Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK

A. TINJAUAN TEORITIS
1. Definisi
Menurut WHO, Stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke merupakan penyakit yang paling
sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara,
proses berpikir daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat
gangguan fungsi otak. (Arif Muttaqin, 2008 halaman 128 )
Stroke atau Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) dan dikenal juga
dengan CVA (Cerebral Vascular Accident) adalah gangguan fungsi saraf yang
disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara
mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan
gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.(Harsono,1996, halaman
67)
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi
penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002,
halaman 2131)
Penyakit ini merupakan peringkat ketiga penyebab kematian di United State.
Akibat stroke pada setiap tingkat umur tapi yang paling sering pada usia antara 75 –
85 tahun. (Long. C, Barbara;1996, hal 176).

2. Kalsifikasi
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik adalah :
a. Transient Ischemic Attack (TIA) adalah defisit neurologik fokal akut yang
timbul karena iskemia otak sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan
cepat dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.
b. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND) adalah defisit neurologik fokal
akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung lebih dari 24 jam dan
menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3 minggu
c. Stroke in Evolution (Progressing Stroke) adalah deficit neurologik fokal akut
karena gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan
mencapai maksimal dalam beberapa jam sampe hari
d. Stroke in Resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal
dalam beberapa jam sampai hari
e. Completed Stroke (infark serebri) adalah defisit neurologi fokal akut karena
oklusi atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil
tanpa memburuk lagi.

Sedangkan secara patogenitas Stroke iskemik (Stroke Non Hemoragik) dapat dibagi
menjadi yaitu :
a. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena trombosis
di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri serebri media.
Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau sedang istrirahat
kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun atau secara bertahap sampai
mencapai gejala maksimal dalam beberapa jam,kadang-kadang dalam
beberapa hari (2-3 hari),kesadaran biasanya tidak terganggu dan ada
kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari,minggu atau bulan.
b. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli
yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat
mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu,
kemungkinan juga disertai emboli pada organ dan ada kecendrungan untuk
membaik dalam beberapa hari, minggu atau bulan

3. Etiologi
Penyebab-penyebabnya antara lain:
a. Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak)
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan
kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang
tidur atau bangun tidur. Hal ini terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan
gejala neurologis sering kali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.
b. Embolisme cerebral cerebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke
otak dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli
tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
c. Iskemia ( Penurunan aliran darah ke area otak)
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)
Pendapat lain dikemukakan oleh Junaidi (2006) yang menyatakan ada beberapa
etiologi lain yang dapat menyebabkan terjadinya stroke non hemorhagik, antara lain :
a. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang
kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Endapan yang terbentuk
menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah sehingga mengganggu aliran
darah.
b. Emboli
Benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah. Biasanya
benda asing ini berasal dari trombus yang terlepas dari perlekatannya dalam
pembuluh darah jantung, arteri atau vena.
c. Infeksi
Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama
yang menuju otak.
d. Obat-obatan
Ada beberapa obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti
amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah otak.
e. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran
darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi
jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.

3. Faktor resiko pada stroke


a. Hipertensi
b. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi
atrium, penyakit jantung kongestif)
c. Kolesterol tinggi
d. Obesitas
e. Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
f. Diabetes Melitus ( berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
g. Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar
estrogen tinggi)
h. Penyalahgunaan obat ( kokain)
i. Konsumsi alkohol
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

