Anda di halaman 1dari 39

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan sejak ia lahir
sampai mencapai usia dewasa. Pada masa balita pertumbuhan dan perkembangan
anak terjadi sangat cepat. Masa seperti ini merupakan dasar dan tidak akan terulang
lagi pada kehidupan selanjutnya. Perha tian yang diberikan pada masa balita akan
sangat menetukan kualitas kehidupan manusia di masa depan. Manusia berkembang
dari satu tiap periode perkembangan ke periode yang lain, mereka m engalami
perubahan tingkah laku yang berbeda-beda di akibatkan karena masalah-masalah
atau tugas-tugas yang dituntut dan muncul pada setiap periode perkembangan itu
berbeda pula. Salah satu tugas perkembangan adalah membentuk kemandirian,
kedisiplinan, dan kepekaan emosi pada anak. Untuk mencapai tugas perkembangan
tersebut salah satunya dapat dilakukan
Melalui toilet training sejak dini (Hidayat, 2005). Toilet training pada anak
merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam
melakukan buang air kecil atau buang air besar. Toilet training secara umum dapat
dilaksanakan pada setiap anak yang sudah mulai memasuki fase kemandirian pada
2

anak. Fase ini biasanya pada anak usia 18 24 bulan. Dalam melakukan toilet
training ini, anak membutuhkan persiapan fisik, psikologis maupun intelektualnya.
Dari persiapan tersebut anak dapat mengontrol buang air besar dan buang air
kecil secara mandiri (Hidayat, 2005). Selain mencegah terjadinya mengompol dan
membentuk prilaku hidup bersih dan sehat pada anak sejak dini toilet training juga
akan membentuk kemandirian dan kepercayaan diri dalam mengontrol buang air kecil
dan buang air besar. Dapat melatih kemampuan motorik kasar yaitu dengan berjalan,
duduk, jongkok, berdiri dan juga kemampuan motorik halus yaitu melepas dan
memakai celana sendiri setelah buang air kecil dan buang air besar. Serta dapat juga
untuk melatih kemampuan intelektualnya yaitu anak dapat meniru perilaku yang tepat
seperti buang air kecil dan buang air besar pada tempatnya (Hidayat, 2005). Latihan
buang air besar dan buang air kecil termasuk didalam perkembangan psikomotorik,
karena latihan ini membutuhkan kematangan otot-otot pada daerah pembuangan
kotoran (anus dan saluran kemih). Anak anak dilatih untuk dapat menguasai otot-
otot alat pembuangan pada waktu buang air besar dan buang air kecil. Apabila secara
biologis dan psikologis anak telah matang dalam hal toilet training, tetapi anak gagal
melakukannya, maka anak diberi hukumanan berupa bentakan atau larangan. Toilet
training ini merupakan latihan moral yang pertama kali diterima anak dan sangat
berpengaruh pada perkembangan moral selanjutnya. Hal ini sejalan dengan pendapat
Havighurt bahwa toilet training merupakan latihan moral dalam membentuk karakter
seseorang (Suherman, 2000).
3


Toilet training (mengajarkan balita ke toilet) adalah cara balita untuk
mengontrol kebiasaan membuang hajatnya di tempat yang semestinya, sehingga
tidak sembarang membuang hajatnya (Rahmi, 2008)
Waktu malam, latihan buang air kecil (miksi) menjadi tidak sempurna
atau lengkap sampai usia 4-5 tahun. Di siang hari ngompol dapat juga terjadi
terutama pada saat aktivitas bermain menyita penuh perhatian balita, sehingga
bila mereka tidak diingatkan maka mereka akan terlambat pergi ke kamar
mandi. Pada balita laki-laki, mampu untuk berdiri dan meniru ayahnya setelah
diajarkan mengenai toilet training merupakan motivasi yang kuat selama masa
prasekolah. Beberapa teknik dianjurkan untuk batita yang koperatif, seperti
menggunakan pispot portable yang memberikan perasaan aman pada balita
atau pispot protable yang berada pada satu tempat dengan kloset yang
digunakan sehari-hari. Apabila pispot tidak tersedia, batita dapat duduk atau
jongkok diatas toilet dengan bantuan. perkuat toilet training dengan memotivasi
balita untuk duduk pada pispot dalam jangka waktu yang relatif lama. Balita
dianjurkan untuk meniru orang lain (kakaknya) dan menghindari contoh yang
keliru (Nursalam, 2005)
Menurut American Accademy of Pediatric, tak ada batasan usia yang
tepat, karena semuanya tergantung dari kesiapan fisik dan psikis si batita.
Beberapa balita berusia 1 hingga 2 tahun sudah dapat menunjukkan tanda-tanda
4

