Anda di halaman 1dari 10

Laporan Praktikum Hari,Tanggal : Senin, 2 Desember 2013

Biokimia Waktu : 11.00 12.40 WIB


PJP : Inda setyawati, S.Tp M.Si
Asisten : Sari Yunarini, S.Si
Lusianawati, S.Si





ENZIM II




Kelompok 10
Raden Dani Najar Saputra J3L112187
Andini Eka Pratiwi J3L112115
Dewi Rosmayanti J3L411211
Wika Herfiza J3L112057
























PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Pendahuluan
Enzim adalah sekelompok protein yang berperan sebagai pengkatalis
dalam reaksi-reaksi biologis. Enzim dapat juga didefenisikan sebagai
biokatalisator yang dihasilkan oleh jaringan yang berfungsi meningkatkan laju
reaksi dalam jaringan itu sendiri. Semua enzim yang diketahui hingga kini hampir
seluruhnya adalah protein. Berat molekul enzim pun sangat beraneka ragam,
meliputi rentang yang sangat luas (Suhtanry & Rubianty 1985). Tanpa adanya
enzim biasanya reaksi kima akan berlangsung sangat lambat, bahkan mungkin
tidak dapat terjadi. Seperti telah disinggung di depan, kerja enzim sangat khusus
dan spesifik. Artinya, satu enzim saja hanya menjalankan satu fungsi saja.
Misalnya adalah enzim -Amylase yang bekerja spesifik didalam mulut, enzim ini
terdapat bersama air liur (saliva), enzim -Amylase berperan dalam melakukan
hidrolisis awal makanan terutama mengandung pati (Puspita 1996).
Enzim amilase dapat memecah ikatan pada amilum hingga terbentuk
maltosa. Ada tiga macam enzim amilase, yaitu amilase, amilase dan
amylase, yang terdapat dalam saliva (ludah) dan pankreas adalah amilase.
Enzim ini memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam amilum dan disebut endo
amilase sebab enzim ini memecah bagian dalam atau bagian tengah molekul
amilum.
Proses hidrolisis amilum melalui beberapa tahap yaitu pembentukan amilodekstrin
dari amilum, kemudian menjadi eritrodekstrin selanjutnya menjadi
akrodekstrindan yang terakhir menjadi maltosa (glukosa). Amilase dihasilkan oleh
daun atau bijiyang sedang berkecambah. Aktivitas amilase dipengaruhi oleh
garam-garam
organik, pH, suhu, dan cahaya. pH optimum dari amilase menurut Hopkins, Cole,
dan Green adalah 4,5-4,7. (Poedjiadi 2006).
Enzim dibagi dalam enam golongan besar oleh Commision on Enzymes of
the International Union of Biochemistry. Penggolongan ini didasarkan atas reaksi
kimia di mana enzim memegang peranan Dalam mempelajari mengenai enzim,
dikenal beberapa istilah diantaranya holoenzim, apoenzim, kofaktor, gugus
prostetik, koenzim, dan substrat. Apoenzim adalah suatu enzim yang seluruhnya
terdiri dari protein, sedangkan holoenzim adalah enzim yang mengandung gugus
protein dan gugus non protein. Gugus yang bukan protein tadi dikenal dengan
istilah kofaktor. Kofaktor ada yang terikat kuat pada protein dan sukar terurai
dalam larutan yang disebut gugus prostetik dan adapula yang tidak terikat kuat
pada protein sehingga mudah terurai yang disebut koenzim. Baik gugus prostetik
maupun koenzim, keduanya merupakan bagian yang memungkinkan enzim
bekerja pada substrat. Substrat merupakan zat-zat yang diubah atau direaksikan
oleh enzim (Poedjiadi, 2006).
Tujuan
