Anda di halaman 1dari 43

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem Distribusi Tenaga Listrik adalah kelistrikan tenaga listrik mulai
dari Gardu Induk/Pusat listrik yang memasok ke beban mempergunakan
tegangan 20 kV dan 380-400 V.
Jaringan distribusi tegangan menengah 20 kV adalah jaringan distribusi
primer yang dipasok dari Gardu Induk atau Pusat Listrik Tenaga Diesel
(sistem isolated), mempergunakan Saluran Kabel Tegangan Menengah
(SKTM) atau mempergunakan Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM).
Gangguan hubung singkat sering terjadi pada jaringan 20 kV, antarfasa (3
fasa atau 2 fasa) atau gangguan hubung singkat fasa ke tanah (2 fasa atau 1
fasa ke tanah), jika koordinasi proteksi kurang baik dapat menyebabkan
pemadaman yang meluas.
Jaringan distribusi sekunder adalah jaringan yang dipasok dari gardu
distribusi ke beban dengan tegangan 380-400 V (fasa-fasa) dan 220-231 V
(fasa-netral) mempergunakan kabel lilit (twisted cable).

1.2 Tujuan
Diharapkan mahasiswa agar :
a. Memahami sistem proteksi tegangan menengah
b. Mampu menghitung sendiri besaran arus gangguan hubung singkat di
sistem distribusi
c. Mengetahui dan memahami tentang penyulang masuk (incoming feeder),
penyulang keluar (outgoing feeder), gardu hubung dan recloser, serta
d. Mampu dalam perhitungan untuk setting relay



BAB II PEMBAHASAN
2.1 Daerah Pengaman Sistem Distribusi Tenaga Listrik





Gambar 2.1 Daerah Pengaman Distribusi
Keterangan :
= Proteksi / pengaman
= Current Transformer (CT)
Pada gambar 2.1 di atas, pengaman distribusi tenaga listrik sistem
tegangan menengah terbagi atas :
1) Daerah pengaman listrik mempergunakan Recloser, Fuse cut out
atau SSO
2) Daerah pengaman listrik lokasi di sumber listrik Gardu Induk atau
Pusat listrik mempergunakan OCR dan GFR (outgoing feeder)
3) Daerah pengaman listrik di sumber listrik Gardu Induk atau Pusat
listrik mempergunakan OCR dan GFR (incoming feeder)

2.2 Koordinasi Proteksi Distribusi Tenaga Listrik
Relai arus lebih terpasang pada Gardu Induk atau Pusat listrik dengan
tegangan 20.000 volt, sebagai proteksi pengaman bila terjadi gangguan
hubung singkat di tegangan distribusi tenaga listrik.
Gangguan listrik yang terjadi pada sistem kelistrikan 3 fasa, yaitu :
Gangguan 3 fasa
Gangguan 2 fasa
Gangguan 2 fasa-ke tanah dan
1 fasa ke tanah
Bila gangguan listrik tidak diamankan dengan baik, dapat mentripkan
pengaman listrik di incoming feeder, sehingga pemadaman listrik dapat
meluas yang disebut blackout. Untuk mengamankannya diperlukan
koordinasi proteksi yang terpasang baik di incoming feeder, outgoing feeder
dan pengaman yang terpasang di jaringan 20 kV (Relai atau Recloser).
Karena pada setelan proteksi (OCR & GFR) diperlukan besaran arus
gangguan yang dimasukkan pada setelan OCR & GFR, untuk keperluan ini
dibutuhkan hitungan besarnya arus gangguan (Amp), besarnya beban puncak
(Amp), penyetelan relai dapat mempergunakan karakteristik definite atau
inverse. Selanjutnya untuk setting relai dihitung dengan mempergunakan
persamaan yang terdapat pada bab II, dimana impedansi urutan setiap arus
gangguan dibedakan impedansi urutannya seperti ditunjukkan berikut ini :
Z gangguan 3 fasa Z = Z1 + Zf
Z gangguan 2 fasa Z = Z1 + Z2 + Zf
Z gangguan 2 fasa ke tanah Z


Z gangguan 1 fasa ke tanah Z = Z1 + Z2 + Z0 + 3Zf
Dimana :
Z1 = impedansi urutan positif (ohm, pu)
Z2 = impedansi urutan negatif (ohm, pu)
Z0 = impedansi urutan nol (ohm, pu)
Zf = impedansi gangguan (ohm, pu)
Data-data yang diperlukan dalam hitungan ini yaitu :
1. Sumber pasokan dari gardu induk :
MVA hubung singkat di sisi 150 kV
MVA trafo tenaga, ratio tegangan, hubungan belitan dan impedansi
trafo (X
T
)
Pentanahan yang terpasang
Luas, jenis dan panjang jaringan distribusi tenaga listrik
2. Sumber pasokan dari PLTD :
MVA Generator
Impedansi transient generator (Xd)
MVA trafo tenaga, ratio tegangan, hubungan belitan dan impedansi
trafo
Pentanahan yang terpasang
Luas, jenis dan panjang jaringan distribusi tenaga listrik
Selanjutnya dihitung arus gangguan 1 fasa-tanah, 2 fasa dan 2 fasa-
tanah dan 3 fasa, untuk mempermudah hitungan menghitung terlebih dahulu
impedansi sebagai berikut :
Reaktansi pada Trafo Tenaga di Sumber
a. Reaktansi urutan positif (X
1
)
Reaktansi urutan positif tercantum pada papan nama (name plate)
pada trafo tenaga, besarnya tergantung dari kapasitas trafo tenaga
seperti terlihat pada lampiran 2, dimana X
T1
= X
T2
.
b. Reaktansi urutan nol (X
T0
)
Reaktansi urutan negatif, diperoleh dari data transformator tenaga
itu sendiri, yaitu melihat adanya belitan delta sebagai belitan ketiga
dalam trafo tenaga tersebut :
Untuk trafo tenaga dengan hubungan belitan Dyn, dimana
kapasitas belitan Delta (D) sama besar dengan kapasitas belitan
Y, maka X
T0
= X
T1
.
Misal : X
T1
= 0,01 ohm, nilai X
T0
= X
T1
= 0,01 ohm
Untuk trafo tenaga dengan hubungan belitan Y dyn, dimana
kapasitas belitan delta (D), sepertiga dari kapasitas belitan Y
(belitan yang dipakai untuk menyalurkan daya, sedangkan belitan
delta tetap ada di dalam trafo tenaga, tetapi tidak dikeluarkan
kecuali satu terminal delta untuk ditanahkan), maka nilai X
T0
=
3*X
T1
.
Misal : X
T1
= 0,01 ohm, maka nilai X
T0
= 3 * 0,01 = 0,03 ohm
Untuk trafo tenaga dengan hubungan belitan Yyn dan tidak
mempunyai belitan delta di dalamnya, maka besarnya X
T0