siap untuk toilet training namun banyak juga batita yang hingga berumur 30
bulan atau lebih tidak siap dengan konsep toilet training (Rahmi, 2008)
Beberapa ahli berpendapat bahwa ada usia tertentu dimana seorang
balita harus diajarkan toilet training. Usia yang tepat untuk diajarkan hal ini
adalah saat anak berusia 1-2 tahun. Karena jika balita pada usia tersebut belum
siap diajarkan maka orang tua tidak perlu untuk memaksakan balita mereka
karena dapat berdampak negatif bagi hubungan balita dan orang tua di
kemudian hari. Mengajari balita untuk menggunakan tolilet membutuhkan
waktu, pengertian dan kesabaran yang paling penting di ingat adalah orang tua
tidak bisa mengharapkan dengan cepat si batita langsung bisa menggunakan
toilet. Toilet training sebaiknya di ajarkan dengan santai dan tanpa kemarahan.
Karena orang tua khususnya peran ibu merupakan sebagai fasilitator dalam
mengajarkan si batita untu membuang hajatnya di kamar mandi (toilet training)
(Rahmi, 2008)
Setiap balita mempunyai perkembangan yang berbeda-beda dan unik.
Beberapa batita sudah siap dengan toilet training dari kecil. Mungkin balita
baru 13 bulan, balita sudah dapat belajar menggunakan toilet, tetapi ada
beberapa balita yang belum siap dan memerlukan waktu yang lebih lama,
misalnya setelah ia berumur 3 tahun. Bila balita sudah dapat mengganti diaper
atau dapat membuka celana sendiri pada saat mereka buang air kecil, belum
tentu batita siap untuk belajar dengan metode toilet training. Seorang batita
5

memerlukan perkembangan fisik dan emosional yang baik untuk dapat belajar
hal ini (Rahmi, 2008)
Berdasarkan hasil observasi pada ibu yang mempunyai anak umur 1-3
tahun di Paud AN NAZWA cikuesal masih banyak orang tua yang tidak
mengetahui tentang penting nya mengajarkan anak toilet traning maka
berdasarkan data yang diperoleh penulis tertarik untuk mengambil judul
penelitian gambaran pengetahuan ibu tentang toilet traning pada anak usia 1-3
tahun di Paud AN-NAZWA cikeusal.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalahnya
bagaimana GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG TOILET
TRANING PADA ANAK USIA 1-3 TAHUN DI PAUD AN-NAZWA
CIKUESAL ?
1.3 TUJUAN PENELITI
1.3.1 Tujuan Umum
mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang toilet traning
1.3.2 Tujuan Khusus.
1.3.2.1 Diketahui gambaran pengetahuan ibu tentang toilet traning
Berdasarka usia ibu.
6

1.3.2.2 Diketahui gambaran pengetahuan ibu tentang toilet traning
Berdasarkan pendidikan ibu.
1.3.2.3 Diketahui gambaran pengetahuan ibu tentang toilet traning
berdasarkan pekerjaan ibu.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan beberapa manfaat antara lain :
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti
Peneliti dapat memperoleh pengalaman yang berharga mengenai
gambaran pengetahuan tentang toilet traning.
1.4.2 Manfaat Bagi Masyarakat
Untuk memberikan pengetahuan pada masyarakat toilet traning
1.4.3 Manfaat Bagi Akademik
Diharapkan hasil penelitian yang dilakukan dapat dijadikan acuan bagi
akademik dalam pembelajaran tentang toilet traning

7

BAB II
TUJUAN PUSTAKA
2.1 Konsep pengetahuan
2.1.1 Definisi pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi melalui proses
sensoriskhususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya periaku terbuka.Pengtahuan diperlukan sehinga dorongan
sikap dan perilaku setiap hari sehingga sikatakan bahwa pengetahuan
stimulus terhadap tindakan seseorang (Sunaryo,2004)
2.1.2 Definisi kognitif
Untuk mengukur tingkat pengetaahuan seseorang secara terperinci
terdiri dari 6 tingkat yaitu :
2.1.2.1 Tahu (know)
Mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumny
termasuk mengingat kembali tehadap sesuatu yan spesipik dari
seluruh badan yang dipelajari atau rangasanagn yang diterima
tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
8

2.1.2.2 Memahami (comprehention)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan dan
menginterpensikan dengan benar tentang objek yang diketahui.
2.1.2.3 Aplikasi (application)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan suatu
materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang nyata
atau menggunakan hukum-hukum rumus,metode,dan situasi
nyata.
2.1.2.4 analisa (analysis)
Diartikan kemampuan untuk menguraikan objek kedalam
bagian-bagian kecil,tetapi masih dalam struktur objek tersebut
dan masih terkait satu sama lain.ukuran kemmpuan dapat
dilihat dalam penggunana tenaga kerja seperti
menggambar.membuat
bagan,membedakan,memisahkan,memperoses adaptasi dan
dapat membedakan pengertian psikologi dengan fisiologi.
2.1.2.5 sintesi (syntesys)
Menunjukan suatu kemampuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru atau keampuan untuk menyusun
formasi-formasi yang ada.

9

2.1.2.6 Evaluasi (Evaluation)
Menunjukan kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap
suatu objek evalasi dapat menggunakann kriterian yang telah
ada atau disusun sendiri ( sunaryo,2004)

2.1.3 Faktor faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Notoadmodjo soekidjo 2003, faktor faktor yang
mempengaruhi pengetahuan adalah
2.1.3.1 Umur
Umur adalah lama hidup dalam tahun dihitung sejak dilahirkan
sehingga saat ini umur merupakan periode penyusuian terhdap
pola pola kehidupan baru danharapan baru.pada masa ini
merupakan usia reproduksi masa bermasalah masa ketegangan
emosional masa keterasingan sosial,masa komitmen,masa
keterganungan,masa perubahan nilai,masa penyesuaian,masa
kreatif, pada masa dewasa di tandai oleh adanya perubahan
perubahan jasmani dan mental smakin bertambah untuk umur
seseorang akan makin tinggi keingintahuan tentang kesehatan
adapun perbedan umur menurut notoadmodjo sebangai berikut
1. 20 30 tahun
2. 31 45 tahun
3. > 45 tahun
10

