Anda di halaman 1dari 71

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Penyelenggaraan pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
sebagaimana yang terdapat dalam isi pembukaan UUD 1945 pada alinea ke empat. Dalam
upaya mewujudkan tujuan tersebut, setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk
mendapatkan kecerdasan melalui pendidikan dan pengajaran (pasal 31 ayat 1 UUD 1945).
Secara operasional dukungan tersebut dinyatakan dalam Undang-undang tentang
pendidikan Nasional no 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, seta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Hal ini berarti bahwa usaha sadar dan terencana dalam pendidikan hendaknya dimulai
dari usia dini, karena masa ini merupakan masa emas (gold age), dimana pendidikan usia dini
merupakan periode terpenting pada pembentukan otak, intelegensi, kepribadian, memori dan
aspek perkembangan lainnya. Kondisi ini sesuai dengan Undang-undang tentang Pendidikan
Nasional No. 20 tahun 2003 tentang pendidikan anak usia dini pasal 20 tahun 2003
pendidikan anak usia dini pasal 1 ayat 14 bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah salah satu
upaya pembinaan yang ditujukan pada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun yang dilakukan
melalui pembinaan ransangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
fisik dan psikis agar anak memiliki kesiapan memasuki pendidikan lebih lanjut.
1
Dalam peraturan pemerintah No. 6 tahun 2003 ayat 1 mengatur bahwa Taman Kanak-
kanak (TK) adalah salah satu bentuk pendidikan anak usia dini yang menyediakan program
pendidikan bagi usia 4 tahun sampai memasuki Sekolah Dasar dam mempersiapkan
kemampuan dasar anak untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar.
Pendidikan TK pada hakekatnya adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan
untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh atau
menekankan pada pengembangan seluruh aspek kepribadian anak sesuai dengan tahap
pekembangannya. Setiap anak adalah unik. Setiap anak memiliki kecenderungan cara belajar
yang tidak selalu sama. Kegiatan belajar pun dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara ini
menunjukkan peran kecerdasan yang berbeda pula.
Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dinyatakan bahwa tujuan TK
adalah membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis maupun fisik yang
meliputi moral, dan nilai-nilai agama, sosial, emosional, kognitif, bahasa, fisik motorik,
kemandirian. Guru TK hendaknya memahami karakter dan kemampuan yang dikuasai oleh
anak usia dini karena ini merupakan tugas perkembangan masa kanak-kanak yang harus
diselesaikan.
Pada kenyataannya di TK kurang menyediakan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas yang sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi peserta
didik, sehingga proses pembelajaran di TK tidak tercapai secara optimal, dimana metode dan
alat yang digunakan tidak menyenangkan dan menarik bagi anak. Hal ini dibuktikan dengan
ketidak siapan anak untuk memasuki jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD). Akibatnya
banyak anak usia SD yang belum siap menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah itu
sendiri karena pada dasarnya pendidikan TK adalah untuk mempersiapkan anak memasuki
jenjang pendidikan berikutnya.
Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi serta kemampuan
yang dimiliki anak diantaranya, guru hendaknya memahami kemampuan dasar yang dimiliki
anak. Seorang guru yang profesional sangat dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam
memodifikasi dan memanfaatkan media pembelajaran yang ada sehingga kebutuhan aspek
perkembangan anak terpenuhi dan tercapai secara optimal. Dengan menggunakan metode dan
memanfaatkan media pembelajaran secara tepat dan sesuai prinsip belajar di TK yaitu belajar
sambil bermain dan bermain seraya belajar, maka bermain sarana yang sangat penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Berdasarkan pengamatan peneliti di TK Ar-rahim Kecamatan Nanggalo kota Padang
menunjukkan bahwa peserta didik kurang tertarik pada pembelajaran berhitung, terlihat pada
pelaksanaan kegiatan pada indikator konsep berhitung, anak kenal angka dan dapat
membilang dengan benda-benda secara sederhana, dari hasil pengamatan sementara pada
kelompok B1 tahun ajaran 2012-2013 dengan jumlah murid 18 orang, terdapat 5 anak yang
tidak kenal angka dan tidak dapat membilang, 7 anak bisa membilang namun tidak tidak dapat
menunjukkan angka dari jumlah benda yang dibilang, 6 anak dapat membilang dan mampu
mencari angka dari jumlah benda yang dibilang. Dengan demikian lebih dari sebagian besar
anak belum menguasai konsep berhitung. Padahal kegiatan berhitung sangat diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari yang juga merupakan dasar bagi perkembangan matematika maupun
kesiapan untuk pendidikan selanjutnya yaitu pendidikan dasar.
Dengan demikian penulis memilih permainan balon angka ini sebagai alat pembelajaran
untuk mengembangkan kemampuan berhitung anak. Diharapkan permainan ini akan
memudahkan anak untuk belajar berhitung.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, dapat diidentifikasi beberapa masalah
yang dihadapi dalam pembelajaran berhitung di TK Ar-rahim Padang sebagai berikut:
1. Kurang tepatnya penggunaan metode pembelajaran.
2. Kurangnya kemampuan guru dalam memodifikasi dan memanfaatkan media pembelajaran
berhitung.
3. Kemampuan kognitif anak yang berbeda.
4. Rendahya kemampuan guru dalam mengelola kegiatan belajar sambil bermain.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi permasalahan pada
Kurangnya kemampuan guru dalam peningkatan berhitung anak melalui permainan balon
angka di kelompok B1 TK Ar-rahim Padang.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah bagaimanakah pembelajaran berhitung dengan menggunakan permainan balon angka
dapat meningkatkan kemampuan berhitung pada anak kelompok B1 di TK Ar-rahim Padang?
E. Rancangan Pemecahan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka untuk mengatasi masalah tersebut
penulis merancang sebuah permainan balon angka di TK Ar-rahim Padang khususnya
kelompok B1 untuk meningkatkan kemampuan berhitung anak. Sebelum permainan ini
dimulai guru menyiapkan balon yang sudah di beri double tip sebagai contoh untuk anak.
Anak akan meletakkan kartu angka sesuai angka yang diucapkan guru atau sesuai dengan
jumlah gambar yang diperlihatkan guru. Bagi anak yang benar meletakkan kartu angka pada
balon, maka anak tersebut yang menjadi juaranya. Permainan ini diadakan dalam bentuk
individu dan perlombaan.

F. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan permainan
balon angka dapat meningkatkan berhitung pada anak kelompok B1 di TK Ar-rahim Padang.

G. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan kegiatan pembelajaran berhitung dengan
menggunakan permainan balon angka ini adalah :
1. Bagi anak
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berhitung anak dan
menjadikan pembelajaran berhitung merupakan pembelajaran yang menyenangkan bagi
anak.
2. Bagi penulis
Penulis dapat menuangkan ide-ide dan gagasan dalam skripsi ini, sekaligus untuk
mengasah pengetahuan dan wawasan penulis yang akhirnya akan mengembangkan
potensi anak di TK.



3. Bagi guru
Sebagai bekal dan bahan informasi kepercayaan untuk disebarkan pada rekan-rekan guru
dan sebagai bahan masukkan tentang proses pembelajaran yang mengupayakan
peningkatan kemampuan berhitung.
4. Bagi orang tua
Dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman orang tua tentang pembelajaran di TK
dan untuk meningkatkan perhatiannya terhadap hal-hal yang dapat mendukung
keberhasilan putera-puterinya dalam belajar.
5. Bagi sekolah
Dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan kemampuan
berhitung anak TK dan untuk meningkatkan perhatiannya terhadap hal-hal yang dapat
mendukung keberhasilan anak dalam belajar, sehingga dapat mencapai hasil belajar yang
optimal

H. Definisi Operasional
1. Pengertian Kemampuan Berhitung
Kemampuan berhitung adalah kemampuan anak untuk dapat mengenal bilangan-
bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam
penyelesaian persoalan bilangan. Pembelajaran berhitung merupakan bagian dari
matematika diperlukan untuk menumbuh kembangkan keterampilan berhitung yang sangat
berguna bagi kehidupan sehari-hari, terutama konsep bilangan yang merupakan dasar bagi
pengembangan kemampuan matematis. Dengan kata lain, permainan berhitung di TK
diperlukan untuk mengembangkan pengetahuan dasar matematika, sehingga anak secara
mental siap mengikuti pembelajaran matematika lebih lanjut di SD.
2. Hakekat Permainan Balon Angka
Permainan balon angka adalah permainan menggunakan balon yang berangka. Pada
permainan ini anak diminta untuk dapat memasangkan kartu angka sesuai dengan angka
yang diucapkan guru atau jumlah gambar yang diperlihatkan guru. Permainan balon angka
ini diadakan dalam bentuk individu dan dalam bentuk perlombaan yang dilakukan di luar
kelas.
Permainan ini dirancang supaya anak merasa tertarik dan senang dalam proses
pembelajaran terutama kegiatan berhitung, karena pada dasarnya semua anak pasti
menyukai balon. Sehingga pemahaman anak terhadap pengenalan angka dan konsep
berhitung dapat berkembang dengan baik.











BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. Landasan Teori
1. Hakikat Anak Usia Dini
Anak usia dini adalah sosok yang sangat istimewa. Mereka adalah individu yang
menjalani suatu proses perkembangan yang sangat pesat dan sangat fundamental bagi
kehidupan selanjutnya. Ia memiliki dunia dan karakteristik sendiri yang jauh berbeda dari
orang dewasa. Menurut Piaget (dalam Nugraha 2005:53) menyatakan bahwa anak usia dini
seorang penjelajah yang aktif dan selalu ingin tahu, selalu menjawab tantangan lingkungan
sesuai dengan interprestasi (penafsirannya) tentang ciri-ciri yang esensial yang ditampilkan
oleh lingkungan.
Seiring dengan berjalannya waktu, pandangan orang terutama para ahli tentang anak
usia dini cenderung berubah serta berbeda satu dengan yang lain, karena dalam
merefleksikan anak cenderung menyesuaikan pengalaman dan pemahaman masing-
masing. Sebagian orang beranggapan bahwa anak merupakan miniatur orang dewasa, tapi
kenyatannya tidaklah demikian, anak berbeda dengan orang dewasa baik fisik maupun
psikis.
Menurut NAEYC (dalam Hartati 2007:10) mengatakan bahwa anak usia dini adalah
sekelompok individu yang berada pada rentang usia antara 0-8 tahun. Anak
usia dini merupakan kelompok manusia yang berada dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan secara terus menerus.
10
Jadi dapat disimpulkan bahwa anak usia dini adalah individu yang unik dan
istimewa, ia memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan dalam aspek fisik, kognitif,
sosial emosional, kreativitas bahasa dan merupakan masa yang paling potensial untuk
belajar.

a. Perkembangan Anak Usia Dini
Anak usia dini adalah manusia yang polos serta memiliki potensi yang harus
dikembangkan. Ia memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang
dewasa serta akan berkembang menjadi manusia seutuhnya. Anak memiliki berbagai
macam potensi yang harus dikembangkan, meskipun pada umumnya anak memiliki pola
perkembangan yang sama tetapi ritme perkembangan akan berbeda satu sama lainnya
karena pada dasarnya anak bersifat individual. Berdasarkan pertumbuhan dan
perkembangan anak usia dini Nugraha dan Ratnawati (2010:17) mengelompokkan anak
usia dini yaitu:
1) Usia 0 sampai 6 bulan (bayi fase 1)
2) 6 bulan sampai 12 bulan (bayi fase 2)
3) 1 tahun sampai 2 tahun (anak kecil fase 1)
4) 2 tahun sampai 3 tahun (anak kecil fase 2)
5) 4 tahun sampai 5 tahun (usia prasekolah atau usia TK)

Menurut Bronson (dalam Ahmad 2005:7) mengelompokkan anak usia dini menjadi
beberapa kelompok yaitu:
1) Young Infants (anak lahir sampai 6 bulan).
2) Older Infants (anak 7 bulan sampai 12 bulan)
3) Young Toddles (usia 1 tahun sampai 2 tahun).
4) Older Toddles (anak usia 2 tahun sampai 3 tahun)
5) Prasekola atau kindergarten (anak usia 3 tahun sampai 5 tahun)
6) Anak sekolah dasar rendah (anak usia 6 tahun sampai 8 tahun).

