Anda di halaman 1dari 14

B.

KONSEP TEORI HEMODIALISA


1. Pengertian
Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami
difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen
lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam
dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan
dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.
Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan
larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat.
Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan.
Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran
yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan
memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang dapat
dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal
ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997).
Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer
(suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk membersihkan darah, darah dikeluarkan
dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan
jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula
arteriovenosa) melalui pembedahan (NKF, 2006).
2. Indikasi
Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas berdasarkan kadar
kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus dimulai. Kebanyakan ahli ginjal
mengambil keputusan berdasarkan kesehatan penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai
penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi
bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya.
Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria
, 4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita
tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan
sehari-hari tidak dilakukan lagi.
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua
pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit
dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat
menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila
terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan
nefropatik diabetik.
Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya dimulai ketika
bersihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin serum
810 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental dapat membahayakan
dirinya juga dianjurkan dilakukan hemodialisa. Selanjutnya Thiser dan Wilcox (1997) juga
menyebutkan bahwa indikasi relatif dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa
ensefalopati, dan toksin yang dapat didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis
uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik (oedem pulmonum),
dan asidosis yang tidak dapat diatasi.
3. Kontra Indikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak
responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik. Sedangkan
menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan
akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi.
Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi
infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut
(PERNEFRI, 2003).
4. Tujuan
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme
dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan
sebagai urin saat ginjal sehat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
5. Proses Hemodialisa
Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa berfungsi mempersiapkan
cairan dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran darah melewati suatu membran
semipermeabel, dan memantau fungsinya termasuk dialisat dan sirkuit darah korporeal.
Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi sistemik. Darah dan dialisat dialirkan pada sisi
yang berlawanan untuk memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi
dialisat, karakteristik dan ukuran membran dalam alat dialisa, dan kecepatan aliran darah dan
larutan mempengaruhi pemindahan larutan (Tisher & Wilcox, 1997).
Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan sebagai ginjal
tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan darah dari
ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk
melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang akan
masuk ke dalam mesin hemodialisa (NKF, 2006).
Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari membran semipermeabel yang terdiri
dari dua bagian, bagian untuk darah dan bagian lain untuk dialisat. Darah mengalir dari arah
yang berlawanan dengan arah darah ataupun dalam arah yang sama dengan arah aliran darah.
Dializer merupakan sebuah hollow fiber atau capillary dializer yang terdiri dari ribuan serabut
kapiler halus yang tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian tengah tabung-tabung kecil
ini, dan cairan dialisat membasahi bagian luarnya. Dializer ini sangat kecil dan kompak karena
memiliki permukaan yang luas akibat adanya banyak tabung kapiler (Price & Wilson, 1995).
Menurut Corwin (2000) hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan di luar tubuh. Selama
hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke dalam sebuah mesin
yang dihubungkan dengan sebuah membran semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua
ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga
keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dializer darah
dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt).
Selanjutnya Price dan Wilson (1995) juga menyebutkan bahwa suatu sistem dialisa terdiri dari
dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk cairan dialisa. Darah mengalir dari pasien
melalui tabung plastik (jalur arteri/blood line), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke
pasien melalui jalur vena. Cairan dialisa membentuk saluran kedua. Air kran difiltrasi dan
dihangatkan sampai sesuai dengan suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan
perantaraan pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisat
kemudian dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di luar serabut berongga
sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi sepanjang
membran semipermeabel dari hemodializer melalui proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.
Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah
dengan dialisat. Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan tekanan
positif di dalam kompartemen darah dializer yaitu dengan meningkatkan resistensi terhadap
aliran vena, atau dengan menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat dengan memainkan
pengatur tekanan negatif. Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisa juga
meningkatkan kecepatan difusi solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan
garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita. Tekanan darah pasien
mungkin cukup untuk mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal (di luar tubuh), atau
mungkin juga memerlukan pompa darah untuk membantu aliran dengan quick blood (QB)
(sekitar 200 sampai 400 ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus-
menerus dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan darah.
Perangkap bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena akan menghalangi udara atau
bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan pasien, maka
hemodializer modern dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai
parameter (Price & Wilson, 1995).
Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan
individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4 5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa
idealnya dilakukan 10 15 jam/minggu dengan QB 200300 mL/menit. Sedangkan menurut
Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3 5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada
akhir interval 2 3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak
normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah
rusak dalam proses hemodialisa.