2.1.3.2 Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang di berikan oleh seseorang
terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-
cita tertentu.Pendidikan berarti secara formal proses
penyampaian bahan oleh pendidik kepadapeserta didik guna
perubahan prilaku.
Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terutama
dalam meningkatkan pengetahuan seseorang tentang sesuatu
atau pun sebagai pengalaman hidupnya,menurut notoatmodjo
(2003) lingkungan pendidikan dibedakan menjadi tiga yaitu :
1) pendidikan dalam keluarga
2) pendidikan dalam sekolah (SD,SMP,SMA,PT)
3) pendidikan dalam lingkungan masyarakat
(kursus,bimbel)

2.1.3.3 Pengalaman
Menurut teori Determinan perilaku yang disampaikan WHO
menganalisa bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku
tertentu salh satunya disebabkan karena adanya pemikiran dan
perasaan dalam diri seseorang yang terbentuk dalam
pengetahuan,persepsi,sikap,kepercayaan-kepercayaan dan penilaian-
penilaian seseorang terhadap objek tersebut dimana seseorang
11

mendapatkan pengetahuan baik dari pengalaman pribadi maupun
pengalaman.

2.1.3.4 Pekerjaan
Memang secara tidak langgsung pekerjaan turut adil dalam
mempengaruhi tingnkat pengetahuan seseorang hal ini dikarenakan
pekerjaan berhubungan erat dengan faktor interaksi sosial dan
kebudayaan,sedangkan interaksi sosial budaya berhubungan erat
dengan proses pertukaran informasi.Dan hal ini tentunya akan
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang (Humam,2003)
Pekerjaan merupakan kegiatan yang dilakukan dalam
kehidupan sehari sehari semakin cocok jenis pekerjaan yang
diemban,semangkin tinggi pula tingkat kepuasan yang di peroleh
(Notoatmodjo,2003)
2.1.3.5 Cara pengukuran pengetahuan
Pengukuran pegetahuan dapat diakukan dengan wawancra atau angket
yang menyatakan dengan isi materi yang ingin di ukur dari subyek
penelitian atau responden.kedalam pengetahuan yang ingin kita
ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkat domain di atas.
(Notoatmodjo,2005)
Penelitian ini hanya ingin mengetahui tingkat pengetahuan
12

responden.cara mengukur pengetahuan dapat di ukur dengan
mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan objek tertentu
dengan menggunakan rumus.

P = N X 100
SK

Keterangan :

P = Pengetahuan Orang Tua Terhadap Toilet Training
= jawaban yang benar
SK = Skor Maksimum
Dari hasil pengukuran,pengetauan dapat di kategorikan berdasarkan jumlah
persentasi > jawaban yang benar yang telah diberikan.Adapun kategori hasil
pengukuran tersebut adalah sebgai berikut.
Baik : apa bila didapat nilai 76 100 %
Cukup : apa bila didapat nilai 56 75 %
Kurang : apa bila didapat nilai < 56 %


13

2.2 Toilet traning
2.2.1 Pengertian
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak
agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air besar dan buang
air kecil. Selain itu anak di harapkan mampu buang air besar dan
buang air kecil di tempat yang di tentukan. Suksesnya toilet training
tergantung pada kesiapan yang ada pada diri anak dan keluarga.
Toilet training merupakan suatu usaha untuk melatih Anak agar
Mampu mengontrol Dalam, melakukan buang air Kecil Dan buang air
besar (Hidayat, 2005).
Menurut Supartini (2004), pelatihan toilet merupakan aspek Penting
Dalam, Perkembangan usia Anak todler Yang harus mendapat
perhatian orangutan Tua Dalam, berkemih Dan defekasi. Dan toilet
training juga dapat menjadi terbentuknya Kemandirian Anak secara
Nyata sebab Anak sudah Bisa untuk melakukan Hal-Hal Yang Kecil
seperti buang air Kecil Dan Besar buang air besar.
Pada tahapan usia 1 sampai 3 tahun atau usia toddler, kemampuan
sfingter uretra untuk mangontrol rasa ingin berkemih dan sfingter ani
untuk mengontrol rasa ingin defekasi mulai berkembang (Supartini,
2002). Sedangkan menurut Gupte (2004) sekitar 90 persen bayi mulai
mengembangkan kontrol kandung kemihnya dan perutnya pada umur 1
14

tahun hingga 2,5 tahun. Dan toilet training ini dapat berlangsung pada
fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan sampai 24 bulan
(Hidayat,2005).
Toilet training (mengajarkan anak ke toilet) adalah cara anak untuk
mengontrol kebiasaan membuang hajatnya di tempat yang semestinya,
sehingga tidak sembarang membuang hajatnya. Hal yang menyebalkan
sekaligus menggemaskan buat orang tua adalah pada saat buah hatinya
buang air kecil (BAK) atau buang air besar (BAB) di lantai yang sudah
bersih. Kalau bukan sayang kepada sang buah hati ini, tentu saja
cacian dan marahan bakal terlontar dari mulut orang tua yang
mendapati anaknya sedang BAK dan BAB disembarang tempat. Salah
satu cara menyiasati agar anak tidak BAK dan BAB disembarang
tempat adalah dengan mengajarkan toilet training sedini mungkin pada
si kecil. Buang air besar (BAB) dan air kecil (BAK) bukanlah suatu
masalah besar, namun bagi anak balita, mandiri untuk bisa BAB dan
BAK hal yang patut diacungi jempol. Minimal, anak bisa memberi
tanda-tanda saat akan BAK atau BAB. Bagaimana melatih
kemandirian anak untuk bisa BAB atau BAK.
Latihan buang air besar dan buang air kecil termasuk didalam
perkembangan psikomotorik, karena latihan ini membutuhkan
kematangan otot-otot pada daerah pembuangan kotoran (anus dan
saluran kemih). Anak anak dilatih untuk dapat menguasai otot-otot
15

