Dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) guru seolah-olah bertindak sebagai
penguasa kelas sementara peserta didik bertindak sebagai masyarakat kelas yang sedang menuntut ilmu dari seorang guru. Sebagai penguasa kelas seharusnya guru tidak dapat bersikap dan bertindak seenaknya sendiri. Seorang guru diharapkan dapat menerapkan etika yang baik di dalam kelas. Hal ini bertujuan memberi contoh yang baik kepada peserta didik. Misalnya, masuk kelas seharusnya guru juga mengetuk pintu kalau pintu kelas dalam keadaan tertutup. Guru juga harus mengucapkan salam ketika memasuki kelas. Mengajar sesungguhnya juga ada etikanya. Setelah guru mengucapkan salam, selanjutnya ia menyapa peserta didik, menanyakan kabar, dan salam, dan dilanjutkan dengan selalu memberikan motivasi tentang pentingnya belajar, tentang apa akibatnya jika seseorang tidak belajar dengan baik, dan sebagainya. Untuk mengawali Proses Belajar Mengajar (PBM) guru dapat memberikan apersepsi terkait materi yang akan diajarkan, baru selanjutnya penyampaian materi yang akan diajarkan. Apabila selesai menerangkan materi, guru meminta peserta didik mencatat atau mengerjakan latihan. Guru tidak diperkenankan meninggalkan kelas atau guru tetap berada di kelas sambil membaca koran, hal itu tidak benar. Yang benar adalah guru harus mendampingi peserta didik, memeriksa, dan memberi arahan kepaada peserta didik terkait latihan yang dikerjakan oleh peserta didik. Perhatikan contoh percakapan berikut ini. Guru : Selamat pagi, Anak-anak! Siswa : Selamat pagi, Pak Guru! Guru : Waktunya pelajaran apa? Siswa : Matematika, Pak! Guru : Sudah sampai halaman berapa sekarang? Siswa : Halaman 21, Pak! Guru : Ya.. kalau begitu kamu kerjakan latihan soal halaman 22. Siswa : Ya... Pak! Guru : Kerjakan sendiri tidak boleh ramai, Pak Guru ke kantor sebentar. Apakah dalam contoh tersebut pak guru kembali ke kelas? Jawabnya tidak, karena gurunya asyik membaca koran bercengkrama dengan guru yang lain. Akibatnya peserta didik dirugikan. Yang kedua, peserta didik akan merasa kebingungan ketika menhadapi kesulitan. Bagaimana kondisi kelas saat itu? Jawabnya kelas pasti ramai. Mengapa kelas ramai? Jawabnya karena tidak ada guru. Dalam kondisi kelas seperti contoh di tas, peserta didik yang merasa kesulitan akan bertanya kepada temannya, peserta didik yang lain pun akan melakukan hal yang sama walaupun oleh gurunya sudah dipesan tidak boleh ramai oleh gurunya. Sehingga dapat dibayangkan bahwa kondisi kelas saat itu pasti gaduh dan ramai. Jika kita telusuri, yang menyebabkan peserta nakal di kelas atau suka ramai dan tidak dapat dikendalikan sesungguhnya disebabkan karena guru terlalu sering meninggalkan kelas. Kondisi kelas akan tenang jika guru selalu berada di kelas untuk mendampingi dan mengawasi peserta didik belajar, maka dapat dipastikan bahwa peserta didik tidak akan pernah berani untuk ramai. Contoh tersebut menunjukkan guru sudah melanggar etika mengajar. Semoga dalam kehidupan nyata diharapkan hal tersebut tidak terjadi. Berdasarkan Ilmu Pedagogik, sesungguhnya hak guru untuk duduk paling lama hanya sekitar 10% dari jumlah waktu satu kali tatap muka. Misal, kalau kita sedang mengajar Matematika SMA yang setiap jam pelajarannya 45 menit dan satu kali tatap muka 2 jam pelajaran, maka hak duduk bagi guru hanya 9 menit. Waktu yang hanya 9 menit itu pun digunakan untuk mengabsen atau memasukkan nilai. Dalam kenyataannya, tidak sedikit guru kita dalam mengajar lebih banyak duduk dibandingkan dengan berdiri. Tidak sedikit juga guru yang keasyikan duduk, bahkan sampai tertidur di meja guru. Tempat duduk bagi guru pada saat di kelas juga sudah ada tempatnya, yaitu kursi guru, tapi survei di lapangan menunjukkan tidak sedikit guru yang masih menggunakan meja untuk duduk. Apakah hal ini karena ketidak sengajaan, budaya, atau kebiasaan? Apapun alasannya hal ini Melanggar Kode Etik Mengajar. Gaya mengajar guru di dalam kelas juga tidak boleh seenaknya, dengan suara terlalu keras, dengan sering bernada ancaman kepada peserta didiknya, suka marah-marah yang tidak jelas ujung pangkalnya. Seorang guru jika ingin menyampaikan materi pelajaran harus fokus. Misalnya, pada saat mengajarkan