Gambar 1.
Skema proses hemodialisa
6. Komplikasi Hemodialisa
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa
sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain:
a. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati
waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan)
yang cepat dengan volume yang tinggi.
b. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium,
penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
c. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium,
magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien
hemodialisa.
d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol
lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan
suatu gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini
menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini
tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan
azotemia berat.



e. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang
mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
f. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan
mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor
risiko terjadinya perdarahan.
g. Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena
hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.
h. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
i. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat ataupun
kecepatan putaran darah yang lambat.

C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Keluhan utama pada pasien hemodialisa adalah
a. sindrom uremia
b. Mual, muntah, perdarahan GI.
c. Pusing, nafas kusmaul, koma.
d. Perikarditis, cardiar aritmia
e. Edema, gagal jantung, edema paru
f. Hipertensi
Manifestasi klinik
a. Kulit : kulit kekuningan, pucat, kering dan bersisik, pruritus atau gatal-gatal
b. Kuku ; kuku tipis dan rapuh
c. Rambut : kering dan rapuh
d. Oral ; halitosis / faktor uremic, perdarahan gusi
e. Lambung ; mual, muntah, anoreksia, gastritis ulceration.
f. Pulmonary ; uremic lung atau pnemonia
g. Asam basa ; asidosis metabolik
h. Neurologic ; letih, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan otot : pegal
i. Hematologi : about it, perdarahan

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan melemah
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
c. PK : Perdarahan
d. PK : Hiperkalemia
e. PK : Hipoglikemia
f. PK : Asidosis
g. PK : Anemia



3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan melemah
NOC :
a. Electrolit and acid base balance
b. Fluid balance
c. Hydration
NIC :
Fluid management
a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
b. Pasang urin kateter jika diperlukan
c. Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
d. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
e. Monitor vital sign
f. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher, asites)
g. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
h. Monitor status nutrisi
i. Berikan diuretik sesuai interuksi
j. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130 mEq/l
k. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk

Fluid Monitoring
a. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi
b. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan (Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )
c. Monitor berat badan
d. Monitor serum dan elektrolit urine
e. Monitor serum dan osmilalitas urine
f. Monitor BP, HR, dan RR
g. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
h. Monitor parameter hemodinamik infasif
i. Catat secara akutar intake dan output
j. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB
k. Monitor tanda dan gejala dari odema
l. Beri obat yang dapat meningkatkan output urin

Hemodialysis therapy
a. Ukur berat badan sebelum hemodialisa
b. Monitor vital sign setiap jam atau bila diperlukan
c. Lakukan program ultrafiltration goal sesuai kenaikan berat badan
d. Monitor komplikasi yang mungkin terjadi selama hemodialisa
e. Monitor tanda dan gejala kelebihan cairan
f. Monitor tanda dan gejala kekurangan cairan
g. Ukur berat badan setelah hemodialisa
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi b.d faktor
biologis, psikologis atau ekonomi.