alat pembuangan pada waktu buang air besar dan buang air kecil.
Apabila secara biologis dan psikologis anak telah matang dalam hal
toilet training, tetapi anak gagal melakukannya, maka anak diberi
hukumanan berupa bentakan atau larangan.Toilet training ini
merupakan latihan moral yang pertama kali diterima anak dan sangat
berpengaruh pada perkembangan moral selanjutnya. Hal ini sejalan
dengan pendapat Havighurt bahwa toilet training merupakan latihan
moral dalam membentuk karakter seseorang (Suherman, 2000).
Selain mencegah terjadinya mengompol dan membentuk prilaku
hidup bersih dan sehat pada anak sejak dini toilet training juga akan
membentuk kemandirian dan kepercayaan diri dalam mengontrol
buang air kecil dan buang air besar. Dapat melatih kemampuan
motorik kasar yaitu dengan berjalan, duduk, jongkok, berdiri dan juga
kemampuan motorik halus yaitu melepas dan memakai celana sendiri
setelah buang air kecil dan buang air besar. Serta dapat juga untuk
melatih kemampuan intelektualnya yaitu anak dapat meniru perilaku
yang tepat seperti buang air kecil dan buang air besar pada tempatnya
(Hidayat, 2005).
2.2.2 Usia Anak Dalam Toilet Training
Latihan buang air atau toilet traning ini hendaknya dimulai pada
waktu anak berumur 15 bulan karena sudah mampu melakukan
kegiatan toilet training dan fungsi syaraf yang diguanakan untuk
16

menguasai organ pembuangan sudah mulai matang sehingga anak
sudah dapat belajar untuk mengontrol buang air kecil maupun besar.
Secara berangsur - angsur sistem syaraf dan organ pembuangan
berfungsi dengan sempurna pada saat usia 4 tahun (Suherman, 2000).
Pengajaran toilet training dilakukan pada usia 15 18 bulan,
karena sistem syaraf anak sudah cukup berkembang serta sudah dapat
mengenali tanda tanda dari kandung kemih dan perutnya. Anak juga
dituntut untuk dapat mengendalikan otot yang membuka dan menutup
kandung kemih dan anusnya (Thompson, 2003).
Pada tahapan usia 1 sampai 3 tahun atau usia toddler, kemampuan
sfingter uretra untuk mangontrol rasa ingin berkemih dan sfingter ani
untuk mengontrol rasa ingin defekasi mulai berkembang (Supartini,
2002). Sedangkan menurut Gupte (2004) sekitar 90 persen bayi mulai
mengembangkan kontrol kandung kemihnya dan perutnya pada umur
1 tahun hingga 2,5 tahun. Toilet training ini dapat berlangsung pada
fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan sampai 24 bulan
(Hidayat,2005).
Toilet Training dapat berlangsung pada usia 1-3 tahun atau usia
balita, sebab kemampuan spingter ani untuk mengontrol rasa ingin
devekasi telah berfungsi. Namun setiap anak kemampuanya berbeda
tergantung factor fisik dan psikologisnya. Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa pengajaran toilet training dapat dilakukan pada
17

anak usia 12-36 bulan karena pada saat usia tersebut anak sudah mulai
siap dalam toilet training secara fisik, psikologis serta kognitifnya.
2.2.3 Prinsip Toilet Training
Pada prinsipnya ada 3 langkah dalam toilet training yaitu melihat
kesiapan anak, persiapan dan perencanaan serta toilet training itu
sendiri. Beberapa hal yang harus di ketahui yang berhubungan dengan
toilet training yaitu (Yupi, 2004):
a. Toilet training merupakan latihan yang menentukan kerjasama
b. Toilet training merupakan keterampilan yang bersifat kompleks
c. Kesiapan otot bladder dan bowel dibutuhkan dalam pengontrolan
BAK/BAB
d. Sifat orang tua dari anak sangat menentukan dalam keberhasilan
toilet training
e. Paksaan dari orang tua tidak selamanya akan membuat anak lebih
awal bisa mengikuti toilet training
2.2.3 keuntungan toilet traning
2.2.3.1 kemandirian
Toilet traning juga dapat menjadi awal terbentuknya
kemnadirian anak secara nyata sebab anak sudah mampu
melalkukan hal-hal kecil seperti buang air besar dan buang air
kecil
18

2.2.3.2 Mengetahui bagian-bagian tubuh
Toilet traning bermanfaat pada anak sebab anak dapat
mengetahui bagian-bagian tubuh serta fungsinya (anatomi)
tubuhnya.Dalam proses toilet traning terjadi pergantian implus
atau rangsangan dan instink anak dalam melalukan buang air
kecil dan buang air besar.
2.3 Faktor-faktor yang mendukukung toilet traning pada anak
2.3.3 Kesiapan Fisik
2.3.3.1 usia telah mencapai 18-24 bulan
2.3.3.2 dapat jongkok kurang dari 2 jam
2.3.3.3 mempunyai kemampuan motorik kasar seperti duduk dan
berjalan.
2.3.3.4 Mempunyai kemampuan motorik halus seperti membuk
celana dan pakaian dalam.
2.3.4 kesiapan mental
2.3.4.1 Mengenalrasa ingin buang air kecil dan air besar
2.3.4.2 komunikasi verbal maupun nonverbal jika ingin berkemih
2.3.4.3 keterampilan kognitif untuk mengikuti perintah dan meniru
prilaku orang lain


