dinilai
Hiperlordosis : Sulit dinilai

Pergerakan
Leher : Sulit dinilai
Pinggang : Sulit dinilai
Tanda Perangsangan Radikuler
Laseque : (-)
Cross Laseque : (-)
Test Lhermite : (-)
10

Test Naffziger : (-)
Gejala-Gejala Serebelar
Ataksia : (-)
Disartria : (-)
Tremor : (-)
Nistagmus : (-)
Fenomena rebound : (-)
Vertigo : (-)
Dan lain-lain : (-)

Gejala-Gejala Ekstrapiramidal
Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)
Dan lain-lain : (-)
Fungsi Luhur
Kesadaran Kualitatif
Ingatan Baru : Sulit dinilai
Ingatan Lama : Sulit dinilai
Orientasi
Diri : Sulit dinilai
Tempat : Sulit dinilai
Waktu : Sulit dinilai
Situasi : Sulit dinilai
Intelegensia : Sulit dinilai
Daya Pertimbangan : Sulit dinilai
Reaksi Emosi : Sulit dinilai
Afasia
Ekspresif : (-)
Represif : (-)
Apraksia
Agnosia : (-)
Agnosia Visual : (-)
Agnosia jari-jari : (-)
11

Akalkulia : (-)
Disorientasi kanan-kiri: (-)

2.2 KESIMPULAN PEMERIKSAAN

- Telah dirawat seorang wanita berusia 41 tahun dengan keluhan utama penurunan
kesadaran. Hal ini telah dialami os 1 minggu SMRS secara tiba-tiba saat Os
beraktivitas. Riwayat nyeri kepala tidak dijumpai. Riwayat muntah menyembur
juga tidak dijumpai. Kejang dialami Os 1minggu SMRS, frekuensi 5x/hari,
durasi 2menit, bersifat menyentak pada tangan sebelah kanan, sebelum dan
setelah kejang Os sadar, dan saat kejang Os tidak sadar. Riwayat penyakit darah
tinggi disangkal. Riwayat penyakit gula dijumpai tetapi tidak terkontrol. Riwayat
penyakit kolesterol, riwayat penyakit jantung diwariskan, dan riwayat stroke
sebelumnya disangkal.

RPT : DM
RPO : Tidak jelas

Status Presens
Sensorium : Apatis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 75 x/i
Pernafasan :20 x/i
Temp : 37
o
C

Status Neurologis
Sens: Apatis

Tanda Peningkatan TIK
- Nyeri kepala (-)
- Muntah (-)
- Kejang (+)
Tanda Perangsangan meningeal
- Kaku kuduk (-)
- Tanda Kernig (-)
- Tanda Brudzinski I/II : (-)
Nervus Kranialis
N I : Sulit dinilai
N II,III : RC +/+, pupil isokor, 3 mm
N III, IV, VI : Dolls eye phenomenon (+)

Refleks Fisiologis Ka Ki
B/T +/+ +/+
APR/KPR +/+ +/+
12

N V : Refleks Kornea (+)
NVII : Sudut mulut jatuh ke kanan
N VIII : Sulit dinilai
N IX, X : Gag reflex (+)
N XI : Sulit dinilai
N XII : Lidah saat istirahat medial

Refleks Patologis Ka Ki
H/T -/- -/-
Babinski - -

Kekuatan Motorik
ESD: Sulit dinilai ESS: Sulit dinilai
EID: Sulit dinilai EIS: Sulit dinilai


DIAGNOSA BANDING:
1. Stroke iskemik
2. Stroke hemoragik

DIAGNOSA
DIAGNOSA FUNGSIONAL : Hemiparese dextra + Parese NVII tipe UMN
DIAGNOSA ETIOLOGIK :
DIAGNOSA ANATOMIK :
DIAGNOSA KERJA : Apatis + Konvulsi + Hemiparese dextra + Parese NVII
tipe UMN ec DD/ 1. Stroke iskemik
2. Stroke hemoragik
PENATALAKSANAAN
Bed Rest
NGT dan kateter terpasang
O2 2-4L/menit
IVFD RSol 20gtt/1
Inj. Citiicoline 1amp/12jam
Inj. Diazepam 1/2ampul /12jam.
Fenitoin 3x100mg
Vit B kompleks 3x1 tablet

RENCANA PEMERIKSAAN
- Darah rutin
13

- Elektrolit
- KGD Ad Random, KGD puasa, KGD 2 jam pp
- RFT
- EKG
- Foto Thorax
- Head CT Scan
- Konsul anestesi, bedah syaraf, kardiologi, penyakit dalam

PROGNOSIS
a. Ad vitam : dubia ad malam
b. Ad functionam : dubia ad malam
c. Ad sanactionam : dubia ad malam

HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 10 September 2013
PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
- KIMIA KLINIK
FAAL HEMOSTASIS
PT+INR
Waktu Protrombin
Kontrol
Pasien
INR
APTT
Kontrol
Pasien
Waktu Trombin
Kontrol
Pasien
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Sewaktu
GINJAL
Ureum




13,50
14,6
1,09

34,3
30,9

10,2
14,0

mg/dL

mg/dL














306,10

30,80














<200

<50
14

Kreatinin
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Klorida
mg/dL

mEq/L
mEq/L
mEq/L
0.64

137
3.3
101
0.50-0.90

135-155
3.6-5.5
96-106

HEMATOLOGI
Darah Lengkap (CBC):
Hemogblobin (Hb)
Eritrosit (RBC)
Leukosit (WBC)
Hematokrit
Trombosit (PLT)
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
PCT
PDW


g%
10
6
/mm
3

10
3
/mm
3

%
10
3
/mm
3

fL
pg
g%
%
fL
%
fL


11.40
4.00
6.78
33.6
334
84.00
28.50
33.90
12.50
8.90
0.30
10.4


11.7-15.5
4.20-4.87
4.5-11.0
38-44
150-450
85-95
28-32
33-35
11.6-14.8
7.0-10.2


Hitung Jenis:
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Neutrofil Absolut
Limfosit Absolut
Monosit Absolut
Eosinofil Absolut
Basofil Absolut

%
%
%
%
%
10
3
/L
10
3
/L
10
3
/L
10
3
/L
10
3
/L

62,70
19,80
6,30
11,10
0.100
4,25
1,34
0,43
0.75
0.01

37-80
20-40
2-8
1-6
0-1
2.7-6.5
1.5-3.7
0.2-0.4
0-0.10
0-0.1


15

Konsul penyakit dalam: A: DM tipe 2 + Hipertensi Stage II + Stroke
P: Inj. RI 8-8-8
Anjuran: Cek KGDN / 2jam PP
Cek HbA1C
Cek lipid profile
Konsul Anestesi: keluarga pasien menolak untuk dilaukan operasi dengan pembiusan
Konsul EKG: SR, QRS rate 71x/1, axis N, P wave (+) N, PR interval 0,6s, QRS dur 0,06s,
ST-T changes (-), LVH (-), VES (-). Kesan Sinus Ritme

16



FOLLOW UP 11 Oktober 2013

KU : Penurunan Kesadaran
KT : -
Status Presens
Sensorium : Somnolen
Tekanan Darah : 220/ 110 mmHg
Nadi : 100 x/i
Pernafasan : 20 x/i
Temp : 38,2
o
C

Nervus Kranialis
N I : Sulit dinilai
N II,III : RC +/+, pupil isokor, 3 mm
N III, IV, VI : Dolls eye phenomenon (+)
N V : Refleks Kornea (+)
N VII : Sudut mulut jatuh ke kanan
N VIII : Sulit dinilai
N IX, X : Gag reflex (+)
N XI : Sulit dinilai
N XII : Lidah saat istirahat medial
Status Neurologis
Sens: Somnolen
Tanda Peningkatan TIK
- Nyeri kepala (-)
- Muntah (-)
- Kejang (-)
Tanda Perangsangan meningeal
- Kaku kuduk (-)
- Tanda Kernig (-)
- Tanda Brudzinski I/II : (-)

Refleks Fisiologis Ka Ki
B/T +/+ +/+
APR/KPR +/+ +/+
Refleks Patologis Ka Ki
H/T -/- -/-
Babinski - -

Kekuatan Motorik
ESD: Sulit dinilai ESS: Sulit dinilai
EID: Sulit dinilai EIS: Sulit dinilai

Kesan lateralisasi ke kanan
17

Diagnosa : Somnolen + Konvulsi + Hemiparese dextra + Parese NVII tipe
UMN ec DD/ 1. Stroke iskemik
2. Stroke hemoragik
Terapi : Bed rest elevasi kepala 30
NGT dan kateter terpasang
IVFD R Sol 20 gtt/i
Inj. Citicoline 1 amp/12 jam
Carbamazepine 2x200mg
Inj. Furosemide 1amp/12 jam
Captopril 2x50mg
Nifedipine 3x10mg
Inj. Diazepam 1amp (k/p)
IVFD manitol 20% 125cc/6jam (H1)
KSR 2x1 Tab

Rencana: -Menunggu hasil pembacaan foto thorax dan head CT-Scan
-Cek KGD puasa/ 2jam PP, HbA1c, lipid profile, D-dimer, fibrinogen, PT, APTT,
SGOT, SGPT

HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 11 September 2013
PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
- KIMIA KLINIK
FAAL HEMOSTASIS
PT+INR
Waktu Protrombin
Kontrol
Pasien
INR
APTT
Kontrol
Pasien
Waktu Trombin




13,40
14,3
1,07

33,9
29,0























18

Kontrol
Pasien
Fibrinogen
D-dimer
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Puasa
Glukosa Darah Sewaktu
LEMAK
Kolesterol Total
Trigliserida
Kolesterol HDL
Kolesterol LDL
16,0
14,0
mg/dL
ng/dL

mg/dL
mg/dL

mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL


324,0
938

255
325

271
143
38
208


150-400
<500

70-120
<200

<200
40-200
>65
<150

FOLLOW UP 12 Oktober 2013

KU : Penurunan Kesadaran
KT : -
Status Presens
Sensorium : Somnolen
Tekanan Darah : 150/ 70 mmHg
Nadi : 76 x/i
Pernafasan : 24 x/i
Temp : 37,9
o
C

Nervus Kranialis
N I : Sulit dinilai
N II,III : RC +/+, pupil isokor, 3 mm
N III, IV, VI : Dolls eye phenomenon (+)
N V : Refleks Kornea (+)
N VII : Sudut mulut jatuh ke kanan
N VIII : Sulit dinilai
N IX, X : Gag reflex (+)
N XI : Sulit dinilai
Status Neurologis
Sens: Somnolen
Tanda Peningkatan TIK
- Nyeri kepala (-)
- Muntah (-)
- Kejang (-)
Tanda Perangsangan meningeal
- Kaku kuduk (-)
- Tanda Kernig (-)
- Tanda Brudzinski I/II : (-)

Refleks Fisiologis Ka Ki
B/T +/+ +/+
APR/KPR +/+ +/+
Refleks Patologis Ka Ki
H/T -/- -/-
19

N XII : Lidah saat istirahat medial Babinski - -

Kekuatan Motorik
ESD: Sulit dinilai ESS: Sulit dinilai
EID: Sulit dinilai EIS: Sulit dinilai

Kesan lateralisasi ke kanan
Diagnosa : Somnolen + Konvulsi + Hemiparese dextra + Parese NVII tipe UMN ec SDH
Terapi : Bed rest elevasi kepala 30
NGT dan kateter terpasang
IVFD R Sol 20 gtt/i
Inj. Furosemide 1amp/12 jam
Captopril 2x50mg
Nifedipine 3x10mg
IVFD manitol 20% 125cc/6jam (H1)
KSR 2x1 Tab
Vitamin B kompleks 3x1tab
PCT 3x500mg

20

Hasil pembacaan Head CT-scan: Pendarahan subdural (chronic type) proyeksi temporo
parietal kiri.

21

Hasil pembacaan foto thorax: Kardiomegali dengan kalsifikasi aorta disertai edema paru.


FOLLOW UP 13 Oktober 2013

KU : Penurunan Kesadaran
KT : -
Status Presens
Sensorium : Somnolen
Tekanan Darah : 150/ 70 mmHg
Nadi : 76 x/i
Pernafasan : 24 x/i
Temp : 37,9
o
C

Nervus Kranialis
N I : Sulit dinilai
N II,III : RC +/+, pupil isokor, 3 mm
N III, IV, VI : Dolls eye phenomenon (+)
N V : Refleks Kornea (+)
N VII : Sudut mulut jatuh ke kanan
N VIII : Sulit dinilai
N IX, X : Gag reflex (+)
Status Neurologis
Sens: Somnolen
Tanda Peningkatan TIK
- Nyeri kepala (-)
- Muntah (-)
- Kejang (-)
Tanda Perangsangan meningeal
- Kaku kuduk (-)
- Tanda Kernig (-)
- Tanda Brudzinski I/II : (-)

Refleks Fisiologis Ka Ki
B/T +/+ +/+
APR/KPR +/+ +/+
Refleks Patologis Ka Ki
22

N XI : Sulit dinilai
N XII : Lidah saat istirahat medial
H/T -/- -/-
Babinski - -

Kekuatan Motorik
ESD: Sulit dinilai ESS: Sulit dinilai
EID: Sulit dinilai EIS: Sulit dinilai

Kesan lateralisasi ke kanan
Diagnosa : Somnolen + Konvulsi + Hemiparese dextra + Parese NVII tipe
UMN ec SDH
Terapi : Bed rest elevasi kepala 30
NGT dan kateter terpasang
IVFD R Sol 20 gtt/i
Inj. Furosemide 1amp/12 jam
Captopril 2x50mg
Nifedipine 3x10mg
IVFD manitol 20% 125cc/6jam (H1)
KSR 2x1 Tab
Vitamin B kompleks 3x1tab
PCT 3x500mg














23

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Subdural hematoma (SDH) merupakan kumpulan darah di bawah lapisan dalam dura
namun eksternal terhadap otak dan membran arachnoid. Subdural hematoma merupakan lesi
masa intracranial traumatis yang paling sering terjadi.
3
Subdural hematoma tidak hanya terjadi pada pasien dengan trauma kepala berat
namun juga terjadi pada trauma kepala ringan, terutama pada lansia atau pada orang yang
mengonsumsi antikoagulan. Subdural hematoma bisa juga terjadi secara spontan atau melalui
prosedur seperti lumbal pungsi.
4
Subdural hematoma biasanya ditandai berdasarkan ukuran dan lokasinya serta waktu
sejak terjadinya kejadian (akut, subakut, kronis). Ketika waktu kejadian yang menyebabkan
hematom tidak diketahui, penampakan hematom pada pemeriksaan neuroimaging bisa
membantu menentukan kapan terjadinta hematoma. Faktor-faktor ini, termasuk juga kondisi
neurologis dan medis dari pasien, menentukan modalitas terapi dan memengaruhi prognosis.
5


3.2. Klasifikasi
Acute subdural hematoma terjadi kurang dari 72 jam dan hyperdense dibandingkan
dengan otak pada computed tomography scans. Fase subakut mulai sejak hari 3-7 setelah
trauma akut. Chronic subdural hematoma terjadi setelah berminggu-minggu dan tampak
hypodense dibandingkan dengan otak. Meskipun demikian, jenis subdural hematoma bisa
bercampur, terutama ketika perdarahan akut sudah menjadi kronis.
3
Acute subdural hematoma biasanya disertai dengan trauma pada bagian otak yang
bersifat primer dan ekstensif. Pada sebuah penelitian, 82% dari pasien yang koma dengan
subdural hematoma juga mengalami kontusio parenkim. Subdural hematoma yang tidak
terkait dengan trauma dari jaringan otak dibawahnya dinamakan simple atau pure subdural
hematoma.
3
Trauma kepala yang signifikan bukan satu-satunya penyabab dari subdural hematoma.
Chronic subdural hematoma bisa terjadi pada lansia yang justru mengalami trauma kepala
yang tidak signifikan. Seringnya, kejadian penyebab hematoma tidak diketahui. Chronic
subdural hematoma merupakan penyebab demensia yang bisa diobati. Minoritas kasus
chronic subdural hematoma berasal dari acute subdural hematoma yang sudah matang
24

(terlikuefikasi) karena kurangnya tatalaksana. Subacute subdural hematoma sangat jarang
terjadi.
3

3.3. Etiologi
Penyebab dari acute subdural hematoma adalah sebagai berikut:
4
Trauma kepala
Koagulopati atau antikoagulan medis (warfarin, heparin, hemophilia, penyakit hepar,
trombositopenia)
Perdarahan intracranial nontraumatis karena aneurisma serebral, malformasi
arteriovenous, atau tumor (meningioma atau metastase dural)
Postsurgical (craniotomy, CSF shunting)
Hipotensi intracranial ( setelah lumbal pungsi, kebocoran CSF lumbar, lumboperitoneal
shunt, anestesi spinal epidural)
Child abuse atau shaken baby syndrome
Spontaneous atau unknown
Penyebab dari chronic subdural hematoma adalah sebagai berikut:
5
Trauma kepala ( bisa secara relative ringan, terutama ada lansia dengan atropi serebral)
Acute subdural hematoma, dengan atau tanpa intervensi surgikal
Spontaneous atau idiopatik
Faktor risiko dari chronic subdural hematoma adalah sebagai berikut:
4
Alkoholisme kronis
Epilepsi
Koagulopati
Kista araknoid
Terapi antikoagulan (termasuk aspirin)
Penyakit kardiovaskular ( hipertensi, arteriosklerosis)
Trombositopenia
Diabetes mellitus

3.4. Epidemiologi
Subdural hematoma akut terjadi pada 5-25% pasien dengan trauma kepala berat.
Insiden tahunan dari subdural hematoma kronik adalah 1-5,3 kasus per 100.000 populasi.
Secara keseluruhan, hematoma subdural lebih sering pada pria dibandingkan wanita, dengan
25

perbandingan 3:1. Pria juga memiliki insiden subdural hematoma kronis yang lebih tinggi
yaitu 2:1. Insiden subdural hematoma kronis paling tinggi pada usia decade kelima sampai
ketujuh.
3

3.5. Patofisiologi
Pada umumnya penyebab perdarahan subdural adalah cedera kepala, kadang-kadang
ditemukan perdarahan subdural tanpa adanya trauma seperti pada penderita-penderita yang
mendapat antikoagulan, mengalami koagulopati, atau ruptur aneurisma. Hematoma subdural
akan terbentuk setelah terjadinya proses perdarahan subdural.
6
Saat cedera kepala, terjadi gerakan sagital dari kepala dan otak yang menyebabkan
terjadinya akselarasi atau deselerasi secara relatif terhadap struktur intrakranial, yang
nantinya menyebabkan peregangan pada pembuluh-pembuluh darah kortikal baik pembuluh
vena maupun arteri. Pembuluh vena yang menghubungkan permukaan korteks ke sinus dural
yang disebut sebagai vena parasagital (bridging veins) merupakan yang paling sering
menyebabkan perdarahan subdural.
3
Pembuluh ini membawa drainase dari permukaan otak
ke sinus venosus duramater. Bila vena-vena yang melintas ruang subdural ini cukup
meregang maka akan terjadi ruptur atau robekan pada vena yang masuk ke ruang subdural.
6
Kebanyakan perdarahan subdural terjadi pada daerah parietal, sebagian kecil terdapat di
fossa posterior dan pada fisura interhemisferik serta tentorium atau diantara lobus temporal
dan dasar tengkorak. Pada benturan trauma (impact injury) otak akan terputar pada tepi kasar
dari sayap tulang sfenoid atau dasar dari fossa anterior sehingga mengalami hematoma.
6


26

3.6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada pasien dengan hematoma subdural tergantung pada ukuran
hematoma dan derajat kerusakan otak. Beberapa gejala yang didapatkan dapat berupa:
3
1 Sakit kepala
2 Muntah
3 Bingung
4 Perubahan kebiasaan
5 Penurunan kesadaran
6 Kesulitan berbicara
7 Penurunan status mental
8 Gangguan penglihatan
9 Defisit neurologis (misal : hemiparese) kontralateral
10 Pupil ipsilateral pada bagian hematoma yang tidak reaktif terhadap cahaya

3.7. Diagnosis
Pemeriksaan pada penderita penderita cedera kepala hendaklah ditekankan pada
pemeriksaan neurologik yang meliputkan kesadaran penderita dengan menggunakan Skala
Koma Glasgow, diameter kedua pupil , defisit motorik dan tanda tanda peningkatan
tekanan intrakranial. Adanya jejas jejas di kepala menunjukkan kemungkinan adanya lesi
lesi intrakranial.
1
1. Hematoma Subdural Akut
Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam 24 sampai 48 jam
setelah cedera dan berkaitan erat dengan trauma otak berat. Gangguan neurologik progresif
disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam foramen
magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadaan ini dengan
cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan
tekanan darah.
Pada subdural akut CT-Scan Kepala (non kontras) tampak sebagai suatu massa
hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit sepanjang bagian dalam (inner table)
tengkorak dan paling banyak terdapat pada konveksitas otak di daerah parietal. Terdapat
dalam jumlah yang lebih sedikit di daerah bagian atas tentorium serebelli. Perdarahan
subdural yang sedikit (small SDH) dapat berbaur dengan gambaran tulang tengkorak dan
hanya akan tampak dengan menyesuaikan CT window width. Pergeseran garis tengah
(midline shift) akan tampak pada perdarahan subdural yang sedang atau besar volumenya.
27

Bila tidak ada midline shift harus dicurigai adanya massa kontralateral dan bila midline shift
hebat harus dicurigai adanya edema serebral yang mendasarinya. Perdarahan subdural jarang
berada di fossa posterior karena serebelum relatif tidak bergerak sehingga merupakan
proteksi terhadap bridging veins yang terdapat disana. Perdarahan subdural yang terletak
diantara kedua hemisfer menyebabkan gambaran falks serebri menebal dan tidak beraturan.
1
2. Hematoma Subdural Subakut
Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu lebih dari 48 jam tetapi
kurang dari 2 minggu setelah cedera. Seperti pada hematoma subdural akut, hematoma ini
juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan subdural.
Anamnesis klinis dari penderita hematoma ini adalah adanya trauma kepala yang
menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-
lahan namun dalam jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda status
neurologik yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-lahan dalam
beberapa jam, dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran hematoma,
penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan respon terhadap
rangsangan bicara maupun nyeri. Pergeseran isi intrakranial dan peningkatan intrakranial
yang disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkan herniasi unkus atau sentral dan
melengkapi tanda-tanda neurologik dari kompresi batang otak.

Pada fase subakut perdarahan subdural menjadi isodens terhadap jaringan otak
sehingga lebih sulit dilihat pada gambaran CT-Scan, oleh karena itu pemeriksaan CT dengan
kontras atau MRI sering dipergunakan pada kasus perdarahan subdural dalam waktu 48 72
jam setelah trauma. Pada gambaran T1-weighted MRI lesi subakut akan tampak hiperdens .
Pada pemeriksaan CT dengan kontras, vena-vena kortikal akan tampak jelas dipermukaan
otak dan membatasi subdural hematoma dan jaringan otak. Perdarahan subdural subakut
sering juga berbentuk lensa (bikonveks) sehingga membingungkan dalam membedakannya
dengan epidural hematoma.
1

3. Hematoma Subdural Kronik
Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan bahkan
beberapa tahun setelah cedera pertama. Trauma pertama merobek salah satu vena yang
melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat dalam ruangan subdural.
Dalam 7 sampai 10 hari setelah perdarahan terjadi, darah dikelilingi oleh membran fibrosa,
dengan adanya selisih tekanan osmotic yang mampu menarik cairan ke dalam hematoma,
terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang
28

menyebabkan perdarahan lebih lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah di
sekelilingnya, menambah ukuran dan tekanan hematoma.
Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada
usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera
tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan
CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah.
Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena
tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa
sering kali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala
gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya
pengaliran perdarahan ini adalah:
sakit kepala yang menetap
rasa mengantuk yang hilang-timbul
penurunan kesadaran
perubahan ingatan
kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
Pada fase kronik lesi subdural pada gambaran CT-Scan tanpa kontras menjadi
hipodens dan sangat mudah dilihat. Bila pada CT-Scan kepala telah ditemukan perdarahan
subdural, sangat penting untuk memeriksa kemungkinan adanya lesi lain yang berhubungan
seperti fraktur tengkorak, kontusio jaringan otak dan perdarahan subarakhnoid.
1

3.8. Pemeriksaan Penunjang

1. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan
ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Subdural Hematoma
Gambaran radiologis :
- Bentuk bulan sabit
- Dapat terbentuk pada falx dan tentorium
akut Sub akut Kronis
Durasi :
1-7 hari
Durasi :
7-21 hari
Durasi :
> 21 hari
CT-scan :
hiperdens
CT-scan :
isodens
CT-scan :
hipodens
29


2. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
3. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan / edema), fragmen tulang.
4. Analisa Gas Darah: mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
5. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrakranial.
6. MRI : sangat berguna untuk mengidentifikasi perdarahan ekstraserebral. MRI baru
dipakai pada masa setelah trauma terutama untuk menetukan kerusakan parenkim
otak yang berhubungan dengan trauma yang tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan
CT scan.
1

7. Darah Lengkap

3.9. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Penderita Cedera Kepala di Unit Gawat Darurat
Penatalaksanaan penderita cedera kepala di UGD dilakukan secara terpadu sesuai
ATLS (Advanced Trauma Life Support). Dimulai dengan primary survey, resusitasi dan
penatalaksanaan, secondary survey, stabilisasi dan transport. Resusitasi dapat dilakukan
secara simultan pada saat primary survey.
2
A. Primary Survey (ABCDE)
1. Airway
Pasang servikal kollar untuk immobilisasi servikal, sampai terbukti tidak ada cedera
servikal. Bersihkan jalan napas dari segala sumbatan, benda asing, gigi yang patah,
dll, terutama jika pada pasien tidak sadar dengan lidah yang jatuh ke belakang, harus
segera dipasang mayo (gudle), darah dan lendir segera di suction untuk menghindari
aspirasi. Lakukan intubasi (orotracheal tube) jika apnea, GCS < 8, atau ada bahaya
aspirasi akibat perdarahan dari fraktur maksilofasial yang hebat.
2. Breathing
Evaluasi fungsi ventilasi dengan cara inspeksi terhadap bentuk dan pergerakan dada,
palpasi terhadap kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi, perkusi
untuk menentukan adanya darah atau udara dalam rongga pleura, auskultasi untuk
memastikan masuknya udara ke dalam paru.
30

3. Circulation dengan kontrol perdarahan
Apabila terjadi hipotensi pada pasien maka harus segera diatasi, dengan pemberian
cairan kristaloid dengan mengikuti aturan 3:1, artinya bahwa setiap 100 cc darah yang
keluar harus segera digantikan dengan RL 300 cc. Perdarahan yang tampak dari luar
harus segera dihentikan dengan balut tekan pada daerah tersebut.
4. Disability dengan pemeriksaan mini neurologis, meliputi:
GCS setelah resusitasi
Bentuk, ukuran, dan refleks cahaya pupil
Nilai kekuatan motorik kiri dan kanan, apakah ada parese atau tidak
5. Exposure dengan menghindarkan hipotermia
B. Secondary Survey
Lakukan evaluasi terhadap adanya tanda-tanda trauma eksternal pada kepala, leher,
thoraks, abdomen dan ekstremitas.
C. Stabilisasi dan transportasi
Transportasi boleh dilaksanakan jika penderita telah diresusitasi secara adekuat dan
penderita dalam keadaan stabil.

2. Penatalaksanaan Penderita Cedera Kepala di Ruangan
Head up 30-45, yang akan mengoptimalkan venous return dari kepala, sehingga akan
membantu mengurangi peningkatan TIK.
2

Menghindari terjadinya hiperkapnia
PaCO2 harus dipertahankan dibawah 40 mmHg, sebab hiperkapnia dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah ke otak sehingga terjadi
peningkatan TIK, dengan cara hiperventilasi ringan disertai dengan analisa gas darah
untuk menghindari global iskemia pada otak.
2
Diuretika osmosis
Manitol 20% dengan dosis 0,25-1 gr/kgBB diberikan cepat dalam 30-60 menit untuk
membantu mengurangi peningkatan TIK dan dapat mencegah edema serebri.
7
Anti kejang post trauma seperti carbamazepin (dosis : 600-2000 mg/hari peroral
dalam dosis terbagi dua kali sehari) dan diazepam (dosis : 0,2 mg/kgBB IV).
2




31

3. Surgical Decompression
Operasi dekompresi segera harus dilakukan jika terdapat subdural hematoma akut
dengan midline shift 5 mm. Operasi juga direkomendasikan pada subdural hematoma akut
dengan ketebalan lebih dari 1 cm. Indikasi ini berdasarkan Guidelines for the Surgical
Management of Acute Subdural Hematomas dari Brain Trauma Foundation and the
Congress of Neurological Surgeons pada tahun 2006.
3
Pada guideline tersebut juga disebutkan pada pasien koma dengan subdural hematoma
akut kurang dari 1 cm dengan midline shift kurang dari 5 mm harus dilakukan dekompresi
segera jika terdapatnya kriteria:
3
Skor GCS menurun 2 poin di antara waktu terjadinya kecelakaan dan evaluasi di
rumah sakit
Pasien dengan pupil dilatasi dan menetap
Tekanan intrakranial lebih dari 20 mmHg

3.10. Komplikasi

Kejang post traumatika
Infeksi
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Gangguan gastrointestinal
2


3.11. Prognosis
Mortalitas pasien dengan subdural hematoma akut berkisar 36-79%. Kebanyakan
pasien yang hidup fungsi tubuhnya tidak dapat kembali seperti semula setelah mengalami
subdural hematoma akut. Pasien usia di bawah 40 tahun memiliki mortalitas 20%, usia 40-
80% memiliki mortalitas 65%, sedangkan usia 80 tahun ke atas memiliki mortalitas 88%.
Indikator prognosis buruk pada pasien subdural hematoma yaitu:
3
GCS post resusitasi <8
GCS skor motorik sewaktu datang ke rumah sakit < 5
Abnormal pupil
Penggunaan alkohol
Kecelakaan sepeda motor
Hipoksia atau hipotensi

32

BAB 4
DISKUSI KASUS

Pasien LS, 77 tahun, datang ke RSHAM dengan keluhan utama penurunan kesadaran
dan dijumpai riwayat kejang pada tangan kanan dengan pemeriksaan fisik dijumpai
hemiparese dextra serta parese NVII UMN. Stroke iskemik dan stroke hemoragik dijadikan
diagnosa banding dari pasien karena gejala yang dialami pasien secara tiba-tiba dan semakin
memberat dalam satu minggu ini. Namun pada hari rawatan kedua tanggal diagnosa subdural
hematom ditegakkan berdasarkan hasil CT scan dimana dijumpai lesi hipodensa berbentuk
bulan sabit pada bagian temporo-parietal menandakan adanya subdural hematoma tipe
kronik.
3
Kronik subdural hematoma sangat sering terjadi pada lansia dengan trauma kepala
yang tidak signifikan juga diperberat jika disertai atropi serebral. Robeknya bridging vein
merupakan penyebab tersering dari kronik subdural hematoma.
3
Pada pasien ini usia lansia
tanpa adanya riwayat trauma yang signifikan diduga menjadi penyebab terjadinya subdural
hematom.
Gejala klinis subdural hematoma kronik antara lain berkurangnya tingkat kesadaran,
sakit kepala, kesulitan berjalan, disfungsi kognitif atau hilangnya ingatan, perubahan
kepribadian, deficit motorik (hemiparesis), serta afasia.
3
Pada pasien ini ditemukan
berkurangnya tingkat kesadaran, riwayat kesulitan berjalan, serta adanya defisit motorik
(hemiparese dextra). Hematoma subdural kronik bisa memiliki gejala klinis mirip Parkinson.
3
Pada pasien ini juga ditemukan presentasi akut berupa kejang.
Dari pemeriksaan neurologis, bisa ditemukan perubahan status mental, papilledema,
hiperrefleks atau refleks asimetris, hemianopsia, hemiparesis, disfungsi nervus cranial III atau
VI. Pada pasien usia diatas 60 tahun, gejala klinis tersering adalah hemiparesis yang bisa
ditemukan pada pasien Lamriah, serta refleks yang asimetris. Sedangkan pada usia dibawah
60 tahun, gejala tersering adalah sakit kepala.
Penatalaksanaan pada pasien hematoma subdural kronik yaitu head up (elevasi
kepala) 30-45, pemberian manitol, pemberian antikejang, dan dilakukan tindakan
operasi.
2,3,7
Pasien ini diterapi dengan bed rest elevasi kepala 30, carbamazepine 2x200mg,
dan IVFD manitol 20% 125cc/6jam. Pasien seharusnya dilakukan tindakan operasi, namun
keluarga pasien menolak, sehingga keadaan pasien semakin memburuk dan pada tanggal 13
Oktober 2013 pasien meninggal.
33

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Subdural hematoma (SDH) merupakan kumpulan darah di bawah lapisan dalam dura
namun eksternal terhadap otak dan membran arachnoid. Subdural hematoma merupakan lesi
masa intracranial traumatis yang paling sering terjadi. Kronik subdural hematoma sangat
sering terjadi pada lansia dengan trauma kepala yang tidak signifikan juga diperberat jika
disertai atropi serebral. Robeknya bridging vein merupakan penyebab tersering dari kronik
subdural hematoma. Gejala klinis subdural hematoma kronik antara lain berkurangnya
tingkat kesadaran, sakit kepala, kesulitan berjalan, disfungsi kognitif atau hilangnya ingatan,
perubahan kepribadian, deficit motorik (hemiparesis), serta afasia. Dari pemeriksaan
neurologis, bisa ditemukan perubahan status mental, papilledema, hiperrefleks atau refleks
asimetris, hemianopsia, hemiparesis, disfungsi nervus cranial III atau VI.
Dari gejala klinis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang pasien LS
didiagnosa dengan Somnolen + Konvulsi + Hemiparese dextra + Parese NVII tipe UMN ec
Subdural Hematoma. Pasien diberikan penanganan berupa obat untuk mengurangi tekanan
intrakranial, anti hipertensi, dan anti kejang.

5.2. Saran
Diagnosis cepat sebelum kerusakan neurologis yang signifikan terjadi berhubungan
dengan prognosis yang lebih baik. 86%-90% pasien dengan hematoma subdural kronik dapat
diobati dengan prognosis baik setelah dilakukannya prosedur surgikal.











34

DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono. (2008). Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: UGM Press.
2. Japardi, I. (2004). Cedera Kepala: Memahami Aspek-aspek Penting dalam
Pengelolaan Penderita Cedera Kepala. Jakarta Barat: Bhuana Ilmu Populer.
3. Meagher, R. J., & Lutsep, H. L. (2013). Subdural hematoma. Dipetik Oktober 16,
2013, dari http://emedicine.medscape.com/article/113720
4. Ropper, A. H., & Brown, R. H. (2005). Adams adn Victor's Principle of Neurology
(8th ed.). New York City: McGraw-Hill.
5. Rowland, L. P., & A.Pedley, T. (2010). Merritt's Neurology (12th ed.). Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins.
6. Sastrodiningrat, A. G. (2006). Majalah Kedokteran Nusantara. Memahami Fakta-
Fakta pada Perdarahan Subdural Akut , 39 (3), 297 - 300.
7. Sjahrir, H. (1994). Ilmu Penyakit Saraf Neurologi Khusus. Medan: USU Press.

Anda mungkin juga menyukai