4. Patofisiologi
Otak menerima aliran darah dengan fungsi yang normal serta membutuhkan
oksigen dan glukosa. Secara umum aliran darah sangat penting untuk pergerakan
sampah dari metabolic, karbon dioksida dan laksit aksid. Jika aliran darah otak
berhenti maka otak dapat tercemar. Segala proses dari autoregulasi serebral aliran
darah memenuhi angka rata-rata 750 ml/menit dalam respon perubahan tekanan darah
atau perubahan karbon dioksida arteri serebral menjadi dilatasi atau kontriksi.
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow
(CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi
penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang
terjadi. Jika suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik maka metabolisme di otak
akan berubah. Setelah satu menit terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5
menit terganggu dapat terjadi infark. Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak dapat
diperbaiki dengan cepat, kerusakan kemungkinan bersifat reversibel.
Stoke Non Haemoragik (SNH) dapat berupa iskemia atau emboli dan
trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umummnya baik
namun dalam keadaan iskemik kadar kalium akan meningkat disertai penurunan ATP
dan kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat reversibel apabila sirkulasi
dapat kembali normal. Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan
menyebabkan pembengkakan sel astroglia sehingga mengganggu transport oksigen
dan bahan makanan ke otak. Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan glutamat
dan aspartat yang akan menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel.
Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran fosfolipid
sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam arakhidonat
merupakan prekursor dari prostasiklin dan tromboksan A2. Prostasiklin merupakan
vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi trombosit, sedangkan tromboksan A2
merangsang terjadinya agregasi trombosit.
Pada keadaan normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam
keseimbangan sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini
terganggu, akan terjadi agregasi trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan radikal
bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel
membengkak (edema seluler). Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan
dalam perluasan kerusakan sel. Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan
neurotoksik terjadi apabila kadar glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi
peningkatan glikolisis dalam keadaan iskemia.
Fibrinogen merupakan molekul protein yang penting untuk tubuh manusia. Ia
memiliki fungsi untuk pembekuan darah. Harga fibrinogen darah dalam tubuh
normalnya antara 200-400 mg/dl. Fibrinogen berlebihan bisa memengaruhi aliran
darah sehingga kemampuan penyediaan oksigen dalam darah bisa menurun. Darah
akan menjadi kental dan alirannya menjadi lambat. Fibrinogen, jika menyatu dengan
trombosit, bisa mencetuskan formasi bekuan darah pada pembuluh darah arteri.
Selanjutnya, ia bisa berubah menjadi fibrin dan hasil akhirnya terjadi pembekuan
darah. Fibrinogen bersamaan dengan kolesterol LDL bisa pula membentuk endapan
aterosklerosis yang akhirnya menyumbat pembuluh darah arteri. Misalnya, pada
pembuluh darah koroner jantung.
Stroke juga dimungkinkan terjadi terkait bekuan darah arteri otak yang
diakibatkan penurunan aliran darah ke otak. Atas dasar berbagai hal di atas, sangat
penting menurunkan kadar fibrinogen supaya risiko bekuan darah yang tidak normal
pada pembuluh darah arteri berkurang. Fibrinogen yang berlebihan dalam jangka
panjang bisa bertindak sebagai bahan aktif untuk terbentuknya pengapuran pembuluh
darah. Jika terjadi pada pembuluh darah otak, hal itu bisa menyebabkan stroke. Meski
begitu, fibrinogen bukan satu-satunya penyebab stroke. Banyak pula faktor pencetus
lain seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dyslipidemia, rokok, obesitas, dan umur
yang lanjut.
Tingginya fibrinogen dalam tubuh bisa juga disebabkan kebiasaan merokok.
Udara yang dingin juga terkait dengan peningkatan fibrinogen darah. Itu dibuktikan
dari data penelitian di negara dengan empat musim. Angka kejadian stroke meningkat
pada musim dingin dibandingkan saat musim panas. Faktor keturunan yang dibawa
kelainan genetik juga merupakan salah satu penyebab peningkatan fibrinogen.

5. Manifestasi klinis
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah
otak tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).
Gejala tersebut antara lain :
a. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
b. Paraesthesia, paresis, Plegia sebagian badan
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control
volunter terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang
muncul biasanya adalah paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon
dalam.
c. Dysphagia
d. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang di pengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.
Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi
dapat dimanifestasikan oleh hal berikut; disartria (kesulitan berbicara), disfasia
atau afasia (gangguan berbicara karena gangguan pada otak), apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya).
e. Gangguan persepsi
Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat
mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual-
spasial dan kehilangan sensori. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-
spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke
bagian tubuh.Untuk membantu pasien ini, perawat dapat mengambil langkah
untuk mengatur lingkungan dan menyingkirkan perabot karena pasien dengan
masalah persepsi mudah terdistraksi. Akan bermanfaat dan memberikan pengingat
lembut tentang di mana objek ditempatkan. Kehilangan sensori karena stroke
dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan
kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian
tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil dan
auditorius
f. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
Bila kerusakan terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau
fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat
ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa
dan kurang motivasi yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi
dalam program rehabilitasi mereka. Masalah psikologik lain juga umum terjadi
dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, dendam dan
kurang kerjasama.