berkisar antara 9 s/d 14*X
T1
.
Misal : X
T1
= 0,8 ohm, dan dipilih X
T0
= 10*X
T1
maka besar X
T0

sebagai berikut :
X
T0
= 10*0,8 ohm = 8 ohm
Bagaimana perhitungan XT???
Jawab :
Misal kapasitas trafo tenaga = 60 MVA, 150/20 kV
Impedansi trafo (tercantum di name plate) = 12%
Maka X
T
(ohm) =

ohm
= 0,8 ohm
1. Penjelasan Reaktansi Urutan Nol Trafo Tenaga :
Bila trafo tenaga mempunyai belitan delta (lihat gambar 2.2).
Saat terjadi gangguan satu fasa ke tanah, arus urutan nol (3
I0
)
mengalir pada tiap fasanya pada inti besi akan membentuk
fluks (
0
), arus urutan nol yang mengalir pada tiap fasanya
menimbulkan fluks (
0
) pada inti besi, fluks ini akan berputar
di belitan delta. Sehingga fluks yang timbul, tidak akan
berinteraksi dengan minyak trafo, yang dapat memperkecil
besarnya nilai reaktansi urutan nol. Nilainya tergantung dari
besarnya kapasitas delta atau :
X
T0
= 3 * X
T1






Gambar 2.2 Rangkaian Trafo Tenaga Y-d-y-n dengan Belitan
Delta
Jika trafo tenaga tidak mempunyai belitan delta lihat gambar
2.3, maka fluks yang timbul karena adanya arus gangguan
hubung singkat 1 fasa ke tanah, akan mengalir melalui
minyak trafo sampai ke dinding trafo tenaga, sehingga
reluktansi dari minyak lebih besar daripada inti besi
akibatnya reaktansi belitan menjadi lebih besar, nilainya bisa
antara X
T0
= 9 s/d 14*X
T1






Gambar 2.3 Rangkaian Belitan Trafo Tenaga Yyn (tanpa
belitan delta)
2. Penjelasan 3
RN
dan Z
0
jaringan tenaga listrik
Saat terjadi gangguan satu fasa ke tanah, akan timbul arus
urutan nol yang mengalir pada penghantar dan selanjutnya
mengalir ke tanah seperti terlihat pada gambar 2.4, tegangan E
0

dapat direpresentasikan sebagai berikut :







Gambar 2.4 Rangkaian Arus 3I
o

E
0
= I
0
*Z
0
+ 3*I
0
(Z
N
+ R
N
+ Z
f
)
E
0
= I
0
(Z
1
+ 3*Z
N
+ 3*R
N
+ 3*Z
f
)


Dari persamaan di atas, nilai (Z
1
+ 3
ZN
) adalah impedansi
penghantar dan tanah, 3
Zf
adalah impedansi gangguan, 3
RN
adalah
tahanan NGR.
Di dalam perhitungan arus gangguan hubung singkat, kawat
gangguan hubung singkat 2 fasa tanah atau 1 fasa tanah di
jaringan distribusi terdapat nilai 3
RN
dan 3
Zf
.
Impedansi jaringan distribusi
Perhitungan impedansi jaringan distribusi 20 kV adalah
impedansi (ohm/km) yang diperoleh dari tabel (lihat lampiran)
besarnya tergantung luas penampang, nilai impedansi dalam ohm
yang tergantung pada panjang kawat.
Contoh :
Suatu jaringan distribusi mempunyai mempunyai Z = 0,250 +
j0,345 ohm/km, dimana nilai 0,250 adalah besar reaktansi (R)
dalam ohm/km dan j0,345 adalah nilai reaktansi (X
L
) dalam
ohm/km.
Karena dalam hitungan untuk memperoleh arus gangguan,
dimana titik gangguan terjadi di jaringan 20 kV, maka impedansi
ini dikalikan dengan panjang penyulang, sebagai berikut :
Panjang jaringan misal 10 km (jaringan terpanjang dari
jaringan distribusi), maka impedansi jaringan (ohm), ialah :
Z = (0,250 + j0,345) ohm/km x 10 km
= (2,5 + j3,45) ohm
3. Perhitungan koordinasi relai arus lebih
Pada tahap berikutnya, hasil perhitungan arus gangguan
hubung singkat dipergunakan untuk menentukan nilai setelan arus
lebih, terutama nilai setelan TMS (Time Multiple Setting) dari
relai arus lebih dengan karakteristik jenis invers. Di samping itu
setelah nilai setelan relai diperoleh, nilai-nilai arus gangguan
hubung singkat pada setiap lokasi gangguan yang diasumsikan,
dipakai untuk memeriksa relai arus lebih itu, apakah masih dapat
dinilai selektif atau nilai setelan harus diubah ke nilai lain yang
memberikan kerja relai yang lebih selektif atau didapatkan kerja
selektifitas yang optimum (relai bekerja tidak terlalu lama tetapi
menghasilkan selektifitas yang baik). Sedangkan untuk setelan
arus dari relai arus lebih dihitung berdasarkan arus beban yang
mengalir di penyulang atau incoming feeder, artinya :
a. Relai arus lebih yang terpasang di penyulang keluar
(outgoing feeder) dihitung berdasarkan arus beban
maksimum (beban puncak) yang mengalir di penyulang
tersebut.
b. Relai arus lebih yang terpasang di penyulang masuk
(incoming feeder) dihitung berdasarkan arus nominal trafo
tenaga.
Sesuai British standard untuk
(10)
:
Relai inverse biasa diset sebesar 1,05 s/d 1,3 x I
beban

Relai definite diset sebesar 1,2 s/d 1,3 x I
beban

Persyaratan lain yang harus dipenuhi adalah penyetelan
waktu minimum dari relai arus lebih (terutama di penyulang)
tidak lebih kecil dari 0,3 detik. Pertimbangan ini diambil agar
relai tidak sampai trip lagi, akibat arus Inrush current dari
transformator distribusi yang memang sudah tersambung di
jaringan distribusi, sewaktu PMT penyulang tersebut
dioperasikan.
Penyetelan Ground Fault Relay (GFR) dapat disetel mulai
6% s/d 12% x I
F1fasa terkecil
, nilai ini untuk mengantisipasi jika
penghantar tersentuh pohon dimana tahanan pohon besar (tahanan
pohon 26 ohm s/d 52 ohm) yang dapat memperkecil besarnya
arus gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah.

4. Setelan Time Multiple Setting (TMS)
Setelan Time Multiple Setting (TMS) dan setelan waktu
relai pada jaringan distribusi mempergunakan standard invers
yang dihitung mempergunakan rumus seperti terlihat pada bab 2.