Jadi dapat dijelaskan dari klasifikasi anak usia dini berdasarkan pertumbuhan dan
perkembangan anak, tentunya kita sepakat untuk membentuk anak-anak usia dini menjadi
pribadi yang utuh. Cara membentuk pribadi yang utuh ini adalah mengarahkan
pertumbuhan dan perkembangan fisik, kognitif, sosial-emosional, kreativitas dan bahasa
mereka secara seimbang.

b. Karakteristik Anak Usia Dini
Anak usia dini memiliki dunia dan karakter sendiri yang jauh berbeda dari dunia
orang dewasa. Anak usia dini sangat aktif, dinamis, antusias dan hampir selalu ingin tahu
dengan apa yang di dengar dan dilihatnya serta seolah tak pernah berhenti belajar. Adapun
karakteristik anak usia dini dikemukakan oleh Yuliani (2005:2.2-2.5) antara lain:
1) Imajinatif.
2) Semangat mempelajari hal yang baru.
3) Daya khayal tinggi
4) Anak berada pada usia bertanya
5) Usia keemasan anak.
6) Kreativitas anak tinggi.
7) Usia bermain dan berkelompok.

Karakteristik anak usia dini yang lain, dikemukakan oleh Moeslichatoen (2004:10)
membagi karakteristik perkembangan anak usia dini sebagai berikut:
1) Anak selalu bergerak
2) Anak mempunyai ingin tahu yang kuat.
3) Anak senang bereksperimen dan menguji.
4) Anak ampu mengekspresikan diri secara kreatif.
5) Anak mempunyai imajinasi.
6) Anak senang berbicara

Dari pendapat ahli di atas dapat peneliti simpulkan, untuk mencapai optimalisasai
tahap perkembangan anak usia dini, maka perlu adanya fasilitas-fasilitas yang mendukung.
Permainan yang beragam, pembelajaran yang terprogram dan segala hal yang berhubungan
dengan tahap tumbuh kembangnya.

c. Prinsip-prinsip Perkembangan Anak Usia Dini
Penerapan prinsip-prinsip perkembangan anak didik bertujuan agar tercapainya
proses belajar yang efektif. Menurut Copple (dalam Hartati 2007:17) prinsip-prinsip
perkembangan anak terdiri dari :
1) Aspek perkembangan saling berkaitan.
2) Perkembangan terjadi dalam suatu urutan.
3) Perkembangan berlangsung bervariasi pada setiap anak.
4) Pengalaman pertama anak bersifat komulatif.
5) Belajar selama usia dini berlangsung dari pengetahuan nyata ke pengetahuan
simbolik.
6) Perkembangan belajar dipengaruhi oleh konteks sosial, dan majemuk.
7) Anak adalah pembelajar aktif.
8) Perkembangan dan belajar merupakan hasil dari interaksi lingkungan fisik
maupun sosial di tempat anak tinggal.
9) Bermain sarana penting bagi perkembangan anak.
10) Perkembangan mengalami percepatan bila anak memiliki kesempatan untuk
mempraktekkan keterampilan yang diperoleh.
11) Anak berkembang dan belajar terbaik saat merasa aman secara psikologis.

Menurut Woolfolk (dalam Ramli 2005:46) ada beberapa prinsip perkembangan
anak yaitu:
1) Individu berkembang dengan kecepatan berbeda
2) Perkembangan relatif teratur
3) Perkembangan terjadi secara bertahap
4) Perkembangan terjadi pada waktu yang berlainan
5) Setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas.

Jadi dapat disimpulkan, apabila anak memiliki kebebasan untuk bergerak, berprilaku,
dan menyatakan pendapat tanpa terbebani dengan tekanan-tekanan psikologis dan
keamanan fisiknya terjamin sehingga terhindar dari hal-hal yang membahayakan akan
mengoptimalkan proses pertumbuhan dan perkembangan anak.

2. Perkembangan Kognitif Bagi Anak
Kognitif sering kali diartikan sebagai kecerdasan atau berpikir. Kognitif adalah
pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, jadi merupakan tingkah laku-
tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan yang dibutuhkan untuk
menggunakan pengetahuan. Menurut Piaget (dalam Santrock 2007:217) Bahwa dia
percaya struktur kognitif perlu dilatih.
Pengembangan kemampuan kognitif bertujuan agar kemampuan anak dapat
mengelola perolehan hasil belajarnya, dapat menemukan bermacam-macam alternatif atau
cara memecahkan masalah yang dihadapi anak dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Menurut Mudjito dan Utju (2010:10) perkembangan kognitif merupakan proses mental
untuk mengidentifikasi, mengingat, menghubungkan, membilang, menjelaskan,
mengklasifikasi, menganalisis, mensisntesis, serta mengaplikasikan sesuatu.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan, pengembangan kognitif bertujuan agar
anak dapat mengolah perolehan belajarnya, dapat menemukan berbagai alternatif
pemecahan masalah. Membantu anak untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir
matematika, dan pengetahuan tentang matematikanya dan pengetahuan tentang konsep
warna, juga pengetahuan untuk wadah tertentu. Anak juga mempunyai pengetahuan untuk
memilah-milah, mengelompokkan warna yang sama dan mengurutkan bilangan, mengenal
penambahan, serta mempersiapkan pengembangan kemampuan kemampuan berpikir
tertentu.

3. Pembelajaran Berhitung Anak Usia Dini
Pembelajaran berhitung merupakan bagian dari matematika diperlukan untuk
menumbuh kembangkan keterampilan berhitung yang sangat berguna bagi kehidupan
sehari-hari, terutama konsep bilangan yang merupakan dasar bagi pengembangan
kemampuan matematis. Menurut NCTM (dalam Carol dan Barbara 2008:1) bahwa
Perkembangan matematika anak dibangun pada tahun-tahun dini, matematika dibangun
oleh keingintahuan dan semangat anak-anak dan tumbuh secara alami dari pengalaman
mereka.
Anak usia TK berada pada tahap pra-operasional konkret yaitu tahap persiapan
kearah pengorganisasian pekerjaan yang konkret dan berpikir intuitif didasarkan pada
interpretasi dan pengalamannya. Permainan dan alat peraga merupakan bagian penting
dalam pembelajaran matematika anak usia dini.
Dunia simbol dan abstrak tidak menarik, kering dan tidak menumbuhkan imajinasi.
Menurut Rahmawati (2001:117) Pembelajaran matematika harus diusahakan kepada
konsep-konsep dan model-model yang nyata.
Pembelajaran di TK merupakan bermain, menurut Depdiknas (2000:7) permainan
berhitung di TK seyogyanya dilakukan melalui tiga tahapan yaitu: Penguasaan Konsep,
Masa Transisi, dan Lambang.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berhitung anak TK berada pada tahap
pra-operasional kongkrit yaitu tahap persiapan kearah pengorganisasian pekerjaan yang
kongkrit dan berpikir intuitif dimana anak mampu mempertimbangkan tentang besar,
bentuk, dan hubungan benda-benda didasarkan pada interprestasi dan pengalamannya.

4. Tahap Kemampuan Berhitung Anak Usia 4-6 Tahun
Kemampuan berhitung/numerik banyak menjadi perhatian bagi pendidik, orang tua
dan para pemerhati pengembangan anak. Hal ini disebabkan karena kemampuan numerik
ini banyak diajarkan disekolah dan diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan
numerik juga salah satu kemampuan yang dipelajari secara otomatis dalam periode masa
kanak-kanak awal.
Menurut Carol dan Barbara (2008:385) tahap kemampuan berhitung anak usia 4-5
tahun yaitu: Berpikir tentang simbol/lambang, Memahami kelestarian bilangan, Berpikir
secara simologis
Hambatan-hambatan kognitif ini membatasi seberapa besar pemahaman matematika
yang bisa dimiliki anak-anak 4 sampai 5 tahun. Bagaimanapun, pengalaman dan
kesempatan untuk belajar akan memberikan konteks kepada anak-anak untuk
mengembangkan pertanda yang mereka perlukan untuk pemikiran matematika yang lebih
rumit.
Sedangkan menurut Flavell (dalam Hidayani 2005:9.18) ada 5 prinsip tahapan dalam
berhitung masa ini yaitu:
a. The One-0ne Principle
Menurut prinsip ini menghitung diajarkan secara berurutan.
b. The Stable-Onder Principle
Prinsip ini menekankan pada kelenturan.
c. The Cardinal Principle
Prinsip ini menekankan kita untuk mengulang jumlah terakhir sesuai dengan
jumlah yang diinginkan.
d. The Abstraction Principle
Prinsip ini menekankan apa yang dapat dihitung.

e. The OnderIrrelevance Principle
Anak sudah mengerti cara menghitung yang di mulai dengan angka satu dan
dapat dipersentasikan.

Pendapat Flavell (dalam Hidayani, 2005:9.18) dapat disimpulkan, pada ke lima
prinsip di atas sangat sesuai dengan metode pembelajaran permulaan berhitung di TK
dimana anak belajar dari pengalaman dan ilmu yang diperoleh sebelumnya. Anak dilatih
mengikuti dan terbiasa dalam aturan berhitung dan metode yang digunakan juga sesuai
dengan tahap perkembangan anak dimana anak diajarkan dari yang sederhana ke yang
sulit, dengan menggunakan media yang konkret sehingga mudah dipahami anak. Anak
juga belajar dari apa yang ia temui sehingga pembelajaran benar-benar memiliki kebebasan
dan menyenangkan bagi anak.

5. Tujuan Pembelajaran Berhitung
Secara umum tujuan permainan berhitung di TK yaitu untuk mengetahui dasar-dasar
pembelajaran berhitung sehingga pada saatnya nanti anak akan lebih siap mengikuti
pembelajaran berhitung pada jenjang selanjutnya yang lebih kompleks.
Menurut Depdiknas (2000:2) secara khusus tujuan permainan/ pembelajaran
berhitung di TK berhitung bertujuan agar:
a. Dapat berpikir logis dan sisitematis.
b. Dapat menyesuaikan diri dalam masyarakat.
c. Memiliki keterampilan, konsentrasi, abstraksi dan daya apresiasi yang
tinggi.
d. Memiliki pemahaman konsep ruang dan waktu.
e. Memiliki kreativitas dan imajinasi.

Menurut Mudjito dan Utju (2010:6) tujuan berhitung pada anak yaitu agar anak dapat
berpikir logis dan sistematis, agar anak dapat mengenal berbagai pola-pola seperti
geometrik dan angka, agar anak memiliki kemampuan abstrak.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, permainan berhitung sangat penting untuk anak
usia dini. Oleh karena itu, kecintaan anak terhadap berhitung perlu ditamankan. Ini dapat
dilakukan dengan memberikan permainan berhitung yang menyenangkan, menarik bagai
anak dan sesuai dengan tingkat perkembangan anak.


6. Pentingnya Bermain Bagi Anak dalam Meningkatkan Kemampuan Berhitung
Bermain adalah dunia kerja anak usia dini dan menjadi hak setiap anak untuk
bermain, tanpa dibatasi usia. Bermain adalah dunia kerja anak usia dini dan menjadi hak
setiap anak. Para ahli pendidikan anak telah mengadakan penelitian, cara yang efektif
untuk mengeksplorasi lingkungannya adalah melalui bermain, karena bermain adalah cara
yang paling baik untuk mengembangkan kemampuan anak didik. Menurut Musfiroh
(2005:6-8) ciri-ciri bermain adalah:
a. Bermain selalu menyenangkan dan menggembirakan.
b. Bermain tidak bertujuan ekstrinsik.
c. Bermain bersifat spontan dan sukarela.
d. Bermain melibatkan peran aktif semua peserta.
e. Bermain juga bersifat nonliteral, pura-pura atau tidak senyatanya.
f. Bermain tidak memiliki keindahan ekstrinsik.
g. Bermain bersifat aktif.
h. Bermain bersifat fleksibel.