Percobaan yang dilakukan bertujuan untruk menentukan sifat dan susunan
air liur, getah lambung, menentukan pengaruh pH dan suhu terhadap aktivitas
enzim, dan menentukan titik akromatik.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan ialah gelas piala 100mL, 250 mL, dan 500 mL,
pipet tetes, pipet Mohr 5 mL dan 10 mL, tabung reaksi, piknometer, termometer,
pembakar Bunsen, kaki tiga, kawat kassa, corong gelas, gelas arloji, sudip, kertas
saring, glass wool, spot plate, penangas air, dan botol semprot. Bahan-bahan yang
digunakan ialah air liur (saliva), pereaksi Iodium, HCl, asam asetat, kanji 1%, Na-
karbonat 0,1%,pereaksi Benedict dan aquades.
Prosedur
Uji pengaruh suhu pada aktivitas amylase air liur. Sebanyak 4 buah
tabung reaksi disiapkan dan masing-masing tabung diisi dengan 2 mL sampel air
liur (saliva) dan 2 mL aquades. Tabung dikocok dan masing-masing disimpan
pada suhu yang berbeda. Tabung 1 diletakkan di dalam penangas es bersuhu 10C,
tabung 2 diletakkan pada suhu ruang 25C, tabung 3 dan 4 diletakkan di dalam
penangas air yang bersuhu 37C dan 80C selama 15 menit. Setelah itu pada
masing-masing tabung ditambahkan 1 mL larutan kanji 1%. Larutan dikocok dan
dikembalikan ke masing-masing kondisi sebelumnya selama 10 menit.
Uji Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Amilase Air Liur. Sebanyak 4
buah tabung reaksi disiapkan. Tabung 2 diisi dengan 2 mL HCl, tabung 2 diisi
dengan 2 mL asam asetat, tabung 3 diisi dengan 2 mL aquades, dan tabung 4 diisi
dengan 2 mL Na
2
CO
3
0.1%. masing nilai pH larutan adalah 1, 5, 7, dan 9.
Kemudian ditambahkan 1 mL larutan kanji 1% dan 2 mL air liur (saliva) ke dalam
masing-masing tabung lalu dikocok dan diletakkan pada penangas air bersuhu
37C selama 15 menit. Setelah 15 menit, isi tabung masing-masing diuji dengan
pereaksi iodium dan pereaksi Benedict.
Hidrolisis Pati Matang oleh Amilase Air Liur. Sebanyak 4 tetes sampel air
liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi dan ditambah 10 mL larutan kanji 1%.
Tabung dikocok lalu disimpan pada penangas air bersuhu 37C. Setiap 1 menit
larutan dipipet ke atas spot plate dan diteteskan pereaksi Iodium. Perubahan warna
dicatat sampai larutan tidak menunjukkan perubahan warna lagi (mencapai titik
akromatik).
Hidrolisis Pati Mentah oleh Amilase Air Liur. Seujing sudip tepung pati
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 mL aquades. Tabung
dikocok lalu ditambah 10 tetes sampel air liur (saliva) dan disimpan pada
penangas air bersuhu 37C selama 20 menit. Setiap 5 menit larutan diteteskan ke
atas spot plate dan diteteskan pereaksi Iodium. Perubahan warna dicatat sampai
larutan berwarna kuning pudar. Hasil percobaan dibandingkan dengan hasil
percobaan hidrolisis pati matang oleh amylase air liur.
Data dan Hasil Pengamatan
Tabel 1 Data hasil pengujian suhu terhadap aktivitas amilase saliva
Suhu
Hasil pengamtan Perubahan warna
Iod Benedict Iod Benedict
10C - ++ Coklat Hijau kebiruan
Suhu kamar - +++ Coklat Hijau kebiruan
37C + ++++ Biru Hijau kebiruan pekat
80C - + Coklat Hijau agak kebiruan
Keterangan :