2.3 Aplikasi Perhitungan Arus Gangguan Hubung Singkat dan Setelan Relai
2.3.1 Koordinasi Proteksi antara Incoming dan Outgoing Feeder Pasokan
dari Gardu Induk (Tanpa Gardu Hubung)
Sebagai contoh perhitungan arus gangguan hubung singkat dari
sistem distribusi 20 kV yang dipasok dari suatu Gardu Induk seperti
terlihat pada gambar III.5 dan uraiannya sebagai berikut : Data yang
diperlukan untuk perhitungan arus gangguan hubung singkat dan
koordinasi relai (OCR dan GFR) adalah :
MVAshort circuit dibus 150 kV
Data trafo :
- Kapasitas transformator tenaga (MVA)
- Reaktansi urutan positif transformator tenaga (%)
- Ratio tegangan
- Mempunyai belitan delta atau tidak
- Ratio CT di penyulang masuk (incoming feeder)
- Neutral Grounding Resistance (NGR) yang terpasang
Impedansi urutan positif, negatif dan nol penyulang
Arus beban di penyulang
Ratio CT di penyulang
Perhitungan impedansi
a. Perhitungan impedansi sumber
Impedansi sumber diambil dari arus beban puncak yang
mengalir dari sistem interkoneksi ke gardu induk. Dalam kasus ini
diambil dari arus beban puncak 5 kA maka daya hubung singkat :








Gambar 2.5 Pasokan Daya dari Gardu Induk Distribusi
MVASC x V x I (MVA)
x 150 x 5 MVA
MVA
Arus 5 kA adalah arus saat beban puncak dimana pasokan
daya dari pusat-pusat listrik yang diinterkoneksi masuk ke gardu
induk yang ditinjau selanjutnya dihitung impedansi hubung
singkat (short circuit) :
X
SC


Maka Z
SC
pada tegangan 150 kV

ohm
ohm
Perlu diingat bahwa impedansi sumber ini adalah nilai
tahanan pada sisi 150 kV yang mewakili semua unit pembangkit
beroperasi. Adapun reaktansi (impedansi) sumber mencakup :
impedansi sumber pembangkit, impedansi trafo tenaga di pusat
listrik dan impedansi transmisi, seperti terlihat pada gambar 2.6 di
bawah ini :













Gambar 2.6 Interkoneksi antara Pusat Listrik
Karena arus gangguan hubung singkat yang akan dihitung
adalah gangguan hubung singkat di sisi 20 kV (sebagai dasar
perhitungan dalam perhitungan satuan listrik pada tegangan 20
kV), maka impedansi sumber tersebut harus dikonversikan dulu
ke sisi 20 kV, sehingga perhitungan arus gangguan hubung
singkatnya nanti sudah mempergunakan tegangan 20 kV (sebagai
sumber tidak lagi mempergunakan tegangan 150 kV karena
semua impedansi sudah dikonversikan ke sistem tegangan 20
kV).
Untuk mengkonversikan impedansi yang terletak di sisi 150
kV ke sisi 20 kV dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Daya trafo tenaga antara sisi primer dan sekunder sama,
maka :
MVA
150kV
= MVA
20kV





Gambar 2.7 Transformasi Impedansi Trafo Tenaga


Dimana :
kV
1
= Tegangan transfomator tenaga sisi primer (kV)
kV
2
= Tegangan transfomator tenaga sisi sekunder (kV)
Z
1
= Impedansi transfomator tenaga sisi primer (ohm)
Z
2
= Impedansi transfomator tenaga sisi sekunder (ohm)
Dengan mempergunakan persamaan di atas diperoleh :
X
SC
(sisi 20 kV)



b. Perhitungan reaktansi trafo tenaga
Reaktansi urutan positif dan reaktansi urutan negatif
Dimana X
T1
= X
T2

Dimisalkan reaktansi trafo tenaga 30 MVA adalah sebesar
10%. Untuk memperoleh nilai impedansi dalam ohm,
dihitung dengan cara sebagai berikut :
X
T
(pada 100%)


Nilai reaktansi trafo tenaga ini adalah nilai reaktansi urutan
positif dan negatif (X
T1
= X
T2
), jadi :
X
T1
= X
T1
(%) x X
T1
(ohm) = 10% * 13,33 ohm
= 1,33 ohm
Reaktansi urutan nol (X
T0
)
Pada perhitungan reaktansi urutan nol trafo tenaga, perlu
dilihat apakah ada belitan delta atau tidak. Dalam aplikasi ini
trafo tenaga mempunyai belitan delta, maka nilai reaktansi
urutan nol sebagai berikut :
X
T0
= 3 x X
T1

= 3 x 1,33 ohm
= 4 ohm
c. Perhitungan impedansi penyulang
Impedansi penyulang yang akan dihitung di sini tergantung
dari besarnya impedansi per km (ohm/km) dari penyulang yang
dihitung dimana nilainya ditentukan dari jenis penghantar, luas
penampang dan panjang jaringan SUTM atau jaringan SKTM.
Dalam aplikasi penghantar 20 kV mempergunakan kabel tanah
XLPE 3 x 240 mm
2
, panjang = 300 m dan SUTM panjang 25 km.
Impedansi kabel :
Z = (R + jX) ohm/km
Z
1
= Z2 = (0,125 + j0,097) ohm/km (lihat lampiran)
Z
0
= (0,275 + j0,290) ohm/km
Bila panjang 300 m, dapat dihitung sebagai berikut :
Z
1
= Z
2
= (0,125 + j0,097) x 0,3 (ohm/km.km)
= (0,038 + j0,029) ohm
Z
0
= (0,275 + j0,290) x 0,3 (ohm/km.km)
= (0,083 + j0,009) ohm
Impedansi A3C :
Z
1
= Z
2
= (0,2162 + j0,3305) ohm/km (lihat lampiran)
Z
0
= (0,3631 + j1,6180) ohm/km
Bila panjang 25 km, dapat dihitung sebagai berikut :
Z
1
= Z
2
= (0,2162 + j0,3305) x 25 (ohm/km . km)
= (5,405 + j8,263) ohm
Z
0
= (0,275 + j0,290) x 25 (ohm/km . km)
= (9,078 + j40,45) ohm
Jaringan di atas adalah jaringan yang dihubung seri mulai dari
gardu induk sampai dengan ujung jaringan sebagai berikut :
Z
1
= Z
2
= (0,038 + j0,029) + (5,405 + j8,263) ohm
= (5,443 + j8,292) ohm
Z
0
= (0,083 + j0,009) + (9,078 + j40,45) ohm
= (9,160 + j40,459) ohm

Nilai tahanan gangguan :
Nilai impedansi/tahanan gangguan fasa ke tanah 26 ohm s/d 52
ohm, dipilih = 30 ohm
Nilai impedansi/tahanan gangguan fasa-fasa 2 ohm s/d 10 ohm,
dipilih = 2 ohm

d. Perhitungan impedansi ekivalen dan arus gangguan
Perhitungan yang akan dilakukan di sini adalah perhitungan
besarnya nilai impedansi ekivalen urutan positif (Z
feq
), impedansi
ekivalen urutan negatif (Z
2eq
) dan impedansi ekivalen urutan nol
(Z
0eq
) dari titik gangguan sampai ke sumber, jaringan ekivalennya
seperti terlihat pada gambar 3.8 di bawah ini :






Gambar 3.8 Rangkaian Equivalen saat Terjadi Gangguan
Hubung Singkat
Perhitungan Zfeq dan Z2eq langsung dapat menjumlahkan
impedansi-impedansi yang ada, sedangkan Z0eq dimulai dari titik
gangguan sampai ke trafo tenaga yang netralnya ditanahkan.
Perhitungan impedansi ekivalen didasarkan pada
perhitungan arus gangguan 3 fasa, 2 fasa, 2 fasa-tanah dan 1 fasa-
tanah, gangguan diperhitungkan tiap 5% dari panjang jaringan
sebagai berikut :
Arus gangguan 3 fasa
I
f3

Amp
Impedansi ekivalen untuk gangguan 3 fasa
Z
ek fault 3 fasa


Arus gangguan 2 fasa
I
f2 fasa

Amp
Impedansi ekivalen untuk gangguan 2 fasa
Z
ek fault 2 fasa


Arus gangguan 2 fasa-tanah
I
f2fasa-tanah

Amp
Impedansi ekivalen untuk gangguan 2 fasa-tanah
Z
ek fault 2 fasa-tanah


Arus gangguan 1 fasa-tanah
I
f1fasa-tanah

Amp
Impedansi ekivalen untuk gangguan 1 fasa-tanah
Z
ek fault 1 fasa-tanah


Dengan data-data seperti terlihat halaman sebelumnya,
diiperoleh besarnya arus gangguan hubung singkat yang terjadi di
jaringan distribusi tenaga listrik dengan perkiraan arus gangguan
hubung singkat setiap 10%. Pada hitungan arus gangguan hubung
singkat, mempergunakan program excel dengan hasil yang
diperoleh sebagai berikut :







Tabel 2.1 Hitungan Arus Gangguan
PANJAR
I
3FASA
(A) I
2FASA
(A)
I
2FASA-
TANAH

(A)
I
1FASA-
TANAH
(A)
(%) KM
1% 0,25 4305,28 3728,48 3347,68 164,69
10% 2,53 3256,08 2819,85 2285,85 163,09
20% 5,06 2554,92 2212,63 1666,76 161,25
30% 7,59 2099,69 1818,38 1306,38 159,35
40% 10,12 1781,15 1542,52 1072,87 157,40
50% 12,65 1546,07 1338,94 909,92 155,40
60% 15,18 1365,58 1182,63 789,97 153,36
70% 17,71 1222,70 1058,89 698,08 151,30
80% 20,24 1106,81 958,52 625,47 149,22
90% 22,77 1010,94 875,50 566,69 147,12
100% 25,30 930,33 805,69 518,12 145,02

e. Perhitungan Setting Relay OCR (I> dan I>>) dan GFR (Io> dan
Io>>)
Untuk data sebagai dasar perhitungan setting relai
diasumsikan :
Incoming feeder
Beban = 800 Amp
CT = 1000/5-5
Outgoing feeder
Beban = 250 Amp
CT = 400/5-5
Setting relai dimulai dari sisi hilir (sisi outgoing feeder)
selanjutnya ke sisi hulu (sisi incoming feeder), untuk titik
koordinasi proteksi dipilih gangguan 3 fasa, lokasi 1% di depan
relai outgoing feeder sebagai berikut :
1) Setting Relai di Outgoing Feeder
Settting Over Current Relay (I>)
Setting mempergunakan karakteristik standard invers
Iset primer = 1,1 x 250 (arus beban) Amp
= 275 Amp
Iset sekunder =

Amp = 3,44 Amp


Tms =


Untuk t = waktu diambil 0,3 detik sebagai permulaan
setting
Hal ini untuk menghindari saat feeder dioperasikan timbul
inrush current (arus naik) dari trafo tenaga terpasang
waktunya = 0,2 detik dan arusnya 1,02 s/d 1,3 detik
Intrafo.
Tms =


= 0,12 (tanpa satuan)
Setting Instant / Momen OCR (I>>)
Setting moment didasarkan setting arus besar diambil arus
gangguan 3 fasa di jaringan (feeder), penentuan titik
gangguan setelah nilai arus dari high set dari trafo tenaga
yang terpasang diperoleh (4 x Intrafo) = 4 x 886 A = 3464
A
Dari tabel arus gangguan titik gangguan berada di
gangguan 10%, maka setting instant diambil 40% =
1781,15 Amp, maka :
Iset primer = 1751,15 Amp
Iset sekunder =

Amp = 22,26 Amp


Setting waktu mempergunakan karakteristik definite = 80
mili detik.

Setting Ground Fault Relay (Io>)
Setting mempergunakan karakteristik standard invers
dengan arus diambil arus gangguan 1 fasa ke tanah
terjauh/terkecil seperti terlihat tabel 2.1 di atas.
Nilai setting adalah 8% x If 1 fasa
Iset primer = 8% x 145,02 Amp
= 11,6 Amp
Iset sekunder =

Amp = 0,15 Amp


Tms =


Sama seperti setting OCR waktu (t) diambil minimum =
0,3 detik dan koordinasi proteksi dititik 1% gangguan 1
fasa ke tanah, arus setting 8% diambil untuk
mengantisipasi bila penghantar tersentuh pepohonan.
Tms =


= 0,12 (tanpa satuan)
Setting Instant / Moment GFR (Io>>>)
Setting moment didasarkan setting arus besar dari
gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah, dalam hal ini
titik arus besar dipilih gangguan 1 fasa ke tanah pada 50%
sebesar = 155,4 Amp dalam hal pemilihan arus gangguan
tidak ada standard, tetapi dipilih dari nilai maksimum
gangguan di titik 50%.
Iset primer = 155,4 Amp
Iset sekunder =

Amp = 1,94 Amp


Setting waktu mempergunakan karakteristik definite = 80
mili detik.



2) Setting Relai di Incoming Feeder
Setting Over Current Relay (I>)
Setting mempergunakan karakteristik standard invers
Iset primer = 1,1 x 800 Amp
= 880 Amp
Iset sekunder =

Amp
= 4,4 Amp
Tms =


= waktu tunda antara relay di incoming dan outgoing
diambil = 0,4 detik dan t
outg
= 0,3 detik.
I
f3fasa
diambil titik koordinasi atau di titik 1% arus
gangguan 3 fasa.
Tms =


= 0,17
t =


= 0,79 detik
Setting High Set
Settting high set adalah setting relai di incoming feeder
dengan pasokan daya dari gardu induk digunakan untuk
mengamankan trafo tenaga dari kerusakan akibat
gangguan hubung singkat yang besar nilainya :
4 x In trafo = 4 x 866 Amp = 3464 Amp
Setting waktu = 0,4 detik



Setting Ground Fault Relay (Io>)
Setting mempergunakan karakteristik standard invers
dengan arus diambil arus gangguan 1 fasa ke tanah
terjauh/terkecil seperti terlihat pada tabel 2.1 di atas
sebagai berikut :
Nilai setting adalah 10% x I
f1fasa

Iset primer = 10% x 145,02 Amp
= 14,5 Amp
Iset sekunder =

Amp
= 0,07 Amp
Tms =


Tms =

= 0,25 (tanpa
satuan)

t =


t =

= 0,7 detik
Setting Instant / Moment GFR (Io>>)
Setting moment didasarkan setting arus besar dari
gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah, dalam hal ini
titik arus besar dipilih gangguan 1 fasa ke tanah pada 40%
sebesar = 157,4 Amp. Dalam hal pemilihan arus gangguan
tidak ada standard, tetapi dipilih dari nilai maksimum
gangguan di titik 40%.
Iset primer = 157,4 Amp
Iset sekunder =

Amp
= 0,79 Amp
Setting waktu mempergunakan karakteristik definite = 100
mili detik.
Dari hasil hitungan di atas dapat dibuat tabel sebagai berikut :












3) Pemeriksaan selektifitas kerja relai arus lebih
Hasil perhitungan setelan arus relai yang didapat pada
bab ini masih harus diperiksa, apakah untuk nilai arus
gangnguan hubung singkat yang lain (lihat lokasi gangguan
hubung singkat 1%, 5% , 15% s/d 100% panjang penyulang)
kerja relai arus lebih antara yang pasang dipenyulang keluar
(outgoing feeder) dan yang terpasag di penyulang masuk
(incoming feeder), masih bekerja selektif atau memberikan
beda waktu kerja (grading time) yang terlalu lama. Untuk
grading time yang terlalu lama,bila terjadi kegagalan kerja
relai arus lebih di penyulang, maka relai arus lebih di
incoming feeder yang dalam hal ini bekerja sebagai
pengaman cadangan menjadi terlalu lama membuka
(mentripkan) PMT nya.
Pemeriksaan dilakukan terutama pada relai arus lebih
dari jenis standar (normal) invers, karena setelan waktu
(Tms) pada relai arus lebih jenis inverse bukan menunjukkan
lamanya waktu kerja relai tersebut. Lamanya waktu kerja
Setting Incoming Outgoing
I>
Iset pri = 880 A
Tms = 0,16
t = 0,77 detik
Iset pri = 275 A
Tms = 0,12
t = 0,3 detik
I>>
Iset pri = 3664,1 A
t = 0,4 detik
Iset pri = 1761,1 A
t = 80 m detik
Io>
Iset pri = 14,5 A
Tms = 0,25
t = 0,7 detik
Iset pri = 11,6 A
Tms = 0,12
t = 0,3 detik
Io>>
Iset pri = 157,4 A
t = 100 m detik
Iset pri = 880 A
t = 80 m detik
relai ini ditentukan oleh besar arus gangguan yang mengalir
di relai. Makin besar arus gangguan hubung singkat yang
mengalir dan relai makin cepat kerja relai tersebut menutup
kontanknya, kemudian memberikan triping PMT.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan
bermacam-macam nilai arus gangguan hubung singkat sesuai
hasil perhitungan di atas, ke persamaan standar invers yang
digunakan, contohnya dapat dilihat berikut ini. Karena nilai
arus gangguan hubung singkat yang didapat dari hasil
perhitungan arus gangguan hubung singkat adalah dalam
nilai arus primer, maka dalam pemeriksaan seleketifitas relai
arus lebih ini, maka nilai setelan relai arus lebih yang akan
dimasukkan kedalam persamaan relai invers juga di ambil
dari nilai arus primernya.
Dari data di atas arus gangguan lihat tabel 2.2 diperoleh
waktu kerjanya relai arus lebih, yang dimulai dari gangguan
di lokasi 1% panjang penyulang sebagai berikut :
t =

(



Dimana :
t = waktu tripnya relai sesuai arus gangguan, 3 fasa, 2
fasa, 2 fasatanah atau 1 fasa tanah (detik)
Tms = Time multiple setting pada OCR atau GFR
Ir = arus gangguan ,3 fasa ,2 fasa ,2 fasa tanah atau 1
fasa-ketanah (Amp)
Iset = arus setting primer untuk OCR atau GFR (Amp)


Dari persamaan di atas dapat di hitung besar waktu
tripnya relai berdasarkan arus gangguan (lihat tabel arus
gangguan), dalam hitungan di ambil titik ganggaun 1% depan
gardu induk selanjutnya dibuat tabel :
Tabel 2.2 Waktu kerja relai yang terpasanga pada incoming
feeder.
PANJAR

(km)
WAKTU (DETIK)
INCOMING FEEDER
3 fasa 2 fasa 2 fasa-tnh 1fasa-tnh
0,25 0,70 0,77 0,30 0,70
2,53 0,85 0,96 0,33 0,70
5,06 1,05 1,21 0,35 0,71
7,50 1,29 1,54 0,37 0,71
10,12 1,59 2,00 0,39 0,71
12,65 1,99 2,68 0,40 0,72
15,18 2,56 3,81 0,42 0,72
17,71 3,42 6,09 0,43 0,73
20,24 4,91 13,20 0,45 0,73
22,77 8,13 220,27 0,46 0,73
25,30 20,29 12,81 0,47 0,74
Dari tabel di atas bahwa waktu kerja relai sangat rawan,
bila relai disisi outgoing feeder tidak trip, relai ini akan trip
dengan waktu yang lama.
Dengan simulasi ini peminat dapat dianalisis apakah
sebaiknya dijaringan di tambah kan recloser atau gardu
hubung yang dilengkapi proteksi dan dapat dikordinasikan
dengan relai yang terpasang di sumber.

Tabel 2.3 Waktu kerja relai yang terpasang pada Outgoing
feeder
PANJAR

(km)
WAKTU (DETIK)
OUTGOING FEEDER
3 fasa 2 fasa 2 fasa-tnh 1 fasa-tnh
0,25 0,30 0,32 0,14 0,30
2,53 0,33 0,36 0,15 0,30
5,06 0,37 0,40 0,16 0,30
7,50 0,41 0,44 0,16 0,30
10,12 0,45 0,48 0,17 0,31
12,65 0,48 0,53 0,18 0,31
15,18 0,52 0,57 0,19 0,31
17,71 0,56 0,62 0,19 0,31
20,24 0,60 0,67 0,20 0,31
22,77 0,64 0,72 0,20 0,31
25,30 0,69 0,78 0,21 0,32

Dari tabel 2.2 dan 2.3 untuk kordinasi Over Current
relai antara Incoming feeder dan outgoing feeder dengan arus
gangguan 3 fasa (sesuai hitungan pada setelan yang dipilih),
dapat dibuat grafik kordinasi sebagai berikut :







Titik kordinasi antara relai incoming dan outgoing
feeder terletak depan relai outgoing atau terlihat grafik di atas
pada panjang jaringan 0,64 km depan gardu induk dan bila
gangguan jauh di ujung jaringan waktu yang dibutuhkan
0,74 detik.
Grafik ini berguna untuk melihat apakah hasil hitungan
setting yang telah dilakukan sudah memenuhi kriteria
koordinasi, maksudnya setting OCR di incoming dan
outgoing feeder tidak saling berpotongan.













2.3.2 Koordinasi Proteksi Antara Incoming,Outgoing feeder dan Relai
di Gardu Hubung
Sebagai contoh perhitungan arus gangguan hubung singkat dari
sistem distribusi 20 kV yang dipasok dari Gardu Induk.





Gambar 2.9 Pasokan Daya dari Gardu Induk Distribusi dengan
Recloser
A. Perhitungan Impedansi
1. Reaktansi Hubung singkat di sistem 150 kV berikut :
Xsc (sisi 20 kv ) =


2. Reaktansi tranformator tenaga sebagai berikut :
Reaktansi Urutan positif dan negatif ( X
T1
= X
T2
)
Xt (pada 100 % ) =


Jadi :
X
T1
= X
T1
(%)x X
T
= 12% x 6,66 = 0,8
Reaktansi Urutan nol (X
T0
)
X
T0
= 3 x X
T1

= 3 x 0,8
= 2,4

3. Impedansi Jaringan Distribusi
Jaringan distribusi 20 kv mempergunakan bermacam-
macam jenis penghantar seperti :
Jaringan distribusi antara GI GH mempergunakan 2
jenis penghantar yaitu , A3C 240 mm
2
panjang 5 km
dan A3C 150 mm
2
panjang = 6 km . Untuk perhitungan
impedansi antara A3C 240 mm
2
dan A3C 150 mm
2
di
hubung seri, sebagai berikut : (lihat lampiran I )
A3C 240 mm
2
panjang 5 km
Data /km 5 km
R jX R() jX()
Z1=Z2 0,1344 0,3158 0,672 1,579
Zo 0,2824 1,6034 1,412 8,017

A3C 150 mm
2
panjang 6 km
Data /km 6 km
R jX R() jX()
Z1=Z2 0,2162 0,3305 1,297 1,983
Zo 0,3631 1,618 2,179 9,708

Impedansi seri antara penghantar A3C 240 mm
2
dan
A3C 150 mm
2
dengan total panjang penyulang 11 km
adalah :
R() jX()
Z1=Z2 1,969 3,562
Zo 3,591 17,725

Jaringan distribusi antara GH ke ujung jaringan
(terpanjang) mempergunakan A3C 150 mm
2
panjang =
20 km,diperoleh impedansi dalam ohm ,sebagai berikut :
Data /km 20 km
R jX R() jX()
Z1=Z2 0,2162 0,3305 4,324 6,610
Zo 0,3631 1,618 7,262 32,360
Untuk Impedansi gangguan hubung singkat diasumsikan
= 0
B. Perhitungan Arus Gangguan Hubung Singkat
Setelah memperoleh impedansi equivalen sesuai dengan
lokasi gangguan yang dipilih, selanjutnya dihitung arus gangguan
hubung singkat dari GI GH dan dari GH ujung jaringan.
Arus gangguan hubung singkat 1 fasa yang diperlukan :
Untuk setelan OCR (Over Current Relay) diambil arus
gangguan hubung singkat 3 fasa dilokasi 1% di depan GI dan
1% di depan GH.
Untuk setelan GFR diambil arus gangguan 1 fasa di tanah di
lokasi 1% depan GI, 1% depan GH dan 100% depan GH
(diujung jaringan).
Untuk setelan moment diambil arus gangguan hubung
singkat 3 fasa 40% - 60% depan GI dan 40% - 60% depan
GH, perhitungan selanjutnya sebagai berikut :
1. Arus gangguan hubung singkat 3 fasa
(GI-GH)
Dapat dihitung besarnya arus gangguan hubung
singkat 3 fasa, dilokasi 1% depan GI sebagai berikut :
I
F3 fasa
=

)

=


= 12499,4 Amp
Rec / GH ujung jaringan (End)
Sama seperti perhitungan arus gangguan 3 fasa untuk
GI-GH tetapi lokasinya 1% depan GH, sebagai
berikut :
I
F3 fasa
=

)

=

(



)


= 2335,5 Amp
2. Arus gangguan hubung singkat 2 fasa

karena

=


maka :

=



Selanjutnya dapat dihitung arus ganguan 2 fasa ditiap
titik gangguan, dengan mempergunakan persamaan di
atas.
3. Arus gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah
(GI-GH)
Dapat dihitung besarnya arus gangguan hubung
singkat 1 fasa ke tanah :
Dilokasi 1% depan Gardu Induk, sebagai berikut :


Amp
Karena



maka


Amp


= 288,30 Amp
(Rec/ GH ujung jaringan/end)
Dengan mempergunakan persamaan (bab 2) dapat
dihitung besarnya arus gangguan hubung singkat 1
fasa ke tanah :
Dilokasi 1% depan Rec/GH sebagai berikut :

= 264,34 Amp
Dilokasi 100% depan Rec/GH, sebagai berikut :


=








= 214,26 Amp
Dengan mempergunakan persamaan di atas, dapat
dihitung besarnya arus gangguan sesuai titik
gangguan yanga dipilih (dipilih tiap 10% dari panjang
jaringan), sebagai berikut :
Tabel 2.4 Arus gangguan (Amp)
PANJAR Arus Gangguan (Amp)
(KM) (%) 3 fasa 2 fasa 1 fasa
0,11 1 12499,4 10824,8 288,30
1,1 10 9166,7 7938,6 286,44
2,2 20 7006,1 6067,5 284,29
3,3 30 5649,7 4592,8 282,07
4,4 40 4726,1 4092,9 279,77
5,5 50 4059 3515,2 277,41
6,6 60 3555,4 3079,1 274,99
7,7 70 3162,2 2738,6 272,52
8,8 80 2846,9 2465,5 270
9,9 90 2588,5 2241,7 267,45
11 100 2372,9 2055 264,86
11,2 1 2335,5 2022,6 264,34
13 10 2044,8 1770,8 259,65
15 20 1795,8 1555,2 254,41
17 30 1600,5 1386,1 249,18
19 40 1443,3 1249,9 248,97
21 50 1314,1 1138,1 238,81
23 60 1206,1 1044,5 233,72
25 70 1114,5 965,2 228,71
27 80 1035,7 897 223,79
29 90 967,3 837,7 218,97
31 100 907,4 785,9 214,26



C. Perhitungan Setelan Relai Arus Lebih (OCR) dan Tms
Pada perhitungan setelan relai arus lebih OCR dan GFR
dimulai dari GH yang ada proteksinya selanjutnya ke outgoing
feeder dan incoming feeder, sebagai berikut :
1. Setelan arus lebih (OCR) dan Tms di GH
a. Nilai setelan arus di GH
Sebagai contoh dalam perhitungan ini dimisalkan
arus beban penyulang adalah sebesar 90 Amp, dan ratio
trafo arus 100/5-5, serta relai arus lebih yang digunakan
adalah dengan karakteristik normal (standar) inverse.
Setelan arus dapat dihitung, sebagai berikut :
I
Set (pri)
= 1,05 x I
beban

= 1,05 x 90 Amp
= 9,9 Amp
Nilai setelan ini adalah primer untuk memperoleh
nilai setelan sekunder yang akan disetkan pada relai arus
lebih, maka harus dihitung dengan menggunakan data
ratio trafo arus yang terpasang di penyulang tersebut :
I
set (sec)
= I
Set (prl)
x



= 99 x

= 4,95 Amp
Arus sebesar 4,95 yang dimasukkan ke relai.
b. Nilai setelan Tms di GH
Dengan mempergunakan persamaan pada bab 1,
diperoleh nilai Tms di GH sebagai berikut :
Tms =
[(


Dimana :
t : 0,3 detik
I
Fault
: arus fault (gangguan ) = 2335,5 Amp
I
Set
: 99 Amp
: 0,02 dan
: 0,14
maka :
Tms =
[(


= 0,14 (tanpa satuan)

2. Setelan arus lebih (OCR) & Tms di outgoing feeder
a. Nilai setelan arus di outgoing feeder
Sebagai contoh dalam perhitungan ini dimisalkan
arus beban penyulang adalah sebesar 200 Amp dan ratio
trafo arus 300/5-5, serta relai arus lebih yang digunakan
adalah dengan karakteristik normal (standar) inverse.
I
Set(pri)
= 1,05 x I
beban

= 1,05 x 200 Amp = 210 Amp
Nilai setelan ini adalah primer untuk memperoleh
nilai setelan sekunder yang akan disetkan pada relai arus
lebih, maka arus dihitung dangan menggunakan data ratio
trafo arus yang yang terpasang di outgoing feeder tersebut,
setelan relai arus lebih dapat dihitung, sebagai berikut :
I
Set(sec)
= I
Set (pri)
x



= 210 x 5300 = 4 Amp
Arus sebesar 4 amp yang dimasukkan ke relai.
b. Nilai setelan Tms di outgoing feeder
Dengan mempergunakan persamaan pada bab 1
(normal inverse) diperoleh nilai Tms di outgoing feeder,
sebagai berikut :
Tms =
[(


Dimana :
t = (t
diGH
+ t) = (0,3 + 0,4) detik = 0,7 detik
I
fault
= 2335,5 Amp
Arus gangguan ini diambil adalah sebagai titik
koordinasi antara relai outgoing feeder dengan relai di
GH.
I
Set
= 220 Amp
Maka :
Tms =
[(

= 0,2 (tanpa satuan)


Waktu kerja relai dapat dihitung dengan
mempergunakan persamaan standard invers, sebagai
berikut :
t =

[(

]

Dimana :
Tms = 0,2
I
Fault
= arus fault (gangguan) di 1% didepan GI
= 12499,4 Amp
I
Set
= 210 Amp
Maka :
t =

[(

]
= 0,4 detik

3. Setelan arus lebih (OCR) & Tms di incoming feeder
a. Nilai setelan arus di incoming feeder
Sebagai contoh dalam perhitungan ini diambil arus
nominal transformator sebesar 1732,1 Amp, dan ratio trafo
arus adalah 2000/5-5, serta relai arus lebih yang digunakan
adalah karakteristik normal (standar) inverse.
I
Set(pri)
= 1,05 x I
beban

= 1,05 x 1732,1 Amp
= 1818,65 Amp
Nilai setelan ini adalah primer untuk memperoleh
nilai setelan sekunder yang akan disetkan pada relai arus
lebih, maka harus dihitung dengan menggunakan data
ratio trafo arus yang terpasang di outgoing feeder tersebut,
setelan relai arus lebih dapat di hitung sebagai berikut :
I
Set(sec)
= I
Set(pri)
x



= 1818,65 x 52000 = 5 Amp
Arus sebesar 5 Amp yang dimasukkan ke relai.
b. Nilai setelan Tms di incoming feeder
Dengan mempergunakan persamaan pada bab 1
(normal inverse), diperoleh nila Tms di outgoing feeder
sebagai berikut :
Tms =
[(


Dimana :
t = (t
diGH
+ t) = (0,4 + 0,4) detik = 0,8 detik
I
fault
= 12499,4 Amp
Arus gangguan ini diambil adalah sebagai titik
koordinasi antara relai di outgoing feeder dengan relai di
incoming feeder.
Bila I
Set Incoming
= 1818,65 Amp, maka :
Tms =
[(

= 0,23 (tanpa satuan)


Waktu kerja relai dapat dihitung dengan
mempergunakan persamaan bab 1, sebagai berikut :
t =

[(

]

Dimana :
Tms = 0,23
I
Fault
= arus fault (gangguan ) di 1% didepan GI
= 12499,4 Amp
I
Set
= 1818,65 Amp
Maka :
t =

[(

]
= 0,8 detik
Dari hasil perhitungan di atas dan untuk
mempermudah penglihatan, dapat dibuat tabel seperti
terlihat pada tabel 2.3
Setelan arus untuk OCR di :

GH
Outgoing
feeder
Incoming
feeder
I
Set(pri)
(A)

99 210 1818,65
I
Set(sec)
(A)

4,95 4 5
Tms 0,14 0,2 0,23
t (detik) 0,3 0,4 0,8
Dengan mempergunakan persamaan :
t =

[(

]

dapat dibuat tabel besaran waktu tripnya relai seperti
di bawah, data diambil :
Nilai Tms sesuai setelan dari relai yang terpasang
I
Fault
di ambil gangguan 3 fasa (lihat tabel 2.4)
I
Set
Primer diambil dari setelan tiap relai yang
terpasang
Selanjutnya dapat dibuat tabel (lihat tabel 2.5) untuk
melihat tripnya dari relai terpasang selanjutnya dapat
dibuat gambar grafik koordinasi.
Kegunaan Tabel 2.4 :
Bila relai yang terpasang mempergunakan relai
digital, dapat dilihat besarnya arus gangguan baik
gangguan 3 fasa, 2 fasa, atau 1 fasa
Dari arus gangguan ini dicek (dicocokkan) lokasi titik
gangguan, hal ini untuk mempermudah dan
mempercepat penemuan lokasi gangguan, baik untuk
saluran kabel tegangan menengah maupun saluran
udara tegangan menengah.
Dalam hal pelaksanaan operasi sistem distribusi
tenaga listrik dapat menganalisa penyebab terjadinya
gangguan hubung singkat di jaringan 20 kV.