Anak usia TK adalah masa yang sangat strategis untuk mengenalkan berhitung
melalui permainan di jalur matematika. Apabila kegiatan berhitung diberikan melalui
kegiatan macam-macam permainan tentunya akan lebih efektif karena bermain merupakan
wahana belajar dan bekerja bagi anak. Diyakini bahwa anak-anak lebih berhasil
mempelajari sesuatu apabila ia pelajari sesuai dengan minat, kebutuhan dan
kemampuannya.
Soemanto (dalam Yuliani 2005:2.6) mengatakan bahwa pada usia 4-5 tahun yaitu
masa belajar matematik. Dalam tahap ini anak sudah mulai belajar matematika sederhana,
misalnya menyebutkan bilangan, menghitung urutan bilangan, dan penguasaan jumlah
besar kecil dari benda-benda.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat penulis simpulkan, bahwa permainan
berhitung hendaknya disesuaikan dengan tingkat kesiapan anak. Bila anak mampu
menyelesaikan permainan yang sederhana guru dapat meningkatkan permainan ke yang
lebih konkret. Seperti pada kegiatan berhitung memalui permainan balon angka, bila anak
mampu membilang dengan baik guru dapat melanjutkan permainan penjumlahan
sederhana sesuai jumlah angka yang tertera pada balon.

7. Pengenalan Dini Permainan Berhitung
Dunia sekeliling kita penuh dengan matematika (berhitung), kenyataannya
matematika telah menjadi bagian yang penting dalam berbagai aktivitas kehidupan
manusia, bahkan telah terjadi pada awal tahun kehidupan seorang anak, jauh sebelum anak
memahami simbol-simbol abstrak. Anak akan menemukan matematika dalam berbagai
benda yang dilihat dan disentuhnya, misalnya seorang anak memperoleh temuan baru
tentang ruang dengan cara merangkak dibawah meja atau kursi, atau memperoleh
pengalaman pertama yang berhubungan dengan bentuk pada saat menggelindingkan bola
serta dengan memegang botol minumnya. Bimbingan dan arahan yang diberikan orang tua
kepada anaknya dapat membantu mereka dalam memahami dan menerapkan dasar-dasar
konsep matematika.
Anak usia TK adalah masa yang sangat strategis untuk mengenalkan berhitung di
jalur matematika, karena usia TK sangat peka terhadap rangsangan yang diterima dari
lingkungan. Rasa ingin tahunya yang tinggi akan tersalurkan apabila terdapat stimulus
yang sesuai dengan tugas perkembangannya. Apabila kegiatan berhitung diberikan melalui
kegiatan macam-macam permainan tentunya akan lebih efektif karena bermain merupakan
wahana belajar dan bekerja bagi anak. Diyakini bahwa anak-anak lebih berhasil
mempelajari sesuatu apabila yang ia pelajari sesuai dengan minat, kebutuhan dan
kemampuannya.
Soemanto (dalam Yuliani 2005:2.6) mengatakan bahwa anak 4-5 tahun yaitu masa
belajar matematik. Dalam tahap ini anak sudah mulai belajar matematika sederhana,
misalnya menyebutkan bilangan, dan penguasaan jumlah kecil dari benda-benda.
Partini (2010:78) berpendapat bahwa terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
oleh seorang guru dalam upaya pengenalan (deteksi) dini sampai sejauhmana kegiatan
permainan berhitung dapat diberikan kepada anak. Pengenalan dini perlu dilakukan untuk
menjaga terjadinya masalah kesulitan belajar karena belum mengetahui konsep berhitung.
Sebagai contoh terdapatnya banyak kasus dimana berhitung dijalur matematika seolah-olah
menjadi sesuatu yang menakutkan bagi anak.
Kesenangan anak dalam penguasaan konsep berhitung dapat dimulai dari diri sendiri
ataupun rangsangan dari luar, bermain dapat dijadikan sarana untuk menanamkan konsep
matematika sedini mungkin melalui alat permainan yang menyenangkan yang dirancang
khusus sehingga memiliki nilai dan nuansa untuk membentuk konsep matematika, pola
pikiran dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan potensi anak sejak dini,
sehingga dapat meningkatkan kemampuan berhitung anak secara optimal.
Berdasarkan pendapat ahli diatas dapat penulis simpulkan, apabila anak telah
menunjukkan mulai menyenangi permainan berhitung adalah saat yang tepat untuk
memperkenalkan permainan berhitung pada anak. Namun dalam pembelajaran berhitung
ada dua hal yang perlu diperhatikan guru. Hal yang perlu diingat bahwa permainan
berhitung hendaknya disesuaikan dengan tingkat kesiapan anak, misalnya dari kongkrit ke
abstrak, dari yang sederhana ke yang sulit. Bila anak mampu menyelesaikan permainan
yang sederhana guru dapat meningkatkan permainan ke yang lebih kongkrit. Seperti pada
kegiatan memasukkan kancing baju ke dalam cekungan sesuai dengan angka yang ada di
wadah, bila anak mampu dengan baik guru dapat melanjutkan permainan dengan
melakukan perbandingan atau penjumlahan dan pengurangan. Dan apabila anak terlihat
jenuh hai ni menandakan permainan berhitung tidak menarik bagi anak, guru perlu
melakukan tindakan dengan merencanakan pembelajaran yang lebih menarik.

8. Alat Permainan
Alat permainan merupakan alat yang dapat dipertunjukkan dalam kegiatan belajar
mengajar berfungsi untuk membantu anak menjelaskan konsep, ide atau pengertian,
misalnya model gambar dan contoh benda. Menurut Brata (dalam Sudono 2000:23)
menyatakan bahwa bermain menggunakan alat dapat membantu anak senang, anak dapat
berimajinasi dan bekerjasama. Hal yang sama juga didukung oleh Prayitno (1999:19)
bahwa alat permainan adalah berbagai materi yang dapat di bentuk oleh anak.
Jadi dapat dapat disimpulkan bahwa alat permainan sangat penting sekali bagi anak
usia dini untuk proses perkembangan anak dan mendorong daya keratifitas anak dalam
menggunakan benda-benda atau alat-alat permainan yang digunakan untuk memenuhi
naluri bermain.

9. Permainan Balon Angka
Menurut Ali (2002:68) balon adalah permainan yang menggunakan lokan. Menurut
Soetopo (2009:9) Permainan balon angka merupakan permainan yang dirancang untuk
meningkatkan kemampuan berhitung anak. Permainan balon angka ini bertujuan supaya
anak dapat mengenal angka dan dapat mengenal konsep penjumlahan dan pengurangan
sederhana karena pada permainan ini anak diminta untuk dapat memasangkan kartu angka
sesuai sesuai dengan angka yang berada pada balon. Melalui permainan balon angka ini
anak dapat menambah wawasan dan mengenal apa yang belum dikenal anak.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kegiatan balon angka ini dirancang untuk
meningkatkan kemampuan berhitung anak. Permainan ini diadakan dalam bentuk
perlombaan individual. Masing-masing anak berlomba untuk memasangkan kartu angka
sesuai dengan angka yang disebutkan guru atau jumlah gambar yang diperlihatkan guru.
Permainan ini dirancang supaya anak merasa tertarik dan senang dalam proses
pembelajaran terutama kegiatan berhitung. Sehingga pemahaman anak terhadap
pengenalan angka dan konsep berhitung dapat berkembang dengan baik.

Gambar 1: Alat Permainan Congklak wadah Telur


B. Kerangka Konseptual
Peningkatan pengenalan anak terhadap angka, dimana anak mampu mengenal angka
dan penjumlahan yang dilakukan melalui permainan balon angka diharapkan dapat
menambah kemampuan berhitung anak dan wawasan anak. Dalam permainan ini guru
memperlihatkan gambar dan anak diminta untuk dapat menghitung gambar yang
diperlihatkan, setelah itu anak diminta untuk dapat mengambil kartu angka yang sudah diberi
double tip dan meletakkan pada balon.

Kemampuan Berhitung

Bermain Balon angka

Pengenalan Angka dan Konsep
Berhitung

Kemampuan Berhitung Anak
Meningkat

Gambar 2. Kerangka konseptual

C. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah permainan balon angka dapat
meningkatkan kemampuan berhitung anak.














BAB III
RANCANGAN PENELITIAN


A. Jenis Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
tindakan kelas (PTK) yakni dengan menggunakan tindakan pada anak B1 TK Ar-rahim
kecamatan Nanggalo kota Padang. Penelitian tindakan kelas yang dilakukan guru merupakan
suatu upaya perbaikan proses belajar dan guru tersebut juga mengembangkan kemampuan
profesionalnya secara sistematis.
Menurut Depdiknas Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Tenaga
Kependidikan (2003:9) menyatakan bahwa:
PTK adalah suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis reflektif terhadap
aksi atau tindakan yang dilakukan oleh guru/ pelaku mulai dari perencanaan
sampai dengan penilaian terhadap tindakan nyata didalam kelas yang
berupakegiatan belajar mengajar untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang
dilakukan.

Penelitian tindakan kelas juga dapat memperbaiki dan meningkatkan mutu praktek
pembelajaran yang dilaksanakan guru demi tercapainya tujuan pembelajaran. Dengan
demikian guru dapat melaksanakan kegiatan ini setelah meneliti kegiatan sendiri, dikelas
sendiri dengan melibatkan anak didiknya sendiri melalui tindakan yang direncanakan,
dilaksanakan dan dievaluasi, guru akan memperoleh umpan balik yang sistematis mengenai
yang telah dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar.




B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah anak TK Ar-rahim kelompok B1 tahun pelajaran 2012-
2013 sebanyak 18 orang yang terdiri dari 8 anak perempuan dan 10 orang anak laki-laki.

C. Prosedur Penelitian
Siklus merupakan ciri khas penelitian tindakan kelas. Penelitian ini secara garis besar
terdapat empat tahapan menurut Arikunto (2006:16), tahapan dalam penelitian ini adalah:
1. Perencanaan (plan)
2. Tindakan (action)
3. Pengamatan (observation)
4. Perenungan (reflection)
Penelitian yang dilakukan ini terdiri dari beberapa siklus. Perlakuan pada setiap siklus
harus berbeda dari siklus sebelumnya. Sebaiknya siklus berikutnya didasarkan pada hasil
siklus sebelumnya. Siklus akan terus dilanjutkan dengan siklus selanjutnya sampai masalah
terpecahkan. Dalam penelitian ini, penulis langsung menjadi peneliti yang berwenang
mmperbaiki proses pembelajaran dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk berbagi
cerita dengan teman.
Adapun model penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut:






Kondisi Awal








Gambar 2 : Siklus Penelitian Tindakan Kelas






perencanaan
pelaksanaan
Refleksi
perencanaan
Pelaksanaan
Hasil
Refleksi
Pengamatan
Pengamatan
Siklus I

Siklus II
1. Kondisi Awal
Pada kondisi awal sebelum penelitian dilakukan, kemampuan berhitung anak
kelompok B1 TK Ar-rahim Padang masih rendah. Hal ini terlihat sebagian besar anak di
kelas mengalami kesulitan ketika diadakan kegiatan berhitung terutama dalam mengenal
angka. Umumnya anak-anak hanya hafal urutan angka dengan menyebutkan bunyi angka
tanpa mengenal bentuk angka tersebut.