19

2.4 Cara-cara melalukan toilet traning
Menurut Hidayat (2005), Banyak cara yang dapat dilakukan oleh orang tua
dalam melatih anak untuk buang air besar dan kecil,diantaranya adalah:
2.4.3 Teknik lisan
Teknik lisan merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara
memberikan instruksi pada anak dengan kata-kata sebelum dan
sesudah buang air kecil maupun besar. Cara ini kadang merupakan hal
biasa yang dilakukan oleh orang tua akan tetapi teknik lisan ini
mempunyai nilai yang cukup besar dimana dengan lisan ini persiapan
psikologis pada anak akan semakin matang dan akhirnya anak anak
mampu dengan baik dalam melaksanakan buang air besar maupun
kecil secara mandiri. Berbicara dengan kata-kata sederha yang mudah
dipahami oleh anak, contohya apakah kamu ingin pipis atau pupup?,
jika anak mengatakan mau atau iya segeralah ajak ke toilet dan
katakan bahwa saat kamu merasa ingin pipis atau pupup segeralah
katakan kepada ibu dan sekarang kamu sudah beranjak besar saatnya
kamu pipis dan pupup ketoilet ya ?, serta saat itu pula ajarkan
bagaimana melepas celananya dan dudukkan diatas toilet, jika anak
masih merasa takut orang tua harus selalu mendampingi hingga anak
mampu melakukannya sendiri. Jika belum juga berhasil lakukan cara
ini secara bertahap hingga anak memahami dan mau menggunakan
20

toilet sendiri. Selalu berikan pujian pada anak apabila sudah dapat
melakukannya.
2.4.4 Teknik modeling
Teknik modeling merupakan usaha untuk melatih anak dalam
melakukan buang air besar maupun kecil dengan cara memberi contoh
untuk buang air besar maupun kecil. Cara ini dilakukan dengan
memberi contoh atau membiasakan untuk buang air besar maupun
buang air kecil secara benar. Terdapat beberapa hal yang harus
dilakukan seperti melakukan observasi pada saat anak merasakan ingin
buang air besar maupun kecil, tempatkan anak diatas pispot atau ajak
anak ke kamar mandi. Pada anak yang akan melakukan buang air besar
maupun kecil, dudukkan anak diatas pispot atau dengan orang tua
memberi contoh duduk atau jongkok dihadapannya sambil mengajak
berbicara dan bercerita. Biasakan anak untuk pergi ke toilet pada jam-
jam tertentu dan kenakan celana yang mudah dilepas dan dikembalikan
lagi oleh anak. Berikan pujian jika anak berhasil, jangan memarahi
atau disalahkan jika anak tidak berhasil. Dampak buruk pada cara ini
adalah apabila contoh yang dibeikan salah sehingga anak akan
mempunyai kebiasaan yang salah untuk kedepannya
Menurut Safaria, 2004 terdapat 3 cara yang dilakukan orang tua
dalam toilet training, yaitu:
a) Dengan menggunakan metode bermain boneka
21

Melalui permainan boneka, orang tua dapat mengajari anak sekaligus
mengamati ketertarikan anak dalam menggunakan toilet. Keinginan
anak dalam permainan boneka dapat dilihat sebagai tanda yang
kuatakan kesiapan dalam toilet training.Saat anak ingin mengganti
popok boneka, tunjukkan kepada anak cara yang benar dan biarkan
anak untuk menggantinya sendiri. Apabila anak sudah dapat mengganti
popok boneka dengan baik kemudian katakan pada anak bahwa
bonekanya sudah saatnya menggunakan pispot atau toilet saat buang
air kecil dan buang air besar, maka reaksi anak akan memperlihatkan
tingkatan ketertaikannya pada toilet.
b) Dengan menggunakan media gambar atau vidio
Melalui media gambar atau vidio orang tua dapat menunjukan cara
menggunakan toilet mulai dari menunjukkan gambar toilet itu sendiri
kemudian kegunaan toilet serta cara menggunakan toilet secara
berurutan mulai dari membuka celana saat merasa ingin buang air kecil
atua buang air besar, duduk diatas pispot atau toilet, cara
membersihakn diri dan toilet setelah buang air kecil atau buang air
besar dan memakai celana kembali setelah buang air kecil dan buang
air besar.
c) Dengan menggunakan cara meniru orang orang dewasa
sekitarnya
Meniru orang orang disekitar anak dalam menggunakan toilet
22

merupakan cara yang efektif karena anak dapat melihat langsung
bagaimana caranya menggunakan toilet mulai dari merasakan ingin
buang air, masuk kedalam toilet, duduk diatas toilet, sampai
membersihakn diri setelah buang air kecil maupun besar. Sebagai
contoh ibu mengajak anak perempuannya, ayah mengajak anak laki
lakinya pada saat mandi atau buang air kecil maupun besar serta
menunjukkan bagaimana cara yang benar untuk buang air kecil atau
buang air besar menggunakan toilet mulai dari anak merasa ingi buang
air, melepas celana, duduk diatas toilet, membersihakan diri hingga
memakai celana kembali setelah buang air kecil atau besar. Cara ini
sangat tergantung pada cara pengajaran, pada pengajaran yang benar
dan sesuai maka anak akan menggukan cara tersebut hingga dewasa,
tetapi saat pengajaran ini ada sedikit kesalahan maka anak akan
melakukan kesalahan tersebut hingga dewasa.
Metode Toilet Training
Menurut Octopus (2006), ada dua metode melakukan toilet training,
yaitu:
a. Metode santai
Metode ini dimulai dari secara bertahap dengan melepaskan popok dan
mendudukkannya di pispot atau toilet selama beberapa menit setiap
hari. Anak mungkin tidak akan duduk lama sehingga orang tua dapat
memberika buku atau mainan untuk mengalihkan perhatian anak.
23