g. Disfungsi Kandung Kemih


Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik
dan postural. Kadang-kadang setelah stroke kandung kemih menjadi atonik,
dengan kerusakan sensasi dalam respon terhadap pengisian kandung kemih.
Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini dilakukan kateterisasi interminten dengan teknik steril. Ketika tonus
otot meningkat refleks tendon kembali, tonus kandung kemih meningkat dan
spastisitas kandung kemih dapat terjadi.
h. Defisit neurologik stroke manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut :

No Defisit neurologi Manifestasi


1. Defisit lapang penglihatan
a) Homonimus Hemlanopsia a) Tidak menyadari orang atau objek,
mengabaikan salah satu sisi tubuh,
b) Kehilangan penglihatan kesulitan menilai jarak
perifer b) Kesulitan melihat pada malam hari,
c) Diplopia tidak menyadari objek atau batas
objek.
c) Penglihatan ganda
2. Defisit Motorik
a) Hemiparesis a) Kelemahan wajah, lengan, dan kaki
pada
b) Hemiplegia sisi yang sama.
b) Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada
c) Ataksia sisi yang sama.
c) Berjalan tidak mantap, tidak mampu
d) Disatria menyatukan kaki.
e) Disfagia d) Kesulitan dalam membentuk kata
e) Kesulitan dalam menelan.

3. Defisit sensori : Parastesia Kesemutan


4. Defisit verbal
a) Fasia ekspresif a) Tidak mampu membentuk kata yang
dapat dipahami
b) Fasia reseptif b) Tidak mampu memahami kata yang
dibicarakan, mampu berbicara tapi
c) Afasia global tidak masuk akal
c) Kombinasi afasia reseptif dan ekspresif
5. Defisit kognitif Kehilangan memori jangka pendek dan
panjang, penurunan lapang perhatian,
tidak mampu berkonsentrasi, dan
perubahan penilaian.
6. Defisit Emosional Kehilangan kontrol diri, labilitas
emosional, depresi, menarik diri, takut,
bermusuhan, dan perasaan isolasi.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, infark dan perdarahan : sub dural,
sub aracnoid, intra cerebral. edema, dan iskemia
b. Angiografi serebral
membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri
c. Pungsi Lumbal
- menunjukan adanya tekanan normal
- tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya
perdarahan
d. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
e. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik, gelombang listrik dan dapat
membantu dalam menentukan lokasi gelombang delta lebih lambat di
daerah yang mengalami gangguan.
f. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
g. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
h. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia gula
darah mencapai 250 mg di dalam serum dan berasung-angsur turun kembali.
i. Pemeriksaan mata (Obtalmuskopy) menunjukan tanda-tanda tekanan darah tinggi
dan pengapuran arteri yang menuju arteri.
(Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)

7. Penatalaksanaan
a. Phase Akut :
- Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan
sirkulasi.
- Antikoagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi.
- Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop
- Pencegahan peningkatan TIK
- Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
- Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala
tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang.
b. Post phase akut :
- Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
- Program fisiotherapi
- Penanganan masalah psikososial.
8. Komplikasi
a. Hipoxia serebral, diminimalkan dengan memberikan oksigen ke darah yang
adekuat ke otak, pemberian oksigen, suplemen dan mempertahankan hemoglobin
dan hematokrit pada tingkat dapat di terima akan membantu dalam
mempertahankan oksigen jaringan.
b. Aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung dan
integritas pembuluh darah serebral. Hipertensi atau hipotensi eksterm perlu di
hindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium.
Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan
aliran darah serebral.
d. Pneumonia terjadi akibat gangguan pada gerakan menelan. Mobilitas dan
pengembangan paru serta batuk yang parah setelah serangan stroke, maka dapat
terjadi peradangan di dalam rongga dada dan kadang-kadang pnemonia.
e. Dekubitus, karena penderita mengalami kelumpuhan dan kehilangan perasaannya.
Dekubitus selalu menjadi ancaman khususnya di daerah bokong, panggul,
pergelangan kaki, tumit bahkan telinga.
f. Kejang atau konvulsi, serangan ini lebih besar kemungkinannya terjadi bila
korteks serebri sendiri telah terkena dari pada serangan stroke yang mengenai
struktur otak yang lebih dalam.
g. Vasospasme, terjadi stroke hemorogic juga sebelum pembedahan. Pada individu
dengan aneurisme biasanya terjadi dari 3-12 hari setelah hemoragi subaraknoid.
h. Hidrosefalus, menandakan adanya ketidakseimbangan antara pembentukan dan
reabsorbsi dari CSS. Hidrosefalus terjadi pada 15-20 % pasien dengan hemoragi
subaraknoid.
i. Disritmia, karena darah dalam CSS yang membasahi batang otak mengiritasi area
tersebut. Batang otak mempengaruhi frekuensi jantung sehingga adanya iritasi
kimia, dapat mengakibatkan ketidakteraturan ritme jantung.

B. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
- Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk
- Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
- Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut

b. Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
- kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.
- mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot)
Data obyektif:
- Perubahan tingkat kesadaran
- Perubahan tonus otot (flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia) ,
kelemahan umum.
- gangguan penglihatan
2. Sirkulasi
Data Subyektif
- Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung ,
endokarditis bacterial), polisitemia.
Data obyektif:
- Hipertensi arterial
- Disritmia, perubahan EKG
- Pulsasi : kemungkinan bervariasi
- Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3. Integritas ego
Data Subyektif:
- Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
- Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan
- kesulitan berekspresi diri
4. Eliminasi
Data Subyektif:
- Inkontinensia, anuria
- distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus
(ileus paralitik)
5. Makan/ minum
Data Subyektif:
- Nafsu makan hilang
- Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
- Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
- Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
- Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)
- Obesitas (factor resiko)
6. Sensori neural
Data Subyektif:
- Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA)
- nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
- Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati
- Penglihatan berkurang
- Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada
muka ipsilateral ( sisi yang sama )
- Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
- Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan
tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi
kognitif
- Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke,
genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam
( kontralateral )
- Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
- Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/
kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global /
kombinasi dari keduanya.
- Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil
- Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
- Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi
lateral
7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
- Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif:
- Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8. Respirasi
Data Subyektif:
- Perokok ( factor resiko )
9.Keamanan
Data obyektif:
- Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
- Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
- Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
- Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
- Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
berkurang kesadaran diri
10. Interaksi social
Data obyektif:
- Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
(Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)

c. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa yang mungkin muncul adalah :
1) Risiko peningkatan TIK berhubungan dengan adanya edema serebral
2) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral,
gangguan oklusif, vasospasme serebral, edema serebral
3) Bersihan jalan napas berhubungan dengan kemampuan batuk menurun dan
peningkatan produksi sekret
4) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia
5) Perubahan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan disfungsi
persepsi visual dan penurunan sensori
6) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada
area bicara di hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot facial/oral.
7) Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat.
8) Gangguan eliminasi urin (inkontinensia urin) berhubungan dengan disfungsi
kandung kemih dan saluran pencernaan.
9) Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan fisik.
10) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama.
11) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
intake nutrisi tidak adekuat.

2. Perencanaan (Terlampir)
3. Implementasi
Implementasi adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana asuhan
keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan tindakan yang telah dibuat,
dimana tindakan yang dilakukan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi

4. Evaluai
a. Tidak terjadi peningkatan TIK
b. Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
c. Jalan nafas klien paten
d. Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuan
e. Meningkatnya persepsi sensorik
f. Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal\
g. Klien tidak mengalami konstipasi
h. Klien mampu mengontrol eliminasi urinnya
i. Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
j. Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
k. Tidak terjadi ketidakseimbangan nutrisi

DAFTAR PUSTAKA

Long C, Barbara (1996), Perawatan Medikal Bedah Jilid 2, Bandung :Yayasan Ikatan

Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran,

Tuti Pahria, dkk (1993), Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Ganguan Sistem

Persyarafan, Jakarta : EGC

Departemen Kesehatan (1996), Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan

Sistem Persarafan , Jakarta : Depkes,


Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah, Jakarta : EGC

Marilynn E, Doengoes, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3, Jakarta : EGC

Harsono (1996), Buku Ajar : Neurologi Klinis, Yogyakarta : Gajah Mada University

Press

Anda mungkin juga menyukai