Kegunaan Tabel 2.5 :
Dapat mengetahui apakah kerja relai yang di
koordinasikan sudah baik dengan tundah waktu tiap
relai yang terpasang = 0,4 detik
Bila ada gangguan 3 fasa dekat GH, terlihat pada tabel
2.5 waktu kerja relai yang terpasang di incoming
feeder tidak kerja, ini menunjukkan bahwa jaringan
yang tergelap sudah melebihi panjang jaringan yang
distandarkan atau = 20 kms dengan beban 8 MVA
tegangan 20 kV.
Dalam hal ini bila menemukan panjang jaringan yang
melebihi, perlu dihitung dengan simulasi penempatan
recloser/gardu hubung yang tepat.
Dari tabel 2.5 dapat dibuat grafik koordinasi relai
antara incoming, outgoing feeder dan recloser/GH yang
terpasang sesuai setelan yang dihitung dan grafiknya dapat
dilihat dibawah ini :






Tabel 2.5 Waktu kerja Relai
PANJAR Waktu trip OCR (detik)
(KM) (%) Incoming Outgoing GH
0,11 1 0,8 0,4
1,1 10 1 0,4
2,2 20 1,2 0,5
3,3 30 1,4 0,5
4,4 40 1,7 0,5
5,5 50 2 0,6
6,6 60 2,5 0,6
7,7 70 3 0,6
8,8 80 3,8 0,6
9,9 90 5 0,7
11 100 7 0,7
11,2 1 7,5 0,7 0,3
13 10 21,8 0,7 0,3
15 20 -26 0,8 0,31
17 30 -8,8 0,8 0,33
19 40 -5,6 0,9 0,34
21 50 -4,2 0,9 0,35
23 60 -3,4 1 0,37
25 70 -2,9 1 0,38
27 80 -2,5 1,1 0,39
29 90 -2,3 1,1 0,4
31 100 -2,1 1,2 0,41
Dari grafik di atas bahwa :
Titik koordinasi antara relai di Gardu Hubung (GH)
dan relai di outgoing feeder terletak di depan GH,
dengan tunda waktu sebesar 0,4 detik, artinya bila
terjadi gangguan di depan GH (1%) bila relai di GH
tidak trip, maka relai di outgoing feeder akan trip
dengan waktu 0,7 detik
Bila gangguan 3 fasa diujung jaringan relai di GH
akan trip dengan waktu 0,41 detik dan relai di
outgoing akan trip dengan waktu 1,2 detik, hal ini
koordinasi relai untuk arus lebih sudah baik
Titik koordinasi antara relai di incoming feeder dan
outgoing feeder berada di depan relai outgoing feeder

4. Perhitungan setelan ground fault relay (GFR)
a. Setelan arus dan Tms GFR di gardu hubung
Nilai setelan arus GFR di gardu hubung
Untuk memperoleh setelan Ground Fault Relay diambil
arus di ujung jaringan (setelah GH) = 214,26 Amp,
setelan arusnya dimulai dari GH dikalikan 10%, GFR
di outgoing feeder x 8% dan GFR di incoming feeder x
6%, perhitungannya sebagai berikut:
I
SETprimer
= 10% x 214,26 Amp
= 21,43 Amp
Dengan ratio CT 100/5-5 diperoleh arus di sekunder :
I
SETsekunder
= 21,43 /


= 1,07 Amp
Nilai setelan Tms di gardu hubung/recloser
Untuk memperoleh setelan Tms dipergunakan
persamaan 2.3 (normal invers) sebagai berikut :
Tms =
(


Dimana:
t = 0,3 detik
I
fault
= Arus gangguan di 1% panjang jaringan
setelah GH = 264,34 Amp
Iset = 21,43 Amp
Maka :
Tms =


= 0,11 (tanpa satuan)
b. Setelan arus dan Tms GFR di outgoing feeder
Nilai setelan arus GFR di outgoing feeder
Untuk memperoleh setelan Ground fault relay diambil
arus di ujung jaringan (setelah GH) = 214,26 Amp,
setelan arusnya x 8% perhitungannya sebagai berikut :
I
SETprimer
= 8% x 214,26 Amp
= 17,14 Amp
Dengan ratio trafo arus 300/5-5 diperoleh arus
sekunder:
I
set sekunder
= 17,14

= 0,29 Amp
Nilai setelan Tms di outgoing feeder
Untuk memperoleh setelan Tms dipergunakan
persamaan 2.3 (normal invers) sebagai berikut :
Tms =
(





Dimana:
t = (t + At) = (0,3 + 0,4) detik = 0,7 detik
I
fault
= Arus gangguan di 1% panjang jaringan
setelah GH/Rec
= 264,34 Amp
I
set
= 17,34 Amp
Maka :
Tms =


= 0,24 (tanpa satuan)
Waktu kerja relai dapat dihitung dengan
mempergunakan persamaan 2.4, sebagai berikut :
Tms =

(



Dimana :
Tms = 0,24
I
fault
= arus gangguan di 1% didepan GH/Rec
= 288,30 Amp
I
set
= 17,14 Amp
Maka :
Tms =


= 0,58 detik
c. Setelan arus dan Tms GFR di incoming feeder
Nilai setelan arus GFR di incoming Feeder
Untuk memperoleh setelan Ground Fault Relay diambil
arus di ujung jaringan = 214,26 Amp, setelan arusnya x
6% perhitungannya, sebagai berikut :
I
set primer
= 6% x 214,16 Amp
= 12,86 Amp
Dengan ratio trafo arus 2000/5-5 diperoleh arus
sekunder :
I
set sekunder
= 12,86 x


= 0,03 Amp
Nilai setelan Tms di outgoing feeder
Untuk memperoleh setelan Tms dipergunakan
persamaan 2.3 (normal invers), sebagai berikut :
Tms =


Dimana :
t = (t + At) = (0,58 + 0,4) detik = 0,98 detik
I
fault
= Arus gangguan 1% depan GI
= 288,30 Amp
I
set
= 12,86 Amp
Maka :
Tms =


= 0,40 (tanpa satuan)
Waktu kerja relai dapat dihitung dengan
mempergunakan persamaan pada bab I, sebagai
berikut:
Tms =

(



Dimana :
Tms = 0,40
I
fault
= arus gangguan 1% di depan GH = 288,30
Amp
I
set
= 12,86 Amp
Maka :
Tms =

(


= 0,9 detik




Maka setelan relai untuk GFR sebagai berikut :





Dari hasil perhitungan diatas dan untuk mempermudah
penglihatan apakah koordinasi proteksi sudah baik
dapat dibuat hitungan arus gangguan 1 fasa tiap 10%
dan waktu kerja relainya.

















GH
Outgoing
Feeder
Incoming
Feeder
I
set pri
(A) 21,43 17,14 12,86
I
set sek
(A) 1,07 0,29 0,03
Tms 0,11 0,24 0,40
t (detik) 0,3 0,58 0,9

Anda mungkin juga menyukai