Anda di halaman 1dari 5

Gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh adanya

kecenderungan parasit (bentuk tropozoit dan skizon) untuk berkumpul pada pembuluh darah organ-
organ tubuh tersebut. Gejala mungkin berupa koma, kejang sampai gangguan fungsi ginjal. Kematian
paling banyak disebabkan oleh malaria jenis ini. Black water fever yang merupakan komplikasi berat,
adalah munculnya hemoglobin pada urin sehingga menyebabkan warna urin berwarna tua atau hitam.
Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntah berwarna seperti empedu. Black water
fever biasanya dijumpai pada mereka yang menderita infeksi Plasmodium falciparum berulang dengan
infeksi yang cukup berat.



1. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas/Iapangan/rumah sakit untuk
menentukan:
a. Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
b. Spesies dan stadium plasmodium
c. Kepadatan parasit
Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
d. Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam sampai 3 hari
berturut-turut.
e. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan parasit maka
diagnosis malaria disingkirkan.

2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda
imunokromatografi, dalam bentuk dipstik Tes ini sangat bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat
terjadi kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab serta untuk survey
tertentu.

Hal yang penting lainnya adalah penyimpanan RDT ini sebaiknya dalam lemari es tetapi tidak dalam
freezer pendingin.

3. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat:
a. Darah rutin
b. Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin,
ureum, kreatinin, natrium dan kalium, anaIisis gas darah
c. EKG
d. Foto toraks
e. Analisis cairan serebrospinalis
f. Biakan darah dan uji serologi
g. Urinalisis
2.1. GEJALA KLINIS
2.3.1. AHAI panas
Pada AHAI panas, penyakit dapat terjadi di setiap umur dan kedua jenis kelamin,
tampil sebagai anemia hemolitik dengan berat bervariasi. Limpa sering tidak membesar.
Penyakit sering mereda dan kambuh. Ini bisa terjadi sendiri atau bersamaan dengan penyakit
lain seperti SLE, limfoma atau penyakit autoimun lain, juga ditemukan pada beberapa pasien
sebagai akibat terapi metil dopa.
(6)

2.3.2. AHAI dingin
Pasien dapat menderita anemia hemolitik kronis yang diperberat oleh dingin dan
sering bersamaan dengan hemolisis intravaskular dan sindroma Raynaud. Pasien dapat
mengalami problema sirkulasi darah tepi, misalnya ujung hidung, telinga, jari kaki yang
disebabkan aglutinasi sel darah merah dalam pembuluh darah kecil. Beberapa kasus sekunder
adalah sejenak (transient) khususnya setelah infeksi pneumoni mikoplasma atau
mononukleosis infeksiosa.
(6)
2.2. LABORATORIUM
Diagnosa anemia hemolitik autoimun dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
laboratorium, antara lain :
2.4.1. AHAI panas
Hasil pemeriksaan hematologis dan biokimia adalah khas anemia hemolitik dengan
sferositosis menonjol pada darah tepi.
(6)
DAT (Direct Antiglobulin Test atau Direct Coombs
test) positif dengan IgG atau kombinasi IgG dan C
3
pada permukaan sel darah merah.
(7)
Baik
pada permukaan sel maupun bebas dalam serum, antibodi terbaik dideteksi pada suhu 37
o
C.Selain itu juga dapat ditemukan:
(8)

a. Anemia
b. Sel darah merah berinti, fragmen sel darah merah, monosit. Hal ini terutama terjadi
pada keadaan yang berat
c. Retikulositosis
d. Netropenia dan trombositopeni
e. Sindrom Evans : koeksistensi penghancuran sel darah merah dan trombosit secara
imunologis
f. BMP : Hiperplasia seri eritropoetik
g. Hiperbilirubinemia
h. Penurunan kadar Haptoglobin, Peningkatan LDH
i. Peningkatan Urobilinogen Urin, terkadang terdapat hemoglobinuria.
2.4.2. AHAI dingin
Ini serupa dengan AHAI panas kecuali sferositosis kurang menonjol, aglutinat sel
darah merah pada dingin, misalnya pada filem darah yang dibuat pada suhu kamar, dan test
Coombs langsung (DAT) memperlihatkan hanya komplemen (C
3
) pada permukaan sel darah
merah, sedangkan IgG negatif.
(7)
Selain itu juga dapat ditemukan :
(8)
a. Anemia
b. Titer Ig M > 1/100.000 , ini ditemui pada keadaan kronik
c. Antibodi I, dijumpai pada limfoproliferasi jinak dan infeksi mikoplasma.
Pada Paroxismal Cold Hemoglobinuria, biasanya ditemukan:
1. Hemoglobunuria
2. Antibodi Donath Lendsteiner.

DAT
AHAI Anti-IgG Anti C
3
Aglutinin Dingin
Antibodi reaksi panas
70% + - < 1/256
20% + +
10% - * + lemah
Antibodi reaksi dingin - + 1/512 1/10.000
Tabel 1. Gambaran uji DAT
* DAT rutin (Coombs Test) tidak dapat mendeteksi pasien AHAI dengan jumlah molekul IgG yang
sedikit per sel darah merah
(7)

2.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.3.1. Tes Coombs direk dan indirek
2.3.1.1. Direk, untuk AHAI dengan antibodi panas
Antibodi panas menunjukan reaktivitas optimum pada suhu 37 C yang terutama
terdiri dari Ig G, kurang mengikat komplemen dan ditemukan di permukaan sel darah
merah dengan tes Coombs (antiglobulin).
2.3.1.2. Indirek, untuk AHAI dengan antibodi dingin
Antibodi dingin menunjukan reaktivitas pada suhu dibawah 37 C,terutama berupa
Ig M, mengikat komplemen dan mengaglutinasikan sel darah merah tanpa memerlukan
antiglobulin (Coombs).
2.3.2. Isotop Cr 51, untuk menentukan masa hidup eritrosit.



Ekspresi gen adalah proses dimana kode-kode informasi yang ada pada gen diubah menjadi
protein-protein yang beroperasi hanya di dalam sel. Ekspresi gen terdiri dari dua tahap:
Transkripsi, proses pembuatan salinan RNA.
Translasi, proses sintesis polipeptida yang spesifik di dalam ribosom
Proses transkripsi DNA menjadi mRNA dan translasi mRNA menjadi sebuah polipeptida
disebut dogma sentral (central dogma). Dogma sentral berlaku pada prokariot dan eukariot.
Namun, pada eukariot ada tahap tambahan yang terjadi di antara transkripsi dan translasi
yang disebut tahap pre-mRNA. Tahap pre-mRNA adalah untuk menyeleksi mRNA yang akan
dikirim keluar nukleus untuk ditranslasikan di ribosom. Ekson merupakan mRNA yang akan
dikirim keluar nukleus untuk ditranslasikan, sedangkan intron merupakan mRNA yang akan
tetap berada di dalam nukleus karena kemungkinan mRNA tersebut akan membentuk
protein yang tidak fungsional (tidak berguna) jika ditranslasikan. Intron kemudian akan
terurai kembali untuk membentuk rantai mRNA baru.
Ketahui pula bahwa beberapa kesalahan yang disebut mutasi dapat terjadi pada proses
ekspresi gen ini.

Anda mungkin juga menyukai