NOC :
a. Nutritional Status : food and Fluid Intake
b. Nutritional Status : nutrient Intake
c. Weight control
NIC :
Nutrition Management
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien.
c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
e. Berikan substansi gula
f. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
g. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
h. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
i. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
j. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
k. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
a. BB pasien dalam batas normal
b. Monitor adanya penurunan berat badan
c. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
d. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
e. Monitor lingkungan selama makan
f. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
g. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
h. Monitor turgor kulit
i. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
j. Monitor mual dan muntah
k. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
l. Monitor makanan kesukaan
m. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
n. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
o. Monitor kalori dan intake nuntrisi
p. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
q. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

3. PK : Peradarahan Perawat dapat menangani dan meminimalkan terjadinya perdarahan.
NIC :
Kontrol perdarahan
a. Kaji keadaan luka insisi penusukan jarum AV Fistula hemoidalisa
b. Jaga posisi jarum tetap aman dan paten.
c. Monitor vital sign
d. Jelaskan tentang tanda dan gejala perdarahan
e. Monitor tanda dan gejala perdarahan
f. Monitor laboratorium darah rutin ( hemoglobin) post hemodialisa bila perlu
g. Berikan dosis antikoagulan waktu hemodialisa sesai dosis.

4. PK : Hiperkalemia Perawat dapat menanganai dan meminimalkan terjadinya hiperkalemia
Management elektrolit
a. Monitor ketidakseimbangan serum elektrolit, jika ada/tersedia
b. Monitor dampak-dampak dari ketidakadekuatan/ ketidak seimbangan elektrolit
c. Pertahankan patensi jalan masuk intra vena
d. Berikan cairan, jika diperlukan
e. Pertahankan keakuratan data intake dan out put
f. Pertahankan cairan intraa vena berisi elektrolit dalam aliran tetap, jika perlu
g. Berikan tambahan elektrolit (secara oral, NGT, dan IV) sesuai resep, jika diperlukan
h. Konsultasikan dengahn dokter dalam pemberian pengoabtan, hemat elektrolit (ex;
spironolakton), jika perlu
i. Berikan ikatan elektrolit atau penguat (ex: kogeoxalat), sesuai instruksi, jika perlu
j. Dapatkan spesimen untuk analisis laborat dari level elektrolit (AGD, urin, serum)
k. Monior kehilangan elektrolit kaya cairan (NGT, section, plesbotomi drainase, diare, drainage
luka, dan diaporosis)
l. Adakan pengukuran untuk mengontrol kehilangan lektrolit berlebihan/banyak sekali (ex :
dengan istirahat usus, perubahan tipe elektrolit, pemberian antiopirektik) jika, perlukan.
m. Minimalkan jumlah oral intake yang dikonsumsi oleh pasien dengan saluran gastrik yang
dihubungkan dengan suction
n. Berikan diet yang tepat untuk pasien , terutama keseimbangan elektrolit (kaya, potasiium,
rendah sodium, rendah karbohidrat)
o. Instruksikan pasien atau famili dalam modifikasi diit secara spesifik
p. Berikan pengamanan lingkungan untuk pasien dengan gangguan neurologi dan
neuromuscular, akibat ketidakseimbangan elektrolit
q. Peningkatan orientasi
r. Ajarkan pasien dan keluarga tentang tipe, penyebab dan perawatan ketidakseimbangan
elektrolit
s. Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan gejala dari ketidakseimbanga elektrolit bertahan
lama atau memburuk
t. Monitor respon pasien untuk terapy elektrolit sesuai instruksi
u. Monitor efek samping pemberian elektrolit tambahan (ex: Gastrointestinal irigasi)
v. Monitor secara pasti level serum potasium pada pasien yang mendapat digitalis dan diuretika
w. Berikan/pasang monitor jantung, jika perlu
x. Obati/rawat aritmia jhantung, sesuai kebijakan
y. Siapkan pasien untuk dialisis (ex: bantu dengan pemasangan kateter untuk dialisis).