2. Siklus I
a. Kegiatan Perencanaan (Plan)
Perencanaan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1) Membuat rencana pembelajaran berupa satuan kegiatan mingguan dan satuan
kegiatan harian yang berisikan tentang permainan balon angka. Guru menyiapkan
bahan yang akan digunakan seperti:
a) Balon
b) Spidol
c) Double tip
d) Gambar
e) Kartu angka
2) Guru menerangkan kegiatan aturan permainan yang akan dilakukan anak. Kemudian,
guru bersama anak melakukan permainan balon angka.
3) Merancang penilaian awal dan akhir yang akan dilakukan untuk meningkatkan
pemahaman berhitung anak dalam pembelajaran. Adapun aspek yang akan dinilai
antara lain membilang/menyebutkan urutan bilangan, mengenal konsep bilangan
dengan benda-benda, menyebutkan dan memasangkan bilangan dengan benda-benda
sampai 10, mengenal perbedaan banyak sedikit, mengetahui hasil penambahan dan
pengurangan.
4) Membuat lembaran observasi.

b. Pelaksanaan Tindakan (Acting)
Tindakan yang akan dilakukan adalah:
1) Guru melaksanakan pembelajaran yang telah dilaksanakan dalam situasi belajar yang
menyenangkan.
2) Guru membimbing anak membaca doa sebelum belajar.
3) Guru menjelaskan tentang tema.
4) Guru memperkenalkan alat permainan pada anak.
5) Guru mengadakan tanya jawab mengenai pedagang,
6) Guru menerangkan tentang cara memainkan permainan balon angka tersebut.
7) Setelah anak mengetahui cara memainkannya, guru memberikan kesempatan kepada
anak untuk mencoba permainan balon angka.
8) Guru memberikan motivasi dan bimbingan serta penghargaan pada anak dalam
melaksanakan permainan ini.
9) Apabila anak beum mampu melaksanakan permainan, maka guru memberikan
bimbingan dan bantuan lebih lanjut kepada anak.
10) Guru mengadakan tanya jawab sebagai evaluasi terhadap permainan yang telah
dilaksanakan anak.
11) Guru menutup permainan dengan mengajak anak berdoa dan mengucapkan salam.


c. Pengamatan (observing)
Pengamatan dilakukan secara bersamaan saat pelaksanaan berlangsung.
Pengamatan serangkaian kegiatan mengenali, merekam, mendokumentasikan dan
mengamati perubahan-perubahan yang terjadi dan hasil yang dicapai sebagai dampak
dari tindakan yang dilakukan. Observasi ini dilakukan untuk mengumpulkan data
selama penelitian berlangsung.

b. Refleksi (Reflecting)
Refleksi merupakan uapaya yang telah terjadi dan apa hasil yang telah dicapai
setelah melakukan penelitian apakah ini perlu dilakukan tindakan lanjut pada penelitian
berikutnya. Penelitian ini berhasil apabila:
1) Sebagian besar (75 % anak) memiliki peningkatan dalam penampilan
berhitung.
2) Sebagian besar (75 % anak) menunjukkan sikap positif dan menyenangkan
dalam kegiatan permainan balon angka.

3. Siklus II
Dalam siklus II ini, peneliti akan melakukan perbaikan kegiatan pembelajaran
berdasarkan hal-hal yang ditentukan atau hal-hal yang belum tercapai pada siklus I.
Langkah pada siklus II sama urutannya dengan siklus I yang terdiri dari perencanaan,
tindakan, pengamatan, dan perenungan.

D. Instrumentasi
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

1. Format Observasi
Pedoman observasi untuk mengecek kegiatan yang dilakukan berdasarkan indikator yang
dilakukan berdasarkan indikator yang ditentukan sebelumnya. Aspek yang diamati melalui
pedoman observasi ini adalah yang berkaitan tentang proses pembelajaran.
2. Dokumentasi
Dokumentasi berupa kamera untuk merekan pembelajaran yang sedang berlangsung.
3. Format penilaian hasil belajar siswa
Format ini berisikan tentang penilaian pembelajaran yang telah dilaksanakan selama
pembelajaran berlangsung.

E. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah:
1. Observasi
Data yang didapat dari hasil pengamatan tentang kegiatan anak selama melakukan kegiatan
permainan congklak wadah telur.
Tabel 1
Format Observasi Pengembangan Kemampuan Berhitung

N
o
Aspek
Nilai
Sangat
tinggi
Tingi Rendah
Jumlah
Anak
% Jumlah
Anak
% Jumlah
Anak
%
1 Membilang/menyebutkan
urutan bilangan.

2 Mengenal konsep bilangan
dengan benda-benda



3 Mengenal perbedaan banyak
sedikit

4 Mengetahui hasil penambahan
dan pengurangan dengan
benda-benda sampai 10

Rata-rata

2. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk tanggapan keaktifan siswa terhadap kegiatan setelah
pembelajaran berlangsung.
Tabel 2
Format Wawancara

3. Dokumentasi berupa fortofolio, foto dan format penilaian.

F. Teknik Analisis Data
Data penelitian tindakan banyak ditemukan data kualitatif dengan ciri berupa kata-kata
(bukan angka). Menurut Arikunto (2006:131) data kualitatif merupakan informasi berbentuk
kalimat yang memberikan gambaran tentang ekspresi siswa tentang tingkat pemahaman
terhadap suatau mata pelajaran (kognitif), pandangan atau sikap siswa mengikuti pelajaran,
perhatian, antusias dalam belajar, kepercayaan diri, motivasi belajar dan sejenisnya dapat
dianalisis serta kualitatif.
Data yang diperoleh dari hasil observasi belajar mengajar akan dianalisis, setiap
kegiatan pembelajaran yang dilakukan merupakan sebagai bahan untuk menentukan tindakan
berikutnya. Disamping itu juga selurh data digunakan untuk mengambil kesimpulan dan
tindakan yang dilakukan. Hasil analisis ini akan dimasukkan dalam laporan penelitian hasil
No Pertanyaan Jawaban
1 Membilang/menyebutkan urutan bilangan
2 Mengenal konsep bilangan dengan benda-benda.
3 Mengenal perbedaan banyak sedikit.
4 Mengetahui hasil penambahan dan pengurangan
dengan benda-benda sampai 10


belajar yang diperoleh dianalisis untuk perobahannya, dengan menggunakan statistik dengan
rumus yang dikemukakan oleh Hariyadi (2009:24) sebagai berikut:
Rumus:
P % = f/N X 100 %
Keterangan:
P= Angka Persentasi
F= frekuensi aktifitas yang dilakukan siswa
N= jumlah anak dalam satu kelas.
Hasil analisis data yang digunakandalam siklus I ini akan digunakan sebagai acuan
untuk merencanakan siklus berikutnya terutama untuk hal-hal yang belum sempurna.

G. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini, dimana pada akhir penelitian dalam
pembelajaran setiap siklus anak sudah dapat mengenal angka, dapat membilang dengan
benda-benda secara sederhana, dan minimal anak sudah dapat berhitung dengan benar.
Apabila indikator keberhasilan belum tercapai, maka dilanjutkan ke siklus berikutnya dan jika
indikator keberhasilan sudah tercapai maka penelitian berakhir pada siklus II.









BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data
1. Deskripsi Kondisi Awal
Pada kondisi awal sebelum penelitian dilakukan, yaitu tanggal 12 Februari 2013
yang diteliti adalah anak yang berusia 5-6 tahun, kemampuan berhitung anak TK Ar-rahim
masih rendah. Hal ini terlihat sebagian anak di kelas mengalami kesulitan ketika diadakan
kegiatan pembelajaran berhitung. Pada umumnya anak hanya hafal urutan bilangan dengan
menyebutkan bunyi dari angka tanpa mengetahui bentuk bisa menyebutkan angka tanpa
mengetahui bentuk dan jumlah dari angka tersebut. Untuk lebih jelas dapat kita lihat pada
Tabel di bawah ini.
Tabel 3
Kemampuan Berhitung Anak Dalam Proses Pembelajaran Pada
Kondisi Awal (sebelum tindakan)

No Aspek
Nilai
Sangat tinggi Tingi Rendah
Jumlah
Anak
% Jumlah
Anak
% Jumlah
Anak
%
1 Membilang/menyebutkan urutan bilangan. 6 33 7 39 5 28
2 Mengenal konsep bilangan dengan benda-
benda
6 33 5 28 7

38
3 Mengenal perbedaan banyak sedikit 5 28 8 44 5 28
4 Mengetahui hasil penambahan dan
pengurangan dengan benda-benda sampai
10
4 22 5 28 9 50
Rata-rata 5 28 6 33 7 39

Berdasarkan Tabel di atas, kemampuan berhitung anak dalam proses pembelajaran
berhitung anak masih sangat rendah, dimana persentase jumlah anak dalam kategori sangat
tinggi pada aspek 1 (Membilang/menyebutkan urutan bilangan) hanya mencapai 33% atau 6
39
orang dari 18 orang anak, sedangkan kategori tinggi 39% atau 7 orang dari 18 orang anak dan
28% atau 5 orang dari 16 orang anak untuk kategori rendah.
Untuk aspek 2 (Mengenal konsep bilangan dengan benda-benda) terlihat untuk kategori
anak yang sangat tinggi hanya 33% atau 6 orang dari 18 orang anak, sedangkan kategori
tinggi 28% atau 5 orang dari 18 orang anak, dan 38% atau 7 orang dari 18 orang anak untuk
kategori rendah.
Untuk aspek 3 (Mengenal perbedaan banyak sedikit), kategori sangat tinggi hanya 28%
atau 5 orang dari 18 orang anak, kategori tinggi 44% atau 8 orang dari 18 orang anak, dan
kategori rendah mencapai 28% atau 5 orang dari 18 orang anak.
Pada aspek 4 (Mengetahui hasil penambahan dan pengurangan dengan benda-benda
sampai 10), untuk kategori sangat tinggi hanya 22% atau 4 orang dari 18 orang anak, kategori
tinggi 28% atau 5 orang dari 18 orang anak, dan kategori rendah mencapai 50% atau 9 orang
dari 18 orang anak. Bila diambil jumlah rata-rata anak untuk kategori sangat tinggi adalah
28% atau 5 orang dari 18 orang anak, sedangkan untuk kategori tinggi 33% atau 6 orang dari
18 orang anak, dan jumlah rata-rata untuk kategori rendah 39% atau 7 orang dari 18 orang
anak.
Untuk lebih jelaskan kondisi awal sebelum tindakan dapat dilihat pada grafik berikut:

Grafik 1
Kemampuan Berhitung Anak Dalam Proses Pembelajaran Pada
Kondisi Awal (Sebelum Tindakan)
Berdasarkan uraian di atas tergambarlah perkembangan berhitung anak masih
rendah. Ini terlihat dalam kelima indikator sabagai berikut: membilang/menyebutkan urutan
bilangan, mengenal konsep bilangan dengan benda-benda, mengenal perbedaan banyak
sedikit, mengetahui hasil penambahan dan pengurangan dengan benda-benda sampai 10. Dari
uraian di atas dapat dilihat bahwa kemampuan berhitung anak masih rendah, maka penelitian
dilakukan dalam dua siklus yaitu siklus I dan siklus II.
2. Deskripsi Siklus I
Siklus I dilaksanakan sebanyak 3 kali pertemuan. Pertemuan pertama pada tanggal 12
Februari 2013, pertemuan kedua pada tanggal 14 Februari 2013, pertemuan ketiga pada
tanggal 16 Febrauri 2013. Deskripsi pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan I sampai III
sebagai berikut:



0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sangat
Tinggi
Tinggi
a. Perencanaan
Pada tahap perencanan penelitian mempersiapkan Satuan Kegiatan Harian (SKH)
untuk meningkatkan kemampuan berhitung anak melalui metode praktek langsung dengan
tema air, udara, api subtema udara dan api. Dengan alat peraga balon angka.
b. Tindakan
Dalam pelaksanan proses pembelajaran, harus disesuaikan dengan rencana yang telah
disusun agar kemampuan berhitung anak berkembang dengan baik. Pelaksanaan tindakan
terdiri dari tiga bagian yaitu kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir. Untuk lebih
jelasnya akan dikemukakan pada bagian berikut:
Pertemuan I
Dilakukan pada hari Senin, 25 Februari 2013, peneliti melakukan permainan ini
untuk meningkatkan kemampuan berhitung anak. Pada pertemuan ini aspek yang dinilai
yaitu membilang/menyebutkan urutan bilangan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Hari/tanggal : Selasa, 25 Februari 2013
Tema : Air, udara, api
Subtema : Udara, api
1) Kegiatan Awal
a) Mengecek kehadiran anak dan mengkondisikan tempat duduk anak.
b) Guru mengucapkan salam kepada anak
c) Guru bersama anak membaca doa
2) Guru mengadakan tanya jawab dengan anak tentang udara



3) Kegiatan Inti
a) Guru mengajak anak menyebutkan urutan bilangan secara bersama-
sama, kemudian memberikan kesempatan kepada anak sendiri-sendiri
menyebutkan urutan bilangan.
b) Guru menjelaskan cara permainan balon angka.
c) Anak melakukan permainan
(1) Anak mengambil kartu angka.
(2) Anak meletakkan kartu angka sesuai angka yang dikatakan guru.
d) Guru memberi motivasi pada anak.
4) Kegiatan Akhir
a) Guru mengadakan tanya jawab untuk mengevaluasi kegiatan yang
telah dilakukan anak.
b) Diskusi kegiatan hari ini.
c) Doa, nyanyi, salam dan pulang.
Pertemuan II
Dilakukan pada hari Rabu, 27 Februari 2013, peneliti melakukan permainan ini
untuk meningkatkan kemampuan berhitung anak. Pada pertemuan ini aspek yang dinilai
yaitu, mengenal konsep bilangan dengan benda-benda, dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
Hari/tgl : Rabu, 27 Februari 2013
Tema : Air, udara, api
Subtema : Udara, api

1) Kegiatan Awal
a) Mengecek kehadiran anak dan mengkondisikan barisan anak.
b) Guru mengucapkan salam kepada anak
c) Guru bersama anak membaca doa
d) Apersepsi, yaitu memberikan kaitan pembelajaran yang akan diberikan
kepada anak.
e) Guru mengadakan tanya jawab dengan anak tentang subtema
2) Kegiatan Inti
a) Guru menyediakan kartu angka dan balon dan gambar.
b) Guru memperkenalkan dan memperlihatkan bermacam-macam angka.
c) Anak diberi kesempatan mengambil satu dari kartu angka yang
disediakan guru.
d) Anak menyebutkan kartu angka yang di dapat.
e) Anak menghitung gambar yang diperlihatkan guru.
f) Anak meletakkan kartu angka pada balon sesuai jumlah gambar yang
diperlihatkan guru.
g) Guru memberi motivasi kepada anak
3) Kegiatan Akhir
a) Guru mengadakan tanya jawab untuk mengevaluasi kegiatan yang telah
dilakukan anak.
b) Diskusi kegiatan hari ini.
c) Doa, nyanyi, salam dan pulang.

Pertemuan III
Dilakukan pada hari Sabtu, 2 Maret 2013, peneliti melakukan permainan ini untuk
meningkatkan kemampuan berhitung anak. Pada pertemuan ini aspek yang dinilai yaitu,
mengenal perbedaan banyak sedikit, Mengetahui hasil penambahan dan pengurangan
dengan benda-benda sampai 10, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Hari/tgl : Sabtu, 2 Maret 2013
Tema : Air, udara, api
Subtema : Udara, api
1) Kegiatan Awal
a) Mengecek kehadiran anak dan mengkondisikan tempat duduk anak.
b) Guru mengucapkan salam
c) Guru bersama anak membaca doa
d) Apersepsi, yaitu memberikan kaitan pembelajaran yang akan diberikan
kepada anak.
e) Guru mengadakan tanya jawab kepada anak
2) Kegiatan Inti
a) Guru menyiapkan balon, gambar, kartu angka.
b) Guru menerangkan cara permainan
c) Guru menanyakan penambahan dan pengurangan melalui nyanyian.
d) Guru meminta 2 orang anak melakukan permainan.
e) Anak meletakkan kartu angka sesuai hasil penjumlahan dan
pengurangan.
f) Guru menyebutkan perbedaan banyak sedikit dari permainan balon
angka.
g) Guru memberikan motivasi pada anak dan memberikan bimbingan
kepada anak yang belum mampu melakukan permainan.
3) Kegiatan Akhir
a) Guru mengadakan tanya jawab untuk mengevaluasi kegiatan yang telah
dilakukan anak.
b) Guru mendiskusikan dengan anak tentang kegiatan pembelajaran.
c) Guru mengakhiri pembelajaran dengan bertepuk tangan.
d) Doa, nyanyi, salam dan pulang
c. Observasi
Pada tahap penelitian ini, peneliti bekerja sama dengan teman sejawat dalam
mengamati dan mencatat pembelajaran yang telah dilakukan dengan mengisi format
observasi, format wawancara, serta format penilaian pada tiap-tiap pertemuan.
d. Refleksi
Setelah diadakan perencanaan, tindakan, dan pengamatan lalu peneliti melakukan
refleksi, ternyata pada siklus I dengan pertemuan I, pertemuan II, pertemuan III masih ada
anak yang belum mengetahui hasil penambahan dan pengurangan dengan benda-benda
sampai 10. Adapun kelemahan-kelemahan yang di alami yaitu: anak kurang konsentrsai
dalam melakukan kegiatan, kurangnya variasi dalam melakukan kegiatan.
Untuk mengatasi hal demikian guru harus bisa mengalihkan konsentrasi anak disaat
melakukan kegiatan dan melakukan kegiatan yang bervariasi yaitu dengan melakukan
permainan balon angka menjadi bentuk perlombaan, kelompok yang duluan meletakkan
kartu angka pada balon sesuai jumlah gambar yang diperlihatkan guru, maka anak tersebut
yang akan menjadi pemenangnya. Standar kriteria ketuntasan minimal sebesar 75% belum
tercapai pada siklus I yang hanya mencapai 50%, jadi peneliti melanjutkan penelitian pada
Siklus II pertemuan I, pertemuan II dan pertemuan III
Tabel 4
Hasil Observasi Kemampuan Berhitung Anak Dalam Proses Pembelajaran Pada
Siklus I Pertemuan I (setelah tindakan)
No Aspek
Nilai
Sangat tinggi Tinggi Rendah
Jumlah
Anak
% Jumlah
Anak
% Jumlah
Anak
%
1 Membilang/menyebutkan urutan bilangan 6 33 8 44 4 23
2 Mengenal konsep bilangan dengan benda-
benda.
7 39 6 33 5 28
3 Mengenal perbedaan banyak sedikit. 6 33 8 44 4 22
4 Mengetahui hasil penambahan dan
pengurangan dengan benda-benda sampai
10
5 28 7 39 6 33
Rata-rata 6 33 7 39 5 28

Berdasarkan Tabel di atas, dapat dilihat kemampuan berhitung anak pada proses
pembelajaran Siklus I pertemuan I setelah tindakan pada kegiatan balon angka mulai ada
kemajuan, dimana persentase jumlah anak dalam kategori sangat tinggi pada aspek 1
(membilang/menyebutkan urutan bilangan) mencapai 33% atau 6 orang dari 18 orang anak,
sedangkan untuk kategori tinggi 44% atau 8 orang dari 18 orang anak, sedangkan untuk
kategori rendah 23% atau 4 orang dari 18 orang anak.
Untuk aspek 2 (Mengenal konsep bilangan dengan benda-benda) terlihat untuk kategori
anak yang sangat tinggi hanya 39% atau 7 orang dari 18 orang anak, sedangkan kategori
tinggi 33% atau 6 orang dari 18 orang anak, dan 28% atau 5 orang dari 18 orang anak untuk
kategori rendah.

Aspek 3 (Mengenal perbedaan banyak sedikit), kategori sangat tinggi hanya 33% atau 6
orang dari 18 orang anak, kategori tinggi 44% atau 8 orang dari 18 orang anak, dan kategori
rendah mencapai 22% atau 4 orang dari 18 orang anak.
Aspek 4 (Mengetahui hasil penambahan dan pengurangan dengan benda-benda sampai
10), untuk kategori sangat tinggi hanya 28% atau 5 orang dari 18 orang anak, kategori tinggi
39% atau 7 orang dari 18 orang anak, dan kategori rendah mencapai 33% atau 6 orang dari 18
orang anak. Dan bila diambil jumlah rata-rata anak untuk kategori sangat tinggi adalah 33%
atau 6 orang dari 18 orang anak, sedangkan untuk kategori tinggi 39% atau 7 orang dari 18
orang anak, dan jumlah rata-rata untuk kategori rendah 28% atau 5 orang dari 18 orang anak.
Untuk lebih jelasnya perkembangan berhitung anak pada Siklus I pertemuan I setelah
tidakan dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Grafik 2
Kemampuan Berhitung Anak Dalam Proses Pembelajaran Pada
Siklus I Pertemuan I (setelah tindakan)





0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Sangat Tinggi
Tinggi
Rendah
Tabel 5
Hasil Observasi Kemampuan Berhitug Anak Dalam Proses Pembelajaran Pada
Siklus I Pertemuan II (setelah tindakan)
No Aspek
Nilai
Sangat tinggi Tinggi Rendah
Jumlah
Anak
% Jumlah
Anak
% Jumlah
Anak
%
1 Membilang/menyebutkan urutan
bilangan
7 39 7 39 4 23
2 Mengenal konsep bilangan dengan
benda-benda.
7 39 8 44 3 17
3 Mengenal perbedaan banyak
sedikit.
6 33 9 50 3 17
4 Mengetahui hasil penambahan dan
pengurangan dengan benda-benda
sampai 10
5 28 7 39 6 33
Rata-rata 6 33 8 44 4 23

Berdasarkan Tabel di atas, dapat dilihat kemampuan berhitung anak pada proses
pembelajaran Siklus I pertemuan II setelah tindakan pada kegiatan balon angka mulai ada
kemajuan, dimana persentase jumlah anak dalam kategori sangat tinggi pada aspek 1
(membilang/menyebutkan urutan bilangan) mencapai 39% atau 7 orang dari 18 orang anak,
sedangkan untuk kategori tinggi 39% atau 7 orang dari 18 orang anak, sedangkan untuk
kategori rendah 23% atau 4 orang dari 18 orang anak.
Untuk aspek 2 (Mengenal konsep bilangan dengan benda-benda) terlihat untuk kategori
anak yang sangat tinggi hanya 39% atau 7 orang dari 18 orang anak, sedangkan kategori
tinggi 44% atau 8 orang dari 18 orang anak, dan 17% atau 3 orang dari 18 orang anak untuk
kategori rendah.
Aspek 3 (Mengenal perbedaan banyak sedikit), kategori sangat tinggi hanya 33% atau 6
orang dari 18 orang anak, kategori tinggi 50% atau 9 orang dari 18 orang anak, dan kategori
rendah mencapai 17% atau 3 orang dari 17 orang anak.
Aspek 4 (Mengetahui hasil penambahan dan pengurangan dengan benda-benda sampai
10), untuk kategori sangat tinggi hanya 28% atau 5 orang dari 18 orang anak, kategori tinggi
39% atau 7 orang dari 18 orang anak, dan kategori rendah mencapai 33% atau 6 orang dari 18
orang anak. Dan bila diambil jumlah rata-rata anak untuk kategori sangat tinggi adalah 33%
atau 6 orang dari 18 orang anak, sedangkan untuk kategori tinggi 44% atau 8 orang dari 18
orang anak, dan jumlah rata-rata untuk kategori rendah 23% atau 4 orang dari 18 orang anak.
Untuk lebih jelasnya perkembangan berhitung anak pada Siklus I pertemuan II setelah
tidakan dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Grafik 3
Kemampuan Berhitung Anak Dalam Proses Pembelajaran Pada
Siklus I Pertemuan II (setelah tindakan)





0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sangat Tinggi
Tinggi
Rendah

Tabel 6
Hasil Observasi Kemampuan Berhitung Anak Dalam Proses Pembelajaran Pada
Siklus I Pertemuan III (setelah tindakan)
No Aspek
Nilai
Sangat tinggi Tinggi Rendah
Jumlah
Anak
% Jumlah
Anak
% Jumlah
Anak
%
1 Membilang/menyebutkan urutan bilangan 9 50 5 28 4 23
2 Mengenal konsep bilangan dengan benda-
benda.
8 44 8 44 2 12
3 Mengenal perbedaan banyak sedikit. 7 39 8 44 3 17
4 Mengetahui hasil penambahan dan
pengurangan dengan benda-benda sampai
10
6 33 6 33 6 34
Rata-rata 7 39 7 39 4 22