materi Biologi atau Antropologi, guru bercerita tentang anaknya, istrinya, bahkan mertuanya. Jika hal ini terjadi, maka yang dirugikan adalah peserta didik. Sesungguhnya kalau peserta didik dapat menjadikan guru sebagai mitra dalam belajar, menjadikan guru sebagai gudang ilmunya dan menjadikan guru sebagai sumber untuk memecahkan berbagai permasalahan pelajaran, maka peserta didik dapat belajar dengan tenang, sehingga peserta didik akan menjadi pintar dan bertanggung jawab. Demikian pula apabila guru menempatkan dirinya sebagai orang tua peserta didik di lingkungan sekolah dan menjadi panutan bagi peserta didik, maka dapat dipastikan bahkan bahwa hubungan antara guru dan peserta didik dapat harmonis. Di masa depan tidak akan ada peserta didik yang nakal, tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR), atau berani dengan guru. Yang ada hanya ada peserta didik yang pintar, bertanggung jawab, patuh, dan hormat kepada gurunya (Mulyana, 2007).
Etika Rapat Dewan Guru Rapat Dewan Guru merupakan forum untuk menyampaikan informasi dan menyepakati berbagai kebijakan yang akan diberlakukan di lingkungan sekolah. Dalam rapat dewan guru juga ada etikanya. Makna rapat akan menjadi penting jika dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Waktu pelaksanaan rapat dapat diatur sedemikian rupa sehingga tidak merepotkan dan menyusahkan peserta rapat yang lainnya dan mengganggu proses belajar mengajar. Rapat biasanya dipimpin oleh pimpinan rapat. Pimpinan rapat dewan guru bisa seorang Kepala Sekolah, Koordinator Bidang, atau orang yang dituakan. Rapat akan dapat berfungsi sebagai sarana untuk membangun komunikasi sehingga dapat terbangun kesepakatan bersama antara peserta rapat yang lainnya. Hasil rapat bersifat mengikat ke dalam dan ke luar, artinya apapun yang telah disepakati pada forum harus dapat dijunjung tinggi dan dijalankan oleh warga sekolah tersebut. Biasanya rapat dibagi menjadi dua, yaitu rapat berkala dan rapat insidentil. Rapat berkala bersifat rutin, bisa setiap minggu sekali atau satu bulan sekali. Materi rapat yang dibicarakan adalah pengembangan dan kebijakan terbaru terkait perkembangan sekolah. Sedang rapat insidental merupakan rapat yang bersifat darurat, mendadak, atau segera. Materi yang dibicarakan terkait dengan kebijakan pemerintah atau ada sesuatu masalah yang harus segera dipecahkan. Ada beberapa etika rapat yang harus dipahami oleh seluruh peserta rapat, yang salah satunya masalah kehadiran. Masalah kehadiran dalam rapat sudah ada aturannya. Misal peserta harus sudah hadir di forum rapat 15 menit sebelum acara rapat dimulai. Pimpinan rapat harus sudah hadir 5 menit sebelum rapat dimulai. Kalau peserta rapat hadirnya terlambat, maka pimpinan rapat dan peserta yang lain akan memberi penilaian yang kurang, baik bagi peserta rapat yang terlambat tadi. Di samping itu, keprofesionalannya akan dinilai. Demikian juga jika pimpinan rapat hadirnya terlambat, sementara peserta rapat sudah lama menunggu. Hal semacam ini juga tidak boleh terjadi karena peserta akan merasa kecewa. Akibat dari kekecewaan tersebut akan berakibat ketidakpercayaan pada pimpinan. Jika suatu ketika pimpinan akan mengundang rapat lagi, maka ada kemungkinan peserta rapat akan datang terlambat. Rapat merupakan kegiatan rutin dan sudah biasa kita lakukan, tetapi tetap membutuhkan manajemen rapat yang baik. Bicara soal waktu, pimpinan rapat harus memulai rapat tepat waktu. Pimpinan rapat tidak perlu memedulikan berapa pun peserta rapat yang datang. Jika sudah tiba waktunya maka rapat harus dimulai. Membangun kebiasaan disiplin semacam ini harus dilakukan secara tegas dalam upaya menciptakan budaya disiplin pada peserta rapat yang lainnya. Selain masalah kehadiran dalam forum rapat, ada beberapa hal yang juga harus dipahami karena hal ini juga menyangkut kode etik rapat. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut. a. Membuka dan Menutup Rapat Rapat merupakan kegiatan formal. Dilakukan dalam suatu tempat yang dipimpin oleh pimpinan rapat dan diikuti oleh peserta rapat. Sebelum rapat dimulai harus dibuka secara resmi oleh pimpinan rapat. Selanjutnya pembahasan materi inti, dialog, dan setelah rapat berakhir juga harus ditutup kembali. b. Pimpinan Rapat Sebisa mungkin rapat dipimpin oleh kepala sekolah. Jika ada sekretaris rapat, maka sekretaris dapat memandu terlebih dahulu. Akan tetapi, pimpinan rapat tetap kepala sekolah. Selanjutnya pimpinan rapat menyampaikan materi rapat, sementara peserta rapat memperhatikan dengan serius. Peserta rapat tidak diperkenankan menyampaikan sesuatu ketika pimpinan rapat belum selesai menyampaikan materinya. Ketika agenda tanya jawab dimulai, maka pimpinan rapat mempersilahkan peserta rapat untuk mengajukan pertanyaan, menyampaikan ide, atau saran secara bergantian. Bertanya pun juga ada etikanya, peserta rapat yang ingin bertanya harus izin untuk bertanya terlebih dahulu dengan cara mengangkat tangannya. Peserta rapat yang mengangkat tangan pertama kali itulah yang akan diberi kesempatan terlebih dahulu. Peserta rapat yang akan bertanya dan menyampaikan ide atau gagasan. Ide atau gagasan yang akan disampaikan itu harus dipikirkan secara matang, bahasa yang digunakan juga harus rapi, sopan, jelas, dan tidak bertele-tele. Sebisa mungkin pertanyaan yang diajukan fokus terhadap materi yang sedang dibahas, singkat, dan jelas. Pada dasarnya pertanyaan yang kita ajukan diharapkan mendapat jawaban yang tepat dan menyenangkan. c. Dialog/Menyampaikan Ide Setelah materi inti disampaikan oleh pimpinan rapat, selanjutnya peserta rapat diberi kesempatan untuk bertanya, mengajukan usul, menyampaikan ide atau pendapat. Ketika peserta rapat diberi kesempatan mengajukan pertanyaan atau menyampaikan ide, sebisa mungkin kesempatan ini dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Peserta rapat yang pasif akan diam saja dan tidak ada komentar atau ide yang cemerlang. Sementara guru yang inovatif dan aktif akan mengajukan ide yang cerdas guna untuk menyempurnakan pemikiran dari pimpinan rapat. Dalam menyampikan ide maupun pertanyaan diupayakan menggunakan bahasa yang baik, sopan, dan tidak menyinggung perasaaan pimpinan rapat atau peserta rapat yang lainnya. Ide yang disampaikan harus fokus dengan permasalahan yang dibahas dan jangan sampai pendapat atau pertanyaan yang disampaikan menyimpang dari materi yang dibahas. Ide yang kita sampaikan menurut kita memang ide yang bagus, tetapi kita juga tidak boleh memaksakan bahwa ide kita harus dapat diterima oleh pimpinan rapat atau peserta rapat yang lainnya. Ide yang kita sampaikan hari ini juga belum tentu dapat direalisasikan hari ini juga, tetapi menunggu waktu dan proses pelaksanaanya. d. Interupsi/Memotong Pembicaraan Tidak jarang kita melihat saat pimpinan rapat sedang menyampaikan pemikirannya, ada peserta rapat yang menyela atau memotong pembicaraan tersebut. Kita sebagai peserta rapat akan merasa jengkel dengan perilaku orang tersebut. Walaupun materi yang akan disampaikan orang tersebut baik, tetapi yang kita sesalkan adalah waktunya tidak tepat dan tidak sopan. Hal ini menyebabkan pimpinan rapat akan merasa terganggu dan materi rapat yang seharusnya disampaikan akan terpotong. Sikap yang dilakukan oleh orang tersebut dilihat dari etika bertanya dinilai kurang baik. Sebagai guru yang profesional kita harus dapat memberikan kesempatan pada pimpinan rapat untuk menuntaskan materinya hingga tuntas. Toh pada kenyataannya nanti kita juga akan diberi kesempatan untuk bertanya atau menyampaikan ide. Pada dasarnya pimpinan rapat juga sangat menginginkan adanya interaksi baik dari peserta rapat, tetapi semua itu ada waktunya. Kalau tidak ada umpan balik maka rapat itu bisa dikatakan tidak sempurna. Jangan sampai terjadi ketika kesempatan bertanya kepada peserta rapat dibuka, ternyata tidak ada peserta rapat yang bertanya, menyampaikan ide, atau pendapat. Peserta rapat yang tidak berani bertanya atau menyampaikan ide biasanya disebabkan beberapa hal, yaitu: a. Peserta rapat tidak konsentrasi sehingga tidak tahu apa yang akan ditanyakan, b. Takut bertanya karena khawatir dikatakan goblok oleh peserta rapat lainnnya, c. Penyampaian materinya sudah jelas dan lengkap sehingga peserta rapat merasa tidak ada yang perlu ditanyakan, dan d. Jika ingin menyampaikan ide, khawatir kalau ide dianggap tidak cerdas oleh peserta rapat lainnya sehingga ia hanya diam.