Berikan pujian kepada anak jika berhasil buang air, tetapi jangan
memberi hukuman jika anak tidak dapat melkukannya. Secara
beratahap tingkatkan waktu tanpa popok selama beberapa minggu
berikutnya, kemudian perkenalkanlah anak pada penggunaan celana.
Setelah anak percaya diri dengan menggunakan pispot atau toilet
didalam rumah dan popoknya selalu kering saat diajak berpergian,
maka anak dapat di ajak berpergian menggunakan celana.
b. Metode cepat
Metode ini dapat dimulai dari orang tua mengosongkan waktu
setidaknya selama satu minggu penuh. Sebelumnya orang tua sudah
harus memperkenalkan pispot atau toilet kepada anak dan orang tua
sebaiknya membelikan celana dalam seperti orang dewasa. Ajak anak
untuk duduk di pispot atau toilet jika ingin bunag air besar. Berika
pujian jika anak berhasil buang air kecil maupun besar, serta cobalah
membersihkan kotorannya dengan tersenyum. Apabila akan berpergian
ajak anak untuk buang air ke toilet terlebih dahulu. Tidak ada salahnya
orang tua membawa pispot dan baju ganti saat bepergian. Setelah
beberapa minggu anak akan terbiasa dengan cara ini dan saat anak
merasakan ingin buang air kecil maupun besar anak akan mencari
pispot sendiri.
Tahapan Toilet Training
Menurut Warner, (2007) ada tiga tahapan dalam toilet training, yaitu:
24

a. Persiapan
Bagian terpenting dari dari proses pengajaran toilet training pada anak
yang harus diperhatikan adalah memahami sudut pandang anak,
perkembangan anak dan cara belajar anak. Belajar untuk menggunakan
toilet adalah semacam perjalanan yang membantu anak untuk mandiri.
Hal itu memberinya kekuatan dan kontrol atas tubuhnya, dan
membantu mengambil langkah lagi untuk menjadi individu yang
mandiri. orang tua perlu berkerja sama dengan anak mereka untuk
berkomunikasi dengan jelas dalam istilah yang sederhana mengenai
kegunaan toilet. Persiapan bukan hanya bergantung pada tingkat
kedewasaan pribadi anak, tetapi juga pada minat dan tempramen anak.
Jika anak belum siap jangan mencoba untuk memaksa karena anak
akan memberontak dan menentang.
b. Perencanaan
Memilih waktu yang tepat untuk pengajaran pengguanaan toilet adalah
hal terpenting untuk menuju keberhasilan. Saat pagi hari adalah waktu
yang tepat untuk memulai pengajaran penggunaan toilet, sehingga
mereka bisa memulai hari dengan suatu tujuan dipikiran mereka. Anak
yang dapat merespon kegiantan pengajaran toilet training dengan
senang, saat itulah waktu yang tepat. Liburan dirumah membantu
untuk lebih santai dan tidak tertekan dalam mengajari anak toilet
training. Jadwal buang air anak menentukan jadwal pengajaran
25

penggunaan toilet. kebanyak anak butuh menggunakan toilet pada saat
bangun pagi atau siang, setelah makan siang dan saat akan tidur
malam.
c. Pelaksanaan
Memulai pelaksanaan pengajaran toilet training yang pertama orang
tua harus memilih satu hari dimana orang tua tidak mempunayai
kegiatan apapun serta anak tidak sedang menderita suatu penyakit atau
stres, ini akan membuat orang tua dan anak akan lebih fokus dalam
pengajaran. Sebaiknya anak menggunakan celana kain dan meminta
untuk anak memakaninya sendiri. Tetap perhatikan tanda kesiapan
anak sehinga anak dapat menghubungkan persaan fisik denga perasaan
buang air kecil maupun besar. Ikuti dan perhatikan jadwal buang air
kecil maupun besar pada anak. Berikan motivasi kepada anak untuk
menggunakan pispot atau toilet agar anak lebih bersemangat dalam
menggunakan toilet. Berikan penghargaan atau pujian jika akan
berhasil melakukan buang air kecil atau buang air besar. Pujian adalah
motivator yang paling efektif pada pengajaran penggunaan toilet.