5. PK : Hipoglikemia Perawat dapat menangani dan meminimalkan episode hipoglikemi
Management hipo/hiperglikemi
a. Pantau kadar gula darah sebelum pemberian obat hipoglikemik dan atau sebelum makan dan
satu jam sebelum tidur
b. Pantau tanda dan gejala hipoglikemi (kadar gula darah kurang dari 70 mg/dl, kulit dingin,
lembab dan pucat, takikardi,peka terhadap rangsang, tidak sadar, tidak terkoordinasi, bingung,
mudah mengantuk)
c. Jika klien dapat menelan, berikans etengah gelas jus jeruk, cola atau semacam golongan jahe
setiap 15 menit sampai kadar glukosa darahnya meningkat diatas 69 mg/dl
d. Jika klien tidak dapat menelan, berikanglukagon hidroklorida subkutan 50 ml glukosa 50%
dalam air IV sesuai protocol

6. PK : Asidosis Perawat mampu menangani dan meminimalkan episode asidosis Asidosis
Metabolik
a. Pantau tanda dan gejala asidosis metabolik
1) pernafasan cepat danlambat
2) sakit kepala
3) mual dan muntah
4) bikarbonat plasma dan pH arteri darah rendah
5) perubahan tingkah laku, mengantuk
6) kalsium serum meningkat
7) klorida serum meningkat
8) penurunan HCO3
b. Untuk klien klien dengan asidosis metabolik
1) mulai dengan penggantian cairan IV sesuai program tergantung dari penyebab dasarnya.
2) Jika etiologinya DM, rujuk pada PK: hipo/hiperglikemia
3) Kaji tanda dangejala hipokalsemia, hipokalemia, dan alkalosis setelah asidosisnya terkoreksi
4) Lakukan koreksi pada setiap gangguan ketidakseimbangan elektrolit sesuai dengan program
dokter
5) Pantau nilai gas darah arteri dan pH urine.
Asidosis Respiratorik
a. Pantau tanda dan gejala asidosis respiratorik
1) Takikardi
2) Disritmia
3) Berkeringat
4) Mual/muntah
5) Gelisah
6) Dyspneu
7) Peningkatan usaha nafas
8) Penurunan frekuensi pernafasan
9) Peningkatan PCO2
10) Peningkatan kalsium serum
11) Penurunan natrium klorida
b. Untuk klien klien dengan asidosis respiratorik
1) Perbaiki ventilasi melalui pengubahan posisi pada semifowler, latihan nafas dalam
2) Konsul kemungkinan penggunaan ventilasi mekanis
3) Berikan oksigen setelah klien dapat bernafas dengan baik
4) Tingkatkan pemberian hidrasi yang optimal

7. PK : Anemia Perawat dapat melakukan pencegahan untuk meminimalkan terjadinya anemia
berkelanjutan Management Anemia
a. Pantau tanda dan gejala anemia
1) Adanya letargi
2) Adanya kelemahan
3) Keletihan
4) Peningkatan pucat
5) Dyspneu saat melakukan aktivitas
b. Monitor kadar Hb
c. Kolaborasi perlunya pemberian transfusi


DAFTAR PUSTAKA


Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk
perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M.,
Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta.

Ganong, W. F., 1998, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 17. EGC, Jakarta.
Guyton, A. C., 1995, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 7. RGC, Jakarta.
Guyton, A. C. & Hall, J. E., 1997, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 9. EGC, Jakarta.

Havens, L. & Terra, R. P, 2005, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org.

NKF, 2001, Guidelines for hemodialysis adequacy. Terdapat pada: http://www.nkf.com.

NKF, 2006, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org.
PERNEFRI, 2003, Konsensus dialisis. Sub Bagian Ginjal dan HipertensiBagian Ilmu Penyakit
dalam. FKUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta.

Price, S. A. & Wilson, L. M., 1995, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit, Edisi 4,
EGC, Jakarta.

Rose, B. D. & Post, T. W, 2006, Hemodialysis: Patient information, Terdapat pada:
http://www.patients.uptodate.com.

Tisher, C. C. & Wilcox, C. S., 1997, Buku saku nefrologi. Edisi 3. EGC, Jakarta.
Johnson., Mass, 199, Nursing Outcomes Classification, Availabel on: www.Minurse.com.

McCloskey, Joanne C, Bulecheck, Gloria M., 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC).
Mosby, St. Louise.

NANDA, 2002. Nursing Diagnosis : Definition and Classification (2001-2002), Philadelphia.

Wilkinson, Judith, 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai