Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH PH TERHADAP KERJA ENZIM PTIALIN DAN

PENCERNAAN MAKANAN PADA Paramaecium


LAPORAN PRAKTIKUM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Fisiologi Hewan dan Manusia
yang Dibimbing Oleh Dra. Susilawati, M.S.


Disusun oleh :
Offering G
Kelompok 6
Afifah Nur Aini (130342603484)
Muhammad Sholeh Al-Qoyyim H. (130342603485)
Nazilatul Khoiroh (130342603479)
Rieza Novrianggita (130342603492)
Tri Yuni Andromeda (130342603482)




UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
OKTOBER 2014
I. Topik
Pengaruh pH Terhadap Kerja Enzim Ptialin dan Pencernaan Makanan pada
Paramaecium

II. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh pH terhadap kerja enzim ptialin.
2. Untuk mengamati perubahan warna yang terjadi pada rongga makanan
karena adanya perubahan pH dengan menggunakan indikator zat warna
congo red.

III. Dasar Teori
3.1. Kerja Enzim
Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh keadaan suhu dan pH tertentu dan
aktivitasnya berkurang dalam keadaan di bawah atau di atas titik tersebut. Enzim
pepsin pencerna protein bekerja paling efektif pada pH 1-2, sedangkan enam
proteolitik lainnya, tripsin, pada pH tersebut menjadi tidak aktif, tetapi sangat
efektif pada pH 8. Di dalam fungsi enzim peranan dari daya yang lemah seperti
ikatan hydrogen dan ikatan ion dalam pembentukan struktur tersier, kita dapat
mengerti mengapa enzim itu begitu peka terhadap suhu dan pH. Ikatan hidrogen
mudah rusak dengan menaikkan suhu. Hal ini selanjutnya akan merusak bagian-
bagian dari struktur tersier enzim yang esensial untuk mengikat substrat.
Perubahan pH mengubah keadaan ionisasi dari asam amino yang bermuatan yang
dapat mempunyai peranan penting dalam pengikat substrat dan proses katalitik.
Tanpa gugus -COOH dari Glu-35 yang tidak terion dan gugus COO
-
dari ASP-52
yang terion, proses katalitik dari lisozim akan terhenti (Kimball, 1983).
Enzim bekerja pada substrat tertentu, memerlukan suhu tertentu dan
keasaman (pH) tertentu pula. Suatu enzim tidak dapat bekerja pada substrat lain.
Molekul enzim juga akan rusak oleh suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.
Demikian pula enzim yang bekerja pada keadaan asam tidak akan bekerja pada
suasana basa dan sebaliknya (Swenson, 2007).
Derajat keasaman enzim secara kimiawi disimbolkan dengan pH,
singkatan dari Power of Hydrogen. Nilainya ditentukan dengan kuantitas ion
Hidrogen bebas (H+) yang berada dalam satu liter larutan, yaitu tepatnya
logaritma negative dari konsentrassi ion Hidrogen. Misalnya, jika terdapat 10
-7

gram ion Hidrogen dalam 1 liter larutan, maka pH-nya adalah 7. Range pH dari 1
hingga 14. pH 7 terletak ditengah-tengah, sehingga disebut netral. Semakin kea
rah angka 1, maka sifat larutan semakin asam. Demikian pula sebaliknya, semakin
kea rah 14, semakin basa (Campbell, 2004).

3.2. Pencernaan pada Paramaecium
Paramaecium, merupakan salah satu spesies dari Kelas Ciliata, Filum
Protozoa. Hewan ini seluruh permukaan tubuhnya bersilia yang berfungsi sebagai
alat gerak. Paramaecium biasanya hidup di air tawar dan mudah ditemukan pada
sisa tumbuhan yang membusuk. Hewan ini mudah dibiakkan di dalam
laboratorium dengan mendidihkan air dicampuri jerami (Prasad, 1981).
Pada pengamatan secara mikroskopis mudah teramati inti yang terdiri dari
makronukleus dan mikronukleus, vakuola kontraktil, vakuola makanan dan
rongga mulut. Vakuola makanan merupakan organel yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencerna makanan, dan mengedarkannya ke seluruh bagian
sel dengan cara mengelilingi sel. Awalnya makanan masuk ke dalam sel melalui
rongga mulut (= oral grove), lalu masuk ke dalam sitostoma (mulut). Pada
saat sampai di mulut makanan didorong dimasukkan ke dalam sitofaring (Prasad,
1980). Ketika makanan mencapai bagian dasar sitofaring dibentuk vakuola
makanan. Gerakan makanan dimulai dari mulut sampai ke sitofaring dibantu
oleh gerakan silia dan dorongan air yang masuk. Pembentukan vakuola makanan
dapat terjadi setiap 5 menit (Koptal, et al., 1980)
Pencernaan makanan di dalam vakuola makanan terjadi pada saat vakuola
makanan tersebut bergerak didalam sitoplasma (gerak siklosis). Gerak siklosis
dimulai dari mulut ke arah posterior, kemudian ke arah anterior dan aboral,
selanjutnya kembali ke posterior. Pengeluaran sisa pencernaan melalui sitopage
(anus). Sitopage terletak di posterior mulut. Vakuola makanan yang bergerak
secara siklosis secara bertahap akan mengecil ukurannya karena proses digesti dan
absorbsi. Akhirnya sisa makanan yang tidak tercerna akan dikeluarkan melalui
sitopage (Koptal, et al., 1980).






IV. Alat dan Bahan
4.1. Pengaruh pH Terhadap Kerja Enzim Ptialin
Alat: Bahan:
1. Gelas piala 100 cc 1. Larutan amilum 1%
2. Tabung reaksi 2. Larutan iodin 10%
3. Rakk tabbing reaksi 3. Larutan buffer pH 3, pH 5,
4. Gelas ukur 10 cc pH 7 dan pH 9
5. Corong kaca 4. Saliva
6. Pipet 5. Aquades
7. Pelat tetes

4.2. Pencernaan Makanan pada Paramaecium
Alat: Bahan:
1. Mikroskop cahaya 1. Biakan Paramaecium
2. 1 set CCTV umur 2 minggu
3. Kaca benda 2. Ragi (yeast)
4. Kaca penutup 3. Aquades
5. Pipet tetes 4. Congo red
6. Lampu spiritus 5. Kapas
7. Gelas beaker 50 cc












VII. Analisis Data
7.1. Pengaruh pH Terhadap Enzim Kerja Ptialin
Pada percobaan pengaruh pH terhadap enzim, bahan uji yang digunakan
adalah saliva. Saliva ditampung sebanyak 5 cc dalam gelas piala, kemudian
ditambahkan 5 cc aquades lalu dikocok, setelah itu disaring. Saliva dibagi ke
dalam empat tabung reaksi yang sudah diberi label A, B, C, dan D sebanyak 1 cc
untuk tiap tabung, lalu masing-masing tabung diberi larutan amilum 1%.
Larutan saliva dan amilum dari tabung A yang sudah ditambah dengan
larutan buffer pH 3 setelah diuji dengan iodin 10% berwarna ungu kehitaman
sangat pekat (++++) pada 5 menit pertama, ungu kehitaman pekat (+++) pada 5
menit kedua, ungu kehitaman pekat (+++) pada 5 menit ketiga, dan ungu
kehitaman pekat (+++) pada 5 menit keempat.
Larutan saliva dan amilum dari tabung B yang sudah ditambah dengan
larutan buffer pH 5 setelah diuji dengan iodin 10% berwarna biru kehijauan pada
5 menit pertama, kuning bening pada 5 menit kedua, kuning bening pada 5 menit
ketiga, dan kuning telur pada 5 menit keempat.
Larutan saliva dan amilum dari tabung C yang sudah ditambah dengan
larutan buffer pH 7 setelah diuji dengan iodin 10% berwarna biru bening pada 5
menit pertama, kuning bening pada 5 menit kedua, kuning bening pada 5 menit
ketiga, dan kuning telur pada 5 menit keempat.
Larutan saliva dan amilum dari tabung D yang sudah ditambah dengan
larutan buffer pH 9 setelah diuji dengan iodin 10% berwarna biru bening pada 5
menit pertama, biru bening pada 5 menit kedua, kuning kebiruan pada 5 menit
ketiga, dan kuning telur pada 5 menit keempat.

7.2. Pencernaan Makanan pada Paramaecium
Pada Paramaecium yang diamati, vakuola makanan terbentuk dan tampak
berwarna merah setelah berlalu 1 menit 28 detik sejak sediaan makanan berupa
ragi yang telah diwarnai dengan congo red diteteskan. Vakuola makanan tersebut
akhirnya kembali menjadi transparan dan tidak teramati lagi setelah berlalu 2
menit 31 detik sejak pertama kali teramati berwarna merah.
VIII. Pembahasan
8.1. Pengaruh pH Terhadap Kerja Enzim Ptialin
Saliva merupakan cairan mulut yang kompleks terdiri dari campuran
sekresi kelenjar saliva mayor dan minor yang ada dalam rongga mulut. Saliva
disebut juga sebagai ludah atau air liur. Sekitar 90% saliva yang dihasilkan saat
makan merupakan reaksi atas rangsangan yang berupa pengecapan dan
pengunyahan makanan (Kidd, 1992).
Saliva memiliki beberapa fungsi, yaitu melicinkan dan membasahi rongga
mulut sehingga membantu proses mengunyah dan menelan makanan, membasahi
dan melembutkan makanan menjadi bahan setengah cair ataupun cair sehingga
mudah ditelan dan dirasakan, membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan
dan kuman, sebagai antibakterial dan sistem buffer, membantu proses
pencernaan makanan melalui aktivitas enzim ptialin (amilase ludah) dan
lipase ludah, berpartisipasi dalam proses pembekuan dan penyembuhan luka
karena terdapat faktor pembekuan darah dan epidermal growth factor pada saliva,
sebagai ukuran keseimbangan air dalam tubuh dan membantu proses bicara
karena dapat melumasi pipi dan lidah (Suharsono, 1986). Enzim amilase dapat
memecah ikatan pada amilum hingga terbentuk maltosa (Maryati 2000).
Organ pencernaan mempunyai enzim pada kisaran pH optimal masing-
masing sesuai dengan tempat kerjanya. Misalnya, enzim pepsin memiliki pH
optimal 2 karena bekerja di lambung yang bersuasana sangat asam. Contoh lain,
enzim ptialin memiliki pH optimal 7,5 8 karena bekerja di mulut yang
bersuasana basa. Perubahan pH dapat mempengaruhi perubahan asam amino
kunci pada sisi aktif enzim, sehingga menghalangi sisi aktif bergabung dengan
substratnya. Setiap enzim dapat bekerja baik pada pH optimum, masing-masing
enzim memiliki pH optimum yang berbeda (Poedjiadi, 2006).
Dalam uji karbohidrat menggunakan iodin, perubahan warna menjadi
ungu kehitaman menunjukkan adanya amilum yang terkandung dalam suatu
zat. Amilum yang bereaksi dengan iodin akan berwarna biru keunguan karena
molekul iod masuk dan terperangkap di dalam kumparan molekul amilum yang
berstruktur heliks (Alimuddin, 2011)
Pada tabung A (pH 3) kandungan amilum masih tinggi dilihat dari warna
ungu kehitaman setelah uji iodin, sebab amilum tidak terpecah menjadi maltosa.
Hal ini menunjukkan bahwa enzim ptialin tidak dapat bekerja dengan baik dalam
suasana asam kuat. Berkurangnya kepekatan warna ungu kehitaman pada menit-
menit berikutnya menunjukkan kandungan amilum yang semakin rendah, yang
berarti ada sebagian kecil amilum yang dapat terhidrolisis menjadi maltosa
dengan bantuan enzim ptialin. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam suasana
asam kuat kerja enzim ptialin tidak benar-benar terhenti, hanya semakin lambat.
Pada tabung B (pH 5) tidak ada amilum yang terkandung dilihat dari tidak
munculnya warna ungu kehitaman setelah uji iodin, sebab amilum terpecah
menjadi maltosa. Hasil yang sama ditunjukkan pada tabung C (pH 7) dan tabung
D (pH 9). Tidak terbentuk warna ungu kehitaman karena tidak ada molekul
amilum yang memerangkap molekul iod. Hal ini menunjukkan bahwa enzim
ptialin dapat bekerja dengan baik dalam suasana netral. Suasana dalam tabung B
sudah mendekati keadaan netral karena pH-nya 5. Begitu pula dengan tabung D
yang pH-nya 9.

8.2. Pencernaan Makanan pada Paramaecium
Adanya perubahan warna pada vakuola makanan Paramaecium
menunjukkan terjadinya perubahan pH. Perubahan pH pada vakuola makanan
paramecium selama proses pencernaan makanan disebabkan karena adanya
enzim-enzim yang diekskresikan oleh lisosom. Untuk mencerna makanan,
lisosom akan berfusi dengan vakuola makanan. Enzim-enzim pada lisosom akan
bekerja optimal pada pH sekitar 5 (Soewolo, dkk, 1999).
Enzim pencernaan yang terlibat adalah protease, karbohidrase dan
esterase yang disekresikan oleh lisosom ke dalam vakuola makanan. Semula
vakuola makanan bersifat basa, kemudian berubah menjadi asam dan
akhirnya menjadi basa lagi. Hasil pencernaan ini akan berdifusi ke dalam
sitoplasma (Koptal, et al., 1980).
Kelompok kami hanya mampu mengamati saat vakuola makanan mulai
berwarna merah dan saat vakuola makanan kembali menjadi transparan. Kami
belum berhasil mengamati perubahan warna yang terjadi antara merah dan
transparan, sehingga kami belum bisa menentukan kapan vakuola makanan yang
semula basa berubah menjadi asam dan kembali menjadi basa lagi. Yang dapat
kami tentukan adalah berdasarkan hasil pengamatan Paramaecium yang kami
amati membutuhkan waktu 1 menit 28 detik untuk memasukkan makanan ke
dalam sitostom dan sitofaring sejak sediaan makanan diteteskan (ditandai dengan
perubahan warna vakuola makanan dari transparan menjadi merah), sedangkan
waktu yang dibutuhkan agar makanan tercerna dan terabsorbsi adalah 2 menit 31
detik (vakuola makanan berubah warna dari merah menjadi transparan lagi).
Seharusnya pada saat makanan mulai dicerna warna vakuola makanan
berubah dari merah menjadi merah muda. Perubahan warna tersebut menunjukkan
bahwa keadaan vakuola makanan yang semula basa berubah menjadi asam untuk
mengoptimalisasi kerja enzim-enzim pencernaan yang disekresikan lisosom.
Dengan begitu dapat diketahui waktu yang dibutuhkan oleh lisosom untuk
melakukan fusi dengan vakuola makanan.
Setelah proses pencernaan makanan selesai, seharusnya warna vakuola
makanan berubah dari merah muda menjadi biru tua. Perubahan warna tersebut
menunjukkan bahwa lisosom telah memisahkan diri dari vakuola makanan dengan
membawa enzim-enzim yang tadi dibawanya, sehingga keadaan vakuola makanan
kembali menjadi basa. Dengan begitu dapat diketahui waktu yang dibutuhkan
oleh enzim lisosom untuk mencerna makanan.










IX. Kesimpulan
pH berpengaruh terhadap kerja enzim ptialin. Enzim ptialin bekerja
optimal pada pH 7,5 8. Walaupun berada dalam suasana asam atau basa
lemah yang pH-nya di luar rentang pH optimum, amilum masih dapat
terhidrolisis menjadi maltosa, misalnya pada pH 7 dan 9. Hal ini
dikarenakan pada pH yang mendekati pH optimum kerja enzim ptialin
tidak benar-benar terhenti, tetapi hanya semakin lambat.
Pada pencernaan Paramacium terjadi perubahan pH yang ditunjukkan oleh
perubahan warna vakuola makanan. Ketika sediaan makanan masuk ke
dalam vakuola makanan, keadaan vakuola makanan yang semula bersifat
basa (berwarna merah) akan berubah menjadi asam (merah muda) untuk
mengoptimalkan kerja enzim-enzim yang dihasilkan oleh lisosom. Enzim-
enzim tersebut bekerja optimal pada sekitar pH 5. Setelah pencernaan
selesai, keadaan vakuola akan kembali menajadi basa (biru tua).














DAFTAR PUSTAKA

Alimuddin, Rabiati. 2011. Karbohidrat. (Online), (http://duniaraa13.blogspot.com/
2011/04/karbohidrat.html), diakses tanggal 6 Oktober 2014.
Campbell, Neil A; Reece, Jane B. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid I. Jakarta:
Erlangga.
Kidd, Edwina A. M. dan Bechal, Sally Joyston. 1992. Dasar-Dasar Karies Penyakit
dan Penanggulangannya. Jakarta: EGC.
Kimball, John W. 1983. Biologi Edisi Kelima Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Koptal, R. L. 1980. Protozoa A Text Book for College and University Students.
Rastogi Publ India.
Maryati, Sri. 2000. Sistem Pencernaan Makanan. Jakarta: Erlangga.
Poedjiadi, Anna. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UIP.
Prasad. 1981. Di dalam Muchtadi, D., N.S. Palupi dan M. Astawan. 1992. Enzim
dalam Industri Pangan. Bogor: PAU-IPB.
Soewolo; Basoeki, Soedjono; Yudani, Titi. 1999. Fisiologi Manusia. Malang: MSTEP
JICA.
Suharsono. 1986. Enzim dalam Biokimia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Swenson, G. M. 1997. Dukes Physiology of Domestic Animals. United States:
Publishing Co, Inc.

Anda mungkin juga menyukai

  • Love Yourself
    Love Yourself
    Dokumen4 halaman
    Love Yourself
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • ASDADADA
    ASDADADA
    Dokumen2 halaman
    ASDADADA
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • Yuhu
    Yuhu
    Dokumen16 halaman
    Yuhu
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • 2012-1-00416-MN Ringkasan - 2
    2012-1-00416-MN Ringkasan - 2
    Dokumen13 halaman
    2012-1-00416-MN Ringkasan - 2
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • Gundul
    Gundul
    Dokumen1 halaman
    Gundul
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • 1 Manajemen-SDM PDF
    1 Manajemen-SDM PDF
    Dokumen4 halaman
    1 Manajemen-SDM PDF
    wahyu
    Belum ada peringkat
  • Kutil Kuda
    Kutil Kuda
    Dokumen2 halaman
    Kutil Kuda
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • Metabolisme Sekunder Mikroorganisme
    Metabolisme Sekunder Mikroorganisme
    Dokumen25 halaman
    Metabolisme Sekunder Mikroorganisme
    Peter Randall
    Belum ada peringkat
  • 2BL01023
    2BL01023
    Dokumen18 halaman
    2BL01023
    Dinda Rahma Vinanty
    Belum ada peringkat
  • Kutu
    Kutu
    Dokumen25 halaman
    Kutu
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • Sistem Imun
    Sistem Imun
    Dokumen14 halaman
    Sistem Imun
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • Hand Out Tanah
    Hand Out Tanah
    Dokumen16 halaman
    Hand Out Tanah
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • 17 33 1 SM
    17 33 1 SM
    Dokumen24 halaman
    17 33 1 SM
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • 821 2495 1 PB
    821 2495 1 PB
    Dokumen11 halaman
    821 2495 1 PB
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • Aku Dan Kamu
    Aku Dan Kamu
    Dokumen1 halaman
    Aku Dan Kamu
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • AKULHAh
    AKULHAh
    Dokumen1 halaman
    AKULHAh
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • Kode Jud
    Kode Jud
    Dokumen1 halaman
    Kode Jud
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • Makalah MSDM
    Makalah MSDM
    Dokumen23 halaman
    Makalah MSDM
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • Kode Instistusi
    Kode Instistusi
    Dokumen1 halaman
    Kode Instistusi
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • Kode Instistusi
    Kode Instistusi
    Dokumen1 halaman
    Kode Instistusi
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • Y
    Y
    Dokumen10 halaman
    Y
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • Aku Ad
    Aku Ad
    Dokumen1 halaman
    Aku Ad
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • Kode
    Kode
    Dokumen1 halaman
    Kode
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • Akutilku
    Akutilku
    Dokumen1 halaman
    Akutilku
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • WAWANCARA DAN ANGKET
    WAWANCARA DAN ANGKET
    Dokumen7 halaman
    WAWANCARA DAN ANGKET
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • Adada
    Adada
    Dokumen1 halaman
    Adada
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • A
    A
    Dokumen1 halaman
    A
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • A
    A
    Dokumen1 halaman
    A
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • Adada
    Adada
    Dokumen1 halaman
    Adada
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat
  • Kurs Rupiah
    Kurs Rupiah
    Dokumen1 halaman
    Kurs Rupiah
    zulhamdenim
    Belum ada peringkat