26

2.5 KONSEP IBU
2.5.3 Pengertian Ibu
ibu adalah sebutan orang perempuan yang telah melahirkan kita,wanita
yang telh bersuami,panggilan yang lazim pada wanita
(poerwadarminto,2003)
Ibu adalah wanita yang melahirkan seseorang,panggilan yang lazim
pada wanita yang sudah bersuami maupun belum(Kamus Besar
Indonsia,2001)
2.5.4 Peran Ibu
Peran ibu menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal sifat
kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi maupun
kondisi tertentu
Peranan ini didasari oleh harapan dan pola perilaku dalam
keluarga,kelompok,dan masyarakat,adanya peran ibu sebagai berikut
1. sebagai istri dan ibu dari anak anaknya
2. mengurus rumah tangga
3. sebagai pelindung anak anaknya
4. pencari nafkah tambahan dalam keluarganya
27

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada dasarnya kerangka hubungan antara konsep-konsep
yang diamati atau di ukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan
(Notoatmojo,2002)
Adapun kerangka konsep penelitian ini yang berjudul gambran pengetahuan ibu
tentang toilet traning di paud AN-NAZWA cikeusal.
Variabel indefendent Variabel dependent



Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian




- Usia
- Pendidikan
- Pekerjaan

Pengetahuan ibu tentang
toilet traning.
28

3.2 Sumber data yang di peroleh
Peneliti menggunakan sumber data primer dan sekunder dimana sumber data
primer ini dengan melakuka wawancara langgsung dengan responden dan mengambil
data sekunder dengan melakukan study lapangan dan kajian pustaka.

3.3 Definisi Operasional
No Variabel Definisi
oprasional
Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
ukur
1 Variabel
independen
Usia ibu
Lama hidup
responden
dilihat dari lama
lahir sampai
dilakukan
penelitian .
Wawancara Kuesioner 1)20-
30tahun
2)30-45
Tahun
3)>45
tahun
Interval
2 Tingkat
pendidikan
ibu
Tingkat
pendidikan
formal akhir
yang telah
diikuti
Wawancara



Kuesioner 1)Tamat
SD
2)SMP
3)SMA
4)Tamat
Ordinal
29

responden
hingga
mendapat
ijazah.




Pergurua
n Tinggi
3 Status
Pekerjaan
ibu
Pekerjaan yang
ditekuni oleh
responden (ibu)
Wawancara Kuesioner 1. ibu
rumah
tangga
2. pegawai
negeri
atau
swasta
3.
wiraswast
a
4. buruh
ordinal
4 Variabel
dependen
pengetahua
Pengetahuan
merupakan hasil
dari tahu yang
wawancara kuesioner Nilai :


30

n terjadi melalui
proses sensoris
khususnya mata
dan telinga
terhadap objek
tertentu
Baik :76-
100%

cukup :
56-75%

kurang
<56%

31

BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif yaitu suatu metode penelitian
untuk mengetahui permasahan yang berhubungan dengan keadaan sesuatu,
mengumpulkan data-data yang relevan, diklarifikasikan, dijumlahkan dan
diperoleh persentasi. Selanjutnya tabel yang bertujuan menggambarkan suatu
keadaan secara objektif (arikunto, 2003). Penelitian yang diambil untuk
mengetahui bagaimana gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training di
paud an-nazwa Cikeusal
4.2 Populasi & Sample
4.2.1 Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek (manusia, binatang percobaan,
data laboratorium, dll) yang akan diteliti dan memenuhi karakteristik
yang ditentukan (riyanto, agus 2011), Populasi penelitian ini adalah 35
orang ibu di PAUD An-Nazwa Cikeusal Serang-Banten
4.2.2 Sample
Sample merupakan sebagian dari populasi yang diharapkan dapat
mewakili atau representatif populasi (riyanto, agus 2011), Sample dari
32

penelitian ini adalah menggunakan total sampling atau keseluruhan
ibu-ibu pada PAUD An-nazwadi kecamatan Cikeusal Kab. Serang
yang berjumlah 35 orang.

4.3 Metode pengumpulan data
4.3.1 Metode pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan izin dari bagian
akademik, akademi keperawatan pemerintah daerah kabupaten serang
untuk memperoleh surat persetujuan melakukan penelitian di PAUD
An-Nazwa Kecamatan Cikeusal. peneliti bertemu dengan guru di
PAUD An-Nazwa untuk meminta izin melakukan penelitian pada
PAUD tersebut. Setelah disetujui peneliti ketempat penelitian untuk
mencari informasi lebih lanjut tentang pengetahuan ibu mengenai toilet
training.
Sebelum di kumpulkan terlebih dahulu dibuat daftar pertanyaan atau
questioner yang disesuaikan dengan penelitian dari tiap- tiap variable
pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan questioner
kepada responden untuk diisi dan pengumpulan data dilakukan
dirumah masing masing.



33


4.3.2 Instrument pengumpulan data
Alat yang akan di gunaka dalam pengumpulan data berupa questioner
yang dibuat sendiri oleh penulis yang digunakan untuk wawancara
dengan responden
Data yang dikumpulkan dara primer. Data tersebut adalah umur,
pendidikan, pengetahuan dan pengalaman.
4.4 Pengolahan data
Data yang telah dikumpulkan diolah melalui langkah langkah sebagai berikut:
4.4.1 Editing
Editing Dilakukan untuk memeriksa kembali data yang diperoleh
apakah jawaban questioner telah lengkap, jelas, relevan, dan konsisten
sehingga dapat dihasilkan data yang lebih akurat untuk mengolah data
selanjutnya.
4.4.2. Coding
Coding Yaitu mengkode data, berujuan mengantisipasi dan kualitatif
dan membedakan aneka karakter. Pemberian kode ini diperlukan
terutana dalam rangka pengolahan data.
4.4.3 Prosesing data
Pemroresan data yang dilakukan dangan cara memproses data dari
questioner ke paket program computer yaitu program SPSS (statistika
program for social sience)
34