(a) (b)
37C
10C
Suhu
kamar
80C
Gambar 1 Hasil pengujian suhu terhadap aktivitas amilase saliva (a) uji iodium,
(b) uji Benedict
Tabel 2 Data hasil pengujian pH terhadap aktivitas amilase saliva
pH
Hasil pengamtan Perubahan warna
Iod Benedict Iod Benedict
HCl + + Ungu Hijau
CH
3
COOH - - Coklat Hijau pekat
Aquades - - Coklat Hijau lebih pekat
Na-karbonat - - Coklat Hijau sangat pekat
Keterangan:

Gambar 2 Hasil pengujian pH terhadap aktivitas amilase saliva uji iodium,

Gambar 3 Hasil pengujian pH terhadap aktivitas amilase saliva uji Benedict
(a) HCl, (b) CH
3
COOH, (c) aquades, (d) Na-Karbonat.
Tabel 3 Data hasil hidrolisis pati matang dan pati mentah terhadap aktivitas
amilase saliva
Bahan
Menit
ke-
Hasil pengamatan Perubahan warna
Iodium Benedict Iodium Benedict
Pati
mentah
1 +
+
Biru tua
Hijau
2 + Biru tua memudar
3 + Biru
4 + Biru memudar
5 + Biru memudar
10 + Biru memudar
15 + Biru memudar
a d c b
20 + Biru memudar
25 +
Biru memudar
30 + Biru memudar
35 - Coklat kemerahan
40 - Kuning
Pati
matang
1 -
+
Coklat kemerahan
Hijau pekat
2 - Kuning
3 - Kuning
4 - Kuning
5 - Kuning
10 - Kuning
15 - Kuning
20 - Kuning
25 - Kuning
Keterangan



Gambar 4 Hasil Hidrolisis Pati (a)Pati Matang, (b) Pati Mentah dengan Uji
Bendict


(a) (b)
a b
Lanjutan Tabel 3 Data hasil hidrolisis pati matang dan pati mentah terhadap
aktivitas amilase saliva
Gambar 5 Hasil Hidrolisis Pati (a) Pati Mentah, (b) Pati Matang dengan Pereaksi
Iodium