Dalam rapat ada etika, sebagai pimpinan rapat ataupun sebagai peserta rapat harus dapat memposisikan diri kita dengan sebaik-baiknya agar dapat diterima dengan baik oleh peserta rapat yang lainnya dan tidak menyinggung perasaan orang lain (Mulyana, 2007).
Etika Guru dengan Wali Peserta Didik Etika perlu dalam segala hal, dimana saja, oleh siapa saja, dan dengan siapa saja. Selain kita harus beretika kepada kepala sekolah, guru lain, peserta didik, kita juga harus beretika kepada wali peserta didik. Beretika kepada wali peserta didik dapat dilakukan di sekolah, di rumah, di jalan, atau di mana saja. Guru profesional yang menjabat sebagai wali kelas seharusnya kenal dengan seluruh wali peserta didik-peserta didiknya. Seorang kepala sekolah setidaknya juga harus kenal dengan seluruh wali peserta didiknya. Komunikasi yang kita bangun dengan wali peserta didik dapat melalui tatap muka secara langsung, telepon, atau SMS. Upaya ini untuk membangun komunikasi yang baik antara guru dan wali peserta didik. Dalam berkomunikasi dengan wali peserta didik seharusnya guru tetap menjaga etika, yaitu dengan bertutur kata yang sopan dan santun. Guru dan wali peserta didik harus saling menghormati, karena pada kenyataannya guru dan wali peserta didik saling membutuhkan satu sama lain. Guru harus mampu menciptakan kesan yang menarik kepada wali peserta didik. Pada kenyataannya apapun yang dilakukan guru di kelas atau di sekolah selalu diceritakan oleh peserta didik kepada orang tuanya, apalagi kalau kita ini sebagai guru sekolah dasar. Misalnya, ketika guru berada di kelas memarahi salah satu peserta didik, maka peserta didik yang lain akan menceritakan perilaku guru yang suka marah-marah di kelas ke orang tuanya masing-masing. Oleh karena itu, guru sebisa mungkin selalu berlaku terpuji kepada peserta didiknya agar ketika peserta didik kita selalu menilai kita secara positif. Kadang wali peserta didik akan datang ke sekolah sekedar untuk membayar SPP, mengantar, atau menjemput anaknya. Kita sebagai guru di sekolah harus pandai-pandai menjadi tuan rumah yang baik. Jangan sampai ketika kita bertemu dengan wali peserta didik tidak mau bertegur sapa, seakan tidak kenal. Sebisa mungkin mereka kita tegur, kita sapa dengan sopan dan menanyakan tujuannya datang ke sekolah dengan sopan. Dari tegur sapa yang sopan tersebut akan tercipta hubungan yang harmonis antara guru dan wali peserta didik sehingga nama baik guru dan sekolah tetap terjaga (Mulyana, 2007). Berkaitan dengan hubungan antara guru dan orangtua, dalam kode etik guru telah disebutkan tentang hal tersebut, yaitu dalam pasal 6 (Nilai-Nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional) bagian 3 (2) Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali Murid : 1. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan Orangtua/Wali siswa dalam melaksannakan proses pedidikan. 2. Guru mrmberikan informasi kepada Orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik. 3. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya. 4. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpatisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan. 5. Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya. 6. Guru menjunjunng tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasin dengannya berkaitan dengan kesejahteraan kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan. 7. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungna-keuntungan pribadi.
Sumber rujukan: Mulyana A.Z. 2007. Rahasia Menjadi Guru Hebat. Jakarta: Grasindo.