4.4.4 Cleaning data
merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry,
apah data kesalahan atau tidak
4.5 Analisa Data
Analisa data dilakukan setelah semua kegiatan pengumpulan data dan
pengolahan data selesai dilakukan. Analisa data pada penelitian menggunakan
unavariat.
4.5.1 Analisa univariat yang dilakukan terhadap tiap variable dari hasil
penelitian. Pada umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan
distribusi dan presentasie dari tiap variable (notoatmodjo, 2005)
Analisa unavariat dilakukan setelah tabulasi dan frekuensi masing
masing kategori kemudian di hitung besarnya presentasi dengan
menggunakan rumus sebagai berikut.
Variable pengetahuan masyarakat
Dengan rumus :


Keterangan:

P = f/N x 100%


P = Presentase
F = frekuensi
N = jumlah sampel
100% = konstanta

35

Hasil pengukuran yang bersifat kualitatif untuk aspek pengetahuan, selanjutnya
dimasukan kedalam standar karakteristik objektif yang bersifat kualitatif.







Baik : apa bila didapat nilai 76 100 %
Cukup : apa bila didapat nilai 56 75 %
Kurang : apa bila didapat nilai < 56 %

36

LEMBAR KUESIONER

Aturan untuk mengisi lembar kuesioner :
Isilah pertanyaan dengan jawaban yang sebenarnya
Responden cukup memilih salah satu diantara pilihan yang ada dengan cara
menyilang (X) atau melingkari (O)
Isilah pertanyaan nama dengan inisial saja
Isilah pertanyaan alamat selengkap-lengkapnya
Tanggal diisi pada hari yang sama dengan pengisian kuesioner
Peneliti akan menjaga kerahasiaan jawaban yang diberikan responden

Nama Anak :
Nama Ibu :
Umur Anak :
Umur Ibu :
Alamat :
Tanggal Pengisian :
(Diisi oleh Responden)

1.Apakah Anda tahu tentang toilet training (pelatihan toilet) dan pernah
mendengar tentang hal tersebut?
a.Ya
b.Tidak

37

2.Menurut Anda,apakah yang dimaksud dengan toilet training?
a. Pelatihan mandi terhadap anak
b. Upaya pelatihan kontrol BAB dan BAK anak
c.Mengajarkan anak untuk menggosok gigi setelah makan

3.Apakah tujuan toilet training menurut Anda?
a.Mengajarkan anak untuk BAB/BAK secara mandiri
b.Mengajarkan anak untuk mampu menggosok gigi dan mandi secara mandiri
c.Mengajarkan anak untuk hidup mandiri

4.Bagaimana tahapan toilet training yang harus dilalui anak dengan benar
menurut Anda?
a. Membantu anak bergerak ke toilet, menunggu tanda ingin BAB/BAK
muncul, melepaskan pakaian anak secukupnya, membantu anak BAB/BAK.
b. Bergerak ke toilet, melepas pakaian,mengenal tanda ingin
BAB/BAK,melakukan BAB/BAK, membersihkan diri.
c. Mengenal tanda ingin BAB/BAK,bergerak ke toilet, melepas pakaian
secukupnya, melakukan BAB/BAK,membersihkan diri dan memakai
kembali pakaian.
5.Apakah tanda-tanda anak telah siap untuk diajarkan toilet trainingmenurut
Anda?
a.Anak sudah mampu bicara dan merangkak
38

b.Anak lebih menyukai penggunaan popok
c.Anak mampu menahan keinginan BAB/BAK untuk sementara waktu

6.Menurut Anda, pada usia berapakah yang tepat untuk melakukan toilet
training?
a.5-9 bulan
b.1 tahun
c.18-24 bulan

7.Menurut Anda,bagaimana cara yang tepat untuk membantu toilet training
pada anak?
a.Dengan mencontohkan cara melakukan BAB/BAK di toilet
b.Dengan menggunakan badan untuk menahan anak BAB/BAK di toilet
c.Dengan memberikan hadiah dan hukuman tergantung keberhasilan anak saat
BAB/BAK
8.Apakah perbuatan yang harus dihindari saat melakukan toilet
trainingmenurut Anda?
a.Memberikan pujian dan menyemangati
b.Memastikan anak selesai BAB/BAK dengan baik, bila perlu ditahan dengan
badan.
c. Menggunakan alat bantu toilet
.
39

9Menurut Anda,apa saja alat bantu yang diperlukan dalam toilet training?
a.Kursi toilet dan diagram keberhasilan anak
b.Peralatan mandi anak
c.Pakaian ganti dan popok

10.Kapan Anda menganggap sebuah toilet training telah sukses/berhasil?
a.Ketika anak secara stabil sudah mampu pergi ke toilet atas inisiatif sendiri
dan menyelesaikan BAB/BAK dengan baik
b.Ketika anak sudah berusia 2 tahun
c.Ketika anak sudah mampu menggunakan popok

11.Faktor berikut yang Anda anggap menghambat toilet training adalah:
a.Memperpanjang waktu yang dibutuhkan sesuai kemampuan anak
b.Menggunakan kekerasan dan memaksa anak
c.Menjaga mood anak supaya tetap baik

12.Apa yang akan terjadi jika toilet training pada anak gagal, menurut Anda?
a.Anak akan kehilangan kepercayaan diri
b.Anak menjadi tidak percaya kepada orang lain
c.Anak menjadi mudah percaya kepada orang lain

Anda mungkin juga menyukai