PEMBAHASAN
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim antara lain suhu ,
pH, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim dan zat-zat penghambat. Suhu
berpengaruh terhadap fungsi enzim karena reaksi kimia menggunakan katalis
enzim yang dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah
suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian
aktif enzim akan terganggu, sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.
Perubahan suhu, kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim mula-mula
meningkat karena adanya peningkatan suhu. Energi kinetik akan meningkat pada
kompleks enzim dan substrat yang bereaksi. Namun, peningkatan energi kinetik
oleh peningkatan suhu mempunyai batas yang optimum. Jika batas tersebut
terlewati, maka energi tersebut dapat memutuskan ikatan hidrogen dan hidrofobik
yang lemah yang mempertahankan struktur sekunder-tersiernya (Chandra 2009).
Denaturasi yang disertai dengan penurunan aktivitas enzim sebagai katalis
akan terjadi. Suhu optimal enzim bergantung pada lamanya pengukuran kadar
yang dipakai untuk menentukannya. Semakin lama suatu enzim dipertahankan
pada suhu dimana strukturnya sedikit labil, maka semakin besar kemungkinan
enzim tersebut mengalami denaturasi. Suhu yang digunakan pada percobaan yaitu
10C, 37C, suhu kamar, dan 80C. Enzim amilase bekerja optimal paada suhu
tubuh manusia yaitu 37C sebab enzim tersebut terdapat dalam air liur dalam
tubuh sehingga suhunya sama dengan suhu tubuh. Hasil yang diperoleh pada
percobaan menunjukkan enzim bekerja optimal pada suhu 37C . Hal tersebut
dilihat dari uji iod dan uji Benedict yang dilakukan. Uji iod yang dilakukan
menghasilkan warna kuning dan uji Benedict menunjukkan warna hijau , sehingga
berdasarkan hasil tersebut pada suhu 37C enzim pada air liur telah memecah atau
mendegradasi pati menjadi maltose, dekstrin-dekstrin, ataupun monosakarida
(Lehninger. 1982).
pH optimal untuk sebagian besar enzim adalah 6 sampai 8. Lingkungan
asam akan mendenaturasi sebagian besar enzim. Kondisi pH dapat mempengaruhi
aktivitas enzim melalui pengubahan struktur atau pengubahan muatan pada residu
yang berfungsi dalam pengikatan substrat atau katalis. Sebagai contoh, enzim
bermuatan negatif (Enz
-
) bereaksi dengan substrat bermuatan positif (SH
+
) : Enz
-
+ SH
+
EnzSH. Enz
-
mengalami protonasi dan kehilangan muatan negatifnya
(enzim dinetralisir) pada pH yang rendah: Enz
-
+ H
+
EnzH. Sedangkan pada
pH yang tinggi, SH+ mengalami ionisasi dan kehilangan muatan positifnya
(substrat dinetralisir) : SH
+
S + H
+
. Karena (berdasarkan definisi) satu-satunya
bentuk yang mengadakan interaksi adalah SH
+
dan Enz
-
, nilai pH yang ekstrim
(tinggi ataupun rendah) akan menurunkan kecepatan reaksi (Matjesh 1996).
Pengaruh pH terhadap aktifitas enzim amilase air liur digunakan empat
bahan yang berbeda dengan kondisi pH yang berbeda pula. Suasana asam
dilakukan pada larutan asam asetat dan HCl, suasana netral pada akuades, dan
basa pada natrium karbonat 0,1%. Hasil yang diperoleh pada larutan asam asetat
(pH 5) pada uji iod menunjukkan warna biru yang berarti positif mengandung iod
dan hasil pada uji benedict menunjukkan warna biru dan tidak menunjukkan
terdapat gula pereduksi. Hasil uji iod pada larutan HCl (pH 1) menunjukkan
warna biru dan pada uji benedict menunjukkan warna biru. Hasil uji iod pada
akuades (pH 7) menunjukkan warna biru dan pada uji benedict menunjukkan
warna hijau. Hasil yang diperoleh pada uji iod dalam larutan natrium karbonat
(pH 9) menunjukkan warna kuning dan pada uji benedict menunjukkan warna
hijau. Berdasarkan hasil percobaan enzim amilase bekerja optimal pada pH 7
(Salisbury & Ross 1995).
Hidrolisis pati matang oleh amilase air liur dilakukan dengan
menggunakan uji iod dan uji Benedict. Uji iod terhadap hidrolisis pati matang
oleh amilase air liur mencapai titik akromatik pada menit ke-33. Titik akromatik
adalah titik dimana saat larutan uji dengan larutan iod menghasilkan reaksi negatif
yang menunjukkan bawa pati sudah hilang atau terhidrolisis menjadi maltosa, titik
akromatik dapat dilihat berdasarkan warna larutan yang terbentuk antara iod
dengan larutan yang berisi kanji dan air liur yang sudah menjadi berubah menjadi
warna larutan iodiumnya. Sisa larutan yang telah mencapai titik akromatik
kemudian diuji menggunakan pereaksi Benedict. Hasil yang diperoleh tidak
menunjukkan adanya perubahan warna hijau yang menandakan pati tersebut telah
terhidrolisis menjadi maltosa, endapan merah bata terbentuk karena maltosa
termasuk gula pereduksi sehingga pada saat ditambahkan pereaksi Benedict dan
dipanaskan terjadi perubahan warna hijau sehingga hasil percobaan positif.
Hidrolisis pati mentah amilase air liur dilakukan seperti pada hidrolisis
pati matang, hanya saja pati yang digunakan masih dalam bentuk tepung yang
belum dilarutkan. Titik akromatik pada hidrolisis pati mentah belum dicapai pada
menit ke-20, dicapai pada menit ke-35. Pada saat titik akromatik telah tercapai
ditandai dengan terbentuknya warna yang sama dengan iodin yang digunakan
sebagai kontrol negatif. Hasil pada uji Benedict menunjukkan warna biru. Jika
dibandingkan dengan hidrolisis pati matang, pati mentah lebih lama terhidrolisis.
Hal tersebut dilihat dari waktu yang diperlukan untuk mencapai titik akromatik.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa saliva memiliki
suhu optimum enzim amilase pada saliva ialah 37C , pH enzim amylase sebesar
6 sampai 8, titik akhromatik pada hidrolisis pati mentah dicapai pada menit ke-33,
dan titik akhromatik pada hidrolisis pati mentah dari enzim amylase dicapai pada
menit ke-45.
DAFTAR PUSTAKA
Chandra Hutabarat. 2009. Karakteristik Saliva (Air Liur) dan Kelenjarnya.
Jakarta: PT Gramedia.
Poedjiadi A. 2006. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Puspita W. 1996. Biokimia Suatu Pendekatan Fungsional. Edisi 3. Surabaya :
Airlangga University Press.
Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Maggy Thenwidjaja; penerjemah.
Jakarta: Erlangga (Terjemahan dari : Principles of Biochemistry)
Matjesh, Sabirin. 1996. Kimia Organik II. Jakarta : Depdikbud.
Salisbury , FB. dan Ross C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: ITB
press.

Anda mungkin juga menyukai