Berdasarkan Tabel di atas, dapat dilihat kemampuan berhitung anak pada proses
pembelajaran Siklus I pertemuan III setelah tindakan pada kegiatan balon angka mulai ada
kemajuan, dimana persentase jumlah anak dalam kategori sangat tinggi pada aspek 1
(membilang/menyebutkan urutan bilangan) mencapai 50% atau 9 orang dari 18 orang anak,
sedangkan untuk kategori tinggi 28% atau 5 orang dari 18 orang anak, sedangkan untuk
kategori rendah 23% atau 4 orang dari 18 orang anak.
Untuk aspek 2 (Mengenal konsep bilangan dengan benda-benda) terlihat untuk kategori
anak yang sangat tinggi hanya 44% atau 8 orang dari 18 orang anak, sedangkan kategori
tinggi 44% atau 8 orang dari 18 orang anak, dan 12% atau 2 orang dari 18 orang anak untuk
kategori rendah.
Sedangkan untuk aspek 3 (Mengenal perbedaan banyak sedikit), kategori sangat tinggi
hanya 39% atau 7 orang dari 18 orang anak, kategori tinggi 44% atau 8 orang dari 18 orang
anak, dan kategori rendah mencapai 17% atau 3 orang dari 18 orang anak.
Aspek 4 (Mengetahui hasil penambahan dan pengurangan dengan benda-benda sampai
10), untuk kategori sangat tinggi hanya 33% atau 6 orang dari 18 orang anak, kategori tinggi
33% atau 6 orang dari 18 orang anak, dan kategori rendah mencapai 34% atau 6 orang dari 18
orang anak. Dan bila diambil jumlah rata-rata anak untuk kategori sangat tinggi adalah 39%
atau 7 orang dari 18 orang anak, sedangkan untuk kategori tinggi 39% atau 7 orang dari 18
orang anak, dan jumlah rata-rata untuk kategori rendah 22% atau 4 orang dari 18 orang anak.
Untuk lebih jelasnya perkembangan berhitung anak pada Siklus I pertemuan III setelah
tidakan dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Grafik 4
Kemampuan Berhitung Anak Dalam Proses Pembelajaran Pada
Siklus I Pertemuan III (setelah tindakan)





0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sangat Tinggi
Tinggi
Rendah
Tabel 7
Rangkuman Hasil Observasi Kemampuan Berhitung Anak Dalam Proses
pembelajaran Pada Siklus I (setelah tindakan)


No
Aspek
Pertemuan I Pertemuan II Petemuan III
Jumlah Anak
16
Jumlah Anak
16
Jumlah Anak
16
ST T R ST T R ST T R
1 Membilang/menyebutkan urutan bilangan 6 8 4 7 7 4 9 5 4
% 33 44 23 39 39 23 50 28 23
2 Mengenal konsep bilangan dengan benda-
benda.
7 6 5 7 8 3 8 8 2
% 39 33 28 39 44 17 44 44 12
3 Mengenal perbedaan banyak sedikit. 6 8 4 6 9 3 7 8 3
% 33 44 22 33 50 17 39 44 17
4 Mengetahui hasil penambahan dan
pengurangan dengan benda-benda sampai
10
5 7 6 5 7 6 6 6 6
% 28 39 33 28 39 33 33 33 34
Persentase Rata-rata
Siklus I
33 39 28 33 44 23 39 77 44

Berdasarkan tabel di atas dapat diuraikan bahwa persentase rata-rata pada Siklus I
pertemuan I dengan nilai sangat tinggi 33%, nilai tinggi 39% dan nilai rendah 28%. Pada
pertemuan II rata-rata persentase nilai sangat tinggi 33%, nilai tinggi 44% dan nilai rendah
23% sedangkan pada pertemuan III rata-rata persentase nilai sangat tinggi 39%, nilai tinggi
39% dan nilai rendah 22%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Grafik 5
Kemampuan Berhitung anak dalam proses pembelajaran
Pada Siklus I pertemuan I, II dan III







0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Sangat Tinggi
Tinggi
Rendah
Tabel 9
Hasil Wawancara Anak Dalam Proses Pembelajaran
Pada Siklus I (setelah tindakan)

Pada pertanyaan pertama apakah anak dapat membilang/menyebutkan urutan bilangan
dinyatakan 62% anak dapat, 38% anak tidak dapat. Untuk pertanyaan yang kedua 50% anak
bisa mengenal perbedaan banyak sedikit dan 50% anak menjawab tidak. Sedangkan untuk
pertanyaan ketiga 44% anak dapat mengenal perbedaan banyak sedikit dan 56% anak tida
dapat mengenal perbedaan banyak sedikit. Untuk pertanyaan keempat 56% anak menemui
kesulitan mengetahui hasil penambahan dan pengurangan dengan benda-benda sampai 10 dan
44% anak tidak menemui kesulitan.

3. Siklus II
Siklus II dilaksanakan dilaksanakan sebanyak 3 kali pertemuan. Pertemuan pertama
pada tanggal 13 september 2011, pertemuan kedua pada tanggal 14 September 2011,
No Pertanyaan Jawaban
1 Membilang/menyebutkan urutan bilangan 10 anak dapat (f) 62%
6 anak tidak dapat (f) 38%
2 Mengenal konsep bilangan dengan benda-benda. 8anak bisa (f) 50%
8 anak tidak bisa (f) 50%
3 Mengenal perbedaan banyak sedikit. 7 anak menjawab ya (f) 44%
9 anak menjawab tidak (f) 56%
4 Mengetahui hasil penambahan dan pengurangan dengan
benda-benda sampai 10
7 anak bisa (f) 44%
9 anak tidak bisa (f) 56%
pertemuan ketiga pada tanggal 15 September 2011. Deskripsi pelaksanaan pembelajaran pada
pertemuan I sampai III sebagai berikut:
a. Perencanaan
Untuk memperbaiki kelemahahan dan mempertahankan keberhasilan yang telah dicapai
pada siklus pertama, maka pelaksanaan siklus kedua di buat rencana sebagai berikut:
1) Membuat rencana pembelajaran yang lebih menarik lagi, dengan melakukan kegiatan
pembelajaran berhitung yang lebih membangun motivasi anak dalam kegiatan
pembelajaran berhitung melalui permainan memancing dengan perlombaan.
2) Lebih intensif membimbing anak yang masih mengalami kesulitan.
b. Tindakan
Peneliti melalakukan penelitian dimulai dengan menyusun program pembelajaran yang
mendiskusikan permainan yang akan dilombakan pada anak.
Pertemuan I
Dilakukan pada hari Senin, 4 Maret 2013, peneliti melakukan permainan ini untuk
meningkatkan kemampuan berhitung anak dalam bentuk perlombaan. Pada pertemuan ini
aspek yang dinilai yaitu membilang/menyebutkan urutan bilangan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
Hari/tgl : Senin, 4 Maret 2013
Tema : Air, udara, api
Subtema : Udara, api
1. Kegiatan Awal
a) Mengecek kehadiran anak dan mengkondisikan tempat duduk anak.
b) Guru mengucapkan salam kepada anak
c) Guru bersama anak membaca doa
2. Guru mengadakan tanya jawab dengan anak tentang rumah
3. Kegiatan Inti
a) Guru menjelaskan cara permainan congklak wadah telur.
b) Guru mengajak anak lomba memasukkan kancing baju ke dalam congklak
wadah telur sesuai dengan kartu angka yang di pegang guru.
c) Anak melakukan permainan
(1) Anak memasukkan kancing baju sesuai dengan angka yang di pegang
guru.
(2) Anak membilang hasil congklak.
d) Guru dan anak bersama-sama membilang hasil congklak.
e) Guru memberi motivasi pada anak.

4. Kegiatan Akhir
a) Guru mengadakan tanya jawab untuk mengevaluasi kegiatan yang telah
dilakukan anak.
b) Diskusi kegiatan hari ini.
c) Doa, nyanyi, salam dan pulang.
Pertemuan II
Dilakukan pada hari Rabu, 14 September 2011, peneliti melakukan permainan ini untuk
meningkatkan kemampuan berhitung anak. Pada pertemuan ini aspek yang dinilai yaitu,
Mengenal konsep bilangan dengan benda-benda, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Hari/tgl : Rabu, 14 September 2011
Tema : Lingkunganku
Subtema : Rumah
1. Kegiatan Awal
a. Mengecek kehadiran anak dan mengkondisikan tempat duduk anak.
b. Guru mengucapkan salam kepada anak
c. Guru bersama anak membaca doa
d. Apersepsi, yaitu memberikan kaitan pembelajaran yang akan diberikan kepada
anak.
e. Guru mengadakan tanya jawab dengan anak tentang subtema


4. Kegiatan Inti
a. Guru menyediakan kartu angka dan bahan permainan congklak wadah telur.
b. Guru membagi anak menjadi 2 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 orang.
c. Guru menerangkan cara perlombaan antar kelompok kepada anak
d. Anak mulai melakukan perlombaan congklak wadah telur dengan bekerja sama
dengan teman kelompoknya.
e. Anak memasukkan kancing ke dalam congklak wadah telur sesuai dengan kartu
yang di dapat anak.
f. Kelompok yang duluan menyelesaikan dan benar melakukan permainan ialah
pemenangnya dan kelompok lain memberi ucapan selamat dan salam
g. Kelompok yang paling lama menyelesaikan permainan dan melalukan kesalahan
dalam permainan congklak wadah telur di beri hukuman nyanyi.
5. Kegiatan Akhir
a. Guru mengadakan tanya jawab untuk mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan
anak.
b. Diskusi kegiatan hari ini.
c. Doa, nyanyi, salam dan pulang.


Pertemuan III
Dilakukan pada hari Kamis, 15 September 2011, peneliti melakukan permainan ini
untuk meningkatkan kemampuan berhitung anak. Pada pertemuan ini aspek yang dinilai yaitu,
mengenal perbedaan banyak sedikit, Mengetahui hasil penambahan dan pengurangan dengan
benda-benda sampai 10, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Hari/tgl : Kamis, 15 September 2011
Tema : Lingkunganku
Subtema : Rumah
1. Kegiatan Awal
a. Mengecek kehadiran anak dan mengkondisikan tempat duduk anak.
b. Guru mengucapkan salam
c. Guru bersama anak membaca doa
d. Apersepsi, yaitu memberikan kaitan pembelajaran yang akan diberikan kepada
anak.
e. Guru mengadakan tanya jawab kepada anak
2. Kegiatan Inti
a. Guru mempersiapkan congklak wadah telur.
b. Guru menerangkan cara permainan.
c. Guru mengajak anak duduk melingkar
d. Setiap anak memiliki congklak wadah telur
e. Guru menanyakan penambahan dan pengurangan melalui cerita
f. Anak melakukan perintah guru melalui cerita sambil menambah dan mengurangi
kancing baju yang ada di congklak.
g. Guru memberi pujian bagi anak yang dapat melakukan penambahan dan
pengurangan.
3. Kegiatan Akhir
a. Guru mengadakan tanya jawab untuk mengevaluasi kegiatan yang telah
dilakukan anak.
b. Guru mendiskusikan dengan anak tentang kegiatan pembelajaran.
c. Guru mengakhiri pembelajaran dengan bertepuk tangan.
d. Doa, nyanyi, salam dan pulang
c. Observasi
Pada tahap penelitian ini peneliti bekerja sama dengan teman sejawat dalam
mengamati dan mencatat pembelajaran yang telah dilakukan dengan mengisi format
observasi, format wawancara, serta format penilaian pada tiap-tiap pertemuan.
d. Refleksi
Setelah diadakan perencanaan, tindakan, dan pengamatan lalu peneliti melakukan
refleksi, ternyata pada siklus II dengan pertemuan I, pertemuan II, pertemuan III sudah ada
peningkatan pada kemampuan kognitif anak dalam permainan acak geometri.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Siklus II Pertemuan I, II dan III sebagai
berikut:

Tabel 10
Hasil Observasi Kemampuan Berhitung Anak Dalam Proses Pembelajaran
Pada Siklus II Pertemuan I (setelah tindakan)

No Aspek
Nilai
Sangat
tinggi
Tinggi Rendah
Jumlah
Anak
% Jumlah
Anak
% Jumlah
Anak
%
1 Membilang/menyebutkan urutan
bilangan
12 75 2 12,5 2 12,5
2 Mengenal konsep bilangan dengan
benda-benda.
10 62 2 12 4 25
3 Mengenal perbedaan banyak sedikit. 9 56 3 19 4 25
4 Mengetahui hasil penambahan dan
pengurangan dengan benda-benda
sampai 10
8 50 3 19 5 31
Rata-rata 10 61 2 16 4 23

Berdasarkan Tabel di atas, dapat dilihat kemampuan berhitung anak pada proses
pembelajaran Siklus II pertemuan I setelah tindakan pada kegiatan mengelompokan congklak
wadah telur mulai ada kemajuan, dimana persentase jumlah anak dalam kategori sangat
tinggi pada aspek 1 (membilang/menyebutkan urutan bilangan) mencapai75% atau 12 orang
dari 16 orang anak, sedangkan untuk kategori tinggi 12% atau 2 orang dari 16 orang anak,
sedangkan untuk kategori rendah 12% atau 2 orang dari 16 orang anak.
Untuk aspek 2 (Mengenal konsep bilangan dengan benda-benda) terlihat untuk kategori
anak yang sangat tinggi hanya 62% atau 10 orang dari 16 orang anak, sedangkan kategori
tinggi 12% atau 2 orang dari 16 orang anak, dan 25% atau 4 orang dari 16 orang anak untuk
kategori rendah.

Untuk aspek 3 (Mengenal perbedaan banyak sedikit), kategori sangat tinggi hanya 56%
atau 9 orang dari 16 orang anak, kategori tinggi 19% atau 3 orang dari 16 orang anak, dan
kategori rendah mencapai 25% atau 4 orang dari 16 orang anak.
Aspek 4 (Mengetahui hasil penambahan dan pengurangan dengan benda-benda sampai
10), untuk kategori sangat tinggi hanya 50% atau 8 orang dari 16 orang anak, kategori tinggi
19% atau 3 orang dari 16 orang anak, dan kategori rendah mencapai 31% atau 5 orang dari 16
orang anak. Dan bila diambil jumlah rata-rata anak untuk kategori sangat tinggi adalah 61%
atau10 orang dari 16 orang anak, sedangkan untuk kategori tinggi 16% atau 2 orang dari 16
orang anak, dan jumlah rata-rata untuk kategori rendah 23% atau 4 orang dari 16 orang anak.
Untuk lebih jelasnya perkembangan berhitung anak pada Siklus II pertemuan I setelah
tidakan dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Grafik 6
Kemampuan Berhitung Anak dalam Proses Pembelajaran Pada
Siklus II Pertemuan I (setelah tindakan)


Tabel 11
0
2
4
6
8
10
12
14
Sangat Tinggi
Tinggi
Rendah
Hasil Observasi Kemampuan Berhitung Anak Dalam Proses Pembelajaran
Pada Siklus II Pertemuan II (setelah tindakan)

No Aspek
Nilai
Sangat tinggi Tinggi Rendah
Jumlah
Anak
% Jumlah
Anak
% Jumlah
Anak
%
1 Membilang/menyebutkan urutan bilangan 14 88 1 6 1 6
2 Mengenal konsep bilangan dengan benda-
benda.
14 88 1 6 1 6
3 Mengenal perbedaan banyak sedikit. 10 63 2 12 4 25
4 mengetahui hasil penambahan dan
pengurangan dengan benda-benda sampai
10
10 63 2 12 4 25
Rata-rata 12 75 2 9 3 16

Berdasarkan Tabel di atas, dapat dilihat kemampuan berhitung anak pada proses
pembelajaran Siklus II pertemuan II setelah tindakan pada kegiatan mengelompokan congklak
wadah telur mulai ada kemajuan, dimana persentase jumlah anak dalam kategori sangat
tinggi pada aspek 1 (membilang/menyebutkan urutan bilangan) mencapai 88% atau 14 orang
dari 16 orang anak, sedangkan untuk kategori tinggi 6% atau 1 orang dari 16 orang anak,
sedangkan untuk kategori rendah 6% atau 1 orang dari 16 orang anak.
Untuk aspek 2 (Mengenal konsep bilangan dengan benda-benda) terlihat untuk kategori
anak yang sangat tinggi hanya 88% atau 14 orang dari 16 orang anak, sedangkan kategori
tinggi 6% atau 1 orang dari 16 orang anak, dan 6% atau 1 orang dari 16 orang anak untuk
kategori rendah.
Untuk aspek 3 (Mengenal perbedaan banyak sedikit), kategori sangat tinggi hanya 63%
atau 10 orang dari 16 orang anak, kategori tinggi 12% atau 2 orang dari 16 orang anak, dan
kategori rendah mencapai 25% atau 4 orang dari 16 orang anak.
Aspek 4 (Mengetahui hasil penambahan dan pengurangan dengan benda-benda sampai
10), untuk kategori sangat tinggi hanya 63% atau 10 orang dari 16 orang anak, kategori tinggi
12% atau 2 orang dari 16 orang anak, dan kategori rendah mencapai 25% atau 4 orang dari 16
orang anak. Dan bila diambil jumlah rata-rata anak untuk kategori sangat tinggi adalah 75%
atau12 orang dari 16 orang anak, sedangkan untuk kategori tinggi 9% atau 2 orang dari 16
orang anak, dan jumlah rata-rata untuk kategori rendah 16% atau 3 orang dari 16 orang anak.
Untuk lebih jelasnya perkembangan berhitung anak pada Siklus II pertemuan II setelah
tidakan dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Grafik 7
Kemampuan Berhitung Anak dalam Proses Pembelajaran Pada
Siklus II Pertemuan II (setelah tindakan)




Tabel 13
Hasil Observasi Kemampuan Berhitung Anak Dalam Proses Pembelajaran
Pada Siklus II Pertemuan III (setelah tindakan)

No Aspek
Nilai
Sangat
tinggi
Tinggi Rendah
Jumlah
Anak
% Jumlah
Anak
% Jumlah
Anak
%
1 Membilang/menyebutkan
urutan bilangan
15 94 1 6 - -
2 Mengenal konsep bilangan 14 88 2 12 - -
0
5
10
15
Sangat Tinggi
Tinggi
Rendah
dengan benda-benda.
3 Mengenal perbedaan
banyak sedikit.
14 88 2 12 - -
4 Mengetahui hasil
penambahan dan
pengurangan dengan
benda-benda sampai 10
12 75 2 12,5 2 12,5
Rata-rata 14 86 2 11 1 3

Berdasarkan Tabel di atas, dapat dilihat kemampuan berhitung anak pada proses
pembelajaran Siklus II pertemuan I setelah tindakan pada kegiatan mengelompokan congklak
wadah telur mulai ada kemajuan, dimana persentase jumlah anak dalam kategori sangat
tinggi pada aspek 1 (membilang/menyebutkan urutan bilangan) mencapai 94% atau 15 orang
dari 16 orang anak, sedangkan untuk kategori tinggi 6% atau 1 orang dari 16 orang anak,
sedangkan tidak ada anak untuk kategori rendah.
Untuk aspek 2 (Mengenal konsep bilangan dengan benda-benda) terlihat untuk kategori
anak yang sangat tinggi hanya 88 atau 14 orang dari 16 orang anak, sedangkan kategori tinggi
12% atau 2 orang dari 16 orang anak, dan tidak ada anak untuk kategori rendah.
Aspek 3 (Mengenal perbedaan banyak sedikit), kategori sangat tinggi hanya 88% atau
14 orang dari 16 orang anak, kategori tinggi 12% atau 2 orang dari 16 orang anak, dan
kategori rendah tidak ada anak.
Apek 4 (Mengetahui hasil penambahan dan pengurangan dengan benda-benda sampai
10), untuk kategori sangat tinggi hanya 75% atau 12 orang dari 16 orang anak, kategori tinggi
12,5% atau 2 orang dari 16 orang anak, dan kategori rendah mencapai 12,5% atau 2 orang
dari 16 orang anak. Dan bila diambil jumlah rata-rata anak untuk kategori sangat tinggi adalah
86% atau13 orang dari 16 orang anak, sedangkan untuk kategori tinggi 11% atau 2 orang dari
16 orang anak, dan jumlah rata-rata untuk kategori rendah 3% atau 1 orang dari 16 orang
anak.
Untuk lebih jelasnya perkembangan berhitung anak pada Siklus II pertemuan III setelah
tidakan dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Grafik 8
Kemampuan Berhitung Anak dalam Proses Pembelajaran Pada
Siklus II Pertemuan III (setelah tindakan)





Tabel 14
Rangkuman Hasil Observasi Kemampuan Berhitung Anak dalam Proses
pembelajaran Pada Siklus II (setelah tindakan)




Aspek
Pertemuan I Pertemuan II Petemuan III
Jumlah Anak
16
Jumlah Anak
16
Jumlah Anak 16
ST T R ST T R ST T R
1 Membilang/menyebutkan urutan
bilangan
12 2 2 14 1 1 15 1 -
% 75 12 12 88 6 6 94 6 -
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Sangat
Tinggi
Tinggi
2 Mengenal konsep bilangan dengan
benda-benda.
10 2 4 14 1 1 14 2 -
% 62 12 15 88 6 6 88 12 -
3 Mengenal perbedaan banyak sedikit. 9 3 4 10 2 4 14 2 -
% 56 19 25 63 12 25 88 12 -
4 Mengetahui hasil penambahan dan
pengurangan dengan benda-benda
sampai 10
8 3 5 10 2 4 12 2 2
% 50 19 31 63 12 25 75 12,5 12,5
Persentase Rata-rata
Siklus II
61 16 23 75 9 16 86 11 3

Berdasarkan tabel di atas dapat diuraikan bahwa persentase rata-rata pada Siklus II
pertemuan I dengan nilai sangat tinggi 61%, nilai tinggi 16% dan nilai rendah 23%. Pada
pertemuan II rata-rata persentase nilai sangat tinggi 75%, nilai tinggi 9% dan nilai rendah
16% sedangkan pada pertemuan III rata-rata persentase nilai sangat tinggi 86%, nilai tinggi
11% dan nilai rendah 3%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Grafik 9
Kemampuan Berhitung anak dalam proses pembelajaran
Pada Siklus II pertemuan I, II dan III







Tabel 16
Hasil Wawancara Anak Dalam Proses Pembelajaran
Pada Siklus I (setelah tindakan)
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Sangat Tinggi
Tinggi
Rendah

Pa
da
pertanya
an
pertama
apakah
anak
dapat
membila
ng/meny
ebutkan urutan bilangan dinyatakan 94% anak dapat, 6% anak tidak dapat. Untuk pertanyaan
yang kedua 88% anak bisa mengenal perbedaan banyak sedikit dan 12% anak menjawab
tidak. Sedangkan untuk pertanyaan ketiga 88% anak dapat mengenal perbedaan banyak
sedikit dan 12% anak tidak dapat mengenal perbedaan banyak sedikit. Untuk pertanyaan
keempat 75% anak menemui kesulitan mengetahui hasil penambahan dan pengurangan
dengan benda-benda sampai 10 dan 25% tidak menemui kesulitan.



B. Analisis Data
1. Analisis Siklus I
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada Siklus I didasarkan pada kemampuan
anak terhadap permainan congklak wadah telur dan hasil penilaian anak dapat diperoleh
No Pertanyaan Jawaban
1 Membilang/menyebutkan urutan bilangan 15 anak dapat (f) 94%
1 anak tidak dapat (f) 6%
2 Mengenal konsep bilangan dengan benda-benda. 14anak bisa (f) 88%
2 anak tidak bisa (f) 12%
3 Mengenal perbedaan banyak sedikit. 14 anak menjawab ya (f)
88%
2 anak tidak bisa (f) 25%
4 Mengetahui hasil penambahan dan pengurangan
dengan benda-benda sampai 10
12 anak bisa (f) 75%
4 anak tidak bisa (f) 25%
kesimpulan bahwa Siklus I belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah
ditetapkan. Hal ini terlihat dari persentase rata-rata anak dari indikator yang telah ditetapkan
yaitu, pada pertemuan I nilai tinggi 30%, nilai sedang 34% dan nilai rendah 36%. Pada
pertemuan II nilai tinggi 41%, nilai sedang 25% dan nilai rendah 34%. Sedangkan pada
pertemuan III nilai tinggi 50%, nilai sedang 25% dan nilai rendah 25%. Dalam hal ini berarti
permainan congklak wadah telur belum optimal dalam meningkatkan kemampuan berhitung
anak. Diharapkan pada permainan conhklak wadah telur dapat meningkatkan kemampuan
berhitung anak minimal 75%.
2. Analisis Siklus II
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada Siklus II jumlah anak yang
memperoleh rata-rata tinggi meningkat dan mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
yang telah ditetapkan. Hal ini terlihat dari persentase rata-rata pertemuan III Siklus III yaitu
86%. Ini berarti permainan congklak wadah telur dapat meningkatkan kemampuan berhitung
anak di TK Nurul Halim melebihi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 75%.


3. Analisis Hasil Observasi
Permainan congklak wadah telur untuk meningkatkan kemampuan berhitung anak nilai
rata-rata yang diperoleh dari pencapaian keseluruahan sudah mencapai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM). Peningkatan kemampuan berhitung anak melalui permainan congklak
wadah telur di TK Nurul Halim Padang terjadi peningkatan mulai dari Kondisi awal, Siklus I
dan Siklus II. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini:
Tabel 17
Persentase perkembangan kemampuan berhitung anak melalui permainan congklak
wadah telur pada proses pembelajaran (kategori sangat tinggi)

No Aspek Sebelum
tindakan
Siklus
I
Siklus
II
Keterangan
1 Membilang/menyebutkan urutan bilangan 38 54 85 Naik
2 Mengenal konsep bilangan dengan benda-
benda.
25 40 77 Naik
3 Mengenal perbedaan banyak sedikit. 12 33 69 Naik
4 Mengetahui hasil penambahan dan
pengurangan dengan benda-benda sampai
10
12 34 63 Naik
Nilai rata-rata 22 40 73 Naik

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata persentase perkembangan
kemampuan berhitung anak pada proses pembelajaran dengan nilai sangat tingi mengalami
peningkatan dimana sebelum tindakan rata-rata persentasenya 22%, pada siklus I 40% dan
pada siklus II 73%. Sesuai dengan tabel di atas dapat dilihat grafik sebagai berikut:

Grafik 9 Persentase
perkembangan kemampuan Berhitung anak melalui permainan congklak wadah telur
pada proses pembelajaran (kategori sangat tinggi)
Tabel 18
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
Sangat Tinggi
Tinggi
Rendah
Persentase perkembangan kemampuan berhitung anak melalui permainan congklak
wadah telur pada proses pembelajaran (kategori tinggi)

No Aspek Sebelum
tindakan
Siklus
I
Siklus
II
Keterangan
1 Membilang/menyebutkan urutan bilangan 31 27 8 Menurun
2 Mengenal konsep bilangan dengan benda-
benda.
31 27 10 Menuun
3 Mengenal perbedaan banyak sedikit. 38 33 14 Menurun
4 Mengetahui hasil penambahan dan
pengurangan dengan benda-benda sampai
10
31 25 14 Menurun
Nilai rata-rata 33 28 12 Menurun

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata persentase perkembangan
kemampuan berhitung anak pada proses pembelajaran dengan nilai tingi mengalami
penurunan dimana sebelum tindakan rata-ratanya 33%, pada Siklus I rata-ratanya 28% dan
pada Siklus II rata-ratanya 12%. Sesuai tabel di atas dapat dilihat grafik sebagai berikut:




Grafik 10
Persentase perkembangan kemampuan berhitung anak melalui permainan congklak
wadah telur pada proses pembelajaran (kategori tinggi)
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Sangat Tinggi
Tinggi
Rendah

Tabel 18
Persentase perkembangan kemampuan berhitung anak melalui permainan congklak
wadah telur pada proses pembelajaran (kategori rendah)
No Aspek Sebelum
tindakan
Siklus
I
Siklus
II
Keterangan
1 Membilang/menyebutkan urutan bilangan 31 19 6 Menurun
2 Mengenal konsep bilangan dengan benda-
benda.
44 34 10 Menuun
3 Mengenal perbedaan banyak sedikit. 50 34 17 Menurun
4 Mengetahui hasil penambahan dan
pengurangan dengan benda-benda sampai
10
57 42 23 Menurun
Nilai rata-rata 45 32 14 Menurun


Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata persentase perkembangan
kemampuan berhitung anak pada proses pembelajaran dengan nilai rendah mengalami
penurunan dimana sebelum tindakan rata-ratanya 45%, pada Siklus I rata-ratanya 32% dan
pada Siklus II rata-ratanya 14%. Sesuai tabel di atas dapat dilihat grafik sebagai berikut:

Grafik 11
Persentase perkembangan kemampuan Berhitung anak melalui permainan congklak
wadah telur pada proses pembelajaran (kategori rendah)


C. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian upaya meningkatkan kemampuan berhitung anak melalui
permainan congklak wadah telur di TK Nurul Halim Padang, diperlukan pembahasan guna
menjelaskan dan memperdalam kajian dalam penelitian ini.

Pada kondisi awal diperoleh kemampuan berhitung anak masih rendah, dimana
sebagian besar anak di kelas B4 TK Nurul Halim Padang mengalami kesulitan ketika
diadakan kegiatan pemelajaran berhitung, hal ini karena kurangnya pengelolaan kegiatan
belajar sambil bermain sehingga pembelajaran berhitung tidak menyenangkan bagi anak.
Horlock dalam Musfiroh (2005:1) menyatakan bahwa bermain adalah kegiatan yang
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Sangat
Tinggi
Tinggi
Rendah
dilakukan demi kesenangan tanpa mempertimbangkan hasil akhir, kegiatan tersebut dilakukan
dengan suka rela bukan paksaan atau tekanan dari luar.
Setelah melihat kondisi awal tentang kemampuan berhitung anak TK Nurul Halim
Padang, peneliti melakukan tindakan pembelajaran berhitung melalui permainan, hal ini
didukung oleh Suyanto (2005:133) yang menyatakan bahwa pembelajaran anak usia dini
menggunakan prinsip belajar, bermain dan bernyanyi.
Dari kondisi yang ada dan pendapat para ahli di atas, penelitian melakukan tindakan
perbaikan pembelajaran berhitung melalui permainan congklak wadah telur dalam bentuk
yang konkret, dimana pada siklus I peneliti melakukan kegiatan congklak dan membilang
kancing baju sesuai dengan angka yang tertera pada wadah telur, mengenal perbedaan banyak
dan sedikit, melakukan penambahan dan pengurangan. Hal ini didukung oleh pendapat Wasty
Soemanto dalam Yuliani (2005:2.6) yang menyatakan bahwa pada usia 4-6 tahun yaitu masa
belajar matematika, dalam hal ini anak sudah mulai belajar matematika sederhana, seperti
menyebutkan bilangan, menghitung urutan bilangan, dan penguasaan jumlah kecil dari benda-
benda. Hal ini juga di dukung pendapat Bronson dalam Musfiroh (2005:117) menjelaskan
bahwa mempelajari konsep matematika melalui kegiatan berhitung benda konkret,
menghubungkan jumlah dengan lambang angka dan mengembangkan konsep menambah serta
pengurangan. Sehingga pada siklus I terdapat peningkatan kemampuan berhitung di banding
pada kondisi awal.
Untuk mencapai hasil yang optimal peneliti melakukan pembelajaran yang lebih
menarik lagi pada siklus II melalui kegiatan permainan lomba sehingga terlihat peningkatan
keberhasilan menggunakan alat permainan congklak wadah telur dalam pembelajaran
berhitung pada anak.
Berdasarkan tingkatan penelitian siklus I dan siklus II dapat dijabarkan rata-rata
keberhasilan anak sebagai berikut:
1. Sikap positif anak dalam mengikuti kegiatan ada peningkatan, dari kondisi awal rata-rata
50%, pada pertemuan ketiga siklus II rata-ratanya naik menjadi 81%. Sedangkan positif
yang rendah berkurang dari rata-rata 25% menjadi 6%.
2. Ditinjau dari aktifitas guru, pembelajaran pada siklus II sudah berjalan dengan baik dan
berhasil.
3. Kemampuan anak melalui permainan congklak wadah telur meningkat dapat dilihat pada
uraian berikut:
a. Anak dapat membilang/menyebutkan urutan bilangan dari kondisi awal nilai
kemampuan sangat tinggi dari 38% pada pertemuan ketiga siklus II meningkat
menjadi 94%.
b. Anak dapat mengenal konsep bilangan dengan benda-benda dari kondisi awal nilai
sangat tinggi 25% pada pertemuan ketiga siklus II meningkat menjadi 88%.
c. Anak dapat mengenal perbedaan banyak sedikit dari kondisi awal nilai kemampuan
sangat tinggi 12% pada pertemuan ketiga siklus II meningkat menjadi 88%.
d. Anak dapat mengetahui hasil penambahan dan pengurangan dengan benda dari
kondisi awal nilai kemampuan sangat tinggi 12% pada pertemuan ketiga siklus II
meningkat menjadi 75%.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa permainan congklak wadah telur untuk
meningkatkan kemampuan berhitung anak nilai rata-rata yang diperoleh dari pencapaian
keseluruahan sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Peningkatan kemampuan
berhitung anak melalui permainan congklak wadah telur di TK Nurul Halim Padang terjadi
peningkatan mulai dari Kondisi awal, Siklus I dan Siklus II. Hal ini terlihat dari persentase
rata-rata pertemuan III Siklus II yaitu 86%. Ini berarti permainan congklak wadah telur dapat
meningkatkan kemampuan kognitif anak di TK Nurul Halim Padang melebihi Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM ) 75%.




BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan pada
bab-bab sebelumnya sebagai berikut:
1. Kemampuan berhitung anak dalam proses pembelajaran dapat meningkat dengan
menggunakan permainan congklak wadah telur pada anak kelompok B4 TK Nurul
Halim Padang.
2. Dalam permainan congklak wadah telur kemampuan yang dicapai yaitu anak dapat
membilang/menyebutkan urutan bilangan, mengenal konsep bilangan dengan benda-
benda, mengenal perbedaan banyak sedikit, mengetahui hasil penambahan dan
pengurangan dengan benda-benda sampai 10.
3. Permainan congklak wadah telur dapat meningkatkan kemampuan berhitung anak.
4. Alat permainan congklak wadah telur cocok digunakan pada usia TK, karena sesuai
dengan prinsip bermain di TK.
5. Melalui permainan congklak wadah telur dapat memberikan pengaruh yang cukup
memuaskan untuk meningkatkan hasil belajar anak, dengan adanya peningkatan setiap
Siklus.
6. Perlunya merangsang kemampuan berhitung anak pada usia dini.
7. Alat permainan sangat penting bagi perkembangan anak.

B. Implikasi
Berdasarkan hasil dan tinjauan kajian teoritis maka implikasi penelitian ini adalah:
1. Selama ini wadah telur hanya digunakan untuk tempat telur dan terkadang di
buang saja. Setelah penelitian, ditemukan bahwa wadah telur dapat dimodifikasi
menjadi permainan congklak yang meningkatkan kemampuan berhitung anak.
2. Aplikasi permainan congklak wadah telur ini memudahkan guru dalam
mengembangkan pembelajaran berhitung. Karena permainannya menarik dan
memudahkan guru dalam mengembangkan kemampuan berhitung anak.
C. Saran
Berdasarkan dari uraian kesimpulan di atas ada beberapa saran yang ingin penulis
uraikan sebagai berikut:
1. Agar pembelajaran lebih menarik perhatian dan minat anak hendaknya guru lebih
kreatif menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi anak.
2. Untuk penyelenggaraan TK hendaknya mampu menyediakan alat peraga yang
mampu menunjang perkembangan anak.
80
3. Dalam pembelajaran guru harus mampu menciptakan srategi pembelajaran agar
anak tidak bosan dalam proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran
tercapai.
4. Bagi peneliti yang lain diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berhitung
anak melalui metode dan media yang lain.

Anda mungkin juga menyukai